Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya faktual seperti yang
kita temukan dalam kamus. Karna itu makna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah kata bermakna denotatif, namun banyak kata juga bermakna konotatif,
lebih bersifat pribadi, yakni makna di luar rujukan objektifnya. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat subjektif dari pada makna denotatif.
2.4.1 Semiotik
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan makna Sobur, 2006:16. Sebuah tanda menunjuk pada sesuatu selain dirinya sendiri
yang mewakili barang atau sesuatu yang lain itu, dan sebuah makna merupakan penghubung antara suatu objek dengan suatu tanda HartokoRahmanto,
1986:131. Menurut Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to
signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to
communicate , namun memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstruksikan system terstruktur dari tanda Kurniawan, 2001:53 dalam Sobur, 2006:15
Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa yunani “semeion” yang berarti “tanda” Sudjiman dan Van Zoest, 1996:vii atau ‘seme’ yang berarti
‘penafsir tanda’ Cobley dan Jansz, 1994:4. Semiotika berakar dari study klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika Kurniawan, 2001:49. ‘Tanda’
pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Menurut John Fiske, terdapat tiga area penting dalam studi semiotik, yakni
Sobur, 2004:94 :
1. Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda,
seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkan dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa
dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya. 2.
Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan
dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. 3.
Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroprasi.
2.4.2 “Semiotik Dalam Film” John Fiske
Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi.
Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran makna.
Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang di
sekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan
kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah
signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan
pendekatan semiotic. Fiske, 2006 :9
Definisi semiotic yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. Studi ini tidak hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan
dibuatnya tanda-tanda terbentuk. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berypa kata-kata, images, suara, Gesture, dan objek. Bila kita mempelajari tanda tidak bisa
memisahkan tanda yang satu dengan tanda-tanda yang lain yang membentuk sebuah system, dan kemudian disebut system tanda. Lebih sederhananya semiotic
mempelajari bagaimanasistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John Fiske dan John Hartley, konsentrasi semiotic adalah pada hubungan yang timbul
antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode. Chandler,2002:
www.aber.ac.uk Menurut James Monaco, seorang ahli yang lebih berafilasi dengan gramatika
tata bahasa mengatakan bahwa film tidak mempunyai gramatika. Untuk itu ia menawarkan kritik bahwa teknik yang digunakan dalam film dan gramatika pada
sifat kebahasaannya adalah tidak sama. Akan sangat beresiko apabila memaksa dengan menggunakan kajian linguistic untuk menganalisa sebuah film, karena film
terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam. Penerapan Semiotik pada film, berarti harus memperhatikan aspek medium
film atau cenema yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis pengambilan kamera selanjutnya disebut Shot saja dan kerja kamera camera
work . Dengan cara ini, peneliti bisa mamahami shot apa saja yang muncul dan
bagaimana misalnya, Close-up. Terdapat pula pada kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek. Barger, 1982:37
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai system tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek
yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara : kata
yang diucapkan ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar dan music film. Sistem semiotika yang labih penting lagi dalam
film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Sobur:2004:128
Gianetti 1996:454 dalam bukunya Understanding movies mengatakan bahwa semiotic juga dikenal sebagai studi tentang bagaimana film ini berarti, yaitu
memandang setiap pesan yang disampaikan dalam film meliputi pesan verbal dan non verbal yang bersifat simbolis dan terdiri jaringan atau rangkaian tanda-tanda
yang kompleks serta memiliki arti. Berkaitan dengan permasalahan maupun ruang lingkup dalam penelitian ini
maka nantinya dalam iklan Pepsodent Sikat gigi Pagi malam versi “Ayah Adi dan Dika” di televisi, yang akan dianalisis ialah hanya sistem tanda dalam film yang
berupa gambar dan suara. Adapun hal tersebut nantinya dengan menggunakan “kode-kode televisi” dari John Fiske.
2.4.3 “Kode-kode Televisi” John Fiske