36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cassia fistula L. yang didapatkan dari lingkungan Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan.
Tanaman C. fistula dideterminasi untuk memastikan kebenaran tanaman yang akan diteliti apakah daun yang digunakan dalam penelitian adalah benar
merupakan daun dari tanaman C. fistula atau trengguli. Determinasi dilakukan dengan pengamatan bagian daun, bunga, dan buah. Determinasi dilaksanakan di
Laboratoriun Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Sanata Dharma berdasarkan acuan Steenis, Hoed, dan Eyma 1992 hingga kategori jenis species. Hasil
determinasi menunjukka bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar merupakan tanaman Cassia fistula L Lampiran 1.
B. Ekstrak Etanol Daun C. fistula
Ekstrak etanol daun C. fistula yang digunakan dalam penelitian merupakan ekstrak kental yang diperoleh melalui proses maserasi. Maserasi merupakan
prosedur ekstraksi yang mudah dan secara luas digunakan. Maserasi pada umumnya dilakukan pada suhu ruang dengan merendam simplisia dalam pelarut
selama beberapa hari dengan pengadukan secara berkala. Proses perendaman ini diulang 1-2 kali dengan pelarut yang baru Mahdi dan Altikriti, 2010. Daun
C. fistula diambil dari lingkungan sekitar kampus III Sanata Dharma pada pukul
06.00-07.00. Daun C. fistula yang telah dipanen merupakan daun yang tidak terlalu muda maupun terlalu tua dan juga tidak berlubang. Selanjutnya daun
dikeringkan menggunakan oven dan dihaluskan menjadi serbuk dengan bantuan blender
. Tujuan dari proses pengeringan adalah untuk memaksimalkan proses ekstraksi karena daun yang telah kering mengandung air yang sangat sedikit
sehingga pelarut etanol dapat masuk ke dalam daun dengan lebih efektif. Sedangkan proses penyerbukan bertujuan untuk memperbesar luas permukaan
daun C. fistula sehingga kontak pelarut etanol dan daun C. fistula semakin luas. Semakin besar kontak pelarut dengan daun C. fistula maka kandungan fitokimia
yang terekstrak akan semakin banyak. Pada proses perendaman dilakukan pengadukan menggunakan shaker agar proses ekstraksi berjalan lebih maksimal.
Dalam proses perendaman, pelarut etanol akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel. Zat fitokimia yang berada di dalam rongga sel akan terlarut
dalam pelarut etanol. Karena adanya perbedaan konsentrasi pelarut antara di luar dan di dalam sel, maka pelarut yang ada di dalam sel akan didesak keluar diikuti
dengan masuknya kembali pelarut dari luar ke dalam sel. Hal ini akan terjadi secara berulang hinga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam
dan di luar sel. Setelah maserasi selesai dilanjutkan dengan proses remaserasi. Remaserasi adalah proses perendaman kembali serbuk daun C. fistula dengan
pelarut yang baru. Tujuan dari remaserasi adalah untuk menarik senyawa-senyawa fitokimia yang belum terekstrak selama proses maserasi. Pemilihan pelarut etanol
dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khan, dkk., 2011 yang menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol 80 menghasilkan efek
antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan metanol 40 dan 70, n- Heksan, dan petroleum ether.
Hasil filtrat yang didapatkan dari proses maserasi dan remaserasi selanjutnya diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40°C untuk
menguapkan pelarut etanol. Prinsip kerja dari rotary evaporator terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan penguapan pelarut yang lebih cepat
dikarenakan adanya pemutaran labu alas bulat Pangestu, 2011. Setelah filtrat tersisa ± 300 mL, penguapan dilanjutkan menggunakan cawan porselen dan water
bath pada suhu 40-50°C tujuannya adalah untuk mempermudah pengambilan dan
penimbangan ekstrak kental. Sebelum digunakan, bobot cawan porselen ditimbang terlebih dahulu untuk mempermudah perhitungan bobot ekstrak kental
yang didapat. Dari proses ekstraksi didapatkan ekstrak kental sebanyak 3,95 g, dan rendemen sebesar 31,6.
Selanjutnya ekstrak kental C. fistula di simpan dalam lemari pendingin hingga saat digunakan dalam penelitian.
C. Uji Pendahuluan Karagenin