Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) Pada Mencit Jantan

(1)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL

DAUN PEGAGAN (

Centella

asiatica

(L.) Urb.)

PADA MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SITI AMALIA WAHYU PRATIWI NIM 121524167

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL

DAUN PEGAGAN (

Centella

asiatica

(L.) Urb.)

PADA MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SITI AMALIA WAHYU PRATIWI NIM 121524167

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini yang berjudul “Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) Pada Mencit Jantan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan., M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh staf pengajar, pegawai tata usaha dan teman-teman yang telah membantu selama penelitian hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.


(5)

Secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada Bapakku Drs. H. Ahmad Farijan, M.M.Pd dan Ibuku Hj. Baiq Sumiarti, adik Wahyu, adik Reza, adik Panji dan mas Imam serta teman-temanku Ekstensi Farmasi 2012 gelombang 2 khususnya Desi, Cut Rai, Kak Siti, Ratna, Mayang, Winda, Muha terimakasih atas doa dan semangatnya kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Siti Amalia Wahyu Pratiwi


(6)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL DAUN PEGAGAN

(Centella asiatica (L.) Urb.) PADA MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Kadar asam urat serum yang memiliki nilai di atas normal disebut dengan kondisi hiperurisemia. Hiperurisemia merupakan faktor resiko terjadinya arthritis gout, nefropati gout atau batu ginjal. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan pegagan memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan sitotoksik serta memiliki daya hambat terhadap enzim xantin oxidase secara in vitro, dimana enzim xantin oxidase merupakan enzim yang berperan dalam sintesis asam urat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan pada mencit jantan hiperurisemia.

Pengujian efek antihiperurisemia dilakukan secara experimental dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat (Easy Touch® ) dan menggunakan

potassium oxonate 200 mg/kg BB sebagai penginduksi hiperurisemia yang diberikan secara intraperitoneal dua jam sebelum pemberian perlakuan. Dua puluh lima mencit jantan dibagi menjadi lima kelompok, kelompok pertama sebagai kontrol negative yang diberikan CMC Na 1 % b/v secara oral, kelompok kedua sebagai kontrol positif yang diberikan allopurinol 10 mg/kg BB secara oral, kelompok ketiga sampai kelima diberikan ekstrak etanol daun pegagan dengan dosis masing-masing 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB diberikan secara oral, selanjutnya kadar asam urat diukur tiap satu jam selama empat jam pengamatan. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi (ANAVA) yang dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD.

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua dosis ekstrak etanol daun pegagan memberikan efek antihiperurisemia. Tetapi hanya dosis 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB yang memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan pemberian allopurinol dosis 10 mg/kg BB.

Semua suspensi ekstrak etanol daun pegagan memiliki efek antihiperurisemia dengan dosis terbaik 400 mg/kg BB.

Kata kunci : Daun pegagan, Centella asiatica (L.) Urb., efek antihiperurisemia,


(7)

ANTIHYPERURICEMIC EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF GOTU KOLA LEAVES (Centella asiatica (L.) Urb.) ON MALE MICE

ABSTRACT

Uric acid is the final product of purine metabolism. When serum uric acid level higer than normal, it called hyperuricemia condition. Hyperuricemia condition is risk factor for arthritis gout, nephropathy gout or renal stone. Some research showed gotu kola has anti inflammatory effect, antioxidant effect and cytotoxic activity, gotu kola leaves also having inhibitory effect on the xanthin oxidase in vitro assay, wherein the enzyme xanthine oxidase is an enzyme that plays a role in the synthesis of uric acid. The purpose of this research was to study the activity ethanol extract of gotu kola leaves as antihyperuricemic agent on hyperuricemic male mice.

The examination antihyperuricemic effect was carried out by using uric acid tester (Easy Touch®) and potassium oxonate 200 mg/kg BW as inducer hyperuricemic given to the abdominal cavity one hour before treated. Twenty five male mice were divided into five groups, first group as a negative control treated carboxy methyl cellulose sodium 1% b/v orally; the second group as a positive control treated allopurinol 10 mg/kg BW orally ; the third to fifth groups were treated with ethanol extract of gotu kola leaves with each dose 200 mg/kg BW, 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW orally. Blood uric acid levels were measured every hour for four hours. Furthermore the result were analyzed by Analysis of Variance (ANAVA) followed by Post Hoc Tukey HSD test.

The result of examination showed that all doses ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect, but only ethanol extract of gotu kola leaves doses 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW have the same effect with allopurinol 10 mg/kg BW.

All dose ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect with the best dose is 400 mg/kg BW.

Key words : Gotu kola leaves, Centella asiatica (L.) Urb., antihyperuricemic effect,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman pegagan ... 5

2.2 Simplisia dan Ekstrak ... 7

2.3 Metode ekstraksi ... 7


(9)

2.5 Hiperurisemia ... 10

2.6 Gout ... 11

2.7 Obat antihiperurisemia ... 12

2.8 Potassium oxonat ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Alat-alat ... 16

3.2 Bahan-bahan ... 16

3.3 Hewan percobaan ... 16

3.4 Penyiapan bahan ... 16

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 17

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 17

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 17

3.5.3 Penetapan kadar air ... 18

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air ... 18

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 19

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 19

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 19

3.6 Skrining Fitokimia ... 20

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ... 20

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida ... 20

3.6.3 Pemeriksaan tanin ... 21

3.6.4 Pemeriksaan saponin ... 21

3.6.5 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 21


(10)

3.8 Prosedur uji efek penurunan kadar asam urat ... 22

3.8.1 Pembuatan CMC Na 1% ... 22

3.8.2 Pembuatan suspensi allopurinol ... 22

3.8.3 Pembuatan larutan potassium oxonate ... 22

3.8.4 Pembuatan suspensi EEDP (sediaan uji) ... 23

3.8.5 Penyiapan hewan percobaan ... 23

3.8.6 Pengujian efek antihiperurisemia ... 23

3.9 Analisis data ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Identifikasi tumbuhan ... 25

4.2 Karakteristik simplisia dan ekstrak ... 25

4.3 Pengujian efek antihiperurisemia ... 27

4.3.1 Pengujian efek penurunan kadar asam urat ekstrak .. 27

4.3.2 Uji perbedaan efek antihiperurisemia ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Matrix rancangan penelitian ... 15 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun pegagan ……... 25 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak daun

pegagan ... 26 4.3 Kadar asam urat rata-rata mencit selama 4 jam pengamatan 28


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ……….. 4

2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol 14 2.2 Mekanisme kerja potassium oxonat menghambat

urikase ... 14 4.1

4.2

Grafik kadar asam urat rata-rata setelah pemberian CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB ... Diagram rata-rata persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap kelompok perlakuan (CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan

suspensi EEDP 600 mg/kg BB) ……….

28

30


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 39

2 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan ... 40

3 Gambar daun segar, simplisia dan serbuk daun pegagan ... 41

4 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun pegagan ... 43

5 Bagan alur penelitian ... 44

6 Perhitungan kadar air serbuk simplisia daun pegagan ... 46

7 Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam air serbuk simplisia daun pegagan ... 47

8 Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam etanol serbuk simplisia daun pegagan ... 48

9 Perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia daun pegagan ... 49

10 Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam simplisia daun pegagan ... 50

11 Volume maksimum sesuai rute pemberian dan konversi dosis 51

12 Perhitungan volume pemberian sediaan ... 52

13 Gambar hewan percobaan ... 54

14

Gambar alat pengukur asam urat ... 55

15 Data Pengukuran Kadar Asam Urat ... 56

16 Data Persen Penurunan Kadar Asam Urat ... 57

17 Hasil analisis data statistik ... 58


(14)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL DAUN PEGAGAN

(Centella asiatica (L.) Urb.) PADA MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Kadar asam urat serum yang memiliki nilai di atas normal disebut dengan kondisi hiperurisemia. Hiperurisemia merupakan faktor resiko terjadinya arthritis gout, nefropati gout atau batu ginjal. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan pegagan memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan sitotoksik serta memiliki daya hambat terhadap enzim xantin oxidase secara in vitro, dimana enzim xantin oxidase merupakan enzim yang berperan dalam sintesis asam urat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan pada mencit jantan hiperurisemia.

Pengujian efek antihiperurisemia dilakukan secara experimental dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat (Easy Touch® ) dan menggunakan

potassium oxonate 200 mg/kg BB sebagai penginduksi hiperurisemia yang diberikan secara intraperitoneal dua jam sebelum pemberian perlakuan. Dua puluh lima mencit jantan dibagi menjadi lima kelompok, kelompok pertama sebagai kontrol negative yang diberikan CMC Na 1 % b/v secara oral, kelompok kedua sebagai kontrol positif yang diberikan allopurinol 10 mg/kg BB secara oral, kelompok ketiga sampai kelima diberikan ekstrak etanol daun pegagan dengan dosis masing-masing 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB diberikan secara oral, selanjutnya kadar asam urat diukur tiap satu jam selama empat jam pengamatan. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi (ANAVA) yang dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD.

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua dosis ekstrak etanol daun pegagan memberikan efek antihiperurisemia. Tetapi hanya dosis 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB yang memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan pemberian allopurinol dosis 10 mg/kg BB.

Semua suspensi ekstrak etanol daun pegagan memiliki efek antihiperurisemia dengan dosis terbaik 400 mg/kg BB.

Kata kunci : Daun pegagan, Centella asiatica (L.) Urb., efek antihiperurisemia,


(15)

ANTIHYPERURICEMIC EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF GOTU KOLA LEAVES (Centella asiatica (L.) Urb.) ON MALE MICE

ABSTRACT

Uric acid is the final product of purine metabolism. When serum uric acid level higer than normal, it called hyperuricemia condition. Hyperuricemia condition is risk factor for arthritis gout, nephropathy gout or renal stone. Some research showed gotu kola has anti inflammatory effect, antioxidant effect and cytotoxic activity, gotu kola leaves also having inhibitory effect on the xanthin oxidase in vitro assay, wherein the enzyme xanthine oxidase is an enzyme that plays a role in the synthesis of uric acid. The purpose of this research was to study the activity ethanol extract of gotu kola leaves as antihyperuricemic agent on hyperuricemic male mice.

The examination antihyperuricemic effect was carried out by using uric acid tester (Easy Touch®) and potassium oxonate 200 mg/kg BW as inducer hyperuricemic given to the abdominal cavity one hour before treated. Twenty five male mice were divided into five groups, first group as a negative control treated carboxy methyl cellulose sodium 1% b/v orally; the second group as a positive control treated allopurinol 10 mg/kg BW orally ; the third to fifth groups were treated with ethanol extract of gotu kola leaves with each dose 200 mg/kg BW, 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW orally. Blood uric acid levels were measured every hour for four hours. Furthermore the result were analyzed by Analysis of Variance (ANAVA) followed by Post Hoc Tukey HSD test.

The result of examination showed that all doses ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect, but only ethanol extract of gotu kola leaves doses 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW have the same effect with allopurinol 10 mg/kg BW.

All dose ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect with the best dose is 400 mg/kg BW.

Key words : Gotu kola leaves, Centella asiatica (L.) Urb., antihyperuricemic effect,


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari asam urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan xantin oxidase (Shamley, 2005). Jika produksi asam urat meningkat (overproduction) dan ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat dengan cukup dari dalam tubuh (underexcretion), maka kadar asam urat dalam darah akan meningkat di atas normal, keadaan ini disebut dengan hiperurisemia. Apabila keadaan hiperurisemia tidak ditangani dalam jangka waktu lama, maka keadaan tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya arthritis gout, nefropati gout atau batu ginjal (Hidayat, 2009).

Usaha untuk menurunkan kadar asam urat darah dapat dilakukan dengan mengurangi produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal (Price and Wilson, 2002). Umumnya untuk mengatasi penyakit asam urat digunakan obat sintesis seperti allopurinol. Allopurinol merupakan obat yang bekerja menghambat pembentukan asam urat melalui penghambatan aktivitas enzim xantin oxidase, namun karena allopurinol mempunyai efek samping yang merugikan dan membahayakan seperti gangguan pada gastrointestinal, neuritis perifer, toksisitas hati dan reaksi alergi pada kulit (Katzung, 2002), maka dikembangkan pengobatan alternatif menggunakan tumbuhan, salah satunya yaitu daun pegagan.


(17)

Pegagan merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran sangat luas. Pegagan tumbuh liar di seluruh Indonesia, umumnya pada daerah-daerah beriklim tropis, dari dataran rendah hingga ketinggian 2,500 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ini ditemui tumbuh melimpah di tempat-tempat terbuka, seperti telaga dan tempat yang agak terlindung. Tumbuhan ini lebih menyukai lingkungan yang basah seperti selokan, areal persawahan, tepi-tepi jalan, padang rumput bahkan tepi-tepi tembok atau pagar (Depkes RI, 1977).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tumbuhan pegagan memiliki khasiat sebagai antiulcer (Abdulla, dkk., 2010), anticemas (Bradwejn, dkk., 2000), antioxidant (Jayshree, dkk., 2003), antihipertensi (Incandela, dkk., 2001; Cesarone, dkk., 2001), kardioprotektif (Gnanapragasama, dkk., 2004; Gnanapragasama, dkk., 2007), immunodulator (Jayathirtha, M., 2004), neuroprotektif (Kumar, dkk., 2009), sitotoksik (Babykutty, dkk., 2009) serta antiinflamasi (Li, dkk., 2009). Berdasarkan penelitian Sugianto, dkk (2012) daun pegagan dapat menghambat enzim xantin oxidase secara in vitro, dimana xantin oxidase merupakan enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat (Price dan Wilson, 2005), selain itu efek antiinflamasi tumbuhan pegagan dapat meredakan radang pada gout yang disebabkan oleh keadaan hiperurisemia yang tidak ditangani dalam jangka waktu lama.

Kandungan kimia pegagan diantarnya triterpenoid: asiatikosida, madekasosida, asam sianat, asam indosentoat, bayogenin; flavonoid: kaemferol, kuesertin; saponin: sentelasapogenol A,B dan D (BPOM RI, 2010). Kandungan yang diduga mampu menurunkan kadar asam urat yaitu flavonoid, dimana flavonoid dilaporkan dapat menghambat kerja enzim xantin (Lin, dkk., 2002).


(18)

Secara tradisional pegagan telah digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit kulit, sakit perut, batuk, batuk berdarah, disentri, penyembuhan luka, radang, pegal linu, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, demam dan penambah selera makan (BPOM RI, 2010).

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan uji in vivo terhadap efek antihiperurisemia daun pegagan dengan metode induksi menggunakan potassium oxonate.

1.2Perumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.apakah ekstrak etanol daun pegagan mempunyai efek antihiperurisemia terhadap mencit jantan yang diinduksi potassium oxonate?

b.berapakah dosis dan waktu paling efektif ekstrak etanol daun pegagan sebagai antihiperurisemia?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.ekstrak etanol daun pegagan mempunyai efek antihiperurisemia terhadap mencit jantan yang diinduksi potassium oxonate.

b.ekstrak etanol daun pegagan dosis tertinggi memiliki efek antihiperurisemia paling baik dari semua dosis yang diberikan dan waktu pengamatan jam ke-4 memiliki efek antihiperurisemia paling baik.


(19)

1.4Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a.efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan terhadap mencit jantan. b.dosis dan waktu paling efektif ekstrak etanol daun pegagan yang mempunyai

efek antihiperurisemia.

1.5Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kemampuan daun pegagan sebagai antihiperurisemia.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Adapun kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Dosis :

- EEDP 200 mg/kg BB

- EEDP 400 mg/kg BB

- EEDP 600 mg/kg BB

Waktu Pengamatan - 1 jam

- 2 jam - 3 jam - 4 jam

Efek

antihiperurisemia

Kadar asam urat -Nilai normal

asam urat mencit: 0,4-1,5 mg/dL

Kontrol positif :

-Allopurinol 10 mg/kg BB Kontrol negatif :

-CMC Na 1 % BB


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tanaman Pegagan

Berikut adalah klasifikasi tanaman, nama daerah, deskripsi tanaman, kandungan kimia dan manfaat tanaman pegagan.

2.1.1 Klasifikasi tanaman

Pegagan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica (L.) Urban

2.1.2 Nama daerah

Pegagan di Indonesia dikenal dengan nama daerah, Sumatra: pegagan (Aceh), daun kaki kuda, daun penggaga, penggaga, rumput kaki kuda, pegagan, kaki kuda (Melayu), pegago, pugago (Minangkabau); Jawa: cowet gompeng, antanan, antanan gede (Sunda); Bali: gagan-gagan, ganggagan, kele lere (Sawo); Nusa Tenggara: bebele (Sasak); Maluku: sarowati (Halmahera), kolotidi manora (Ternate); Sulawesi: pegaga, wisu-wisu (Makasar), cipubalawo (Bugis), hisu-hisu (Salayar); Papua: Dogauke, gogauke, sandanan (Depkes RI, 1977).


(21)

2.1.3 Deskripsi tanaman

Pegagan merupakan tumbuhan terna atau herba tahunan, tanpa batang tetapi dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10 cm sampai 80 cm. Daun tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 sampai 10 daun, kadang-kadang agak berambut; tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun berbentuk ginjal, lebar dan bundar dengan garis tengah 1 cm sampai 7 cm, pinggir daun beringgit sampai beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan berupa payung tunggal atau 3 sampai 5 bersama-sama keluar dari ketiak daun kelopak, gagang perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih pendek dari tangkai daun. Bunga umumnya 3, yang di tengah duduk, yang di samping bergagang pendek; daun pelindung 2, panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk bundar telur; tajuk berwarna merah lembayung, panjang 1 mm sampai 1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal (Depkes RI, 1977).

2.1.4 Kandungan kimia

Pegagan mengandung triterpenoid: asiatikosida, madekasosid, asam asiatat, asam madekasat, asam indosentoat, bayogenin, asam 2α, 3β, 20, 23 -tetrahidroksiurs-28-oat, asam euskapat, asam terminolat, asam 3β-6β -23-tri-hidroksiolean-12-en-28-oat, asam 3β-6β-23-trihidroksiurs-12-en-28-oat; flavonoid: kaempferol, kuersetin; Saponins: sentelasapogenol A, sentelasaponin A,B dan D; poliasetilen; kadiyenol, sentelin, asiatisin dan sentelesin (BPOM, 2010).

2.1.5 Manfaat tanaman

Penggunaan tanaman pegagan secara tradisional digunakan untuk mengobati penyakit kulit, sakit perut, batuk, batuk berdarah, disentri, penyembuhan luka,


(22)

radang, pegal linu, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, demam dan penambah selera makan (BPOM RI, 2010).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi 3 yaitu :

a. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

b. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat murni.

c. Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan


(23)

metode yang tepat. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dibedakan menjadi:

a. Cara dingin

Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi : i.Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

ii.Pekolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

b. Cara panas

Metode ekstraksi dengan cara panas dibedakan menjadi : i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan debgan adanya pendingin balik.

ii. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.

iii. Digesti


(24)

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.

iv. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (96 - 98

o

C) selama waktu tertentu (15-20 menit) ). v. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan suhu - sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.4Asam Urat

Asam urat merupakan produk akhir katabolisme purin. Purin yang menghasilkan asam urat dapat berasal dari tiga sumber, yaitu purin dari makanan, konversi asam nukleat jaringan menjadi nukleotida purin dan sintesis de novo basa purin (Ernest, dkk., 2008).

Nukleotida purin yang utama pada manusia adalah adenosine monofosfat (AMP) dan guanosin monofosfat (GMP). Kedua nukleotida tersebut akan dipecah menjadi bentuk nukleosida oleh fosfomonoesterase menjadi adenosine dan guanosin. Adenosine akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosine deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosinat inosin dengan guanosin dikatalis oleh nukleosida purin fosforilase sehingga akan dilepaskan senyawa ribose-1-fosfat dan basa purin. Setelah itu, hipoxantin dan guanine membentuk xantin yang masing-masing dikatalis oleh enzim xantin oxidase dan guanase. Xantin yang terbentuk akan kembali dikatalisis oleh xantin oxidase menjadi asam urat (Murray, dkk., 2003).


(25)

Kadar asam urat pada serum normal laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl dan pada perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai ini akan meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan gout (Price dan Wilson, 2005), sedangkan pada mencit normal kadar asam uratnya adalah 0,5-1,4 mg/dl dan mencit dikatakan hiperurisemia jika kadar asam urat darahnya berkisar antara 1,7-3,0 mg/dl (Muhtadi, dkk., 2012). Manusia memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari hewan mamalia lain karena manusia tidak memiliki enzim urikase, yaitu enzim yang menguraikan asam urat menjadi allantoin yang mudah larut (Katzung, 2002).

Asam urat diketahui berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin antioksidan yang paling penting penting dalam plasma dengan kontribusi sampai 60 % dari seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum manusia. Tetapi asam urat juga bersifat prooksidatif pada kondisi tertentu, khususnya bila antioksidan lain berada pada level yang rendah. Observasi klinis dan laboratoris memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih dari 5,5 mg/dl, dikaitkan dengan disfungsi endotel, jadi walau mempunyai peranan sebagai antioksidan yang signifikan, asam urat secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan vaskuler (Wisesa dan Suastika, 2009).

2.5Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah serta merupakan faktor penyebab terjadinya hiperurisemia adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan produksi asam urat (overproduction)


(26)

pyrophos-phate synthetase (PRPP synthetase) akan menyebabkan peningkatan PRPP yang merupakan kunci sintesa purin dan terjadi defisiensi

hypoxanthine-guanine phosphoribosyl tranferase (HGPRT) akan meningkatkan

metabolisme guanine dan hipoxantin menjadi xantin.

ii.Penyebab sekunder yaitu terjadi peningkatan asupan purin, konversi asam - nukleat meningkat, penguraian ATP meningkat.

b. Penurunan ekskresi asam urat (underexcretion)

Hal ini dapat terjadi karena penyebab primer (idiopatik) dan penyebab sekunder yaitu berupa insufiensi ginjal, terjadi inhibisi pengeluaran asam urat (ketoasidosis, laktat asidosis) dan peningkatan reabsorbsi tubular (Gaw, dkk., 2011).

2.6Gout

Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Gout dapat bersifat primer dan skunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.

Terdapat empat tahap perjalanan klinis gout yang tidak terobati, yaitu:

a. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan kadar asam urat serum. Hanya 20 % dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut


(27)

b. Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Serangan gout akut terjadi ketika kristal urat mulai terbentuk pada cairan sinovial. Pada tahap ini gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.

c. Tahap ketiga adalah tahap interkritis. Tahap ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Tahap ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.

d. Tahap keempat adalah tahap gout kronik. Pada tahap ini terjadi kerusakan persendian dan bahkan persendian mengalami kehancuran total oleh adanya deposit kristal monosodium urat, terjadi kerusakan yang ekstensif dan permanen (Price dan Wilson, 2005).

2.7Obat antihiperurisemia

Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi hiperurisemia :

a.Golongan urikosurik

Obat-obat golongan ini dapat meningkatkan ekskresi asam urat dengan menghambat reabsorbsi asam urat di tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan ekskresi asam urat melalui urin. Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baik sangat mendukung mekanisme kerja obat golongan ini. Pasien yang menggunakan golongan obat ini memerlukan asupan cairan minimal 1500 ml/hari untuk


(28)

meningkatkan ekskresi asam urat (Price dan Wilson, 2005). Obat-obat urikosurik diantaranya adalah :

i.Probenesid

Probenesid biasanya dimulai pada dosis 0,5 mg secara oral setiap hari dalam dosis terbagi, meningkat sampai 1 gram sehari setelah 1 minggu penggunaan. Harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek gastrointestinal yang tidak diinginkan.

ii.Sulfinpirazon

Sulfinpirazon dimulai pada dosis oral 200 mg sehari, meningkat sampai 400-800 mg sehari. Harus diberikan dalam dosis terbagi bersama makanan untuk mengurangi efek gastrointestinal yang tidak diinginkan (Katzung, 2002).

b.Penghambat xantin oxidase

Satu-satunya obat golongan ini yang masih digunakan hingga sekarang yaitu allopurinol. Allopurinol dan metabolit utamanya oksipurinol (alloxanthine) merupakan inhibitor xantin oxidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya panjang, allopurinol cukup diberikan satu kali sehari. Dosis awal untuk allopurinol adalah 100 mg sehari, dosis allopurinol dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari tergantung pada respon kadar asam urat. Efek samping pada pemakaian allopurinol yaitu terjadi gangguan gastrointestinal termasuk mual, muntah dan diare, terjadi reaksi alergi, toksisitas hati, neuritis perifer dan lain-lain (Katzung, 2002). Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol dapat dilihat pada Gambar 2.1


(29)

2.8Potassium oxonat

Potassium oxonat merupakan salah satu penginduksi hiperurisemia pada hewan pengerat. Potassium oxonat bekerja dengan cara menghambat urikase atau urat oxidase. Enzim tersebut mengkatalis reaksi perubahan asam urat menjadi allantoin. Jika enzim tersebut dihambat maka akan terjadi penumpukan asam urat pada hewan uji (Watanabe, dkk., 2006). Metabolisme asam urat menjadi allantoin dan mekanisme kerja potassium oxonat dalam menghambat urikase dapat dilihat pada Gambar 2.2

Asam urat + 2H2O + O2

Allantoin + CO2 +H2O

Keterangan : : menghambat

: terurai

Gambar 2.2 Mekanisme kerja potassium oxonat dalam menghambat urikase (Mazzali, dkk., 2001)

Gambar 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol (Katzung, 2002) Ket : =

menghambat


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengumpulan bahan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak, pengujian efek penurunan kadar asam urat secara oral terhadap mencit jantan dan analisis data. Matrix rancangan penelitian ditunjukkan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Matrix rancangan penelitian

1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

EEDP 200 mg/kg BB

1. X1Y1Z1

2. X1Y1Z2

3. X1Y1Z3

4. X1Y1Z4

5. X1Y1Z5

1. X1Y2Z1

2. X1Y2Z2

3. X1Y2Z3

4. X1Y2Z4

5. X1Y2Z5

1. X1Y3Z1

2. X1Y3Z2

3. X1Y3Z3

4. X1Y3Z4

5. X1Y3Z5

1. X1Y4Z1

2. X1Y4Z2

3. X1Y4Z3

4. X1Y4Z4

5. X1Y4Z5

EEDP 400 mg/kg BB

1. X2Y1Z1

2. X2Y1Z2

3. X2Y1Z3

4. X2Y1Z4

5. X2Y1Z5

1. X2Y2Z1

2. X2Y2Z2

3. X2Y2Z3

4. X2Y2Z4

5. X2Y2Z5

1. X2Y3Z1

2. X2Y3Z2

3. X2Y3Z3

4. X2Y3Z4

5. X2Y3Z5

1. X2Y4Z1

2. X2Y4Z2

3. X2Y4Z3

4. X2Y4Z4

5. X2Y4Z5

EEDP 600 mg/kg BB

1. X3Y1Z1

2. X3Y1Z2

3. X3Y1Z3

4. X3Y1Z4

5. X3Y1Z5

1. X3Y2Z1

2. X3Y2Z2

3. X3Y2Z3

4. X3Y2Z4

5. X3Y2Z5

1. X3Y3Z1

2. X3Y3Z2

3. X3Y3Z3

4. X3Y3Z4

5. X3Y3Z5

1. X3Y4Z1

2. X3Y4Z2

3. X3Y4Z3

4. X3Y4Z4

5. X3Y4Z5

Allopurinol 10 mg/kg BB (kontrol positif)

1. X4Y1Z1

2. X4Y1Z2

3. X4Y1Z3

4. X4Y1Z4

5. X4Y1Z5

1. X4Y2Z1

2. X4Y2Z2

3. X4Y2Z3

4. X4Y2Z4

5. X4Y2Z5

1. X4Y3Z1

2. X4Y3Z2

3. X4Y3Z3

4. X4Y3Z4

5. X4Y3Z5

1. X4Y4Z1

2. X4Y4Z2

3. X4Y4Z3

4. X4Y4Z4

5. X4Y4Z5

CMC Na 1 % BB (kontrol negatif)

1. X5Y1Z1

2. X5Y1Z2

3. X5Y1Z3

4. X5Y1Z4

5. X5Y1Z5

1. X5Y2Z1

2. X5Y2Z2

3. X5Y2Z3

4. X5Y2Z4

5. X5Y2Z5

1. X5Y3Z1

2. X5Y3Z2

3. X5Y3Z3

4. X5Y3Z4

5. X5Y3Z5

1. X5Y4Z1

2. X5Y4Z2

3. X5Y4Z3

4. X5Y4Z4

5. X5Y4Z5

Keterangan : X = Dosis, Y = Waktu, Z = Hewan percobaan

Dosis


(31)

3.1Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, aluminium foil, blender (Panasonic®), lemari pengering, mikroskop (Olympus®),

hot plate (Fisons®), oven listrik (Memmert®), tanur (Nabertherm®) timbangan

digital (Mettler Tolledo®), seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, eksikator,

cawan porselin, cawan alas datar, mortir, stamfer, objek glass, rotary evaporator (Hooke D®), timbangan hewan, oral sonde, stopwatch, spuit 1 ml, alat pengukur

kadar asam urat (Easy touch®).

3.2Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simplisia daun pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.), etanol 70 %, kloral hidrat, potassium oxonate (Sigma Aldrich®), allopurinol (Hexpharm®), aquades, aqua pro injeksi,

CMC Na dan pakan ternak.

3.3Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit- jantan, berat badan 24 g – 30 g, umur 2 - 3 bulan sebanyak 25 ekor. Hewan diaklimatisasi selama 2 minggu dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat penelitian.

3.4Penyiapan bahan 3.4.1 Pengumpulan bahan

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang


(32)

digunakan adalah daun pegagan hijau dan segar yang diambil di halaman Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor.

3.4.3 Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara daun pegagan yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor, lalu dicuci bersih dengan air sampai bersih dan ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlebih dahulu, lalu dikeringkan di dalam lemari pengering sampai simplisia rapuh ketika diremas. Selanjutnya diblender sampai menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah tertutup rapat.

3.5Pemeriksaan karakteristik simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan penetapan kadar sari larut dalam etanol.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun pegagan segar meliputi pemeriksaan bentuk dan warna.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun pegagan. Caranya, yaitu pada kaca objek ditetesi dengan kloral hidrat, kemudian


(33)

ditambahkan sedikit serbuk simplisia daun pegagan dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya dilihat di bawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima. Cara penetapannya yaitu:

Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air di dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian kedalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia daun pegagan yang telah ditimbang saksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik hingga sebagian air tersuling. Kemudian kecepatan dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Kemudian setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia daun pegagan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan


(34)

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia daun pegagan, dimaserasi selam 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut

dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia daun pegagan yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porcelin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang

sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan (Depkes RI, 1995).


(35)

3.6Skrining fitokimia

Pemeriksaan alkaloid, saponin (Depkes RI, 1995), flavonoid dan tannin (Fansworth, 1966), steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia daun pegagan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Mayer akan terbentuk endapan bewarna putih atau kuning

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Bouchardat akan terbentuk endapan bewarna coklat hitam

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Dragendorff akan terbentuk endapan bewarna merah atau jingga.

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas.

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia daun pegagan ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.


(36)

3.6.3 Pemeriksaan Tannin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia daun pegagan disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 - 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %. Terbentuk warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tannin.

3.6.4 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia daun pegagan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih setinggi 1-10 cm yang mantap tidak kurang dari 10 menit dan pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, buih tidak hilang, menunjukkan adanya saponin.

3.6.5 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoida

Sejumlah 1 g serbuk simplisia daun pegagan dimaserasi dengan 20 ml n -heksana selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Diteteskan pada saat akan akan mereaksikan sampel uji. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroid-triterpenoid.

3.7Pembuatan ekstrak Etanol Daun Pegagan

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode maserasi, sesuai dengan yang tertera dalam Farmakope Indonesia (1979). Prosedurnya adalah sebagai berikut :

Sebanyak 300 gram serbuk simplisia daun pegagan dimaserasi dengan 75 bagian etanol 70% dalam wadah tertutup rapat. Selanjutnya dibiarkan selama 5 hari


(37)

terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk, kemudian disaring dan ampas dimaserasi kembali dengan etanol 70% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.8Prosedur Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat 3.8.1 Pembuatan CMC Na 1 % sebagai kontrol negatif

Pembuatan suspensi CMC Na 1 % dilakukan dengan cara berikut : sebanyak 1 gram CMC Na ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air suling, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.

3.8.2 Pembuatan suspensi allopurinol sebagai kontrol positif

Konsentrasi suspensi allopurinol yang dibuat adalah 0,1 % dengan cara sebagai berikut: ditimbang tablet allopurinol satu persatu sebanyak 20 tablet dan ditimbang berat 20 tablet, selanjutnya diserbukkan, kemudian ditimbang allopurinol yang telah diserbukkan setara dengan berat 25 mg allopurinol, kemudian dimasukkan dalam lumpang, ditambahkan sedikit CMC Na 1 %, digerus homogen, dimasukkan ke dalam labu tentukur, kemudian dicukupkan dengan CMC Na 1 % sampai 25 ml.

3.8.3 Pembuatan Larutan Potassium Oxonate (LPO) 150 mg/25 ml

Pembuatan LPO dilakukan dengan cara sebagai berikut : ditimbang serbuk-

potassium oxonate sebanyak 150 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan aqua pro injeksi sampai batas tanda.


(38)

3.8.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Sediaan uji)

Konsentrasi ekstrak yang dibuat adalah 2 %, 4 % dan 6 %. Pembuatannya dilakukan dengan cara sebagai berikut : ekstrak ditimbang masing-masing sebanyak 200 mg, 400 mg dan 600 mg, dimasukkan masing-masing ke dalam lumpang, gerus hingga homogen ditambahkan sedikit CMC Na 1 %, selanjutnya dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur, kemudian masing-masing konsentrasi di cukupkan dengan CMC Na 1 % sampai 10 ml.

3.8.5 Penyiapan hewan percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat 20 - 30 g, jumlah 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok uji yang terdiri dari 3 dosis (200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB ) dan setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih dua minggu untuk penyesuaian lingkungan, kemudian dipuasakan selama 18 jam sebelum digunakan.

3.8.6 Pengujian efek antihiperurisemia

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:

Kelompok I : diberikan CMC Na dosis 1 % BB

Kelompok II : diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mg/kg BB Kelompok III : diberikan suspensi EEDP dosis 200 mg/kg BB Kelompok IV : diberikan suspensi EEDP dosis 400 mg/kg BB Kelompok V : diberikan suspensi EEDP dosis 600 mg/kg BB


(39)

Masing-masing kelompok diukur kadar asam urat puasa. Kemudian disuntikkan penginduksi asam urat yaitu potassium oxonate secara intraperitonial (i.p), setelah 1 jam kemudian, diukur kembali kadar asam urat pada masing-masing tiap kelompok perlakuan (kadar asam urat terinduksi), selanjutnya 1 jam berikutnya diberikan sediaan uji secara per oral, lalu diukur kembali kadar asam uratnya setelah diberikan perlakuan setiap 1 jam selama 4 jam pengamatan. Dicatat hasil pengukuran masing-masing kelompok perlakuan (Watanabe, dkk., 2006; Muhtadi, dkk., 2012; Simamarta, dkk., 2012; Kristiani, dkk., 2013). Selanjutnya dihitung persen penurunan kadar asam urat (KUA) dengan rumus sebagai berikut.

% penurunan kadar asam urat =

Keterangan : a = kadar asam urat terinduksi

b= kadar asam urat pada waktu pengamatan jam ke-n

3.9Analisis data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis variansi (ANAVA) dan Kruskal Wallis dengan tingkat kepercayaan 95 %, jika hasilnya berbeda secara signifikan maka dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dan Mann Whitney untuk melihat perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS versi 17.


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Identifikasi Tumbuhan

Hasil Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian- LIPI Bogor adalah :

Jenis : Centellaasiatica (L.) Urban Suku : Apiaceae (lampiran 1, halaman 39)

4.2Karakteristik Simplisia dan Ekstrak

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun pegagan diperoleh daun berbentuk ginjal, panjang 4 - 5 cm dan lebar 3 - 4 cm, berwarna hijau tua, pangkal helai daun berlekuk, ujung daun membundar, pinggir daun bergerigi, tulang daun rata-rata terdiri dari 6 atau 7. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun pegagan terlihat adanya epidermis dengan stomata tipe anisositik, rambut penutup, serabut sklerenkim dan epidermis atas (lampiran 4, halaman 43). Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun pegagan dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun pegagan

No Karakteristik serbuk simplisia Simplisia

Kadar (%) Persyaratan (%)

1 Kadar air 3,97 < 10

2 Kadar sari larut dalam air 17,24 ≥ 6

3 Kadar sari larut dalam etanol 15,33 > 9,5

4 Kadar abu total 7,87 ≤ 19

5 Kadar abu tidak larut dalam asam 5,03 ≥ 5

Karakterisasi simplisia daun pegagan bertujuan untuk menjamin kualitas bahan baku yang akan digunakan untuk membuat ekstrak etanol daun pegagan. Penetapan kadar air bertujuan untuk memastikan bahwa kadar air simplisia daun pegagan yang digunakan tidak melebihi kadar air yang disyaratkan oleh Depkes RI


(41)

(1995) yaitu sebesar 10 %, karena jika melewati kadar yang dipersyaratkan akan terjadi pertumbuhan jamur. Hasil penetapan kadar air simplisia daun pegagan memenuhi syarat yaitu kurang dari 10 %. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dilakukan untuk mengetahui zat-zat yang tersari dalam pelarut air. Hasil penetapan kadar sari larut dalam air yang diperoleh yaitu 17,24 %. Penetapan kadar sari larut dalam etanol menyatakan zat-zat yang tersari dalam pelarut etanol tetapi mungkin tidak larut dalam air (Depkes RI, 2000). Hasil penetapan kadar sari larut dalam etanol yang diperoleh yaitu 15,33 %. Penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui gambaran mineral internal dan eksternal yang berasal dari awal proses yang terkandung dalam simplisia (Depkes RI, 2000). Hasil penetapan kadar abu simplisia daun pegagan yaitu sebesar 7,87 %. Sementara itu penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar senyawa organik yang tidak larut asam, misalnya silikat (Depkes RI, 2000). Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam yang diperoleh yaitu sebesar 5,03 %.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun pegagan dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak

No Pemeriksaan Serbuk simplisia Ekstrak

1 Alkaloida - -

2 Flavonoida + +

3 Saponin + +

4 Tanin + +

5 Steroid/Triterpenoid + +

Berdasarkan hasil skrining fitokimia di atas, dapat dilihat bahwa pemeriksaan flavonoid, saponin, tannin dan steroid/triterpenoid menunjukkan hasil yang positif pada simplisia dan ekstrak, sedangkan pemeriksaan alkaloid menunjukkan hasil negatif pada simplisia dan ekstrak. Hasil ini berbeda dengan


(42)

hasil karakterisasi penelitian Sugianto, dkk., (2012) yang menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan alkaloid pada simplisia dan ekstrak daun pegagan hasilnya positif, hal ini diduga karena pereaksi yang digunakan agak sedikit berbeda, pada penelitian sebelumnya digunakan pereaksi Mayer, Wegner dan Dragendorff, sedangkan pada penelitian ini digunakan pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendorff. Pada penelitian ini juga diduga jumlah kandungan alkaloid pada daun pegagan jumlahnya sedikit. Tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh pada penelitian ini, karena kandungan kimia yang diduga sebagai antihiperurisemia pada sampel ini yaitu flavonoid.

4.3Pengujian efek antihiperurisemia

4.3.1 Uji efek penurunan kadar asam urat ekstrak

Pada penelitian ini digunakan 5 kelompok besar perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif menggunakan CMC Na 1 % BB, kontrol positif menggunakan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, kelompok uji terdiri dari tiga dosis perlakuan ekstrak (suspensi EEDP dosis 200 mg/kg BB, suspensi EEDP dosis 400 mg/kg BB, dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB). Ketiga dosis EEDP tersebut dipilih karena sebelumnya telah dilakukan orientasi dosis EEDP dengan variasi dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB dan 400 mg/kg BB, tetapi karena dosis 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB menunjukkan hasil penurunan yang sangat kecil, maka dipilihlah dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB.

Uji efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan per oral dilakukan dengan cara menginduksi mencit agar hiperurisemia dengan potassium oxonate, dimana pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat Easy Touch®.


(43)

Potassium oxonate digunakan sebagai penginduksi asam urat, dimana

potassium oxonate merupakan inhibitor enzim urikase. Dalam kebanyakan mamalia terdapat enzim urikase yang berfungsi mengubah asam urat menjadi allantoin yang lebih mudah larut dalam air (Katzung, dkk., 2002). Dengan dihambatnya enzim urikase oleh potassium oxonate, asam urat akan tertumpuk dan tidak tereliminasi dalam bentuk urin (Kristina, dkk., 2013).

Pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 dapat dilihat kadar asam urat rata-rata mencit untuk semua kelompok perlakuan selama 4 jam pengamatan.

Tabel 4.3 Kadar asam urat rata-rata mencit selama 4 jam pengamatan

1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

CMC Na 3,68 3,9 4,56 4,8

Suspensi allopurinol 2,9 2,5 2,2 1,8

EEDP 200 mg/kg BB 3,32 3,1 2,8 2,4

EEDP 400 mg/kg BB 3,24 2,88 2,5 2,04

EEDP 600 mg/kg BB 3,24 2,84 2,4 1,96

Gambar 4.1 Grafik kadar asam urat rata-rata setelah pemberian CMC Na, suspensi

allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB.

0 1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5

ka d a r a sa m u ra t ra ta -r a ta ( m g /d l) Keterangan

:

CMC-Na (kontrol negatif)

suspensi Allopurinol 10 mg/kg BB (kontrol positif) suspensi EEDP 200 mg/kg BB

suspensi EEDP 400 mg/kg BB

suspensi EEDP 600 mg/kg BB

waktu (jam)

waktu


(44)

Grafik di atas menunjukkan bahwa kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak memiliki efek antihiperurisemia pada mencit jantan, hal ini dapat dilihat dengan membandingkannya dengan kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na dosis 1 % BB, dimana pada pemberian CMC Na dosis 1 % BB, kadar asam urat mencit terus meningkat, sedangkan pada pemberian sediaan uji (ekstrak) menunjukkan adanya penurunan kadar asam urat pada mencit.

Pada jam ke-1, kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na 1 % BB, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB, kadar asam urat mencit mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan potassium oxonate telah bekerja menghambat enzim urikase sehingga kadar asam urat di dalam darah mencit meningkat.

Pada jam ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 kelompok yang diberikan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB , suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB memberikan efek penurunan kadar asam urat, sedangkan kelompok yang diberikan CMC Na 1 % tidak memberikan efek penurunan kadar asam urat (kadar asam urat tetap meningkat). CMC Na tidak menunjukkan efek penurunan terhadap kadar asam urat pada mencit diduga karena CMC Na tidak mengandung zat aktif yang berkhasiat sebagai antihiperurisemia.

Selanjutnya untuk menentukan kekuatan efek antihiperurisemia semua kelompok perlakuan tiap jam selama 4 jam pengamatan, maka dihitunglah persen (%) penurunan kadar asam urat mencit. Hasil perhitungan % penurunan kadar asam urat mencit dapat dilihat pada lampiran 16, halaman 56. Diagram persen penurunan


(45)

kadar asam urat rata-rata pada mencit selama 4 jam pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Diagram rata-rata persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh

dari setiap kelompok perlakuan (CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB).

Diagram di atas menggambarkan diagram batang kelompok perlakuan CMC Na terbalik (berada di bawah), hal itu disebabkan oleh nilai persen penurunan kadar asam urat mencit pada kelompok tersebut bernilai negatif (tidak menunjukkan efek penurunan kadar asam urat pada mencit), sedangkan diagram batang kelompok perlakuan lainnya berada di atas (bernilai positif), hal tersebut karena kelompok perlakuan lainnya memiliki efek penurunan kadar asam urat pada mencit. Selain itu diagram tersebut juga menunjukkan kekuatan semua kelompok perlakuan dalam menurunkan kadar asam urat, dimana urutan kekuatan efek penurunan kadar asam urat tiap jam selama 4 jam pengamatan mulai dari yang tertinggi yaitu suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 600 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan yang paling lemah adalah suspensi EEDP 200 mg/kg BB. -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4

% penu runa n k a da r a sa m ura t waktu (jam) Keterangan:

CMC Na (kontrol negatif) suspensi Allopurinol 10 mg/kg BB (kontrol positif)

suspensi EEDP 200 mg/kg BB suspensi EEDP 400 mg/kg BB suspensi EEDP 600 mg/kg BB


(46)

4.3.2 Uji perbedaan efek antihiperurisemia

Data hasil pengukuran kadar asam urat yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan SPSS untuk melihat perbedaan efek antihiperurisemia antar kelompok perlakuan. Data tersebut sebelumnya diuji dengan metode Shapiro-Wilk untuk melihat apakah tiap kelompok terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa persen penurunan kadar asam urat mencit pada tiap kelompok perlakuan terdistribusi normal (lihat pada lampiran 16, halaman 46). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas.

Uji homogenitas varian Levene dilakukan untuk mengetahui kesamaan varian dari data kadar asam urat mencit pada tiap kelompok . Hasil menunjukkan bahwa data kadar asam urat mencit pada waktu pengamatan jam ke-1 sampai jam ke-3 bervariasi homogen, sehingga dilanjutkan ke uji parametrik yaitu uji ANAVA, sedangkan untuk kelompok perlakuan pada jam ke-4, diperoleh data yang tidak bervariasi homogen, sehingga data tersebut dilanjutkan ke uji non parametrik Kruskal-Wallis. Uji ANAVA dan uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai (p<0,05), hal ini berarti bahwa pada jam ke-1 sudah mulai terlihat perbedaan yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan. Karena uji ANAVA dan Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk waktu pengamatan jam ke-1 sampai jam ke-3 dan uji Mann Whitney untuk waktu pengamatan jam ke-4.

Dari hasil analisis Tukey, diperoleh dari jam ke-1 sampai jam ke-3, kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kelompok perlakuan lain (suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, EEDP 200 mg/kg BB , suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600


(47)

mg/kg BB) dengan nilai signifikan (p<0,05), sedangkan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDP 200 mg/kg BB tidak berbeda signifikan dengan kelompok yang diberikan suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB dengan nilai signifikan (p>0,05) tetapi berbeda segnifikan dengan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB dengan nilai signifikan (p<0,05) dan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB tidak berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB (kontrol positif) dengan nilai (p>0,05). Sementara itu hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa pada waktu pengamatan jam ke-4, kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na berbeda secara signifikan dengan semua kelompok perlakuan yang lain (suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB) dengan nilai (p<0,05), begitu juga dengan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDP 200 mg/kg BB yang menunjukkan nilai signifikan (p<0,05) terhadap semua kelompok perlakuan lainnya (CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB). Sedangkan untuk kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB tidak berbeda signifikan dengan kelompok yang diberikan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB.

Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Bourne dan Zastrow (2011), yang menyatakan bahwa peningkatan dosis obat harusnya akan meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan peningkatan dosis,


(48)

peningkatan respon akhirnya akan menurun, karena sudah tercapai dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun pegagan cukup efektif menurunan kadar asam urat. Hal ini memberikan gambaran atas potensi daun pegagan sebagai antihiperurisemia. Senyawa aktif yang diduga berperan dalam menurunkan kadar asam urat darah adalah flavonoid. Flavonoid dilaporkan dapat menghambat kerja enzim xantin oxidase (Umamaheswari, 2013; Lin, dkk., 2002). Dimana xantin oksidase merupakan enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Kesimpulan di dalam penelitian ini adalah:

a. Pemberian ekstrak etanol daun pegagan (EEDP) memiliki efek antihiperurisemia, ditunjukkan dengan nilai signifikan ketiga dosis EEDP berbeda signifikan dengan kelompok yang diberikan CMC Na (p<0,05).

b. Dosis yang paling efektif dari ekstrak etanol daun pegagan (EEDP) sebagai antihiperurisemia adalah 400 mg/kg BB pada jam ke-4.

5.2Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan uji efek antihiperurisemia daun pegagan dengan pelarut yang lain misalnya etil asetat, sebagai bahan perbandingan untuk ekstrak etanol daun pegagan.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulla, M.A., AL-Bayaty, F.H., Younis L.T., and Abu H.M.I. (2010). Anti-ulcer activity of Centella asiatica leaf extract against ethanol-induced gastric mucosal injury in rats. Journal of Medicinal Plants Research. 4(13): 1253-1259.

Babykutty, S., Padikkala, J., Sathiadevan, P.P., Vijayakurup, V., Azis TKA., Srinivas, P., Gopala, S. (2009). Apoptosis induction of Centella asiatica on human breast cancer cells. African J. Trad. Compliment Alternat, Med. 6(1): 9-16.

Bourne, R.H., dan Zastrow, V.M. (2001). Reseptor dan Farmakodinamika Obat. Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika. BPOM RI. (2010). Serial Data Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat; Pegagan (Centella

asiatica (L.) Urban). Jakarta: Direktorat Obat Asli Indonesia

Bradwejn, J., Zhou, Y., Koszycki, D.,Shlik, J. (2000). A double blind, placebo-controlled study on the effects of gotu kola (Centella asiatica) on acoustic startle response in healthy subject. J.Clin Psychopharmacol. 20(6): 680. Cesarone, M.R., Incandela, L., De Sanctis, M.T., Belcaro, G., Bavera, P., Bucci,

M., Ippolito, E. (2001). Evaluation of treatment of diabetic microangiopathy with total triterpenic fraction of Centella asiatica: A clinical prospective randomized trial with a microcirculatory model. Angiol. 52(2): 49-54. Depkes RI. (1977). Materia Medika Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ernest, M.E., Clark, E.C. dan Hawkins, D.W. (2008). Dalam: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., dan Posey, L.M.

Pharmacoteraphy; A pathophysiologic Approach. Seventh edition (2008). USA: The McGraw-Hill Companies.


(51)

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences.

Gaw, A., Murphy, M.J. Robert, O’reilly, C.D., Stewart, M.J. dan Stepherd, J.

(2011). Biokimia Klinis: Teks Bergambar. Edisi ke-4. Diterjemahkan oleh: dr.Albertus Agung Mahode dan July Manurung. Jakarta: EGC.

Gnanappragasama, A., Ebenezar, K.K., Sathish, V., Govindarajub, P., Devaki, T. (2004). Protective effect of Centella asiatica on antioxidant tissue defense system against adriamycin induced cardiomyopathy in rats. Life Sciences. 76(2): 585-597.

Gnanapragasama, A., Yogeeta, S., Subhashini, R., Ebenezar, K.K., Sathish, V., Devaki, T. (2007). Adriamycin induced myocardial failure in rats: Protective role of Centella asiatica. Molecular and Cellular Biochemistry. 294(1): 55-63.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah : Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi Ketiga. Bandung: ITB Press

Hidayat, R. (2009). Gout dan Hiperurisemia. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and Medical Application. 22(1): 47-50.

Incandela, L., Cesarone, M.R., Cacchio, M., De Sanctis, M.T., Santavenere, C.,

D’Auro, M.G., Bucci, M., Belcaro, G. (2001). Total triterpenic fraction of

Centella asiatica in chronic venous insufiency and high-perfussion microangiopathy. Angiol. 52(2): 13-15.

Jayanthirtha, M. (2004). Preliminary immunodulatory activities of methanol extract of Elipta alba and Centella asiatica. Phytomed. 11(4): 361-365.

Jayshree, G., Kurup, M.G., Sudars, W.S., Jacob, V.B. (2003). Anti-oxidant activity of Centella asiatica on lymphoma-bearing mice. Fitoterapia. 74(5): 431-434.

Katzung, B.G. (2002). Farmakologi: Dasar dan Klinik. Jilid 3. Diterjemahkan oleh: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNAIR. Jakarta: Salemba Medika

Kristiani, R.D., Rahayu, D. dan Subarnas, A. (2013). Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Akar Pakis Tangkur (Polypodiumfeei) Pada Mencit Jantan.

Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. ISSN 1411-0903. 15(3): 174-177.

Kumar, A., Dogra, S., Prakash, A. (2009). Neuroprotective effects of Centella asiatica against intracerebroventricular colchicines-induced cognitive impairment and oxidative stress. Intern J. Alzaimer’s Dis. 23(4): 25-28.


(52)

Laurance, B., Keith, P., Donald, B., dan Lain, B. (2008). Goodman and Gildman’s

Manual of Farmacology and Therapeutics. Boston: McGraw Hill.

Li, H., Gong, X., Zhang, L., Zhang, Z., Lu, F., Zhou, Q., Chen, J., Wan, J. (2009). Madecassoside attenuate inflammatory response on collagen-induced arthritis in DBA/1mice. Phytomed. 16(6): 538-546.

Lin, C.M., Chen, C.S., Chen, C.T., Liang, Y.C., dan Lin, J.K. (2002). Molecular Modeling Of Flavonoids that Inhibits Xanthine Oxidase. Biochemical and Biophysical Research Communications. 294(2002): 167-172.

Mazzali, M., Hughes, J., Kim, Y.G., Jefferson, J., Kang, D.H., Gordon, K.L., Lan, H.Y., Krvlighn, S. dan Johnson, R.J. (2001). Elevated uric acid increases blood pressure in the rats by a novel crystal independent mechanism.

Hypertension. 38(5): 1101-1106.

Muhtadi, Suhendi, A., Nurcahyanti, W., Sutrisna, E.M. (2012). Potensi Daun Salam (Syzigium polyanthum Walp.) dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa

Linn) Sebagai Kandidat Obat Herbal Terstandar Asam Urat. Pharmacon

13(1): 30-36.

Murray, K.R., Granner, K.D., Rodwell, W.V. (2003). Biokimia Harper. edisi 27. Jakarta: EGC.

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis konsep-konsep penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Ritschel, W.A. (1974). Laboratory Manual of Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Drug Intelligence Publication.

Shamley, D. (2005). Pathophysiology an Essential Text for the Allied Health Professions, Elsevier Limited,USA.

Simarmata, V.B.C., Saragih, A., Bahri, S. (2012). Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat Dari Ekstrak Etanol Daun Sidaguri (Sida rhombifolia l.) Pada Mencit Jantan. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology. 1 (1): 21-28.

Sugianto, I.S., Subandi., dan Muntolib. (2012). Uji fitokimia ekstrak pegagan (centella asiatica) dan buah sirsak (annona muricata l.) Serta potensinya sebagai inhibitor enzim xantin oksidase. Malang : FMIPA Universitas Malang.

Umameswari, M. (2013). Virtual Screening Analysis and In-vitro Xanthine Oxidase Inhibitory Activity of Some Commercially Available Flavonoids. Iran J Pharm Res. 12(3): 317–323.


(53)

Watanabe, S., Kimura, Y., Shindo, K. dan Fukui, T. (2006). Effect of Human Placenta Extract on Potassium Oxonate-Induced Elevation of Blood Uric Acid Concentration. Journal of Health Science. 52(6): 738-742.

Wisesa, I.B.N., Suastika, K. (2009). Hubungan Antara Konsentrasi Asam Urat Serum Dengan Resistensi Insulin Pada Penduduk Suku Bali Asli Di Dusun Tenganan Pegrisingan Karangasem. J Penyakit Dalam. 2(10): 110-122.


(54)

(55)

(56)

Lampiran 3. Gambar daun segar, simplisia dan serbuk daun pegagan ( Centella asiatica )


(57)

(58)

Lampiran 4. Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun pegagan (Centella

asiatica (L.) Urb.) pada perbesaran 10 x 10

Keterangan : 1 = Epidermis dengan stomata 2 = Rambut penutup

3 = Serabut sklerenkim


(59)

Lampiran 5. Bagan alur penelitian

Daun pegagan

Simplisia

Serbuk

Karakterisasi simplisia Skrining fitokimia

- Pemeriksaan makroskopik - Pemeriksaan mikroskopik - Penetapan kadar air - Penetapan kadar sari larut

dalam air

- Penetapan kadar sari larut dalam etanol

- Penetapan kadar abu total - Penetapan kadar abu tidak

larut dalam asam

Pemeriksaan : - Alkaloid - Flavonoida - Saponin - Tanin

- Steroid/triterpenoid Dicuci dari pengotor hingga bersih Ditiriskan

Ditimbang

Dikeringkan di lemari pengering


(60)

Lampiran 5 (lanjutan)

Diremaserasi dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian maserat

Serbuk simplisia (300 gram)

Ampas Maserat 1

Dimaserasi dengan 75 bagian etanol 70 %

Ekstrak etanol kental 148.58 gram

Diuapkan menggunakan rotary evaporator

Depekatkan di atas penangas air Maserat 2

Maserat

Karakterisasi

Penetapan: - Kadar air

- Kadar sari larut dalam air

- Kadar sari larut dalam etanol

- Kadar abu total - Kadar abu tidak larut

dalam asam Pengujian aktivitas

antihiperurisemia

Pengukuran kadar asam urat

Skrining fitokimia

Pemeriksaan : - Alkaloida - Flavonoida - Saponin - Tanin


(61)

Lampiran 6. Perhitungan kadar air serbuk simplisia daun pegagan

% Kadar Air =

x 100%

1. % Kadar Air =

x100% = 4,0 % 2. % Kadar Air =

x100% = 3,9 % 3. % Kadar Air =

x100% = 4,0 %

% Kadar Air Rata-Rata = = 3,97 %

No Berat Sampel (g) Volume Air (ml)

1. 2. 3.

5,0 5,1 5,0

0,2 0,2 0,2


(62)

Lampiran 7. Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam air serbuk simplisia

daun pegagan

1. % Kadar Sari larut air = x

x100% = 17,28% 2. % Kadar Sari larut air =

x

x100% = 17,18% 3. % Kadar Sari larut air =

x

x100% = 17,28% % Kadar Sari Larut air rata-rata =

= 17,24 %

No Berat Sampel (g) Berat Sari (g)

1. 2. 3.

5,005 5,006 5,005

0,173 0,172 0,173 % Kadar sari larut air = Berat sari (g)

Berat sampel (g)

100


(1)

suspensi EEDP 200 mg/kg BB

CMC Na 20.47200*

3.05797 .000 11.3214 29.6226 Suspensi allopurinol 10

mg/kg BB

-12.13200*

3.05797 .006 -21.2826 -2.9814 suspensi EEDP 400

mg/kg BB

-5.99200 3.05797 .320 -15.1426 3.1586 suspensi EEDP 600

mg/kg BB

-7.51400 3.05797 .141 -16.6646 1.6366 suspensi EEDP

400 mg/kg BB

CMC Na 26.46400* 3.05797 .000 17.3134 35.6146 Suspensi allopurinol 10

mg/kg BB

-6.14000 3.05797 .298 -15.2906 3.0106 suspensi EEDP 200

mg/kg BB

5.99200 3.05797 .320 -3.1586 15.1426 suspensi EEDP 600

mg/kg BB

-1.52200 3.05797 .987 -10.6726 7.6286 suspensi EEDP

600 mg/kg BB

CMC Na 27.98600*

3.05797 .000 18.8354 37.1366 Suspensi allopurinol 10

mg/kg BB

-4.61800 3.05797 .568 -13.7686 4.5326 suspensi EEDP 200

mg/kg BB

7.51400 3.05797 .141 -1.6366 16.6646 suspensi EEDP 400

mg/kg BB

1.52200 3.05797 .987 -7.6286 10.6726 jam_ke3 CMC Na Suspensi allopurinol 10

mg/kg BB

-58.60200*

4.58119 .000 -72.3106 -44.8934 suspensi EEDP 200

mg/kg BB

-44.55800* 4.58119 .000 -58.2666 -30.8494

suspensi EEDP 400 mg/kg BB

-54.80000*

4.58119 .000 -68.5086 -41.0914 suspensi EEDP 600

mg/kg BB

-56.85000* 4.58119 .000 -70.5586 -43.1414

Suspensi allopurinol 10 mg/kg BB

CMC Na 58.60200* 4.58119 .000 44.8934 72.3106 suspensi EEDP 200

mg/kg BB

14.04400*

4.58119 .043 .3354 27.7526 suspensi EEDP 400

mg/kg BB

3.80200 4.58119 .918 -9.9066 17.5106 suspensi EEDP 600

mg/kg BB

1.75200 4.58119 .995 -11.9566 15.4606 suspensi EEDP

200 mg/kg BB

CMC Na 44.55800*

4.58119 .000 30.8494 58.2666 Suspensi allopurinol 10

mg/kg BB

-14.04400* 4.58119 .043 -27.7526 -.3354

suspensi EEDP 400 mg/kg BB

-10.24200 4.58119 .207 -23.9506 3.4666 suspensi EEDP 600

mg/kg BB

-12.29200 4.58119 .092 -26.0006 1.4166 suspensi EEDP

400 mg/kg BB

CMC Na 54.80000* 4.58119 .000 41.0914 68.5086 Suspensi allopurinol 10

mg/kg BB

-3.80200 4.58119 .918 -17.5106 9.9066 suspensi EEDP 200

mg/kg BB

10.24200 4.58119 .207 -3.4666 23.9506 suspensi EEDP 600

mg/kg BB

-2.05000 4.58119 .991 -15.7586 11.6586 suspensi EEDP

600 mg/kg BB

CMC Na 56.85000*

4.58119 .000 43.1414 70.5586 Suspensi allopurinol 10 -1.75200 4.58119 .995 -15.4606 11.9566


(2)

jam_ke1 Tukey HSDa

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

CMC Na 5 -2.6700

suspensi EEDP 200 mg/kg BB 5 3.5300

suspensi EEDP 400 mg/kg BB 5 5.3060 5.3060 suspensi EEDP 600 mg/kg BB 5 5.4260 5.4260 Suspensi allopurinol 10 mg/kg

BB

5 9.8700

Sig. 1.000 .764 .069

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

jam_ke2 Tukey HSDa

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

CMC Na 5 -10.4600

suspensi EEDP 200 mg/kg BB 5 10.0120

suspensi EEDP 400 mg/kg BB 5 16.0040 16.0040 suspensi EEDP 600 mg/kg BB 5 17.5260 17.5260 Suspensi allopurinol 10 mg/kg

BB

5 22.1440

Sig. 1.000 .141 .298

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

jam_ke3 Tukey HSDa

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

CMC Na 5 -27.1040

suspensi EEDP 200 mg/kg BB 5 17.4540

suspensi EEDP 400 mg/kg BB 5 27.6960 27.6960 suspensi EEDP 600 mg/kg BB 5 29.7460 29.7460 Suspensi allopurinol 10 mg/kg

BB

5 31.4980

Sig. 1.000 .092 .918

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.


(3)

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 CMC Na 5 3.00 15.00

Suspensi allopurinol 10 mg/kg BB

5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 CMC Na 5 3.00 15.00

suspensi EEDP 200 mg/kg BB 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.619

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 CMC Na 5 3.00 15.00

suspensi EEDP 400 mg/kg BB 5 8.00 40.00


(4)

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 CMC Na 5 3.00 15.00

suspensi EEDP 600 mg/kg BB 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 Suspensi allopurinol 10 mg/kg BB

5 8.00 40.00

suspensi EEDP 200 mg/kg BB 5 3.00 15.00

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.619

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.


(5)

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 suspensi EEDP 200 mg/kg BB 5 3.00 15.00 suspensi EEDP 400 mg/kg BB 5 8.00 40.00

Total 10

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 Suspensi allopurinol 10 mg/kg BB

5 7.30 36.50

suspensi EEDP 400 mg/kg BB 5 3.70 18.50

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U 3.500

Wilcoxon W 18.500

Z -1.886

Asymp. Sig. (2-tailed) .059 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 Suspensi allopurinol 10 mg/kg BB

5 7.00 35.00

suspensi EEDP 600 mg/kg BB 5 4.00 20.00

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U 5.000

Wilcoxon W 20.000

Z -1.567

Asymp. Sig. (2-tailed) .117 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151a a. Not corrected for ties.


(6)

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.619

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 suspensi EEDP 200 mg/kg BB 5 3.00 15.00 suspensi EEDP 600 mg/kg BB 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.619

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

jam_ke4 suspensi EEDP 400 mg/kg BB 5 4.60 23.00 suspensi EEDP 600 mg/kg BB 5 6.40 32.00

Total 10

Test Statisticsb

jam_ke4

Mann-Whitney U 8.000

Wilcoxon W 23.000

Z -.940