Mendirikan BERJUANG DARI PEMBUANGAN
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
99 mereka menyepakati K. H. Ahmad Sanusi sebagai Ketua; A.
H. Wignjadisastra sebagai Wakil Ketua; R. Muhammad Busro sebagai Sekretaris merangkap Bendahara; dan H.
Rafe’i, H. Ahmad Dasoeki, H. Siroj, Muhammad Sabih, R. Suradibrata, H. Komaruddin masing-masing berkedudukan
sebagai Komisaris Yayan Mulyana dalam Sulasman, 2007: 70. Yang menarik adalah ditariknya A. H. Wignjadisastra
sebagai salah seorang Pengurus Besar AII. Ia merupakan salah seorang mantan tokoh Sarekat Islam Jawa Barat yang
mengikuti jejak K. H. Ahmad Sanusi meninggalkan SI karena tujuannya sudah tidak jelas lagi.
Ketika didirikan, K. H. Ahmad Sanusi dan segenap pimpinan PB AII mengatakan bahwa organisasi yang
dipimpinnya bukan merupakan organisasi yang bererak di bidang politik. AII merupakan organisasi yang akan
bergerak di bidang sosial. Salah satu aspek sosial yang sangat diperhatikan oleh AII adalah upaya mengembangkan
pendidikan Islam berbasis pesantren tetapi tidak menolak pengetahuan umum yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah
formal. Untuk menyebarluaskan tujuannya, PB AII berusaha untuk mendirikan cabang organisasi tersebut di berbagai
daerah. Selain itu, PB AII pun menerbitkan
Soeara Moeslim
sebagai “majalah” bulanan yang berisi berbagai pandangan AII
dalam menghadapi
persoalan keagamaan
dan kebangsaan. Pada tahun 1940-an, majalah ini berganti nama
menjadi
Soeara Perhimpoenan Al Ittihadijjatoel Islamijjah
.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
100 Diterbitkannya majalah ini menujukkan bahwa K. H.
Ahmad Sanusi tidak pernah menjadikan majalah
Al Hidajatoel Islamijjah
sebagai corong organisasi AII. Padahal, hampir semua redaksinya berkedudukan sebagai
pengurus PB AII. Hal ini menunjukkan kemampuan dirinya menjaga independensi
Al Hidajatoel Islamijjah
sebagai majalah milik umat Islam tanpa memandang perbedaan.
Setelah AII dibentuk, frekuensi pertemuan K. H. Ahmad Sanusi dengan para jamaah atau anggota AII
semakin meningkat. Dalam pertemuan itu, K. H. Ahmad Sanusi sering mengupas makna yang terkandung dalam
ayat-
ayat Al Qur’an yang behubungan dengan harga diri, persamaan, persaudaraan, nasionalisme, dan kemerdekaan.
Masalah-masalah tersebut sengaja dibahas oleh K. H. Ahmad Sanusi sebagai upaya menyadarkan bangsa
Indonesia bahwa perpecahan di kalangan mereka sengaja diciptakan oleh Belanda agar kekuasaan kolonialismenya di
Indonesia dapat dilanggengkan. Islam merupakan agama yang mengakui adanya persamaan dan menganjurkan untuk
memperkuat persaudaraan di kalangan mereka. Kedua hal tersebut merupakan salah satu faktor bagi tumbuhnya
nasionalisme sehingga yang akan menjadi landasan bagi upaya mencapai kemerdekaan.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
101
Foto 15: Soeara Perhimpoenan
Al Ittihadijjatoel Islamijjah
Sumber: Dokumentasi Keluarga.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
102 Pada hakikatnya, semangat nasionalisme sudah
tertanam pada jiwa K. H. Ahmad Sanusi jauh sebelum ia mendirikan AII. Ketika ia memutuskan untuk bergabung
dengan Sarekat Islam tahun 1913, salah satu alasannya adalah tujuan Sarekat Islam sejalan dengan tujuannya yakni
membebaskan ketergantungan bangsa Indonesia kepada bangsa asing Kitab
Nahratud‟dhargam dalam Koleksi R. A. Kern No. 278. KITLV. Memajukan pendidikan,
perdagangan, pertanian, dan memperkuat persaudaraan merupakan kunci utama untuk mewujudkan harapannya itu.
Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa K. H. Ahmad Sanusi berupaya hendak mempersatukan keluruhan ajaran
Islam dengan semangat nasionalisme yang saat itu sedang tumbuh.
Hal tersebut tercermin ketika ia mendirikan AII dengan mengatakan bahwa organisasi ini bukan organisasi
politik, melainkan organisasi sosial-keagamaan. Salah satu tujuannya adalah memajukan pendidikan bagi kalangan
bangsa pribumi. Meskipun demikian, K. H. Ahmad Sanusi berupaya hendak menggugah kesadaran politik di kalangan
para jamaah atau anggota AII. Hal tersebut dipertegas dengan dimuatnya tulisan yang berjudul
Indonesia Iboe Kita
dan
Islam dan Politik Internasional
dalam
Soeara Moeslim
edisi Juli dan Agustus 1932. Kedua tulisan itu berisi uraian yang bertujuan hendak menggugah bangsa Indonesia supaya
tidak bergantung kepada bangsa lain. Bangsa Indonesia
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
103 harus memperjuangkan nasibnya sendiri dan tanah airnya
demi untuk harga diri sebagai sebuah bangsa. Oleh karena isi ceramahnya yang dapat menggugah rasa nasionalisme
dan disebarluaskannya artikel itu oleh
Soeara Moeslim
, Gubernur Jawa Barat menuduh AII terlibat dalam kegiatan
politik Iskandar, 1993: 14. Tuduhan tersebut mengakibatkan PB AII semakin
diawasi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Para pejabat
Binnenlands Bestuur
meminta agar K. H. Ahmad Sanusi tidak dikembalikan ke Sukabumi. Mereka khawatir
keamanan dan ketentraman daerah Sukabumi akan terancam jika
Ajengan
Genteng itu kembali ke Sukabumi. Sampai tahun 1934, permintaan para pejabat tersebut dipenuhi oleh
Pemerintah Hindia Belanda sehingga K. H. Ahmad Sanusi memimpin PB AII masih di tempat pengasingannya di
Batavia Centrum. Untuk menjamin kelancaran PB AII, ia kemudian menunjuk K. H. Syafi’i dari Pesantren Pangkalan
untuk menjalankan kepemimpinan sehari-hari bersama-sama dengan para pengurus PB AII lainya.
Jiwa nasionalisme K. H. Ahmad Sanusi tidak hanya terlihat dari substansi ceramah yang disampaikan kepada
para jamaahnya. Meskipun bukan media massa yang menyuarakan kepeningan AII, keberanian K. H. Ahmad
Sanusi mengganti kata Hindia Nederland menjadi Indonesia dalam
Al Hidajatoel Islamijjah
merupakan bentuk perlawanan yang diperlihatkan K. H. Ahmad Sanusi
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
104 terhadap kolonialisme. Pada edisi Mei 1931 dan Juli 1931,
pada halaman pertama majalah tersebut terdapat kalimat “harga langganan loewar
Hindia Nederland
…”. Nama wilayah kekuasaan Belanda itu merupakan terjemahan dari
Nederlands Indië
sebagai nama resmi yang dipakai oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Akan tetapi, dalam
penerbitan edisi berikutnya, nama
Hindia Nederland
dihapus dari halaman pertama
Al Hidajatoel Islamijjah
dan
sebagai gantinya dipakai nama Indonesia. Sehubungan dengan itu, kalimat yang tertera pada halaman pertama
majalah itu berbunyi menjadi “harga langganan loewar
Indonesia
…”
Al Hidajatoel Islamijjah
, September 1931. Apakah artinya semua itu? Jelas kiranya bahwa
penggunaan kata
Indonesia menggantikan
Hindia Nederland merupakan wujud nasionalisme yang tumbuh di
hati dan pikiran K. H. Ahmad Sanusi. Betapa tidak, karena kata Indonesia sejak tahun 1920-an menjadi simbol
pergerakan nasional. Penggunaan kata ini diawali pada tahun 1922 ketika
Indische Vereniging
mengubah namanya menjadi
Indonesische Vereeniging
. Tahun 1924, organisasi ini mengubah nama majalahnya dari
Hindia Poetra
menjadi
Indonesia Merdeka
. Tiga tahun kemudian, perhimpunan ini, selain menggunakan nama
Indonesische Vereeniging
, memakai juga nama Perhimpunan Indonesia PI. Dalam
perkembangannya, nama PI-lah yang sering dipakai sehingga menjadi nama resmi organisasi para pelajar
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
105 Indonesia di Negeri Belanda itu Poesponegoro dan
Notosusanto eds., 1990
5
: 195-196. Ternyata, apa yang dilakukan oleh Permhipunan
Indonesia di Negeri Belanda, memberikan dampak yang luar biasa terhadap kaum pergerakan nasional. Kata Indonesia
menjadi lebih populer karena kemudian memiliki arti politis. Indonesia bukan hanya sebagai nama yang memiliki makna
kebudayaan, melainkan juga sebagai kata yang akan menjadi
nama dari
sebuah negara
yang sedang
diperjuangkan kemerdekaannya. Terpengaruh oleh PI, kaum pergerakan nasional pun menggunakan Indonesia sebagai
simbol baru perjuangan mereka. Demikianlah, pada tahun 1926 beridiri Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia PPPI
dan tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia PNI dan Jong Indonesie Pemuda Indonesia.
Sebagai simbol pergerakan nasional yang tujuan akhirnya mewujudkan kemerdekaan bangsa bumiputera,
kata Indonesia tidak disukai oleh Pemerintah Hindia Belanda. Meskipun demikian, kaum pergerakan tidak
menggubris ketidaksukaan pemerintah kolonial itu sehingga nama Indonesia semakin banyak dipakai. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin pergerakan nasional dengan menggunakan kata Indonesia dalam proses perjuangannya
dilakukan juga oleh K. H. Ahmad Sanusi. Ia mmang tidak mengganti nama majalahnya, namun mengganti kata Hindia
Nederland menjadi Indonesia untuk menunjuk wilayah
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
106 pemasarannya. Hal tersebut tidak berarti mengurangi jiwa
nasionalismenya. Kalimat “… untuk luar Indonesia …” menunjukkan sebuah wilayah politik yang bernama
Indonesia. Ini merupakan sebuah perlawanan kepada pemerintah kolonial yang begitu halus, tetapi memiliki
makna yang begitu dalam.
Apa yang dilakukan oleh K. H. Ahmad Sanusi dengan mencantumkan kata Indonesia dalam majalah
Al Hidajatoel Islamijjah
, tidak dilakukan di AII. Di organisasi ini, ia lebih banyak memupuk kesadaran politik para anggotanya melalui
diskusi, media massa, dan kursus politik. Hal tersebut bisa dilakukan oleh K. H. Ahmad Sanusi karena para anggota
AII banyak yang mengunjungi
Ajengan
Genteng di Batavia Centrum. Dalam kondisi seperti itu, AII masih dapat
dikontrol sepenuhnya oleh K. H. Ahmad Sanusi karena ialah yang memegang kebijakan tertinggi organisasi. Sehubungan
dengan itu, tidaklah mengherankan kalau aktivitas AII, terutama di Sukabumi, semakin meningkat sehingga
melahirkan kekhawatiran mendalam dari kalangan birokrat. Mereka merasa lebih senang kalau K. H. Ahmad Sanusi
tetap ditahan dan AII dibekukan. Padahal jika dibandingkan dengan organisasi sejenis, perkembangan AII pada tahun-
tahun awal berdirinya berjalan lamban. Sampai tahun 1934, AII hanya memiliki sekitar empat belas cabang yang
tersebar di daerah Sukabumi, Cianjur, dan Bogor.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Menjadi Tahanan Kota 1934-1942
107