Uji efek antiinflamasi ekstrak etanol daun trengguli (Cassia fistula L.) secara topikal terhadap neutrofil dan siklooksigenase-2 (cox-2) pada mencit terinduksi karagenin.

(1)

INTISARI

Inflamasi adalah peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan banyak mediator. Respon inflamasi berupa rubor, kalor, dolor, tumor, dan function laesa. Tanaman trengguli (Cassia fistula L.) diketahui memiliki banyak efek farmakologis, diantaranya dapat digunakan sebagai antiinflamasi, pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek antiinflamasi topikal dan melihat jumlah sel-sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada kulit punggung mencit terinduksi karagenin 3%.

Penelitian tentang efek antiinflamasi secara topikal dengan menggunakan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit, merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hidrokortison asetat® 2,5%, kontrol Biocream®, dan kelompok perlakuan ekstak daun trengguli (Cassia fistula L.) 1,67;

2,5%; dan 3,75% B/B. Hewan uji dikorbankan dengan dislokasi servikal setelah 24 jam untuk diambil bagian kulit mencit yang terdapat edema, kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif 10%. Dilakukan pengecatan dengan HE dan imunohistokimia antibody COX-2. Efek antiinflamasi daun trengguli dilihat dari pengurangan jumlah neutrofil dan persen penekanan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan punggung mencit yang terinduksi karagenin 3%. Data yang diperoleh kemudian diuji statistika dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian efek antiinflamasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. menunjukkan jumlah sel neutrofil yang bermigrasi sebesar 70,44 ± 5,04; 55,84 ± 4,97; dan 43,28 ± 3,89. Konsentrasi yang cukup tinggi menunjukkan adanya efek antiinflamasi dari adanya migrasi neutrofil sebesar 3,75%. Persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 pada konsentrasi 1,67; 2,5%; dan 3,75% secara berturut-turut adalah 14,54; 18,05; dan 14,76%, sedangkan pada kontrol negatif persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 sebesar 1,44%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Cassia fistula L. memiliki efek antiinflamasi topikal dan mekanisme dari ekstrak etanol daun Cassia fistula L. diduga melalui penghambatan migrasi sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan yang diinduksi dengan karagenin 3%.

Kata kunci: antiinflamasi, topikal, Cassia fistula L., ekspresi neutrofil, ekspresi COX-2.


(2)

ABSTRACT

Inflammation is a inflammatory in tissues to infection or injury and that involves a lot of mediators. Inflammatory response such as rubor, calor, dolor, tumor, and function laesa. Trengguli (Cassia fistula L.) has been known to have pharmacological effects, which can be used as anti-inflammatory, in acute inflammation and chronic inflammation. The purpose of this study was to test the effect of topical anti-inflammatory and see the amount of neutrophils cells and inhibition of expression of COX-2 in the ethanol extract of Cassia fistula L. the back skin of mice induced carrageenin 3%.

This study on topical anti-inflammatory effect by using the ethanol extract of the leaves of Cassia fistula L. in mice, is a kind of purely experimental study with completely randomized design direction. Animals were divided into 6 groups: negative control group carrageenin 3%, positive control group Hidrokortison asetat® 2,5%, control Biocream®, and the ethanol extract treatment group trengguli (Cassia fistula L.) 1.67; 2.5%; 3.75% B/B. Animalss test were sacrificed by cervical dislocation after 24 hours to take the skin of mice contained edema, then included in a solution of fixative 10%. HE and immunohistochemical staining with antibodies COX-2. Antiinflammatory effect of trengguli seen from a reduction in the expression of neutrophils and percent suppression of expression of COX-2 e in the sub-cutaneous at the back skin of mice induced carrageenin 3%. The data obtained were then tested using a statistical confidence level of 95%.

Result of the study of anti-inflammatory effects of ethanol extract of Cassia fistula L. the number of neutrophils migration in this study amounted to 70.44 ± 5.04; 55.84 ± 4.97; and 43.28 ± 3.89. The optimum concentration which in the neutrophil migration of 3.75%. Percent inhibition of suppression of expression COX-2 at a concentration of 1.67; 2.5%; 3.75% respectively was 14.54; 18.05; and 14.76%, while in the negative control percent inhibition of COX-2 expression of 1.44%. Result of the study showed that the Cassia fistula L. ethanol extract has topical anti-inflammatory effects anda mechanism of ethanol extract of Cassia fistula L. estimated by inhibition of neutrophils cell migration and inhibition of expression of COX-2 In the sub cutaneous induced by carrageenan 3%.

Keywords: anti-inflammatory, topical, Cassia fistula L., neutrophil expression, COX-2 expression.


(3)

UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN TRENGGULI (Cassia fistula L.) SECARA TOPIKAL TERHADAP NEUTROFIL DAN

SIKLOOKSIGENASE-2 (COX-2) PADA MENCIT TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Rury Henggar Tyas Utami NIM : 128114164

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN TRENGGULI (Cassia fistula L.) SECARA TOPIKAL TERHADAP NEUTROFIL DAN

SIKLOOKSIGENASE-2 (COX-2) PADA MENCIT TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Rury Henggar Tyas Utami NIM : 128114164

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“I believe in prayer. It is the best way draw strength from heaven” – Josephine Baker

“Don’t pray for an easy life, pray for strength to endure a difficult one” – Bruce Lee

Dengan sujud syukur, saya mempersembahkan skripsi ini kepada Kemuliaan Tuhan Yesus Kristus Allah Bapa sumber segala kekuatan Bapak dan ibu tersayang yang selalu setia mendukung dalam segala hal Para teman dan sahabat terbaik dalam hidup saya Almamater Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Trengguli (Cassia fistula L.) Secara Topikal Terhadap Neutrofil Dan Siklooksigenase-2 (COX-2) Pada Mencit

Terinduksi Karagenin” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir penulis tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, mengucapkan banyak teriakasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt, selaku dekan fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D., selaku Pembimbing Utama skripsi yang dengan sabar selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. C. J Soegihardjo, Apt., selaku Pembimbing Pendamping skripsi ini atas dukungan dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang memberikan saran dan kritik yang membangun hingga skripsi ini tersusun dengan baik.


(11)

viii

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang memberikan saran dan kritik yang membangun hingga skripsi ini tersusun dengan baik. 6. Ibu Agustina Setyawati, M.Si., Apt, selaku Kepala Penanggung Jawab

Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk menggunakan sarana dan prasarana berupa laboratorium dan alat-alatnya untuk kepentingan penelitian ini.

7. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Program Kreatifitas Mahasiswa dalam bidang pengabdian masyarakat (PKM-M) yang dengan sabar telah membimbing, memotivasi, dan memberikan masukan kepada penulis selama menjalani proses kegiatan PKM-M sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas pengabdian masyarakat dalam bentuk PKM-M.

8. Bapak Jeffry Julianus, M.Sc, selaku Dosen Pembibing Akademik (DPA) yang telah memberikan dukungan dan masukan dari awal masa perkuliahan hingga dalam proses penyusunan skripsi, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripdi dan memperoleh gelar sarjana strata satu.

9. Staf laboratorium farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, atas segala bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian di laboratorium farmasi.

10.Keluarga yang terkasih, terutama kepada Ibu dan Bapak, yang selalu memberikan semangat, kasih saying, doa dan dukungan baik secara materi maupun non-materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(12)

ix

11.Saudaraku khususnya Cecilia Tri Artha Prahastiningrum, A.Md, yang selalu memberikan motivasi, doa, dan semangat kepada penulis hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

12.Sahabat-sahabatku, Thomas Haryo Pambudi, S.Kom, Yustina Dwi Ratnawati, Anthony Felix, S.Farm., Apt, Amelya Christina, dan Fitri Gandamana, yang selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat, doa, kritik, saran, dan perhatian juga inspirasi kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi. 13.Alexander Dista, yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi, doa,

kritik, saran, dan perhatian kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi hingga selesai.

14.Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan juga teman-teman dari fakultas lain, untuk kebersamaannya yang dilalui penulis dari awal masa perkuliahan hingga sekarang.

15.Teman, sahabat seperjuangan, dan keluarga di FSM D dan FKK B 2012 yang telah menjadi motivasi, memberikan dukungan, doa, dan perhatian kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi dan kebersamaan selama masa perkuliahan di Fakultas Farmasi, yang telah memberikan berbagai pengalaman berharga.

16.Teman-teman seperjuangan dalam penelitian efek antiinflamasi : Kathrin Dian Cintika, Dui Sostales, Monika Febrianti, Farra Ayu Efariyanti, dan Sinta Atmi Utami, atas bantuan, kerjasama, perjuangan serta suka dan duka yang dialami selama penelitian.


(13)

x

17.Keluarga baru “Keluarga Cemara” Maria Angelika Suhadi, Natalia Putri Arumsari, Bonifasia Anna Carisa, Cyndi Yulanda Putri, Rahayu Triwanti, Lucia Ida Ayu Kristiana, Sona Karisnata Inriano, Novita, Lusia Christin Setiawati, Lucia Joice, Patricia Yosepha Jelarut, Satrio Budi Utomo, Kresensia Trisna Hasrat, Yeni Mardiati, Veronika, Siti Sisca, Aditya Lela, Nanda Tia, Cinthya Anggarini, Penina Kurnia Ully dan Monalisa Mangkoan untuk perhatian, semangat, dorongan, motivasi, kebersamaan, dan doa, yang diberikan juga sebagai tempat penulis untuk menumpahkan segala cerita baik suka maupun duka dan terima kasih untuk setiap canda tawa, senyuman dan pelukan yang telah diberikan kepada penulis.

18.Kelompok PKM-M PENGANTEN ; Andriana Cindy Salim, Hastyamida Shepa Silvia, Rosalia Stefani Making, dan Andre Sofiyan, yang telah memberikan pengalaman yang berharga, kerja sama dalam menjalankan PKM-M, dan kebersamaannya sehingga program PKM-M dapat berjalan dengan baik dan membawa hasil yang baik bagi masyarakat.

19.Kos Putri Aditara, khusunya bagi ; Vicky Wijoyo, Suzan, Cresentia Claresta, Patricia Valentina Hendriana, Ira Felisia, Ira Yoshida, Lidwina Florentiana Sindoro, Cia cia dan Tria Noviana, untuk segala bantuan, motivasi, kritik, saran, doa, dan kebersamaan dalam suka maupun duka.

20.Semua pihak yang tidak bias disebutkan satu per satu oleh penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna termasuk penulis. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan


(14)

xi

ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membuat karya ini menjadi lebih baik.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini akan memberikan manfaat dalam bidang kefarmasian, bermanfaat bagi pembaca, dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, November 2015


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

INTISARI ... xxii

ABSTRACT ... xxiii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6


(16)

xiii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tanaman Cassia fistula L. ... 7

1. Taksonomi tanaman ... 7

2. Nama daerah ... 8

3. Morfologi ... 8

4. Kegunaan ... 9

5. Kandungan kimia ... 9

B. Metode Penyarian ... 11

C. Metode Uji Daya Antiinflamasi ... 11

D. Kulit ... 14

E. Inflamasi ... 17

1. Definisi ... 17

2. Gejala ... 21

3. Mekanisme ... 23

F. Antiinflamasi ... 28

G. Karagenin ... 29

H. Biocream® ... 30

I. Hidrokortison Asetat ... 31

J. Landasan Teori ... 31

K. Hipotesis ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34


(17)

xiv

2. Skala Variabel ... 35

3. Definisi Operasional ... 35

C. Bahan Penelitian ... 36

D. Alat Penelitian dan Instrumen Penelitian ... 38

E. Tata Cara Penelitian ... 39

1. Determinasi tanaman ... 39

2. Pengumpulan bahan ... 39

3. Pembuatan simplisia ... 39

4. Pembuatan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. ... 40

5. Penentuan dosis konsentrasi dan pembuatan krim ekstrak daun Cassia fistula L. ... 40

6. Ethical Clearence ... 41

7. Penyiapan Hewan Uji ... 41

8. Pembuatan larutan Karagenin ... 42

9. Pengujian ekstrak etanol daun Cassia fistula L. ... 42

10.Pengambilan kulit punggung mencit ... 42

F. Analisis Hasil ... 43

1. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Dalam Pengurangan Jumlah Sel Neutrofil ... 43

2. Hasil Persen (%) Penghambatan Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Dalam Eksppresi COX-2 ... 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Determinasi Daun Cassia fistula L. ... 45

B. Pembuatan Serbuk Daun Cassia fistula L. ... 46

C. Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. ... 46


(18)

xv

E. Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak tanol Daun Cassia fistula L. ... 50

F. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Pada Jumlah sel Neutrofil ... 52

G. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Dalam Eksppresi COX-2 ... 59

H. Pembahasan Umum ... 67

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 77


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil rerata jumlah sel neutrofil pada setiap perlakuan ... 53

Tabel 2. Hasil uji Scheffe aktivitas efek antiinflamasi pada mencit setelah pemberian ekstrak etanol daun Cassia fistula L. secara topikal ... 57

Tabel 3. Rerata persen penghambatan inflamasi dalam penekanan COX-2 pada kelompok perlakuan beserta kontrol ... 62


(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Cassia fistula L. ... 7

Gambar 2. Struktur kandungan tanaman Cassia fistula L. kelas utama pada flavonoid ... 10

Gambar 3. Struktur kulit manusia ... 15

Gambar 4. Manifestasi lokal pada peradangan akut ... 19

Gambar 5. Manifestasi lokal pada peradangan kronis ... 19

Gambar 6. Komponen respon peradangan akut dan kronik ... 20

Gambar 7. Skema kejadian setelah terjadi inflamasi……….21

Gambar 8. Metabolit asam arakidonat dalam proses inflamasi dan target dari beberapa obat antiinflamasi ... 25

Gambar 9. Diagram mediator inflamasi dan target obat antiinflamasi ... 29

Gambar 10. Kurva grafik peningkatan tebal lipat kulit selama enam jam ... 49

Gambar 11. Mikrofotografi kulit normal tanpa perlakuan dan kulit setelah diberikan perlakuan menunjukkan adanya inflamasi pada daerah subkutan dan neutrofil (Pengecatan HE pembesaran 200x dan 400x) ... 55

Gambar 12. Diagram batang aktivitas efek inflamasi pada mencit setelah pemberian ekstrak etanol daun Cassia fistula L. secara topikal ... 56


(21)

xviii

Gambar 13a. Ekspresi protein COX-2 pada neutrofil (pengecatan

imunohistokimia antibody COX-2 pembesaran 400x dan 1000x) . 59

Gambar 13b. Mikrofotografi kulit normal tanpa perlakuan dan setelah diberikan perlakuan menunjukkan adanya inflamasi pada daerah sub kutan dan ekspresi COX-2 (Pengecatan imunohistokimia antibody COX-2

pembesaran 200x dan 400x) ... 61

Gambar 14. Diagram persen penghambatan inflamasi dengan penekanan ekspresi COX-2 antar tiap kelompok perlakuan beserta kontrol ... 62

Gambar 15. Mekanisme aksi dari golongan steroid ... 64

Gambar 16. Jalur target dari senyawa flavonoid pada mediator-mediator pro-inflamasi ... 69

Gambar 17. Mencit betina galur Swiss ... 78

Gambar 18. Kulit punggung mencit setelah dilakukan pencukuran ... 78

Gambar 19. Kulit punggung mencit terinduksi karagenin ... 79

Gambar 20. Kulit punggung mencit yang diberi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. ... 79

Gambar 21. Pemotongan kulit punggung mencit ... 80

Gambar 22. Pengawetan kulit mencit dengan formalin 10% ... 80

Gambar 23. Biocream® (kontrol Biocream®) dan basis ekstrak ... 81


(22)

xix

positif ... 81

Gambar 25. Serbuk karagenin yang digunakan dalam penelitian ... 82

Gambar 26. Ekstrak yang dilarutkan dalam basis Biocream® ... 82


(23)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ... 78

Lampiran 2. Pemotongan kulit untuk histopatologi ... 80

Lampiran 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ... 81

Lampiran 4. Hasil determinasi tanaman Cassia fistula L. ... 84

Lampiran 5. Surat ethical clearance penelitian ... 85

Lampiran 6. Data tebal lipat kulit dalam uji pendahuluan karagenin ... 86

Lampiran 7. Data rata-rata perhitungan jumlah neutrofil ... 87

Lampiran 8. Data rerata persen penghambatan inflamasi dalam penekanan

COX-2 ... 89

Lampiran 9. Hasil analisis statistik perhitungan rata-rata jumlah sel-sel neutrofil pada masing-masing ... 95

Lampiran 10. Hasil analis statistik uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk ... 98

Lampiran 11. Hasil pengujian ANOVA ... 99

Lampiran 12. Hasil pengujian uji Post-Hoct dengan uji Scheffe ... 100

Lampiran 13. Perhitungan persen penghambatan inflamasi ekspresi

COX-2 ... 103


(24)

xxi

Lampiran 15. Hasil perhitungan rata-rata persen penghambatan inflamasi penekanan ekspresi COX-2 pada masing-masing

perlakuan ... 105

Lampiran 16. Hasil pengujian Kruskal-Wallis ... 107


(25)

xxii INTISARI

Inflamasi adalah peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan banyak mediator. Respon inflamasi berupa rubor, kalor, dolor, tumor, dan function laesa. Tanaman trengguli (Cassia fistula L.) diketahui memiliki banyak efek farmakologis, diantaranya dapat digunakan sebagai antiinflamasi, pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek antiinflamasi topikal dan melihat jumlah sel-sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada kulit punggung mencit terinduksi karagenin 3%.

Penelitian tentang efek antiinflamasi secara topikal dengan menggunakan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit, merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hidrokortison asetat® 2,5%, kontrol Biocream®, dan kelompok perlakuan ekstak daun trengguli (Cassia fistula L.) 1,67;

2,5%; dan 3,75% B/B. Hewan uji dikorbankan dengan dislokasi servikal setelah 24 jam untuk diambil bagian kulit mencit yang terdapat edema, kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif 10%. Dilakukan pengecatan dengan HE dan imunohistokimia antibody COX-2. Efek antiinflamasi daun trengguli dilihat dari pengurangan jumlah neutrofil dan persen penekanan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan punggung mencit yang terinduksi karagenin 3%. Data yang diperoleh kemudian diuji statistika dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian efek antiinflamasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. menunjukkan jumlah sel neutrofil yang bermigrasi sebesar 70,44 ± 5,04; 55,84 ± 4,97; dan 43,28 ± 3,89. Konsentrasi yang cukup tinggi menunjukkan adanya efek antiinflamasi dari adanya migrasi neutrofil sebesar 3,75%. Persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 pada konsentrasi 1,67; 2,5%; dan 3,75% secara berturut-turut adalah 14,54; 18,05; dan 14,76%, sedangkan pada kontrol negatif persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 sebesar 1,44%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Cassia fistula L. memiliki efek antiinflamasi topikal dan mekanisme dari ekstrak etanol daun Cassia fistula L. diduga melalui penghambatan migrasi sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan yang diinduksi dengan karagenin 3%.

Kata kunci: antiinflamasi, topikal, Cassia fistula L., ekspresi neutrofil, ekspresi COX-2.


(26)

xxiii ABSTRACT

Inflammation is a inflammatory in tissues to infection or injury and that involves a lot of mediators. Inflammatory response such as rubor, calor, dolor, tumor, and function laesa. Trengguli (Cassia fistula L.) has been known to have pharmacological effects, which can be used as anti-inflammatory, in acute inflammation and chronic inflammation. The purpose of this study was to test the effect of topical anti-inflammatory and see the amount of neutrophils cells and inhibition of expression of COX-2 in the ethanol extract of Cassia fistula L. the back skin of mice induced carrageenin 3%.

This study on topical anti-inflammatory effect by using the ethanol extract of the leaves of Cassia fistula L. in mice, is a kind of purely experimental study with completely randomized design direction. Animals were divided into 6 groups: negative control group carrageenin 3%, positive control group Hidrokortison asetat® 2,5%, control Biocream®, and the ethanol extract treatment group trengguli (Cassia fistula L.) 1.67; 2.5%; 3.75% B/B. Animalss test were sacrificed by cervical dislocation after 24 hours to take the skin of mice contained edema, then included in a solution of fixative 10%. HE and immunohistochemical staining with antibodies COX-2. Antiinflammatory effect of trengguli seen from a reduction in the expression of neutrophils and percent suppression of expression of COX-2 e in the sub-cutaneous at the back skin of mice induced carrageenin 3%. The data obtained were then tested using a statistical confidence level of 95%.

Result of the study of anti-inflammatory effects of ethanol extract of Cassia fistula L. the number of neutrophils migration in this study amounted to 70.44 ± 5.04; 55.84 ± 4.97; and 43.28 ± 3.89. The optimum concentration which in the neutrophil migration of 3.75%. Percent inhibition of suppression of expression COX-2 at a concentration of 1.67; 2.5%; 3.75% respectively was 14.54; 18.05; and 14.76%, while in the negative control percent inhibition of COX-2 expression of 1.44%. Result of the study showed that the Cassia fistula L. ethanol extract has topical anti-inflammatory effects anda mechanism of ethanol extract of Cassia fistula L. estimated by inhibition of neutrophils cell migration and inhibition of expression of COX-2 In the sub cutaneous induced by carrageenan 3%.

Keywords: anti-inflammatory, topical, Cassia fistula L., neutrophil expression, COX-2 expression.


(27)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun yang didapat. Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera pada jaringan. Inflamasi dapat terjadi secara lokal, sistemik, akut dan kronis yang dapat menimbulkan kelainan paofisiologis (Karnen dan Iris, 2012). Proses inflamasi akan melepaskan mediator kimia selama proses inflamasi. Salah satu diantara adalah prostaglandin, yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi. Respon tersebut penting, untuk memungkinkan tubuh bertahan selama infeksi atau cedera dan mempertahankan homeostasis jaringan saat kondisi berbahaya (Hayes dan Kee, 1996).

Pada era zaman sekarang, masyarakat memiliki banyak cara untuk mengobati atau mengurangi kondisi inflamasi yaitu salah satu cara dengan memberikan atau mengkonsumsi obat secara topikal maupun per oral. Pemberian secara topikal untuk keadaan inflamasi merupakan pertolongan pertama yang dilakukan dengan cara mengoleskan obat pada bagian yang mengalami inflamasi. Obat yang digunkan untuk inflamasi adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dan golongan kortikosteroid. Tetapi, untuk golongan NSAID memiliki efek yang buruk untuk gastrointestinal (GI), dapat menyebabkan iritasi pada lambung. Karena obat golongan NSAID bekerja mengikat


(28)

cyclooxygenase (COX) dan golongan kortikosteroid mengurangi fosfolipase A2 dan

mengikat enzim lipogenase, dan mengikat enzim lipogenase (Endro, 2012). Penggunaan obat antiinflamasi secara per oral efek terapi yang dihasilkan lebih lama. Untuk mengatasi efek tersebut maka jalur pemberian obat antiinflamasi diberikan secara topikal. Pemberian secara topikal lebih aman dan lebih mudah daripada pemberian secara per oral, sehingga akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan dengan pemberian secara per oral dan pemberian secara topikal efek terapi yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan dengan per oral.

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tanaman yang dapat digunakan sebagai obat herbal, salah satunya adalah tanaman Cassia fistula L. Efek ekstrak Cassia fistula L, memiliki khasiat-khasiat, beberapa diantaranya. Penelitian Ilavarasan, Moni, dan Subramanian (2005) melaporkan bahwa aktivitas antiinflamasi dan aktivitas antioksidan dalam ekstrak etanol dari kulit batang Cassia fistula L. yang dilakukan pada tikus albino galur Wistar, dengan metode edema kaki yang disuntikan karagenin 1% dengan volume 0,1 mL ke dalam jaringan sublantar pada kaki belakang tikus. Dilaporkan memiliki efek antiinflamasi yang signifikan dalam dua tipe inflamasi, yaitu inflamasi akut dan kronis. Ekstrak kulit batang Trengguli (Cassia fistula L.) dilaporkan dapat menghambat peroksidasi lipid yang dipicu oleh CCl4 dan FeSO4 dalam hati dan

ginjal tikus. Ekstrak tersebut juga menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap DPPH, nitric oxyde, and hydroxyl pada pengujian in vitro.

Penelitian Ali et al., (2012) melaporkan bahwa ekstrak etanol kulit batang Cassia fistula L. memiliki aktivitas analgesik pada dosis pemberian 200 dan


(29)

400 mg/kg secara per oral, dengan menggunakan model injeksi intraperitonial pada mencit yang diinduksi asam asetat 1%. Penelitian Guata et al., (2009) penelitian ini melaporkan bahwa terdapat aktivitas antiinflamasi dari ekstrak air akar Cassia sieberiana dengan dosis pemberian 30, 100, 300 mg/kg secara oral pada mencit galur Swiss yang diinduksi karagenin 1% pada telapak kaki belakang mencit. Penelitian Kanakam, et al., (2013) melaporkan bahwa ekstrak daun Cassia occidentalis Linn. memiliki aktivitas antiinflamasi dan analgetik. Dengan dosis pemberian ekstrak sebesar 200 mg/kg dan 400 mg/kg pada masing-masing perlakuan. Uji antiinflamasi dilakukan dengan menggunakan metode induksi sublantar kaki tikus dengan karagenin 1%.

Berdasarkan penelitian Khan, et al., (2012) melaporkan bahwa ekstrak etanol 80% daun Cassia fistula L. memiliki aktivitas antioksidan yang besar diantara pelarut lain. Senyawa yang menunjukkan aktivitas antioksidan salah satunya adalah flavonoid. Berdasarkan penelitian Kim, Son, Chang, dan Kang (2004) flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang memiliki mekanisme dalam menghambat sel-sel peradangan seperi, neutrofil dan ekspresi COX-2 yang banyak diekspresikan pada jenis-jenis sel peradangan. Neutrofil akan mendominasi peradangan pada 24 jam pertama, kemudian digantikan oleh monosit setelah 24 jam hingga 48 jam. Siklooksigenase-2 (COX-2) merupakan enzim yang terinduksi oleh beragam rangsangan inflamatorik dan tidak terdapat pada sebagian jaringan pada keadaan normal, COX-2 merangsang pembentukan prostaglandin (PG) yang berperan dalam reaksi peradangan (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005). Adapun aktivitas dari COX-2 dan neutrofil berperan penting dalam reaksi peradangan. Oleh


(30)

karena itu, dalam penelitian peran sel neutrofil dan COX-2 dijadikan sebagai parameter yaitu, dengan melihat jumlah migrasi sel neutrofil dan ekspresi dari COX-2.

Berdasarkan dari penelitian tersebut metode perlakuan ekstrak yang digunakan adalah per oral. Pada penelitian ini akan diaplikasikan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. secara topikal sebagai antiinflamasi pada model kulit punggung mencit yang diinduksi karagenin 3%. Parameter yang diamati adalah jumlah neutrofil dan ekspresi pada siklooksigenase-2 (COX-2) pada kulit punggung mencit yang diinduksi karagenin dan diberikan dengan ekstrak etanol daun Cassia fistula L.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, rumusan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

a. Apakah dalam ekstrak etanol daun trengguli (Cassia fistula L.) memiliki aktifitas antiinflamasi topikal terhadap jumlah neutrofil dan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) pada mencit?

b. Bagaimana mekanisme aktifitas antiinflamasi ekstrak etanol daun trengguli (Cassia fistula L.) pada mencit yang diinduksi karagenin 3%?

2. Keaslian penelitian

Penelitian Gobianand, Vivekanandan, dan Mohan (2010) melaporkan bahwa senyawa flavonoid memiliki aktivitas antiinflamsi dan antipiretik dalam ekstrak etanol Cassia fistula Linn. (ELE) pada tikus albino galur Wistar melalui


(31)

pemberian secara per oral, aktivitas antiinflamasi secara signifikan menghambat inflamasi dengan model sublantar pada kedua kaki belakang tikus yang telah diinduksi karagenin 1% dengan pada dosis 750 mg kg/bb pemberian ekstrak etanol 250 – 500 mg kg/bb juga dilaporkan dapat mengurangi demam karena induksi polysaccharide typhoid vaccine (TAB vaccine).

Mali, Hivrale, Bandawane dan Chaudhauri (2012) melaporkan bahwa ekstrak air, metanol, hydroalcoholic, etil asetat daun Cassia auriculata, masing-masing dosis pemberian 250 dan 500 mg/kg dan diberikan satu jam sebelum diinduksi karagenin. Memiliki aktivitas antiinflamasi yang dilakukan dengan model edema kaki yang diinduksi karagenin pada jaringan sub lantar pada bagian kaki belakang tikus. Penelitian Sermakkani dan Thangapandian (2013) melaporkan bahwa pada ekstrak metanol daun Cassia italica dengan dosis 250, 500, 750 mg/kgBB menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi yang diberikan satu jam sebelum induksi karagenin.

Sejauh pengamatan penulis berdasarkan uraian diatas, penelitian tentang efek antiinflamasi topikal ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit yang terinduksi karegenin 3% secara subkutan dan dilakukan pengamatan secara kualitatif histopatologis kulit mencit (pengecatan hematoksilin eosin (HE) dan imunohistokimia dengan antibodi COX-2) belum pernah dilaporkan.


(32)

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang efek antiinflamasi ekstrak daun tanaman trengguli (Cassia fistula L.) secara topikal.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pembuktian efek antiinflamasi dari ekstrak daun trengguli (Cassia fistula L.) sehingga dapat dijadikan alternatif untuk menggobati inflamasi.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum. Untuk mengetahui aktifitas antiinflamasi yang terdapat pada ekstrak etanol daun Cassia fistula L.

2. Tujuan Khusus.

a. Untuk mengetahui aktifitas antiinflamasi topikal pada ekstrak etanol daun Cassia fistula L. terhadap jumlah neutrofil dan ekspresi COX-2 pada mencit.

b. Untuk mengetahui mekanisme aktifitas antiinflamasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit yang diinduksi karagenin 3%.


(33)

7 BAB II

PENELAHAAN PUSTAKA

A. Tanaman Cassia fistula L.

Gambar 1. Tanaman Cassia fistula L. 1. Taksonomi tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (Suku polong-polongan)

Subfamili : Caesalpinaceae

Genus : Cassia

Spesies : Cassia fistula L.


(34)

2. Nama daerah

Aceh : Bak biraktha

Timor : Babuni daun besar, nain-nain

Dayak : Tilai

Sunda : Bobondelan, bondel, tanggoli, tranguli

Jawa : Trengguli, tenguli, tangguli, klohor, peyok, klohur

Madura : Kalobur, Klobor

Bali : Tangguli

Sumba : Ketoka, konjur

Flores : Klowang

Alor : Kikili,ladau

Makasar : Kayu raja

Bugis : Pong raja

Rote : Bubuni sela

Ambon : Papa pauno

(IPB, 2015)

3. Morfologi

Tanaman Cassia fistula L. dapat dilihat pada gambar 1, merupakan bentuk pohon tinggi yang mencapai 10-20 m, bentuk batang berkayu bulat bercabang, dengan batang yang lurus. Daun memiliki panjang 30-40 cm, 3-8 pasang dan berbentuk bulat telur. Panjang daun setiap lembarnya 3,5-9cm. Memiliki warna bunga kuning cerah, tandan bunga melorot, memiliki kelompak bunga yang


(35)

berbentuk persegi panjang dan bagian ujungnya tumpul. Daun mahkota panjang 2-3,5 cm. 3 tangkai sari yang terbawah membentuk S, lebih panjang dari pada lainnya. Bakal buah bertangkai. Polongan menggantung, diatas tanda bekas mahkota bertangkai, bulat silindris, hitam, oleh karna sekatan yang melintang dibagi dalam ruang-ruang yang berbiji 1, 20-45 kali 1,5 cm, tidak membuka. Biji melintang, 40-100 (Steenis, Hoed, Bloembergen, dan Eyma, 1992).

4. Kegunaan

Bagian – bagian dari tanaman Cassia Fistula L. dapat digunakan atau berkhasiat untuk terapi berbagai macam penyakit, dari rebusan isi buahnya berkhasiat untuk sembelit dan obat wasir, sedangkan daunnya sebagai obat kudis, sembelit, pencahar dan obat malaria. Penelitian yang sudah dilakukan pada bagian tumbuhan Cassia fistula, misalnya ekstrak metanol kulit batang yang berpotensi untuk chemopreventive, mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. ekstrak metanol daun mempunyai aktivitas sebagai larvasida, ovisida, dan repelen nyamuk Aedes aegypti. Ekstrak metanol biji mempunyai aktivitas antitumor, antirematik. Sedangkan dari ekstrak bunga mempunyai aktivitas antioksidan. pada akar terdapat senyawa flavonoid glikosida yang mempunyai aktivitas antifungi (Hermien, 2014).

5. Kandungan kimia

Kandungan yang ada didalam daun tanaman Cassia fistula L. antara lain senyawa glycosides-sennosides A dan B, hentriacontanoic, triaconsanoic,


(36)

nonacontanoic dan heptacosanoic acid, anthraquinone, tannin, oxyanthraquinone, dan volatile oils. Dan juga dalam tanaman ini terdapat kandungan flavonoids, biflavonoids, rhein, rhein glucoside, sennoside A dan B, chrysophanol, dan isoflavon (Thirumal, Srimanthula, dan Kishore, 2012). Struktur beberapa flavonoid dapat dilihat pada gambar 2:

Gambar 2. Struktur kandungan tanaman Cassia fistula L. kelas utama pada flavonoid (Rathee, et al., 2009)


(37)

B. Metode Penyarian

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus atau dihancurkan menjadi serbuk. Pelarut yang digunakan sebagai penyari seperti; air, etanol dan campuran air etanol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

C. Metode Uji Daya Antiinflamasi

Proses inflamasi dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, seperti agen infeksi, interaksi antigen dengan antibodi, bahan kimia, cedera termal atau mekanis. Respon inflamasi disertai tanda-tanda klinis eritema, edema, hiperalgesia dan nyeri. Respon inflamasi terjadi dengan tiga tahap yang berbeda dan mekanisme yang berbeda :

a. Fase akut ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler


(38)

c. Fase poliferasi kronis ditandai dengan terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis Berdasarkan fase diatas, terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan untuk menguji daya antiinflamasi akut dan sub akut secara in vivo:

a. Permeabilitas vaskuler

Pengujian dengan metode permeabilitas vaskuler digunakan untuk mengevaluasi aktivitas penghambatan suatu obat terhadap peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang disebabkan oleh mediator inflamasi (zat radang). Mediator inflamasi seperti histamine, prostaglandin, dan leukotriens. Sehingga, hal ini akan menyebabkan terjadinya pelebaran arteriol, venula dan permeabilitas pembuluh darah meningkat, dan terbentuk edema dari cairan dan protein plasma yang dikeluarkan (Vogel, 2008).

Pengujian dilakukan dengan cara menginjeksi senyawa radang secara intravena. Sembilan puluh menit setelah hewan uji diinjeksi, kemudian hewan uji dikorbankan dan pada bagian yang diinjeksi diambil untuk diberikan perwarnaan

dengan Evans’s blue yang fungsinya untuk memberikaan tanda agar dapat

mengetahui peningkatan permeabilitas vaskuler. Diameter resapan dari pewarnaan

Evan’s blue diukur dalam dua arah tegak lurus dan nilai rata-rata semua area yang diinjeksi dihitung. Dibandingkan antara kelompok control dan kelompok uji, dinyatakan sebagai persen penghambatan. Kelompok uji yang menunjukkan nilai kurang dari 50% dari control dinyatakan positif memiliki aktivitas antiinflamasi (Vogel, 2008).


(39)

b. Eritema Ultraviolet

Merupakan metode uji aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan sinar ultraviolet untuk membentuk eritema pada kulit hewan uji. Hewan uji yang akan digunakan dicukur terlebih dahulu pada kedua bagian sisi (kiri dan kanan) dan bagian belakang. Diberikan krim penghilang bulu, dapat mengunakan barium sulfat. Dua puluh menit kemudian, krim penghilang bulu yang telah dioleskan pada hewan uji dibersihkan dengan air hangat atau mengalir. Pada hari berikutnya, setengah senyawa yang akan diujikan (senyawa antiinflamasi) diberikan tiga puluh menit sebelum dilakukan paparan sinar ultraviolet. Setelah pemaparan sinar ultraviolet selama dua menit, diberikan lagi setengah dari senyawa uji yang telah diberikan sebelumnya. Pengukuran eritema dilakukan dua dan empat jam setelah paparan sinar ultraviolet pada hewan uji. Karena pada jam kedua dan keempat setelah paparan baru memberikan efek (Vogel, 2008).

c. Edema telinga dengan induksi oxazolone pada mencit

Pada metode ini hewan uji diberikan 2% oxazolone (4-ethoxymethylene-2-fenil-2-oxazolin-5-one) yang dilarutkan dalam aseton. Hewan uji diaplikasikan anestesi halotan 0,1 ml pada bagian kulit perut yang telah dicukur atau 0,01 ml pada bagian kedua telinga bawah . hewan uji dibiarkan selama delapan hari, kemudian diaplikasikan oxazolone 0,01 ml dengan konsentrasi 2% pada bagian dalam telinga kanan, dan telinga kiri digunakan sebagai kontrol. Setalah 24 jam akan terjadi peradangan, kemudian hewan uji dikorbankan dengan anestesi. Kedua telinga diambil dan ditimbang. Perbedaan dari berat kedua telinga merupakan indikator terjadinya inflamasi (Vogel, 2008).


(40)

d. Edema telapak kaki

Metode ini dapat digunakan untuk melihat aktivitas antiinflamasi suatu senyawa. Biasanya senyawa yang digunakan untuk menginduksi terjadinya inflamsi seperti, agen iritasi ragi, formaldehid, dekstran, dan karagenin. Untuk melihat efeknya dapat diukur dengan beberapa cara yaitu, dilakukan pembedahan pada sendi talocrural dan ditimbang.

Pengujian dilakukan dengan cara, terlebih dahulu hewan uji dipuasakan. Kemudian diberikan 5 ml air (kontrol) dan diberikan senyawa uji yang telah dilarutkan atau dijadikan suspens dalam volume yang sama (perlakuan). Setelah 30 menit, hewan uji diberikan injeksi subkutan 0,05 ml dari konsentrasi 1% karagenin pada bagian telapak belakang kaki hewan uji (Vogel, 2008).

D. Kulit

Kulit merupakan lapisan atau jaringan yang ada pada tubuh yang menutupi seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya luar (Wibowo, 2008). Merupakan massa jaringan yang terbesar pada tubuh dan fungsi lain dari kulit adalah menginsulasi struktur-struktur yang berasa di bawah kulit dan juga dapat berfungsi sebagai cadangan kalori. Kulit terdiri atas tiga lapisan yang masing-masing tersusun dari berbagai jenis sel dan fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan kulit tersebut adalah epidermis, dermis dan subkutis (Corwin, 2008). Salah satu sel saraf yang ada di dalam kulit adalah terdapat ujung saraf peraba yang memiliki banyak fungsi, antara lain membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari


(41)

tubuh dan sebagai ekskretori, sekretori dan absorpsi (Pearce, 2009). Struktur kulit dapat dilihat pada gambar 3:

Gambar 3. Struktur kulit manusia (Waugh dan Grant, 2001).

Lapisan epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yaitu lapisan tanduk dan selapis zona geminalis. Lapisan tanduk berada pada lapisan paling luar, dan tersusun tiga lapisan sel yang membentuk epidermis, yaitu stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Sedangkan zona germinalis terletak di bawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel, yaitu sel berduri dan sel basal (Pearce, 2009). Pada lapisan epidermis mengandung reseptor sensorik untuk suhu, sentuhan, getaran dan nyeri. Komponen utama dalam epidermis adalah protein kreatinin yang dihasilkan oleh sel keratinosit yang dapat mencegah hilangnya air dari dalam tubuh dan melindungi epidermis dari iritan dan mikroorganisme penyebab infeksi dan juga merupakan komponen utama apendiks kulit ; rambut dan kuku (Corwin, 2008).


(42)

Lapisan dermis adalah lapisan yang tersusun atas fibrus dan jaringan ikat yang elastis dan pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi pembuluh darah kapiler (Pearce, 2009). Di sini juga terdapat kelenjar keringat dan kelenjar minyak (glandula sebacea) (Price, 1982) dan juga terdapat pembuluh darah yang menyuplai makanan dan oksigen pada dermis dan epidermis, dan membuang produk-produk sisa. Selain pembuluh darah dalam dermis juga terdapat pembuluh limfe dan folikel rambut. Dermis terletak tepat dibawah epidermis, yang tersusun dari serabut-serabut kolagen dan elastin tersusun secara acak sehingga menyebabkan dermis terenggang dan memiliki daya tahan (Corwin, 2008).

Lapisan subkutis pada kulit merupakan lapisan yang terletak dibawah dermis (lapisan paling dalam). Pada lapisan ini terdiri atas lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai peredam kejut dan insulator panas. Fungsi dari lapisan subkutis adalah sebagai tempat penyimpanan kalori selain lemak dan dapat dipecah menjadi sumber energi apabila diperlukan (Corwin, 2008).

Kulit dapat mengalami cedera yang disebabkan karena zat kimia atau mikroorganisme, sehingga dapat menimbulkan infeksi (Pearce, 2009). Pada kulit terdapat kondisi, edema dan dermatitis kedua istilah yang identik dalam menggambarkan kondisi inflamasi yang dapat bersifat akut atau kronis. Dalam dermatitis akut terdapat kemerahan, pembengkakan dan eksudasi dari cairan serosa biasanya disertai dengan rasa gatal pada kulit. Hal ini sering diikuti oleh adanya krusta dan scaling. Jika kondisi menjadi kronis, kulit akan menebal dan dapat menjadi kasar (Waugh dan Grant, 2001). Krusta adalah akumulasi eksudat serurosa yang mengering di kulit dan berwana kuning keemasan (Corwin, 2008). Keadaan


(43)

ini dapat terjadi karena adanya kontak langsung dengan iritan misalnya, kosmetik, sabun, detergen, asam kuat atau alkali, dan bahan kimia toksik (Waugh dan Grant, 2001). Dapat juga terjadi pruritus yang parah pada bagian kulit yang terpapar akan zat toksik. Pruritus merupakan rasa gatal pada kulit, dapat terjadi sebagai respon primer terhadap iritan yang menyebabkan peradangan. Pruritus primer terjadi akibat pelepasan histamin dalam proses inflamasi. Pruritus sekunder dapat timbul apabila ada suatu kelainan pada sistemik, karena pada pruritus sistemik toksin metabolik tertimbun di cairan intertisium di bawah kulit (Corwin, 2008). Kulit yang menglami cedera atau kerusakan akan melalui serangkaian proses penyembuhan atau regenerasi jaringan yang rusak (Pearce, 2009).

E. Inflamasi 1. Definisi

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun yang didapat. Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera pada jaringan. Inflamasi dapat terjadi secara lokal, sistemik, akut dan kronis yang menimbulkan kelainan paofisiologis (Karnen dan Iris, 2012). Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Inflamasi terjadi karena ada pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001). Proses inflamasi akan melepaskan mediator kimia selama proses inflamasi. Salah satu


(44)

diantara adalah prostaglandin, yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi (Hayes dan Kee, 1996).

Tanpa terjadinya peradangan (inflamasi), infeksi akan terus berkembang, luka tidak akan pernah sembuh, dan organ yang cidera dapat menjadi luka yang terus bernanah. Akan tetapi, peradangan dan perbaikan juga dapat merugikan, misalnya seperti reumatoid arthritis, aterosklerosis, fibrosis paru, dan reaksi hipersensitivitas terhadap gigitan serangga, obat, dan toksin yang dapat mengancam nyawa. Perbaikan oleh fibrosis dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menimbulkan kecacatan pada jaringan (Kumar, dkk, 2005).

Peradangan atau inflamasi dibagi menjadi pola akut dan kronik. Peradangan akut memiliki awalan yang cepat dengan hitungan detik atau menit dan berlangsung relatif singkat, dalam beberapa menit, jam, atau hari. Peradangan akut adalah suatu respon cepat terhadap agen yang merugikan dan berfungsi untuk menyalurkan mediator-mediator pertahanan leukosit dan protein plasma ke tempat yang cedera. Karakteristik utama pada peradangan akut adalah adanya eksudasi cairan dan protein plasma (edema) dan emigrasi leukosit terutama neutrofil (Kumar, dkk, 2005).

Pada peradangan akut terdapat tiga komponen, yaitu perubahan kapiler pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah, perubahan strutural mikrovaskular yang memungkinkan pengeluaran protein plasma dan leukosit dari sirkulasi darah, dan emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, akumulasi terdapat di fokus cedera, dan aktivasi leukosit untuk membuang agen penyebab peradangan.


(45)

Manifestasi dari peradangan akut yang menunjukkan terjadinya inflamasi dapat dilihat pada gambar 4:

Gambar 4. Manisfestasi lokal pada peradangan akut (Kumar, dkk, 2005). Sedangkan peradangan kronik berlangsung lebih lama dan secara histologi ditandai dengan adanya limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh darah, fibrosis, dan nekrosis jaringan (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005). Manifestasi dari peradangan kronik dapat dilihat pada gambar 5:


(46)

Reaksi vaskular dan selular pada peradangan (inflamasi) akut dan kronik diperantarai oleh mediator-mediator kimiawi yang berasal dari protein plasma atau sel dan diproduksi sebagai respon terhadap atau diaktifkan oleh rangsangan peradangan. Respon inflamasi terdiri atas dua komponen utama, yaitu reaksi vaskular dan reaksi selular. Pada respon tersebut banyak jaringan dan sel yang terlibat dalam reaksi ini, termasuk cairan dan protein plasma, sel dalam darah, pembuluh darah, serta konstituen selular dan ekstraselular dari jaringan ikat. Komponen yang terdapat dalam respon inflamasi dapat dilihat pada gambar 6:

Gambar 6. Komponen respon peradangan akut dan kronik (Kumar, dkk, 2005).

Pada inflamasi atau peradangan akan terjadi migrasi neutrofil dari sirkulasi darah yang mendominasi infiltrat peradangan pada 24 jam pertama dan digantikan dengan monosit setelah 24 jam hingga 48 jam dapat dilihat pada gambar 7:


(47)

Gambar 7. Skema kejadian setelah terjadi reaksi inflamasi (Kumar, dkk, 2005).

Proses Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon normal terhadap trauma fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi. Adapun respon yang umumnya muncul meliputi rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan) (Corwin, 2008) dan functio laesa (hilangnya fungsi) (Price dan Wilson, 1982).

2. Gejala

Tanda-tanda utama respon inflamasi yang umumnya adalah rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri), tumor (pembengkakan) dan functio laesa (hilangnya fungsi) (Hayes dan Kee, 1996):


(48)

a. Rubor (kemerahan)

Rubor atau kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah jaringan yang cedera akibat adanya pelepasan mediator kimiawi tubuh, seperti kinin, prostaglandin dan histamin.

Histamin akan mendilatasi arteriol (Hayes dan Kee, 1996). Maka arteriol yang mensuplai darah menjadi melebar, lebih banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Sehingga, pembuluh kapiler yang sebelumnya kosong, dengan cepat akan terisi darah. Keadaan disebut dengan hiperemia atau kongesti, yang menyebabkan warna merah pada bagian yang cedera karena peradangan akut. Hiperemia timbul pada permulaan reaksi peradangan yang diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Price dan Wilson, 1982).

b. Kalor (panas)

Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus (Hayes dan Kee, 1996). Reaksi peradangan pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370C suhu didalam tubuh. Karena terdapat

lebih banyak darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena, sehingga daerah inflamasi pada kulit menjadi panas dibanding dengan sekelilingnya (Price dan Wilson, 1982).

c. Dolor (nyeri)

Disebabkan oleh adanya pembengkaan dan pelepasan mediator-mediator kimia pada jaringan yang cedera (Hayes dan Kee, 1996). Dipengaruhi juga oleh


(49)

perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf, dan pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf sehingga menimbulkan rasa nyeri pada jaringan yang cedera (Price dan Wilson, 1982).

d. Tumor (pembengkakan)

Tumor atau pembengkaan terjadi karena kinin mendilatasi arteriol sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler (Price dan Wilson, 1982). Plasma merembes ke dalam jaringan interstisial pada tempat jaringan yang cedera (Hayes dan Kee, 1996). Pada keadaan awal reaksi peradangan eksudat adalah cair. Cairan eksudat akan timbul dengan cepat dalam luka yang melepuh dari kulit. Kemudian, sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1982).

e. Functio laesa (hilangnya fungsi)

Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat jaringan yang cedera dan karena adanya rasa nyeri (dolor), yang mengurangi mobilitas pada daerah jaringan yang terjadi inflamasi (Hayes dan Wilson, 1996).

3. Mekanisme inflamasi

Mekanisme inflamasi terjadi karena ada pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel (Mycek, dkk, 2001). Pada proses inflamasi akan melepaskan mediator kimia selama proses inflamasi. Salah satu diantara adalah prostaglandin, yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi (Hayes dan Kee, 1996). Mediator kimiawi yang spesifik dalam peradangan selain


(50)

prostaglandin terdapat pula histamin, bradikinin (peptida kecil) dan interleukin-1 (peptida besar) (Mycek, dkk, 2001).

Reaksi peradangan akut dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, misal infeksi (bakteri, virus, parasit), trauma, agen fisik dan kimiawi, nekrosis jaringan, benda asing, atau reaksi imun. Setiap stimulus tersebut dapat memicu terjadinya reaksi peradangan (Kumar, dkk, 2005). Adanya kejadian vaskular merupakan dilatasi awal dari arteriola kecil, sehingga aliran darah meningkat yang diikuti dengan perlambatan dan kemudian aliran darah berhenti dan terjadi peningkatan permeabilitas venula post capillary dengan adanya eksudasi cairan. Vasodilatasi yang disebabkan oleh mediator termasuk histamin, prostaglandin (PG) E2 dan PGI2

(prostasiklin) yang dihasilkan oleh interaksi mikroorganisme dengan jaringan, beberapa di antaranya bertindak bersama-sama dengan sitokin untuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah (Rang, Dale, Ritter, dan Flower, 2007).

Apabila terdapat rangsangan secara mekanik, fisik maupun kimia akan memicu keluarnya asam arakidonat (AA). Asam arakidonat adalah suatu asam lemak tidak jenuh ganda yang mengandung 20 karbon (asam eikosatetranoat 5,8,11,14-) dan berasal dari makanan atau dari konversi asam lemak esensial asam linoleat. AA dibebaskan dari fosfolipid membran melalui kerja fosfolipase sel. Metabolit AA yang disebut eikosanoid, eikosanoid berikatan dengan reseptor (yang berikatan dengan protein G) di banyak jenis sel dan dapat memperantarai hampir semua tahap peradangan. Peran metabolit asam arakidonat pada proses inflamasi dapat dilihat pada gambar 8.


(51)

Ada dua jalan utama untuk metabolit asam arakidonat yang disebut dengan eikosanoid dapat dimetabolisme dengan:

Gambar 8. Metabolit asam arakidonat dalam proses inflamasi dan target dari beberapa obat antiinflamasi (Kumar, dkk, 2005).

a. Jalur siklo-oksigenase

Semua eikosanoid berstruktur cincin sehingga, prostaglandin, tromboksan dn prostasiklin, disintesis melalui jalur siko-oksigenase. Jalur siklo-oksigenase diaktifkan oleh dua enzim, yang pertama bersifat ada dimana-mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan inflamasi (Mycek, dkk, 2001).

Prostaglandin dibagi menjadi seri-seri yang didasarkan pada gambaran struktural dan memiliki kode huruf dan angka yang berbeda, yaitu PGD, PGE, PGF, PGG, dan PGH. Pada jalur siklooksigenase ini dihasilkan prostaglandin E2 (PGE2),


(52)

PGD2, PGF2α, PGI2 (prostasiklin), dan TXA2 (trombosan) yang dihasilkan dari

kerja enzim spesifik pada suatu zat dalam jalur siklooksigenase. Akan tetapi, sebagian dari enzim ini terdistribusi hanya pada jaringan tertentu, misal trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase, yang menghasilkan TXA2 yang

merupakan produk utama pada sel ini. TXA2 adalah suatu zat yang menggumpalkan

trombosit dan sebagai vasokontriktor yang poten dan bersifat tidak stabil. Akan tetapi, pada endotel vaskular tidak terdapat trombosan sintetase, tetapi memiliki protasiklin sintetase, yang memicu terbentuknya prostasklin (PGI2) dan produknya

akhirnya yang stabil PGF1α. Prostasklin adalah vasodilator, inhibitor agregasi trombosit yang paten, dan juga meningkatkan permeabilitas dan efek kemotaktik dari mediator lain (Kumar, dkk, 2005).

Prostaglandin juga berperan dalam patogenesis nyeri dan demam. Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki sifat hiperalgesik, yang dapat menyebabkan kulit

menjadi hipersensitif terhadap rangsangan nyeri dan meningkatkan rasa nyeri. PGD2 merupakan metabolit utama yang dihasilkan pada jalur siklooksigenase pada

sel mast, bersama dengan PGE2 dan PGF2α yang terdistribusi lebih luas, yang

menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas venula post kapiler sehingga terbentuk edema. Siklooksigenase-1 (COX-1) diproduksi sebagai respon terhadap rangsangan peradangan dan juga diekspresikan oleh sebagian besar jaringan. COX-1 bertanggung jawab dalam pembentukan prostaglandin, yang berperan pada peradangan, akan tetapi memiliki fungsi homeostatis. Sedangkan COX-2, merupakan enzim yang terinduksi oleh beragam rangsang inflamatorik dan tidak terdapat pada sebagian jaringan pada keadaan normal, COX-2 merangsang


(53)

pembentukan prostaglandin yang berperan dalam reaksi peradangan (Kumar, dkk, 2005).

b. Jalur lipo-oksigenase

Produk-produk awal dihasilkan oleh tiga lipoksigenase yang berbeda, yang terdapat hanya di beberapa jenis sel (Kumar, dkk, 2005). Beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk 5-HPETE, 12-HPETE, dan 15-12-HPETE, yang merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang dikonversi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES), atau menjadi leukotrien atau lipoksin, yang tergantung pada jaringan (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001). 5-lipoksigenase (5-LO) merupakan enzim predominan di neutrofil. Produk utama yang dihasilkan, yakni 5-HPETE yang bersifat kemotaktik bagi neutrofil, diubah menjadi suatu famili senyawa yang secara kolektif disebut leukotrien. Leukotrien B4 adalah suatu zat kemoktaktik kuat dan aktivator respon fungsinal neutrofil, seperti agregasi dan perlekatan leukosit pada endotel venula, pembentukan radikal bebas oksigen, dan pelepasan enzim-enzim lisosom. Produk dari 5-HPETE adalah Leukotrien C4, D4, dan E4, mengandung sisteinil yang

menyebabkan terjadinya vasokontriksi, bronkospasme, dan peningkatan permeabilitas vaskular.

Lipoksin merupakan produk yang dihasilkan dari jalur lipoksigenase, yang berupa produk bioaktif yang dihasilkan dari AA, melalui mekanisme biosintesis transelular. Efek utama dari lipoksin adalah menghambat rekrutmen leukosit dan komponen-komponen selular peradangan. Lipoksin juga menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatannya pada endotel. Pada leukosit, terutama


(54)

neutrofil akan menghasilkan zat antara dalam sintesis lipoksin, zat-zat tersebut diubah oleh trombosit yang berinteraksi dengan leukosit menjadi lipoksin. Lipoksin A4 dan B4 dihasilkan dari 12-lipoksigenase trombosit pada LTA4 yang berasal dari

neutrofil (Kumar, dkk, 2005).

F. Antiinflamasi

Obat antiinflamasi Non steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) bekerja dengan menghambat enzyme siklooksigenase dan prostaglandin. Obat NSAIDs pada generasi pertama bekerja pada COX-1 dan COX-2, dan lebih dominan dalam menghambat COX-1. NSAIDs akan menurunkan produksi vasodilator prostaglandin (PGE2 dan PGI2), sehingga menurunkan vasodilatasi,

menurunkan edema serta rasa nyeri yang terjadi. Akan tetapi, NSAIDs memiliki efek jangka panjang yaitu pada saluran pencernaan yang dapat mengiritasi lambung. Efek samping tersebut diakibatkan karena adanya penghambatan pada COX-1. Enzim COX-1 bertanggungjawab dalam produksi prostaglandin yang secara normal akan menghambat sekresi asam lambung. Sedangkan, NSAIDs yang selektif menghambat COX-2, menghasilkan efek samping pada gastro intestinal lebih rendah karena hanya terekspresi pada sel inflamasi. Mekanisme NSAIDs selektif memiliki penghambatan yang poten pada COX-2, sehingga akan enurunkan pembentukan PGI2 yang merupakan penghambat agregasi platelet (Endro, 2012).

Selain obat golongan NSAIDs, untuk inflamasi dapat digunakan juga obat golongan steroid seperti kortikosteroid. Mekanisme dari golongan obat ini adalah menghambat pembentukan interleukin, tumor neckrosis faktor (TNF) dan


(55)

menurunkan permeabilitas kapiler (Dipiro, 2008). Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang identik dengan kortisol, hormone steroid pada manusia yang disentesis dan di ekskresi oleh korteks adrenal. Efek dari antiinflamasi kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritic, eosinofil, neutrofil, dan sel mast, dengan cara menghambat respon inflamasi yang menyebabkan apoptosis (Sitompul, 2011). Mekanisme aksi target golongan obat steroid dan NSAIDs dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Diagram mediator inflamasi dan target obat antiinflamasi (Rang,

dkk, 2007).

G. Karagenin

Karagenin adalah senyawa rantai polisakarida rantai panjang yang mengandung ester sulfat yang digunakan sebagai stimulus atau penginduksi inflamasi kronis, akan tetapi kemudian digunakan untuk menguji antiinflamasi akut (Bonney et.al., 1978).


(56)

Karagenin adalah polisakarida sulfat yang diperoleh dari rumput laut, yang secara luas digunakan sebagai penginduksi agen inflamasi, yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala inflamasi yang dapat dinilai sebagai peningkatan ketebalan kaki pada tikus sebagai akibat dari peningkatan peradangan (edema) dan peningkatan perembesan vaskular, diketahui sensitif terhadap siklooksigenase (COX) inhibitor (Sermakkani dan Thangapandian, 2013). Karena karagenin mampu menginduksi reaksi antiinflamasi yang bersifat akut, non imun dan juga dapat diamati dengan baik serta mempunyai reprodusibilitas yang cukup tinggi (Morris, 2003).

Mekanisme kerja karagenin adalah merangsang terjadinya udem dengan cara melepaskan mediator-mediator inflamasi yaitu histamin, serotonin, dan kinin pada jam pertama, sedangkan pada jam kedua dan ketiga mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan adalah prostaglandin dan lisosom (Sharma et al., 2009).

H. Biocream®

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), 1995, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau emulsi minyak dalam air.

Biocream merupakan sediaan obat topikal adalah yang mengandung dua komponen dasar, yaitu zat pembawa (vehikulum) yang merupakan bagian inaktif dari sediaan topikal, yang dapat berbentuk cair ataupun padat yang fungsinya untuk


(57)

membawa bahan aktif agar dapat berkontak dengan kulit, dan zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapi. Biocream merupakan satu bahan pembawa untuk sediaan topikal yang berbentuk krim dan memiliki sifat amfibilik yang artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W (Yanhenri dan Yenny, 2012).

I. Hidrokortison Asetat

Hidrokortison asetat adalah golongan kortikosteroid yang mempunyai daya kerja sebagai antialergi dan antiradang. Efek terapi yang dihasilkan oleh kortikosteroid topikal golongan rendah, yaitu vasokontriksi, penurunan permeabilitas membran, dan penekanan aktivitas mitosis respon imun (Carlos, 2013). Hidrokortison mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0% C23H32O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian dari

sedian ini adalah berbentuk serbuk hablur, berwarna putih, dan tidak memiliki bau atau tidak berbau. Dapat melebur atau meleleh dan mengalami peruraian pada suhu 2000C (Depkes RI, 1995).

Krim hidrokortison asetat adalah hidrokortison asetat dalam dasar krim yang sesuai, mengandung hidrokortison asetat, C23H32O6 tidak kurang dari 90% dan tidak

lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995).

J. Landasan Teori

Inflamasi adalah reaksi peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun yang didapat. Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan


(58)

seperti infeksi dan cedera pada jaringan (Karnen dan Iris, 2012). Proses Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon normal terhadap trauma fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi (Corwin, 2008). Tanda-tanda utama respon inflamasi yang umumnya muncul meliputi rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan) (Hayes dan Kee, 1996). Mekanisme inflamasi terjadi karena adanya pelepasan mediator-mediator inflamasi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Pada proses inflamasi asam arakidonat bertanggung jawab dalam produksi mediator-mediator inflamasi. Mediator yang spesifik dalam inflamasi adalah prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang merupakan metabolit dihasilkan dari jalur siklooksigenase pada sel mast, sedangkan leukotriene dan lipoksin merupakan metabolit yang dihasilkan dari melalui jalur lipooksigenase.

Dalam tanaman daun Cassia fistula L. terdapat kandungan flavonoid sehingga terdapat aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Pada peneletian Felix, (2013) Cassia fistula L. menunjukkan bahwa memiliki aktivitas antioksidan, penelitian dilakukan dengan cara menggunakan radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH). Aktivitas antiinflamasi pada flavonoid dengan cara menghambat pembentukan asam arakidonat sehingga produksi mediator inflamasi dari jalur lipooksigenase dan siklooksigense juga terhambat, dan juga flavonoid dapat menangkap radikal bebas, sehingga pembentukan asam arakidonat yang dipicu oleh radikal bebas juga terhambat. Flavonoid dapat menangkap radikal bebas, karena sebagai antioksidan yang berperan dalam mengurangi respon imun.


(59)

Pada penelitian Sermakkani dan Thangapandian (2009) Cassia italica memiliki kandungan flavonoid. Flavonoid diketahui memiliki target fase akhir peradangan. Pada fase akhir peradangan yang berperan dalam produksi prostaglandin adalah enzim siklooksigenase (COX). Flavonoid memiliki target aksi pada prostaglandin karena prostaglandin memiliki aksi utama yaitu sebagai mediator inflamasi sehingga flavonoid akan menghambat ekspresi dari COX-2 yang merupakan enzim penginduksi yang merangsang pembentukan prostaglandin. Berdasarkan uraian diatas, dilakukan pengujian terhadap efek antiinflamasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. dengan pengamatan histopatologis jaringan kulit punggung mencit yang diinduksi karagenin 3%. Dengan pengecetan Hematoksilin eosin (HE) dan imunohistokimia, untuk melihat migrasi sel neutrofil dan ekspresi pada COX-2 pada kulit punggung mencit yang terinduksi karagenin 3%.

K. Hipotesis

Ekstrak etanol daun Cassia fistula L. memberikan efek antiinflamasi topikal dengan berkurangnya sel-sel neutrofil dan ekspresi pada COX-2 kulit punggung mencit yang diinduksi karagenin 3%.


(60)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang efek antiinflamasi secara topikal dengan menggunakan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit, merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas : konsentrasi dari ektrak etanol Cassia fistula L. 2) Variabel tergantung : jumlah sel-sel neutrofil dan ekspresi pada

COX-2 pada daerah sub kutan yang diinduksi karagenin dan diberikan dengan ekstrak etanol daun Cassia fistula L.

b. Variabel pengacau

1. Variabel pengacau terkendali

a) Subyek uji : mencit betina

b) Umur subyek uji : 2-3 bulan (6–8 minggu) c) Berat badan subyek uji : 20–30 gram

d) Keadaan subyek uji : sehat

2. Variabel pengacau tidak terkendali : kondisi patofisiologis mencit yang digunakan dalam penelitian ini.


(61)

2. Skala Variabel

1. Ekstrak etanol-air daun Cassia fistula L. : skala nominal

2. Penghitungan jumlah sel neutrofil dan melihat ekspresi COX-2 dari efek antiinflamasi : skala numerik

2. Definisi Operasional

a. Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon normal terhadap trauma fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi. Adapun respon yang umumnya muncul meliputi rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan).

b. Daun Cassia fistula L. yang digunakan merupakan daun yang berwarna hijau segar, tidak berlubang, serta tidak terdapat kotoran dari binatang kecil yang didapat dari Kebun Obat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. c. Ekstrak etanol daun Cassia fistula L. merupakan hasil ekstraksi simplisia

daun Cassia fistula L. seberat 25 gram yang dimaserasi pada 250 mL etanol 80% selama lima hari. Kemudian diremaserasi dalam jumlah pelarut yang sama selama dua hari, disaring dengan kertas saring, dan dipekatkan dalam oven hingga menjadi ekstrak kental.

d. Konsentrasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. merupakan berat ekstrak kental etanol daun Cassia fistula L. (gram) dalam basis (gram) dengan satuan b/b. Konsentrasi ekstrak kental daun Cassia fistula L. yang digunakan adalah 1,67; 2,5; dan 3,75 %.


(62)

e. Neutrofil merupakan jumlah neutrofi yang bermigrasi dari pembuluh darah ke daerah subkutan (punggung mencit) secara mikroskopik pada pengukuran 24 jam setelah diinjeksikan karagenin 3 %.

f. Ekspresi COX-2 adalah ekspresi oleh sel-sel neutrofil yang diamati dengan menggunakan metode imunohistokimia. Apabila terdapat ekspresi COX-2 akan terjadi perubahan warna menjadi coklat pada sel didaerah sub kutan. g. Efek antiinflamsi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. adalah kemampuan

ekstrak etanol daun Cassia fistula L. untuk mengurangi akumulasi sel-sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 di daerah subkutan secara mikroskopik pada pengukuran 24 jam setelah diinjeksi karagenin 3 %. h. Pemberian secara topikal ekstrak daun Cassia fistula L. dilakukan dengan

cara mengoleskan sediaan sebanyak 0,1 gram (secara tipis) yang menutupi area seluas 2,25 cm2 (1,5 cm x 1,5 cm) pada kulit punggung kulit mencit setelah pemberian dengan karagenin secara merata.

i. Injeksi subkutan merupakan injeksi yang dilakukan pada jaringan di bawah kulit pada punggung kulit mencit yang sudah dicukur rambutnya terlebih dahulu.

C. Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Hewan uji pada penelitian ini mengunakan mencit galur swiss yang berumur


(63)

kondisi yang sehat yang diperoleh dari Laboratorium Imuno Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan uji : daun Cassia fistula L. diperoleh dari Lingkungan kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Karagenin tipe I (Sigma Chemical co.) sebagai Inflamatogen diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Falkutas Farmasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

4. Etanol 80% diperoleh dari PT. Brataco di Jl. Letjend Suprapto No. 70, Ngampilan, Yogyakarta.

5. NaCl 0,9% sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Apotek K-24 Yogyakarta.

6. Akuades diperoleh dari PT. Brataco di Jl. Letjend Suprapto No. 70, Ngampilan, Yogyakarta.

7. Biocream® sebagai basis krim diproduksi oleh Meck, diperoleh dari Apotek K-24 Yogyakarta, Depok, Sleman, Yogyakarta.

8. Hidrokortison cream sebagai kontrol positif mengandung hidrokortison asetat 2.5% diproduksi oleh Galenium, diperoleh dari dari Apotek K-24 Yogyakarta, Depok, Sleman, Yogyakarta.

9. Veet® sebagai perontok bulu diproduksi oleh Reckitt Benckiser, diperoleh dari Alfamart Paingan Sleman.


(64)

D. Alat Penelitian dan Instrumen Penelitian Alat – alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : 1. Alat dan bahan Ekstraksi :

a. Oven b. Etanol

c. Mesin penyerbuk d. Ayakan no. 40 e. Alat – alat gelas

Labu ukur, gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, cawan porselin, pipet tetes, batang pengaduk dan gelas arloji.

2. Alat induksi dan pengukuran edema kulit punggung mencit dan lain-lain a. Gunting

b. Alat pencukur bulu mencit c. Spuit injeksi 1 ml

d. Mortir dan stamper e. Neraca analitik f. Stopwatch

g. Jangka sorong digital

h. Mikroskop cahaya (Olympus® CX21)

3. Alat dan bahan yang digunakan untuk pemotongan organ kulit a. Karton

b. Container


(65)

d. Gunting bedah e. Pinset

f. Formalin 10%

E. Tata cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan dengan cara mencocokan ciri-ciri tanaman Cassia fistula L. secara maskroskopik, yang meliputi daun, bunga, buah dan batang dengan literature (Steenis, Hoed, Blombergen, dan Eyma, 1992). Dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Daun Cassia fistula L. didapat dari kebun obat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dipanen serta dikumpulkan. Daun yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau, segar, tidak berlubang dan tidak terdapat kotoran binatang.

3. Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia daun Cassia fistula L. dilakukan dengan cara yaitu daun yang telah dipanen dan telah dikumpulkan dicuci dengan menggunakan air mengalir, kemudian ditiriskan untuk menghilangkan air pada daun serta kembali dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 30-45oC hingga


(66)

simplisia yang telah didapatkan diayak menggunakan ayakan no. 40 agar didapatkan serbuk simplisia yang halus.

4. Pembuatan ekstrak etanol daun Cassia fistula L.

Ekstraksi etanol-air daun Cassia fistula L. dilakukan dengan mengambil 25 gram serbuk kering daun Cassia fistula L. dilarutkan dalam 250 ml etanol 80% pada erlemeyer bersumbat. Ekstraksi dilakukan secara maserasi selama lima hari terlindungi dari cahaya pada suhu kamar, dengan cara melakukan pengadukan menggunakan shaker, kemudian setelah lima hari ampas dari serbuk daun Cassia fistula L. sebelum dilakukan remaserasi dengan dilarutkan kembali dalam jumlah dan volume pelarut yang sama yaitu 250 mL etanol 80% selama dua hari dan terlindung dari cahaya kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat. Hasil filtrat maserasi dan remaserasi disatukan kemudian filtrat diuapkan di atas waterbath, hingga mendapatkan ekstrak kental dengan bobot yang tetap. Setelah didapatkan ekstrak dengan bobot tetap, kemudian ekstrak disimpan dengan cara menutup rapat dan diletakan dalam lemari pendingin.

5. Penentuan dosis konsentrasi dan pembuatan krim ekstrak daun Cassia fistula L.

Konsentrasi krim ekstrak etanol daun Cassia fistula L. ditentukan bedasarkan konsentrasi zat aktif hidrokortison asetat 2,5 % pada Hidrokortison® cream sebagai krim control positif. Konsentrasi tersebut dijadikan konsentrasi tengah (konsentrasi kedua) untuk sedian krim ekstrak etanol daun Cassia fistula L. Konsentrasi pertama diturunkan 1,5 kalinya dan


(67)

konsentrasi ketiga dinaikan 1,5 kalinya. Maka didapat tiga konsentrasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. dalam krim yaitu 1,67; 2,5; dan 3,75 % b/b. Pembuatan krim ekstrak etanol daun Cassia fistula L. dengan menimbang ekstrak etanol daun Cassia fistula L. seberat 0,167; 0,25; dan 0,375 g yang dilarutkan dalam 10 g basis boicream®.

6. Ethical Clearence

Pengujian menggunakan hewan uji mencit galur Swiss dalam penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Medical and Health Research Ethics Commite (MHREC) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

7. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor mencit betina, berumur 2-3 bulan, dengan bobot 20-30 gram. Hewan uji dibagi secara acak menjadi enam kelompok. Kelompok perlakuan terdiri dari enam kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor mencit.

Hewan uji terlebih dahulu dicukur bulu punggungnya dengan gunting, kemudian dioleskan Veet® untuk merontokkan bulu yang belum tercukur sempurna. Kulit punggung yang telah dicukur bulunya dibiarkan selama satu hari untuk menghindari adanya inflamasi yang disebabkan oleh pencukuran dan pemberian Veet®.


(68)

8. Pembuatan larutan Karagenin

Karagenin 3% dibuat dengan melarutkan 0,75 g karagenin dalam larutan NaCl 0,9% hingga 25 mL sehingga diperoleh larutan karagenin 3% b/v.

9. Pengujian ekstrak etanol daun Cassia fistula L.

Sebanyak 30 ekor mencit betina dibagi secara acak menjadi enam kelompok perlakuan :

a. Kelompok I

Terdiri dari lima ekor mencit sebagai kontrol negatif (karagenin). Mencit diinjeksi secara karagenin dengan konsentrasi 3%.

b. Kelompok 2,3,4, 5, dan 6

Masing-masing terdiri dari lima ekor mencit sebagai perlakuaan Biocream®, Hidrokortison asetat 2,5%, ekstrak etanol daun Cassia fistula L. 1,67%; 2,5%; dan 3,75% b/, yang sebelumnya diinjeksikan karagenin 3%. Ekstrak seberat 1,67; 2,5; dan 3,75 gram masing-masing dicampur dengan basis krim (Biocream®) seberat 10 gram sehingga didapat konsentrasi 1,67; 2,5%; 3,75% b/b. Biocream®, Hidrokortison asetat 2,5%, dan masing-masing konsentrasi ekstrak dalam basis krim diambil sebanyak 0,1 gram untuk dioleskan seluas 2,25 cm2 disekitar

suntikan.

10. Pengambilan kulit punggung mencit

Setelah 24 jam diinjeksi karagenin 3%, mencit dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher mencit dan dilakuakan pengambilan kulit


(1)

PersenPI KONTROL BIOCREAM 5 3,00 15,00 EC KONSENTRASI 1,67% 5 8,00 40,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U ,000 Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks PersenPI KONTROL BIOCREAM 5 3,00 15,00

EC KONSENTRASI 2,5% 5 8,00 40,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U ,000 Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan


(2)

PersenPI KONTROL BIOCREAM 5 3,00 15,00 EC KONSENTRASI 3,75% 5 8,00 40,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U ,000 Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks PersenPI KONTROL POSITIF 5 8,00 40,00

EC KONSENTRASI 1,67% 5 3,00 15,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U ,000 Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan


(3)

PersenPI KONTROL POSITIF 5 8,00 40,00 EC KONSENTRASI 2,5% 5 3,00 15,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U ,000 Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks PersenPI KONTROL POSITIF 5 8,00 40,00

EC KONSENTRASI 3,75% 5 3,00 15,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U ,000 Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan


(4)

PersenPI EC KONSENTRASI 1,67% 5 5,00 25,00 EC KONSENTRASI 2,5% 5 6,00 30,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U 10,000 Wilcoxon W 25,000

Z -,522

Asymp. Sig. (2-tailed) ,602 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,690a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks PersenPI EC KONSENTRASI 1,67% 5 5,80 29,00

EC KONSENTRASI 3,75% 5 5,20 26,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U 11,000 Wilcoxon W 26,000

Z -,313

Asymp. Sig. (2-tailed) ,754 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,841a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan


(5)

PersenPI EC KONSENTRASI 2,5% 5 6,00 30,00 EC KONSENTRASI 3,75% 5 5,00 25,00

Total 10

Test Statisticsb

PersenPI Mann-Whitney U 10,000 Wilcoxon W 25,000

Z -,522

Asymp. Sig. (2-tailed) ,602 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,690a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Perlakuan


(6)

Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Trengguli (

Cassia

fistula

L.) Secara Topikal Terhadap Neutrofil dan

Siklooksigenase-2 (COX-2) Pada Mencit Terinduksi

Karagenin” memiliki nama lengkap Rury Henggar Tyas

Utami, merupakan putri tunggal dalam keluarga Bapak

Tri Rudi Yuwono dan Ibu Ery Purwaningtyas, S.Pd.

Penulis dilahirkan di Jawa Timur tepatnya di Kediri pada 23 Juli 1994. Pendidikan

formal yang telah ditempuh yaitu mengawali masa pendidikan di TK Dharma

Wanita Kediri (1998-2000), kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah

Dasar (SD) di SD N Banjaran II Kediri (2000-2006). Pendidikan Tingkat Lanjutan

Pertama (SLTP) ditempuh penulis di SMP Katolik Santa Maria Kediri (2006-2009),

kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA N 8 Kediri

(2009-2012). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana farmasi di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012. Selama masa

studi, penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan seperti menjadi panitia paskah

sebagai sie liturgi (2013), panitia Ekaristi Kaum Muda “If We Hold On Together”

sebagai koordinator sie liturgi (2014). Penulis juga pernah terlibat dalam kegiatan

Program Kreativitas Mahasiswa dalam bidang pengabdian masyarakat (PKM-M)

dengan judul “Sosialisasi Dan Edukasi Akan Bahaya Hipertensi Melalui Metode