Latar Belakang Aktualisasi diri perempuan menikah dalam karier domestik
5
Kekurangannya, wanita karier yang sudah menikah lebih rentan mengalami konflik peran dibanding laki-laki Harsiwi, 2004; Martins Veiga, 2002; Kinnunon et al,
1998 dalam Handayani, 2013. Hal itu disebabkan dalam keluarga perempuan diidentikk
an dengan peran ‘caregiver’. Ibu rumah tangga distereotipkan sebagai caretakers
. Dalam keluarga, perempuan dipandang sebagai pengasuh yang tunduk, tergantung, dan akomodatif, dan dengan demikian lebih mungkin untuk dilihat
pantas menjalani tugas melayani dan menempati posisi bawahan De Armond et al., 2006, dalam Denmark Paludi, 2008. Oleh karena itu, perempuan menikah yang
berkarier di wilayah publik juga secara langsung harus membagi tanggung jawab kariernya dalam wilayah domestik.
Berbeda dengan karier publik, kelebihan karier domestik antara lain mereka mempunyai standar mereka sendiri untuk dipenuhi, dapat merencanakan dan
mengontrol karier mereka sendiri, tidak diawasi, dan tidak dikritik, serta dapat berkontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami dan istri Santrock,
2002; Handayani, 2013. Sebaliknya, kekurangan yang didapat ketika perempuan memutuskan untuk berkarier di wilayah domestik antara lain adalah aktivitas
tersebut tidak pernah berakhir, berulang-ulang, dan rutin yang biasanya mencakup membersihkan, memasak, mengawasi anak, berbelanja mencuci pakaian, dan
beres-beres Santrock, 2002. Lebih lanjut, peran pengasuh caregiver dianggap sebagai sumber signifkan dari stres pada perempuan-perempuan ini karena tidak
mempunyai nilai untuk masa depan dalam hal dana pensiun atau sumber finansial yang lain. Lemme, 1999; Santrock, 2002.
6
Selain itu, karier domestik yang erat kaitannya dengan profesi ibu rumah tangga seringkali dianggap inferior dibandingkan dengan karier publik yang lebih
identik dengan wanita karier, bukan hanya di kalangan para laki-laki namun juga di kalangan perempuan menikah. Kanwar 2014 menemukan bahwa 74 dari 89
perempuan memandang bahwa karier rumah tangga dapat menghambat pertumbuhan dan pembelajaran dalam hidup. Ketika ditanya alasannya, ditemukan
bahwa hal ini berakar dari ide bahwa aktivitas ibu rumah tangga adalah mencuci piring, memasak, dan membersihkan rumah sepanjang hari, sehingga tidak
mempunyai waktu untuk belajar dan mengeksplorasi identitasnya. Miskonsepsi yang muncul antara lain adalah bahwa uang yang digunakan untuk pendidikan akan
terbuang sia-sia jika tidak mempunyai karier atau bekerja, menghambat kreativitas, dan kehidupan ibu rumah tangga yang membosankan Kanwar, 2014.
Kesalahpahaman lain tentang profesi ibu rumah tangga semakin terlihat, khususnya pada perempuan yang berpendidikan tinggi. Hal ini dipertegas dengan temuan
Komarovsky, Lopata, dan Oakley dalam Nilson, 1978 bahwa “hanya menjadi ibu rumah tangga” mempunyai prestise yang rendah, paling tidak di mata perempuan
yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi dan mempunyai kesempatan untuk dapat menduduki suatu jabatan.
Adanya miskonsepsi terhadap aktualisasi diri yang hanya dapat dipenuhi di wilayah publik menjadi keprihatinan peneliti karena berdampak pada pengabaian
peran pengasuhan anak dan perawatan keluarga. Hal ini tampak misalnya pada fenomena di Korea Selatan, para ibu rumah tangga yang berpendidikan
mengaktualisasikan dirinya dengan cara kembali ke universitas untuk memecahkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
ketidakpuasan mereka dari peran penuh waktu ibu rumah tangga, terutama untuk mengembalikan identitas pribadi sebagai individu yang independen Jang
Merriam, 2004. Hal ini disebabkan karena mereka berpikir bahwa mereka harus mengaktualisasikan diri dan menjadi mandiri secara finansial dengan bekerja di luar
seperti laki-laki sepanjang hidup mereka Cho, 2000 ; Lim Chung, 1996 dalam Jang Merriam, 2004.
Selain itu, mereka juga menganggap keberadaan anak sebagai halangan untuk pengembangan karier dan pengekang kebebasan sehingga membuat mereka
mengalami frustrasi yang berasal dari konflik diri dan tanggung jawab pengasuhan Jang Merriam, 2004. Padahal ahli psikoanalisis Freud menempatkan tokoh ibu
paling penting dalam perkembangan seorang anak Dagun, 1990. Oleh karena itu, jika karier domestik yang dikaitkan sebagai ibu rumah tangga diabaikan akan
berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pengamatan lain menunjukkan bahwa isolasi merupakan tantangan umum
pada ibu yang tinggal di rumah dan dapat menyumbang untuk perasaan sedih dan kehilangan diri Rubin Wooten, 2007. Perasaan sedih dan kehilangan diri juga
menjadi keprihatinan peneliti karena perasaan sedih dan kehilangan diri bertentangan dengan salah satu kriteria orang yang mengaktualisasi diri menurut
Maslow, yaitu bebas dari psikopatologi Feist Feist, 2006 sehingga menurut pandangan peneliti, jika ibu rumah tangga dapat menghayati pekerjaannya di
wilayah domestik, maka peluang untuk mengaktualisasi diri akan semakin terbuka. Dalam perkembangan lain, ada pandangan-pandangan negatif pada
pekerjaan rumah tangga pekerjaan domestik dan kemungkinan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
mengaktualisasi diri pada wilayah domestik. Pandangan-pandangan negatif tersebut misalnya diungkapkan oleh Betty Friedan, seorang tokoh aliran feminis
yang mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga pekerjaan domestik dan pekerjaan sebagai seorang istri mengekang perempuan menikah. Ia meyakini
bahwa secara tidak sadar perempuan memaksakan dirinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga Friedan, 1979. Senada dengan Friedan, feminis sosialis
Inggris, Ann Oakley 1974 : 225, dalam Hollows, 2008 mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga domestik berlawanan kemungkinan seseorang untuk
mengaktualisasikan diri. Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa orang yang merasa adanya kreativitas di dalam pekerjaan rumah tangga sebenarnya mengalami
kesalahpahaman. Pandangan di atas berlawanan dengan pandangan feminis Marxis yang
memandang secara positif dengan memberikan penghargaan pada pekerjaan domestik seperti mencuci, memasak, dan mengasuh anak Tong, 2006. Tokoh
psikologi, Abraham Maslow dalam Feist Feist, 2006 juga berpendapat bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, tak
terkecuali perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik lewat karier domestiknya. Beberapa temuan penelitian sebelumnya misalnya penelitian yang
dilakukan Daniel, Gutmann dan Raviv 2011 juga memperlihatkan adanya kreativitas dalam aktivitas memasak yang termasuk dalam wilayah karier domestik.
Kanwar 2014 juga mengatakan bahwa anggapan pekerjaan ibu rumah tangga menghambat pertumbuhan dan kreativitas adalah bias. Selain itu, Rubin Wooten
9
2007 juga menemukan adanya pemenuhan diri ibu rumah tangga melalui komunitas dan kegiatan di sekolah anak mereka.
Oleh karena itu, dengan melihat pandangan negatif dan positif terhadap wilayah karier perempuan menikah dan adanya kemungkinan adanya peluang untuk
mengaktualisasikan diri di wilayah domestik, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah yang berkarier di
wilayah domestik mengaktualisasikan diri dengan mengetahui cara aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah
tangga household chores, perawatan keluarga family day care, pengasuhan anak childrearing, kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan ibu
rumah tangga Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016.
Beberapa penelitian tentang aktualisasi diri perempuan di wilayah domestik pernah dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut menganggap bahwa
wilayah domestik menghambat kesempatan seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Penelitian yang dilakukan oleh Budiati 2006 mencoba menggali aktualisasi
diri perempuan dalam konteks sistem budaya Jawa yang terpaku pada nilai-nilai 3M yaitu masak memasak, manak melahirkan dan macak berdandan, bukan
mengenai bagaimana cara ibu rumah tangga di Jawa dapat mengaktualisasikan diri dalam karier domestik sebagai ibu rumah tangga. Penelitian Rubin dan Wooten
2007 memberikan gambaran umum tentang pengalaman menjadi ibu rumah tangga, secara khusus ibu rumah tangga berpendidikan yang berkarier di wilayah
domestik, dan membahas pengembangan diri di wilayah domestik namun kurang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
memfokuskan pada bagaimana cara ibu rumah tangga mengaktualisasikan diri melalui karier domestik ibu rumah tangga. Jang Merriam 2004 juga meneliti
tentang aktualisasi diri ibu rumah tangga, namun lebih berfokus pada pengalaman ibu rumah tangga yang ingin mengaktualisasikan diri di wilayah publik karena
merasa dirinya terkekang di wilayah domestik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kanwar 2014 menunjukkan beberapa miskonsepsi tentang tidak adanya
kreativitas bagi perempuan yang berkarier sebagai ibu rumah tangga, meliputi : 1 uang yang diberikan orangtua untuk pendidikan akan terbuang sia-sia, 2 terdapat
sedikit kesempatan untuk mengembangkan dan berkreasi, dan 3 kehidupan ibu rumah tangga penuh dengan hal yang membosankan. Penelitian-penelitian tersebut
tidak mengungkap bagaimana kriteria-kriteria aktualisasi diri perempuan menikah pada karier domestiknya.
Berdasarkan defisiensi penelitian-penelitian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana perempuan menikah yang berkarier di
wilayah domestik mengaktualisasikan diri melalui karier di wilayah domestik yang terdiri dari bidang-bidang kehidupan perawatan keluarga family day care,
pengasuhan anak childrearing, kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan ibu rumah tangga Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999;
Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016. Partisipan yang dipilih adalah perempuan menikah berpendidikan
SMASMK, D1D2D3, dan S1 karena tingkat pendidikan sudah terbukti mempunyai kemungkinan untuk menjadi pekerja daripada perempuan yang
mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah Jensen, 2000 dalam Kitterod, 2002. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Dari segi usia, partisipan dipilih dengan rentangan usia antara 30-60 tahun karena pada rentangan usia ini kepuasan kerja meningkat secara stabil sepanjang
kehidupan kerja, baik orang dewasa yang berpendidikan tinggi, maupun tidak berpendidikan tinggi Rhodes, 1983; Thamir, 1982 dalam Santrock 2002. Selain
itu, partisipan juga dipilih yang pernah berkarier di wilayah publik lalu kemudian berkarier penuh di wilayah domestik karena dalam miskonsepsi aktualisasi diri
banyak terjadi di kalangan perempuan berpendidikan dengan menjadi wanita karier Cho, 2000 ; Lim Chung, 1996 dalam Jang Merriam, 2004.
Desain penelitian ini menggunakkan analisis isi kualitatif AIK, dengan menggunakan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah dengan cara
mengumpulkan data wawancara menjadi satu, kemudian ditafsirkan dengan memberikan coding yang ditetapkan di awal sebagai satu unit analisis dan tidak
dianalisis setiap bagian atau setiap kasus, berdasarkan kriteria koding yang dikembangkan dari teori aktualisasi diri Maslow Hshieh Shannon, dalam
Supratiknya, 2015. Prosedur pengambilan data akan dilakukan dengan metode wawancara.
Moleong mengatakan, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pada metode wawancara, interviewer berhadapan langsung dengan interviewee
untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian Moleong, 2007.
12