Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)

(1)

Tingkat Stres Kerja Ditinjau dari Beban Kerja

pada Air Traffic Controller (ATC)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

JUNIKA MINDA PRATIWI

101301038

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TA. 2014/2015


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, September 2014

Junika Minda Pratiwi


(3)

Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)

Junika Minda Pratiwi dan Gustiarti Leila ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat stres kerja yang ditinjau dari beban kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif di mana subjek penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja sebagai ATC yang berjumlah 60. Metode pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala stres kerja yang disusun berdasarkan teori Rice dan skala beban kerja yang disusun berdasarkan teori Berry. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji one way ANOVA.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p = 0,000), maka hipotesa nol ( �0) ditolak dan hipotesa alternatif ( �1) diterima. Rata-rata hasil skor mean stres kerja dengan beban kerja tinggi (�̅ = 88,71) lebih besar dibandingkan stres kerja dengan beban kerja yang sedang (�̅ = 72,09) dan beban kerja yang rendah (�̅ = 73,00). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan stres kerja ditinjau dari beban kerja.


(4)

The level of job stress based on workload of Air Traffic Controller (ATC) Junika Minda Pratiwi and Gustiarti Leila

ABSTRACT

This research aims to investigate the level of job stress based on workload of Air Traffic Controller. The hypothesis of this research is there is difference in level of job stress based on workload. This research use kuantitative approach in which the subject in this research were 60 employees working on ATC. The method of collecting data was done by using job stress scale from Rice's theory and workload scale from Berry's theory. The data was analyzed by using one way ANOVA test.

The result shows significance level is lower than 0.05 (p: 0.000) which means that null hypothesis is accepted. The average mean score of job stress with high workload (�̅ = 88.71) is higher compared to job stress with moderate workload (�̅ = 72.09) and low workload (�̅ = 73.00). Therefore, it is concluded that there is difference of job stress based on workload.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi yang penulis susun untuk memenuhi tugas akhir ini, yaitu “Tingkat Stres Kerja ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)”.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada papa dan mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya dalam membimbing peneliti selama ini dan selalu menjadi inspirasi dalam kehidupan peneliti. Semoga Allah selalu senantiasa mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun akhirat. Kepada paman dan bibi, terima kasih karena selama ini telah memberikan kasih sayang dan perhatiannya baik secara moril maupun materil.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan ditengah kesibukannya masih mau meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan ilmu, saran, arahan,


(6)

dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya lebih baik lagi.

3. Para dosen penguji Bapak Ferry Novliadi, S.Psi., M.Si. dan Ibu Vivi Gusriani R. Pohan, S.Psi., Psikolog yang telah meluangkan waktunya ditengah kesibukan dan memberikan banyak masukan sehingga penelitian ini bisa lebih baik lagi.

4. Bapak Zulkarnain, S.psi, Ph.D selaku pembimbing akademik yang selama ini banyak memberi masukan dan saran untuk penulis agar bersemangat menjalankan kegiatan akademik.

5. Sahabat-sahabat kampus tercinta “ISEP family” : Rina Nurul yang telah membantu dan selalu menemani penulis selama penilitian, Reza Indah, Novira Khasanah, Mira Avrillia, Sonya Lirizky, Reza Yoga, Rocky Sihite yang selalu bersama – sama bersama penulis selama masa perkuliahan, yang selalu bersama berbagi dalam suka dan duka serta canda dan tawa. Terima kasih juga karena selalu memotivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Om Zulkifli Moeslem dan Om Suharsono yang telah membantu penulis mendapatkan izin penelitian dan turut smembantu selama penelitian berlangsung.

7. Seluruh ATC yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi skala peneliti.


(7)

8. Seluruh teman-teman angkatan 2010 terima kasih atas kerja sama, pengalaman dan suka duka selama menjalani proses perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR .. ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

2. Manfaat Praktis ... 11


(9)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja... 13

1. Definisi Stres Kerja ... 13

2. Simtom Stres Kerja ... 15

3. Aspek Stres Kerja ... 17

4. Sumber Stres Kerja ... 18

B. Beban Kerja ... 22

1. Definisi Beban Kerja ... 22

2. Jenis Beban Kerja ... 24

3. Dampak Beban Kerja ... 26

C. Air Traffic Controller (ATC) ... 26

D. Pengaruh Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada ATC ... 28

E. Hipotesa ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian... 31

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian... 31

1. Stres kerja... 32

2. Beban kerja... 32

C.Populasi dan Lokasi Penelitian... 32


(10)

2. Lokasi Penelitian... 33

D. Metode Pengumpulan Data... 33

1. Skala Stres Kerja... 33

2. Skala Beban Kerja... 35

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 37

1. Validitas ... 37

2. Daya Beda Item ... 37

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 38

4. Uji Coba Alat Ukur ... 38

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 39

1. Persiapan Penelitian... 39

2. Pelaksanaan Penelitian... 40

3. Pengolahan Data……….. 41

G. Metode Analisis Data……….. 41

1. Uji Normalitas………..……… 41

2. Uji Linieritas………...…….. 42

BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43


(11)

2. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan

Usia... ... 44

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 45

B. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 46

1. Uji Normalitas ... 47

2. Uji Linieritas ... 47

C. Hasil Utama Penelitian ... 48

1. Hasil Analisis Data ... 48

D. Data Tambahan ... 50

1. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian ... 50

2. Kategorisasi Data ... 51

3. Deskriptif Skor Stres Kerja dan Beban Kerja ... 54

E. Pembahasan ... .55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... ....58


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Stres Kerja ... 34

Tabel 2 Blue Print Skala beban Kerja ... 36

Tabel 3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 5 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 46

Tabel 6 Uji Normalitas ... 47

Tabel 7 Skor Empirik dan Skor Teoritik ... 50

Tabel 8 Norma Kategori Data Penelitian ... 51

Tabel 9 Kategorisasi Beban Kerja ... 52

Tabel 10 KategorisasiStres Kerja ... 53


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Skala Stres Kerja dan Beban Kerja LAMPIRAN 2 Reliabilitas dan Uji Daya Beda Aitem LAMPIRAN 3 Data Mentah Skala Stres Kerja

LAMPIRAN 4 Data Mentah Skala Beban Kerja LAMPIRAN 5 Uji normalitas


(14)

Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)

Junika Minda Pratiwi dan Gustiarti Leila ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat stres kerja yang ditinjau dari beban kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif di mana subjek penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja sebagai ATC yang berjumlah 60. Metode pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala stres kerja yang disusun berdasarkan teori Rice dan skala beban kerja yang disusun berdasarkan teori Berry. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji one way ANOVA.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p = 0,000), maka hipotesa nol ( �0) ditolak dan hipotesa alternatif ( �1) diterima. Rata-rata hasil skor mean stres kerja dengan beban kerja tinggi (�̅ = 88,71) lebih besar dibandingkan stres kerja dengan beban kerja yang sedang (�̅ = 72,09) dan beban kerja yang rendah (�̅ = 73,00). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan stres kerja ditinjau dari beban kerja.


(15)

The level of job stress based on workload of Air Traffic Controller (ATC) Junika Minda Pratiwi and Gustiarti Leila

ABSTRACT

This research aims to investigate the level of job stress based on workload of Air Traffic Controller. The hypothesis of this research is there is difference in level of job stress based on workload. This research use kuantitative approach in which the subject in this research were 60 employees working on ATC. The method of collecting data was done by using job stress scale from Rice's theory and workload scale from Berry's theory. The data was analyzed by using one way ANOVA test.

The result shows significance level is lower than 0.05 (p: 0.000) which means that null hypothesis is accepted. The average mean score of job stress with high workload (�̅ = 88.71) is higher compared to job stress with moderate workload (�̅ = 72.09) and low workload (�̅ = 73.00). Therefore, it is concluded that there is difference of job stress based on workload.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Transportasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena dapat memudahkan bagi mereka untuk dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dengan adanya transportasi, jarak yang jauh pun dapat ditempuh dengan cepat. Menurut Salim (2000), transportasi adalah suatu kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua unsur yang terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement) dan secara fisik mengubah tempat dari barang (comodity) dan penumpang ke tempat lain.

Menurut Utomo terdapat tiga jenis transportasi yang ada di Indonesia yaitu transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara (Hardiana, 2012). Dari ketiga jenis transportasi tersebut, transportasi udara yang menggunakan pesawat terbang cukup diminati oleh masyarakat karena harganya yang cukup terjangkau (Jambak, 2010). Hal ini dikarenakan maskapai berlomba-lomba memberikan penawaran harga yang murah dan juga keputusan pemerintah untuk menyerahkan sepenuhnya kepada pelaku pasar dengan tidak membatasi harga tiket pesawat sejak 1 Maret 2002, membuat harga tiket pesawat terbang semakin terjangkau oleh masyarakat yang lebih luas (Wardiningsih, 2009). Apalagi letak geografi


(17)

kepulauan Indonesia serta jarak yang jauh antara kota-kota besar membuat transportasi udara banyak diminati oleh masyarakat umum (Feirbanks; jurnal prakarsa, 2012). Selain itu pesawat terbang dianggap memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dan durasi perjalanan yang lebih cepat daripada menggunakan transportasi darat atau laut (Jambak, 2010). Sehingga saat ini, masyarakat cukup banyak memakai jasa pesawat, yang berarti lalu lintas udara pun menjadi padat. Ini didukung oleh pernyataan Direktur Angkutan Udara Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Djoko Murjatmodjo;

“Jumlah penumpang yang diangkut maskapai nasional berjadwal pada 2012 mencapai 72,4 juta orang, terdiri atas 63,6 juta penumpang domestik dan 8,8 juta penumpang internasional, naik sekitar 10-15% dari tahun sebelumnya.”

(Sidik, 2013; antaranews.com)

Hal ini berdasarkan data statistik angkutan udara dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (2013; hubud.dephub.go.id) untuk arus lalu lintas pesawat dari tahun 2009-2012 diperoleh data sebagai berikut; pada tahun 2009 arus lalu lintas pesawat yang datang adalah 343.369 dan yang berangkat 346.978, pada tahun 2010 (datang = 466.872 dan berangkat = 467.850), tahun 2011 (datang = 524.515 dan berangkat = 524.997) dan pada tahun 2012 (datang = 514.002 dan berangkat 512.113).

Dari data di atas terlihat bahwa jumlah lalu lintas penerbangan mengalami peningkatan dari tahun 2009 – 2012. Faktor lain yang membuat pesawat terbang diminati oleh masyarakat adalah faktor keselamatan yang dianggap lebih terjamin karena jumlah kecelakaan yang lebih kecil (77 kecelakaan; Permana, 2012)


(18)

daripada transportasi lainnya seperti transportasi kereta api (104 kecelakaan; Firdaus, 2012) dan transportasi laut (303 kecelakaan; Deny, 2013). Walaupun jumlah kecelakaan pesawat terbang terbilang cukup sedikit, namun hal ini juga harus diwaspadai, karena pada umumnya kecelakaan pesawat terbang banyak menelan korban jiwa dan kerugian yang cukup besar (Ermaya, 2012), seperti kecelakaan pesawat Mandala Airlines dengan armada Boeing 737-200 dengan kode penerbangan PK-RIM yang jatuh di Medan pada 5 September 2005 dengan menelan korban jiwa sebanyak 101 korban (Jambak, 2010).

Di dunia penerbangan ada dua macam pengertian dari kecelakaan pesawat yaitu accident merupakan suatu peristiwa yang berada di luar dugaan manusia yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat yang dapat menimbulkan korban dan incident yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat yang tidak menimbulkan korban (Ardhia, 2008; Ermaya, 2012).

Berdasarkan Safety Management Manual (SMM) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organisation), terdapat beberapa faktor penyebab kecelakaan pesawat udara yaitu: Software factor, yaitu kebijakan, prosedur dan lain-lain; Hardware factor, yaitu sarana dan prasarana; Environment factor, yaitu lingkungan dan cuaca; Liveware factor, yaitu manusia.

Berdasarkan keempat faktor di atas, maka Federasi Keselamatan Penerbangan Internasional menyimpulkan terdapat 3 (tiga) faktor penyebab utama dari kecelakaan pesawat udara, yaitu faktor cuaca (environment factor), faktor pesawat yang udara yang digunakan (hardware factor) dan faktor manusia


(19)

(liveware factor). Faktor utama dalam penyebab kecelakaan pesawat udara adalah faktor manusia (liveware factor) baik itu pilot, teknisi maupun petugas operator, petugas pengelola bandara dan penumpang itu sendiri dengan prediksi sebesar 46% kecelakaan. Pada database Aviation Safety Network mengatakan bahwa 43% dari kecelakaan-kecelakaan pesawat udara disebabkan karena terputusnya koordinasi dan komunikasi antar pilot dan pihak Air Traffic Controller (ATC) yang berada di darat, karenanya petugas pengelola bandar udara berperan penting dalam meningkatkan dan memperbaiki keselamatan penerbangan (Ardhia, 2008; Ermaya, 2012).

Air Traffic Controller (ATC) atau yang sering disebut sebagai Pemandu Lalu Lintas Udara adalah penyedia layanan yang mengatur lalu lintas di udara terutama pesawat terbang untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu sama lain dan tabrakan (Dunia Penerbangan, 2013). Adapun tugas seorang Pemandu Lalu Lintas Udara (ATC/Air Traffic Controller) yang tercantum di dalam Annex 2 (Rules of the Air) dan Annex 11 (Air Traffic Services) Konvensi Chicago 1944 adalah mencegah tabrakan antar pesawat, mencegah tabrakan pesawat dengan penghalang penerbangan, mengatur arus lalu lintas udara yang aman, cepat dan teratur kepada pesawat terbang, baik yang berada di ground atau yang sedang terbang / melintas dengan menggunakan jalur yang telah ditentukan. Pengaturan arus lalu lintas udara ini dimulai dari pesawat melakukan contact (komunikasi) pertama kali sampai dengan pesawat tersebut mendarat (landing) di bandara tujuan (Pustekkom, 2007). Menurut UU Penerbangan tugas dari Air Traffic Controller (ATC) adalah mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara di


(20)

udara; mencegah terjadinya tabrakan antarpesawat udara atau pesawat udara dengan halangan (obstacle) di daerah manuver (manouvering area); memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas penerbangan; memberikan petunjuk dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan memberikan notifikasi kepada organisasi terkait untuk bantuan pencarian dan pertolongan (search and rescue) (Handrini, 2013). Profesi sebagai ATC memiliki kontribusi penting dalam memberikan jasa pelayanan udara yang mendukung keselamatan di dunia penerbangan. ATC juga merupakan salah satu profesi yang memiliki tingkat stres tinggi (Tablodaviasi.com).

Stres dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana transaksi mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan (demand) dengan sumber dayanya (resources) (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Sarafino, 2011). Sehingga ketika seseorang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu tuntutan tersebut, mereka akan merasa stres (Sarafino, 2011). Hampir semua orang mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaan mereka yang disebut sebagai stres kerja (Sarafino, 2011). Stres kerja adalah suatu keadaan emosional atau mood yang merupakan hasil dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan kemampuan seseorang untuk mengatasinya (Grandjean, 1988). Sehingga ketika muncul stressor akibat dari ketidaksesuaian antara diri pekerja dengan pekerjaannya, maka seorang pekerja akan mengalami stres kerja (Lesmana, 2010). Stres kerja juga disebutkan sebagai suatu sumber kerja yang menyebabkan reaksi tertentu pada diri individu berupa reaksi fisiologis dan reaksi psikologis.


(21)

Melton (Stokes & Kite, 1994 dalam Lesmana, 2010) berpendapat bahwa sangatlah tepat untuk menggambarkan pekerjaan sebagai Air Traffic Controller sangat banyak menimbulkan stres. Menurut Mohler (1983), seorang Air Traffic Controller (ATC) memiliki pengalaman yang tinggi terhadap stres di tempat kerja (dalam Berry, 1998). Hal ini didukung dengan penelitian terhadap ATC yang dilakukan oleh Rose, Jenkins, & Hurst (dalam Berry, 1998), di mana satu per tiga dari sample mengalami hipertensi, setengahnya mengalami masalah psikis, dan setengahnya menjadi seorang peminum yang merupakan gejala dari stress kerja. Hal ini sesuai dengan pengakuan dari hasil wawancara dengan salah seorang ATC

“Marah iya, apalagi kalau ada pemicunya seperti alat yang tiba-tiba ngadat. Benar-benar bikin frustasi kalau sudah seperti itu. Kadang juga ngerasa lelah, kan duduk aja itu. Bikin capek juga.”

(Komunikasi personal, 12 Desember 2013)

Adapun gejala yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat dilihat dari berbagai faktor berupa gejala fisiologis, ditandai dengan adanya gejala-gejala berupa sakit kepala, cidera tubuh, kelelahan fisik, ketegangan otot, gangguan tidur, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah; gejala psikologis, ditandai dengan kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah marah, perasaan frustasi, marah dan kebencian, emosi yang hipersensitif dan hiperaktif, perasaan tertekan; gejala prilaku, ditandai dengan memburuknya hubungan dengan keluarga dan teman, agresi, kehilangan nafsu makan, prokrastinasi, peningkatan penggunaan alkohol dan obat-obatan (Rice, 1987).


(22)

Setiap aspek dari lingkungan kerja dapat dirasakan sebagai stres oleh pekerja, tergantung dari persepsi pekerja itu terhadap lingkungannya, apabila ia merasakan adanya stres atau tidak (Rice, 1992). Adapun faktor-faktor yang menjadi sumber stres kerja yaitu lingkungan kerja, peran yang terkait dgn stressor, hubungan interpersonal dan organisasi itu sendiri (Sarafino, 2011). Bagi para ATC, stres kerja yang berat ini dikarenakan komplesitas lalu lintas udara, sistem shift yang tidak berjalan sebagai mana mestinya dan cuaca buruk yang tidak terprediksi. Selain ketiga penyebab tersebut, ada beberapa penyebab stres lainnya yaitu adanya permintaan dari berbagai pihak, tekanan waktu, prosedur operasional, takut terhadap konsekuensi dari kesalahan atau pun takut kehilangan kontrol terhadap pesawat, harus tetap fokus dan terus mengikuti perkembangan pesawat yang sedang ditangani, peralatan kerja yang terbatas seperti kualitas radio, alat navigasi, kualitas telepon dan peralatan pendukung lainnya membuat beban menjadi bertambah, lingkungan kerja yang bising oleh deru pesawat, pencahayaan yang berlebihan, sistem birokrasi yang membingungkan, ambiguitas peran dan gaji yang belum mengikuti standar industri penerbangan (Tabloidaviasi.com).

Selain itu, menurut Beehr & Newman (Berry, 1998), karakteristik dari pekerjaan juga dapat menyebabkan stress kerja seperti peran tuntutan pekerjaan dan ukuran dari beban kerja. Hal ini didukung dengan pendapat dari Sarafino (2011) bahwa tuntutan berupa tugas-tugas dapat menyebabkan stres kerja bagi individu. Adapun tuntutan tersebut berupa beban kerja dan jenis dari pekerjaan itu sendiri (Sarafino, 2011).


(23)

Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu oleh suatu pemegang jabatan atau unit organisasi (Menpan, 1997 dalam Dhania, 2010). Gawron (2008) mendefinisikan beban kerja sebagai sejumlah tuntutan tugas sebagai usaha dan kegiatan atau prestasi yang dilakukan individu di dalam bekerja.

Bagi seorang Air Traffic Controller (ATC), beban kerja yang dirasakan mereka adalah tuntutan tugas yang terlalu tinggi dikarenakan padatnya jumlah arus pesawat (Supriyadi, 1998 dalam Lesmana, 2010). Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan salah seorang ATC:

“Kalau lalu lintas udara tidak padat biasanya menangani sekitar 15 pesawat, tetapi kalau lalu lintas pesawat padat biasanya bisa sampai 20 pesawat bahkan lebih dalam 1 jam. Di sini ya tiap hari lumayan padat, ini disebut peak hour. Biasanya jam padat itu sekitar jam 10-11 pagi sama jam 1-2 siang. Kalau udah jam segitu banyak kali lah pesawat yang harus dikontrol. Selain itu ada juga peak season. Ini biasanya pas hari raya, natalan, libur anak sekolah dan sekarang imlek juga udah mulai padat lalu lintas udaranya.”

(Komunikasi personal, 12 Desember 2013)

Jika traffic sedang padat seperti wawancara di atas, petugas pemandu lalu lintas udara bahkan harus memandu pesawat lebih dari 20 dalam waktu yang bersamaan dalam wilayah tanggung jawabnya yang mana mereka harus mampu mengantarkan pesawat yang mereka tangani agar sampai ke tujuan dengan selamat, karena nyawa ribuan orang berada di tangan mereka.

“Kalau satu jam ada 20 pesawat, dalam 1 pesawat ada sekitar 200 penumpang. Berarti seorang ATC bertanggung jawab dengan 4000 nyawa manusiakan. Itu lah yang membuat beban kerja ATC tinggi.”


(24)

Tak hanya bertanggung jawab terhadap nyawa penumpang, ATC juga ikut bertanggung jawab terhadap kesalahan yang disebabkan oleh pilot, seperti hasil wawancara dengan seorang ATC:

“Semuanya sangat teratur dan ada standar operasionalnya. Jadi kalau terjadi kesalahan yang mungkin saja berasal dari si pilot sendiri yang tidak mematuhi arahan yang sudah kami berikan, kami yang ikut bertanggung jawab atas kelalaian yang mereka lakukan.”

(Komunikasi Personal, 12 Desember 2013)

Dari paparan di atas terlihat jelas bahwa tugas dan tanggung jawab seorang ATC cukup berat.

Pengertian beban kerja dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu secara subjektif dan secara objektif. Beban kerja secara objektif adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Beban kerja subjektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja yang diajukan, tentang perasaan kelebihan jam kerja, ukuran dan tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja (Groenewegen & Hutten, 1991 dalam Mike, 2011). Beban kerja subjektif merupakan bagaimana seseorang mempersepsikan beban kerja tersebut. Robbins (2007) menyatakan bahwa positif negatifnya beban kerja merupakan masalah persepsi. Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda dalam menanggapi beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Hart and Staveland (Dhania, 2010) mendefinisikan beban kerja sebagai hubungan antara sejumlah kemampuan proses mental atau sumber daya dalam menyelesaikan suatu tugas.


(25)

Tak hanya beban kerja yang terlalu banyak yang dapat menyebabkan stres kerja, beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres kerja (McShane & Glinow, 2003). Tetapi pada kebanyakan kasus, beban kerja yang berlebihanlah yang menyebabkan stres kerja (Berry, 1998). Seperti kasus yang terjadi di Jepang yang disebut Karoshi. Yang mana pada kasus ini menyebabkan kematian pada individu yang mengalami beban kerja terlalu banyak (McShane & Glinow, 2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa beban kerja merupakan salah satu penyebab stres kerja tergantung persepsi dari setiap individu terhadap beban kerja yang dirasakan. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melihat tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melihat apakah ada tingkat stres kerja yang ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC)?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkatan stres kerja dan beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC).


(26)

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis, yaitu

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai variabel stres kerja dan beban kerja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tingkat stres kerja dan beban kerja yang dirasakan oleh Air Traffic Controller (ATC).

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang isi dari proposal ini, maka pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistematik yang meliputi :

BAB I : LATAR BELAKANG MASALAH

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(27)

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel dalam penelitian dan dinamika antara variabel yang ingin diteliti serta hipotesis penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang stres kerja dan beban kerja.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan lokasi penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, dan uji daya beda aitem, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode pengolahan data.

Bab IV Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian dan analisa hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRESS KERJA

1. Definisi Stress Kerja

Stress adalah respon adaptif terhadap suatu situasi yang dianggap sebagai tantangan atau ancaman bagi well-being seseorang (Defrank & Ivancevich, 1998 dalam McShane & Von Glinov, 2003). Stres dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana transaksi mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan (demand) dengan sumber dayanya (resources) (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Sarafino, 2011). Sehingga ketika seseorang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu tuntutan tersebut, mereka akan merasa stres (Sarafino, 2011). Sedangkan menurut Sarafino (2011), stres merupakan situasi di mana tuntutan mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan fisik dan psikologis dengan sumber daya yang dimiliki.Hampir semua orang mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaan mereka yang disebut sebagai stres kerja (Sarafino, 2011).

Stres kerja adalah pengalaman stres yang berkaitan dengan pekerjaan (King, 2007). Menurut Rice (1987), stres kerja adalah karakteristik lingkungan kerja yang menjadi ancaman bagi pekerja. Grandjean (1998) mendefinisikan


(29)

stres kerja sebagai suatu keadaan emosional atau mood yang merupakan hasil dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Menurut Rogers & Cobb (dalam Wijono 2010) stres kerja merupakan ketidaksesuaian antara keahlian dan kemampuan seseorang dengan tuntutan pekerjaan. Van Harrison & Pinneau (Wijono, 2010) berpendapat bahwa stres kerja adalah karakteristik yang berasal dari lingkungan pekerjaan di mana merupakan proses ancaman bagi pekerja. Sedangkan menurut Kavaganh, Hurst dan Rose (Wijono, 2010) berpendapat bahwa stres kerja adalah ketidaksesuaian antara persepsi individu dengan kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan. Menurut Beer dan Newman (Luthans, 1998), stres kerja adalah suatu kondisi akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, yang muncul karena adanya ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas dalam perusahaan.

Smith (Wijono 2010) mengatakan bahwa stres kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut yaitu stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja, faktor organisasi berupa keterlibatan dalam tugas dan faktor organisasi, kemampuan melakukan tugas, waktu kerja yang berlebihan, tanggung jawab dari pekerjaannya, adanya tantangan dari tugas. Menurut Rice (1992), seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika, urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stres kerja. Selain itu Selye


(30)

(Rice, 1992) menyatakan bahwa stres kerja merupakan suatu sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi tertentu dari individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Jadi stres kerja dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang dipersepsikan pekerja di mana hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja.

2. Simtom Stress Kerja

Menurut Rice (1987) terdapat tiga simtom stres kerja yaitu:

1. Simtom psikologis, berupa

a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah marah b. Perasaan frustasi, marah dan kebencian

c. Emosi yang hipersensitif dan hiperaktif d. Perasaan tertekan

e. Kurang efektif dalam komunikasi f. Menarik diri dan depresi

g. Merasa terisolasi dan terasingkan h. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

i. Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual j. Kehilangan konsentrasi

k. Kehilangan spontanitas dan kreativitas l. Self esteem yang rendah


(31)

2. Simtom fisik, berupa

a. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah b. Penyakit cardiovascular

c. Peningkatan sekresi hormon adrenaline dan noradrenaline d. Penyakit gastrointestinal seperti maag

e. Masalah pernapasan

f. Peningkatan jumlah keringat g. Penyakit kulit

h. Sakit kepala i. Kanker j. Cidera tubuh k. Kelelahan fisik l. Ketegangan otot m. Gangguan tidur n. Kematian

3. Simtom perilaku, berupa;

a. Prokrastinasi dan menghindari pekerjaan

b. Penurunan prestasi dan produktivitas kerja secara keseluruhan c. Meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-obatan

d. Sabotase langsung pada pekerjaan e. Meningkatnya kunjungan ke klinik


(32)

g. Tidak nafsu makan sebagai bentuk dari penarikan diri yang mungkin dikombinasikan dengan tanda-tanda depresi

h. Kehilangan nafsu makan dan berat badan

i. Peningkatan perilaku beresiko seperti mengemudi dan perjudian j. Agresi, perusakan, dan pencurian

k. Memburuknya hubungan dengan keluarga dan teman l. Bunuh diri atau mencoba bunuh diri

3. Aspek Stres Kerja

Ada beberapa aspek yang dapat meningkatkan stress kerja (Sarafino, 2010) yaitu:

a. Lingkungan kerja fisik

Stress meningkat ketika pekerjaan tersebut berada dalam level ekstrim seperti kebisingan, suhu, kelembaban dan penerangan yang berada pada level ekstrim (McCoys & Evans, 2005).

b. Kurangnya kontrol yang dirasa

Seorang pekerja merasa stres ketika mereka memiliki sedikit kesempatan untuk mempelajari keahlian baru dan membuat keputusan bagi orang lain (Fitzgeralds et.al, 2003).

c. Hubungan interpersonal yang buruk

Seorang pekerja mengalami stres kerja ketika teman kerja atau kliennya memperlakukan mereka secara tidak adil (Fitzgeralds et.al, 2003).


(33)

d. Merasa tidak diakui dalam pekerjaan

Pekerja merasa stres ketika mereka tidak dipromosikan padahal mereka yakin kalau mereka berhak terhadap promosi tersebut (steptoe & Ayers, 2004).

e. Kehilangan pekerjaan

Seseorang merasa stres ketika mereka kehilangan pekerjaan atau di PHK.

4. Sumber Stres Kerja

Sumber stres adalah suatu keadaan, situasi atau peristiwa yang menyebabkan stres. King (2007) berpendapat bahwa sumber utama stres kerja adalah konflik peran dan beban kerja.

Tosi (dalam Wijono, 2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima macam faktor yang menyebabkan stres kerja yaitu

1. Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan dari individu

Ada beberapa tugas yang dapat menyebabkan stres kerja seperti pekerjaan yang mengancam kesehatan atau pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-bahan beracun.

2. Tanggung jawab individu

Tanggung jawab yang lain dapat membuat stres (Cooper & Marshall, 1976; Wijono, 2010). Ketika seseorang tidak memiliki kepercayaan diri dan menganggap tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi situasi yang menjadi tanggung jawabnya, maka individu tersebut mengalami stres kerja.


(34)

3. Faktor organisasi

Suatu organisasi dapat menyebabkan stres. Adapun ciri-ciri organisasi yang menjadi sumber stres adalah taraf perubahan organisasi, tingkat organisasi, batas peran dan keadaan yang sulit dalam organisasi.

4. Tekanan peran

Adanya ketidakjelasan dan konflik dalam peran dapat menyebabkan stres kerja. Lebih spesifik lagi, Greenberg (2002) menyatakan bahwa stres juga meningkat ketika seseorang merasa ada ketidakjelasan di dalam pekerjaannya. Misalnya terlalu banyak atau terlalu sedikitnya pekerjaan, ambiguitas peran dan ketidakjelasan tuntutan dalam pekerjaan (Schaufeli & Peeters, 2000).

5. Kesempatan untuk terlibat dalam tugas

Ketika seorang individu memiliki partisipasi yang banyak dalam mengambil keputusan maka akan mengalami stres rendah.

Menurut Moos (dalam King, 2007) terdapat empat karakteristik pekerjaan yang menyebabkan stres kerja yaitu tuntutan tugas yang tinggi seperti beban kerja berat dan tekanan waktu; tidak memiliki kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan; kurang kejelasan mengenai kriteria kinerja; tingkat kntrol yang tinggi.


(35)

Rollinson (2005) menyatakan terdapat 4 faktor utama penyebab stres yakni lingkungan, faktor organisasi, faktor hubungan sosial dan faktor individu itu sendiri dalam konteks organisasi.

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan dapat berasal di luar karyawan atau organisasi yang berpotensi mengganggu karyawan atau organisasinya. berupa faktor sosial politik yang dapat berupa pemerintahan yang baru, iklim politik dan bagaimana interaksi orang-orang di sekitar; faktor teknologi karena perkembangan teknologi yang pesat sehingga karyawan sulit beradaptasi yang dapat menyebabkan stres; faktor pekerjaan dan keluarga, terjadi ketika masalah pekerjaan dibawa ke rumah oleh individu atau anggota keluarga yang lain dapat memicu munculnya stres bagi anggota keluarga yang lain (Jones & Fletcher dalam Rollinson, 2005). Selain itu adanya ambiguitas peran dengan tuntutan yang berbeda pada saat berada di tengah keluarga dan rekan kerja juga dapat menjadi salah satu faktor stres bagi seorang karyawan ( Lewis & Cooper, dalam Rollinson 2005).

b. Faktor organisasi

Stres juga dapat berasal dari organisasi, dimana seluruh aspek dari organisasi berpotensial membangkitkan stres pada karyawan. Adanya kebingungan peran mengenai pekerjaan, batasan kekuasaan dan ketidakpastian dalam pekerjaan dapat menjadi penyebabnya.


(36)

Stres bisa terjadi dari hasil hubungan seorang karyawan dengan atasannya. Adanya instruksi yang kurang jelas, kurangnya dukungan secara fisik maupun emosional dan kurangnya penghargaan dari atasan dapat membuat karyawan merasa bekerja di bawah tekanan (Schuller, 2002). Selain itu Argyris dalam Rollinson (2005) menyebutkan bahwa adanya yang terjadi konflik dengan rekan kerja dapat menjadi faktor stres pada karyawan, seperti kurangnya rasa saling menghargai, kurangnya rasa saling percaya dan tidak adanya simpati satu dengan yang lainnya.

d. Faktor individu dalam konteks organisasi

Pada faktor individu, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada stres kerja karyawan, berupa kondisi fisik dan penyakit yang akan mempengaruhi bagaimana tubuh merespon; job design yang berkaitan dengan setting atau shift pekerjaan, di mana karyawan yang bekerja pada shift malam akan merasa tekanan yang lebih tinggi karena terganggunya kebutuhan biologis yang harus beristirahat pada malam hari; pekerjaan dengan konsentrasi tinggi yang rentan mengalami kecemasan akibat tanggung jawab yang dipikul dan pekerjaan yang rutin sehingga menjadi terbiasa serta tidak merasa adanya tantangan dalam pekerjaan pun dapat menyebabkan stres (Makin et al dalam Rollinson, 2005).


(37)

B. BEBAN KERJA

1. Definisi Beban Kerja

Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008). Menurut Mempan (1997) pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu (Dhania, 2010).

Gawron (2008) mendefinisikan beban kerja sebagai sejumlah tuntutan tugas sebagai usaha dan kegiatan atau prestasi yang dilakukan individu di dalam bekerja. Menurut Hart and Staveland (Dhania, 2010) beban kerja merupakan hubungan antara sejumlah kemampuan proses mental atau sumber daya dalam menyelesaikan suatu tugas.

Menurut Gopher & Doncin (dalam Maya, 2012) beban kerja merupakan suatu konsep yang disebabkan adanya keterbatasan kapasitas dalam memproses informasi. Saat menghadapi suatu tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan tugas tersebut pada suatu tingkat tertentu. Namun ketika keterbatasan yang dimiliki individu tersebut menghambat tercapainya hasil kerja pada tingkat yang diharapkan, ini berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan dan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya kegagalan dalam kinerja (performance failures).


(38)

Pengertian beban kerja dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu secara subyektif dan secara obyektif. Beban kerja secara obyektif adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Beban kerja subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja yang diajukan, tentang perasaan kelebihan jam kerja, ukuran dan tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja (Groenewegen & Hutten, 1991; Mike, 2011). Beban kerja subjektif merupakan bagaimana seseorang mempersepsikan beban kerja tersebut.

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000).

Jadi dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah persepsi pekerja mengenai sekumpulan kegiatan yang harus diselesaikan pekerjaan dalam batas waktu tertentu baik berupa beban kerja fisik maupun psikologis.


(39)

2. Jenis Beban Kerja

Menurut McShane & Von Glinov (2003), beban kerja terbagi ke dalam dua jenis yaitu

a. Beban kerja sedikit, ketika pekerja menerima sedikit pekerjaan atau tugas yang membuatnya tidak mampu mengeluarkan kemampuan yang dimiliki secara maksimal.

b. Beban kerja berlebih, ketika pekerja menerima kelebihan beban kerja.

Sedangkan menurut Berry (1998) beban kerja berlebih dan beban kerja sedikit dapat dideskripsikan ke dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif:

a. Beban berlebih kuantitatif yaitu pekerjaan yang terlalu banyak untuk dikerjakan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu di mana tugas tersebut harus diselesaikan secepat mungkin. pada saat tertentu deadline ini dapat menghasilkan motivasi dan prestasi, tetapi juga dapat menimbulkan banyak kesalahan dan mengganggu kesehatan seseorang.

b. Bebab berlebih kualitatif yaitu pekerjaan yang terlalu sulit untuk dikerjakan, di mana pekerjaan ini menitikberatkan pada pekerjaan otak dan pekerjaannya semakin majemuk. Sehingga dapat menyebabkan kelelahan mental serta reaksi-reaksi emosional dan fisik

c. Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif yaitu pekerjaan yang terlalu sedikit untuk dikerjakan. Beban terlalu sedikit dapat mengganggu kesejahteraan


(40)

psikologis, di mana pekerjaan yang banyak melakukan pengulangan gerak akan menimbulkan rasa bosan dan rasa monoton yang dapat mengakibatkan berkurangnya perhatian sehingga akan berbahaya jika pekerja gagal bertindak apabila terjadi keadaan yang darurat.

d. Beban kerja terlalu sedikit kualitatif yaitu pekerjaan yang terlalu mudah untuk dikerjakan. Di mana pekerja tidak memiliki kesempatan untuk menggunakan keterampilannya sehingga dapat menurunkan semangat dan motivasi pekerja (Sutherland & Cooper, 2000)

Beban kerja yang terlalu berlebihan dan sedikit dapat menyebabkan stress (Munandar, 2001). Beban kerja dapat dibedakan menjadi beban kerja terlalu sedikit/banyak “kuantitatif” yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit dalam waktu tertentu dan beban kerja terlalu berlebih/sedikit “kualitatif” ketika seseorang tidak mampu melaksanakan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan dari tenaga kerja.

1. Beban berlebih kuantitatif; harus melakukan terlalu banyak hal yang biasanya disebabkan oleh desakan waktu

2. Beban terlalu sedikit kuantitatif; sedikitnya pekerjaan dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang dan juga pekerjaan yang berulang dapat menimbulkan rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan sebagai sumber stres.

3. Beban berlebihan kualitatif; adanya kemajemukan tugas yang harus diselesaikan pekerja. Stress muncul ketika mereka tidak mampu melaksanakan kemajemukan pekerjaann tersebut.


(41)

4. Beban terlalu sedikit kualitatif; stress muncul ketika pekerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang dimiliki.

3. Dampak dari Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan stres kerja bagi karyawan baik secara fisik maupun psikis seperti sakit kepala, gangguan pencernaan (Manuaba, 2000). Tak hanya beban kerja yang terlalu berlebihan, beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres kerja (McShane & Glinov, 2003). Seperti pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan bagi karyawan (Manuaba, 2000).

C. AIR TRAFFIC CONTROLLER (ATC)

Air Traffic Controller atau yang disebut sebagai pemandu lalu lintas udara merupakan pekerja yang bertanggung jawab terhadap rute pesawat, menghindari tabrakan di udara, menggunakan radar untuk melacak posisi pesawat yang tepat, menjaga keamanan di wilayah udara yang menjadi tanggung jawabnya dan memberikan rute yang paling efisien bagi penerbangan (AGCAS, 2012).

Tugas dari Air Traffic Controller adalah menginstruksi dan memberi informasi pada pilot melalui radio untuk menjaga agar penerbangan menjadi nyaman, efisien dan tepat waktu (NATS, 2013). Selain itu tugas Pemandu Lalu Lintas Udara (ATC/Air Traffic Controller) yang tercantum di dalam Annex 2 (Rules of the Air) dan Annex 11 (Air Traffic Services) Konvensi Chicago 1944


(42)

adalah mencegah tabrakan antar pesawat, mencegah tabrakan pesawat dengan penghalang penerbangan, mengatur arus lalu lintas udara yang aman, cepat dan teratur kepada pesawat terbang, baik yang berada di ground atau yang sedang terbang / melintas dengan menggunakan jalur yang telah ditentukan (Pustekkom, 2007).

Menurut Mulyadi Abdi, Deputy Senior General Manager PT. Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta, menyebutkan terdapat empat tingkatan petugas ATC yaitu junior air traffic control, senior air traffic control, radar controller dan supervisor ATC (Handrini, 2013; kompasiana.com). Adapun tugas dari masing-masing tingkatan sebagai berikut:

1. Junior air traffic control, yaitu pengawas pada unit aerodrome control service atau tower control bertugas untuk memandu pesawat yang bergerak di kawasan bandara dan pergerakan pesawat saat berada di ruang udara bandara dengan ketinggian maksimal 2.500 kaki.

2. Senior air traffic control, yaitu pengawas unit approach control service yang bertugas melayani lalu lintas penerbangan dari tinggal landas menuju jalur penerbangan en-route yang direncanakan atau dari tahapan en-route menuju pendaratan di bandara. Pesawat yang masuk ke dalam pengawasan layanan approach control berada pda ketinggian di atas 2.500 kaki – 24.500 kaki. Dalam pengawasan ini, petugas ATC berada di suatu ruangan dengan memakai peralatan yang ada tanpa melihat landasan.


(43)

3. Radar controller, yaitu pengawas di unit area control service bagian sistem radar yang bertugas mengawasi pesawat yang berada di ketinggian lebih dari 24.500 kaki.

4. Supevisor ATC yang bertugas memimpim kegiatan pemandu lalu lintas penerbangan di dalam ATC.

D. TINGKAT STRES KERJA DITINJAU DARI BEBAN KERJA PADA AIR TRAFFIC CONTROLLER

Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Salah satu pekerjaan yang memiliki stres kerja tinggi adalah Air Traffic Controller (ATC). Hal ini sejalan dengan pendapat Mohler (1983), seorang Air Traffic Controller (ATC) memiliki pengalaman yang tinggi terhadap stres di tempat kerja (Berry, 1998). Selye (dalam Rice, 1992) menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Adapun gejala yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat dilihat dari berbagai faktor yang menunjukkan perubahan berupa; perubahan fisiologis, ditandai dengan adanya gejala-gejala berupa gangguan tidur, ketegangan otot, kelelahan fisik, sakit kepala; perubahan psikologis, ditandai dengan kecemasan yang terus-menerus, perasaan tertekan,perasaan frustasi dan marah, menarik diri dan depresi, kehilangan konsentrasi, kebosanan dan ketidakpuasan kerja;


(44)

Perubahan perilaku, ditandai dengan prokrastinasi, penggunaan obat-obatan dan alkohol, agresi, memburuknya hubungan dengan keluarga (Rice, 1987). Hal ini didukung dengan penelitian terhadap ATC, di mana satu per tiga dari sample mengalami hipertensi, setengahnya mengalami masalah psikis, dan setengahnya menjadi seorang peminum (Rose, Jenkins, & Hurst, 1978; Berry, 1998) yang merupakan gejala dari stress kerja.

Ada beberapa sumber stres kerja, di mana salah satunya merupakan beban kerja. Menurut King (2007), beban kerja merupakan salah satu sumber stres kerja selalin konflik peran. Sarafino (2011) juga berpendapat bahwa tuntutan berupa tugas-tugas dapat menyebabkan stres kerja bagi individu. Adapun tuntutan tersebut berupa jenis dari pekerjaan itu sendiri dan beban kerja (Sarafino, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shouksmith & Burrough (1988; Berry, 1998) di Selandia Baru dan Kanada mengenai ATC, diperolah bahwa sampel memdeskripsikan penyebab dari stres berupa peralatan yang minim, ketakutan adanya kecelakaan, lingkungan kerja yang minim, dan beban kerja yang tinggi selama puncak lalu lintas udara (Berry, 1998).

Beban kerja yang dirasakan setiap pekerja berbeda-beda tergantung persepsi dari masing-masing pekerja. Beban kerja yang terlalu berlebihan dan terlalu sedikit dapat menyebabkan stress kerja (Munandar, 2001). Beban kerja dapat dibedakan menjadi beban kerja terlalu sedikit/banyak “kuantitatif” yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit dalam waktu tertentu dan beban kerja terlalu berlebih/sedikit “kualitatif” ketika seseorang tidak mampu melaksanakan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan


(45)

dari tenaga kerja. Menurut A.S. Munandar (2001:381; Lesmana, 2010) beban kerja berlebih merupakan salah satu faktor timbulnya stres kerja. Stres yang terjadi pada ATC dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat akibat dari kelalaian ATC itu sendiri (Lesmana, 2010).

E. HIPOTESA

Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “ada perbedaan tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, di mana penelitian ini untuk melihat pengaruh antara dua variabel yaitu variabel beban kerja dengan variabel stress kerja. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan lokasi penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, dan uji daya beda aitem, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode pengolahan data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel penelitian juga sering disebut sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

DV (variabel tergantung) = stres kerja


(47)

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

1. Definisi Operasional Stres Kerja

Stres kerja adalah suatu sumber atau stressor kerja yang dirasakan ATC karena ketidaksesuaian antara kemampuan dan tuntutan pekerjaan yang menyebabkan reaksi tertentu seperti sakit kepala, pusing, sulit tidur, mudah marah, mengalami gangguan pencernaan, di mana variabel ini akan diukur melalui skala stres kerja berdasarkan teori Rice (1987)

2. Definisi Operasional Beban Kerja

Beban kerja adalah pandangan ATC mengenai kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan padanya seperti tuntutan tugas, keahlian dalam menyelesaikan tugas, tingkat kesulitan dari tugas tersebut dan banyak sedikitnya tugas yang diberikan, di mana beban kerja ini akan diukur menggunakan skala beban kerja berdasarkan teori Berry (1998).

C. POPULASI DAN LOKASI PENELITIAN

1. Populasi

Populasi adalah sekelompok subjek yang dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja sebagai Air Traffic Controller (ATC), di mana populasi ini berjumlah 60 ATC.


(48)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Air Nav, Bandara Kuala Namu dan Bandara Polonia.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan skala yaitu skala stres kerja dan skala beban kerja yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang terdapat di kedua variabel.

1. Skala stres kerja

Dalam penelitian ini menggunakan skala stress kerja yang disusun oleh peneliti berdasarkan gejala/simptom dari stres kerja yaitu fisiologis, psikologis dan perilaku (Rice, 1987).

Bentuk skala tersebut berupa pernyataan yang disertai pilihan jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Semua aitem tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis aitem, yaitu aitem yang favorable dan aitem yang unfavorable. Pemberian skor adalah berdasarkan pada favorable atau tidaknya suatu aitem. Untuk aitem favorable, skor tertinggi pada jawaban sangat sesuai (SS) dengan skor 5, sedangkan skor terendah terletak pada jawaban sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 1. Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorable, skor tertinggi terletak pada jawaban


(49)

sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 5 dan skor terendah pada jawaban sangat setuju (SS) dengan skor 1.

Tabel 1

Blue Print Skala Stres Kerja (Sebelum Uji Coba)

Simptom Indikator Favorabel Unfavorabel Total Bobot

Psikologis Kecemasan,

perasaan frustrasi, kebingungan,

kemarahan, perasaan tertekan, kebosanan, ketidakpuasan kerja, kurang efektif dalam komunikasi, menarik diri, kehilangan konsntrasi

1, 2, 3, 4, 5, 12, 13, 14, 15, 16, 21, 23, 24, 28

18 15 50%

Fisiologis Sakit kepala, ketegangan otot, gangguan tidur, kelelahan fisik

6, 7, 8, 17, 29 25 6 20%

Perilaku Penggunaan obat-obatan dan alkohol,


(50)

memburujnya

hubungan dengan keluarga dan teman, prokrastinasi dan menghindari

pekerjaan.

22, 26, 27, 30

Total 27 3 30 100%

Penyebaran aitem dari masing-masing simtom tidak seimbang karena peneliti berfokus pada simtom psikologis untuk melihat stres kerja yang dirasa oleh ATC. Selain itu juga karena peneliti mengalami kesulitan dalam membuat aitem untuk simtom perilaku dan fisik. Seperti pendapat Robbins (2005), simtom fisik pada kenyataannya menjadi kontribusi terhadap kesukaran mengukur stres kerja secara objektif.

2. Skala beban kerja

Dalam penelitian ini menggunakan skala beban kerja yang disusun berdasarkan beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif (Berry, 1998).

Bentuk skala tersebut berupa pernyataan yang disertai pilihan jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Semua aitem tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis aitem, yaitu aitem yang favorable dan aitem yang unfavorable. Pemberian skor adalah


(51)

berdasarkan pada favorable atau tidaknya suatu aitem. Untuk aitem favorable, skor tertinggi pada jawaban sangat sesuai (SS) dengan skor 5, sedangkan skor terendah terletak pada jawaban sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 1. Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorable, skor tertinggi terletak pada jawaban sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 5 dan skor terendah pada jawaban sangat setuju (SS) dengan skor 1.

Tabel 2

Blue Print Skala Beban Kerja (Sebelum Uji Coba)

Jenis Indikator Favorabel Unfavorabel Total Bobot

Work underload

Kuantitatif 9, 15 - 2 15,8%

kualitatif 17 - 1

Work overload Kuantitatif 1, 2, 11 10, 16, 18 6 84,2%

kualitatif 4, 6, 3, 5,7, 8, 12, 13, 14, 19

10


(52)

E. VALIDITAS, RELIABILITAS DAN UJI DAYA BEDA ITEM

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas suatu alat ukur dalam suatu penelitian sangat diperlukan karena melalui pengujian validitas dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Hadi, 2000). Validitas isi menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Penegertian mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes tersebut harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran. Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan analisa rasional atau professional judgement.

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan


(53)

bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Pada penelitian ini estimasi reliabilitas dilihat dengan menggunakan koefisien alpha cronbach (Azwar, 2000).

3. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur (Azwar, 2004). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2004).

Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2000). Batasan nilai indeks daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

4. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilakukan pada 60 Air Traffic Controller (ATC). Skala stres kerja berjumlah 30 aitem dan skala beban kerja berjumlah19 aitem. Adapun distribusi aitem-aitem dalam skala stres kerja yaitu dengan pembagian simtom psikologis


(54)

berjumlah 15 aitem, simtom fisik berjumlah 6 aitem dan simtom perilaku berjumlah 9 aitem. Sementara untuk skala beban kerja dengan pembagian sebagai berikut yaitu

untuk work underload kuantitative berjumlah 2 aitem, work underload kualitative

berjumlah 1 aitem, work overload kuantitativeberjumlah 6 orang dan work overload kualitative berjumlah 10 aitem. Setelah dilakukan uji coba, dengan menggunakan

SPSS versi 16.0 for windows maka diperoleh hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas dengan koefisien alpha cronbach keseluruhan aitem untuk skala stres kerja sebesar 0,916 di mana terdapat 4 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 15 (simtom psikologis), aitem nomor 26 dan 27 (simtom perilaku), aitem nomor 29 (simtom fisik). Kemudian untuk skala beban kerja diperoleh koefisien alpha cronbach sebesar 0,892 di mana terdapat 2 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 16 dan 18 (workoverload kuantitatif). Aitem-aitem yang gugur pada masing-masing skala dikarenakan harga kritik pada masing-masing aitem berada di bawah 0,03.

F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Adapun prosedur pelaksanaan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

a. Pembuatan Alat Ukur

Pada tahap ini, peneliti membuat alat ukur berupa skala stres kerja dan skala beban kerja berdasarkan teori. Pada skala stres kerja peneliti membuat 30 aitem dan pada skala beban kerja peneliti membuat 19 aitem.


(55)

b. Permohonan Izin

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat permohonan izin di Fakultas Psikologi, yang selanjutnya surat tersebut peneliti berikan kepada pihak PT. Air Nav agar mendapatkan izin meneliti di sana.

c. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas skala beban kerja dan stres kerja. Uji coba alat ukur menggunakan try out terpakai. try out terpakai hanya menggunakan satu kali pengambilan data dan dapat digunakan sebagai data karena jumlah item yang dirancang sudah diminimalkan item yang gugur sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yang baik. Kekurangan try out terpakai adalah data yang sudah disusun tidak dapat diubah kembali karena skala langsung dihitung menggunakan statistik sehingga skala diharapkan harus benar-benar matang untuk mengurangi jumlah aitem yang gugur karena tidak ada kesempatan kedua dalam pengumpulan data lapangan (Hadi, 2000).

2. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 29 Mei 2014 di PT. Air Nav Bandara Kuala Namu dan Bandara Polonia. Skala penelitian tersebut diberikan pada seluruh ATC yang berjumlah 60 orang tanpa membeda-bedakan devisi.


(56)

3. Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari skala stres kerja dan skala beban kerja pada masing–masing subjek, maka dilakukalah pengolahan data dengan mengunakan metode statistik. Pengolahan data menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version.

G. METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data yang digunakan untuk melihat tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja dengan menggunakan uji ANOVA yang memakai bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang dianalisis sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor-skor yang diperoleh dari hasil penelitian tersebar sesuai dengan kaidah normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang memperhatikan tingkat kesesuaian antara distribusi serangkaian harga sampel


(57)

(skor yang diobservasi) dengan suatu distribusi teoritis tertentu. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p ≥ 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).

2. Uji Homogenitas

Tujuan dilakukannya uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah kelompok subjek memiliki skor variansi yang sama. Uji homogenitas ini dilakukan dengan menggunakan Analisa Varians melalui Levene Statisic dengan bantuan SPSS version 17.0 for windows. Subjek penelitian dikatakan homogen bila nilai p > 0.05 (Hadi, 2000).


(58)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan mengenai hasil keseluruhan penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan ini akan dimulai dengan memberikan gambaran umum mengenai subjek penelitian, kemudian mengenai analisis data dan pembahasan data penelitian.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pegawai Air Traffic Controller (ATC) yang berjumlah 60 orang. Sebelum melakukan analisis data, peneliti akan menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan lama bekerja.

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan. Deskripsi subjek berdasarkan jenis kelamin terlihat pada tabel 3 di bawah ini :


(59)

Tabel 3. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

Laki-laki 37 61,67

Perempuan 23 38,33

Total 60 100

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini dapat dilihat melalui jumlah subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37 orang(61,67%), sedangkan subjek yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 23 orang (38,33%).

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, subjek penelitian dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu dewasa awal dan dewasa madya. Menurut Havighurst (Papalia, Olds, & Feldman, 2008) rentang usia 20-40 tahun disebut masa dewasa awal, sedangkan rentang usia 40-60 tahun disebut masa dewasa madya. Deskripsi subjek berdasarkan usia terlihat pada tabel di bawah ini :


(60)

Tabel 4. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Jumlah (N) Persentase (%)

20 – 40 49 81,67

41 – 60 11 18,33

Total 60 100

Berdasarkan tabel 4 di atas diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang berusia antara 20 - 40 tahun sebanyak 49 orang (81,67%), sedangkan subjek penelitian yang berusia antara 40 - 60 tahun berjumlah 11 orang (18,33%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah subjek yang berada pada usia dewasa awal lebih banyak daripada jumlah subjek yang berada pada usia dewasa madya.

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Dalam penelitian ini, gambaran subjek berdasarkan masa kerja yang dibagi Morrow & McElroy (1987) ke dalam 3 tahapan, yaitu

a. Tahap pembentukan (establishment stage), yaitu masa kerja kurang dari 2 tahun

b. Tahap lanjutan (advance stage), yaitu masa kerja antara 2 – 10 tahun c. Tahap pemeliharaan (maintenance), yaitu masa kerja lebih dari 10 tahun


(61)

Tabel 5. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja (Tahun) Jumlah (N) Persentase (%)

<2 tahun 6 10

2-10 tahun 35 58,33

>10 tahun 19 31,67

Total 60 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa subjek yang bekerja kurang dari 2 tahun sebanyak 6 orang (10%), subjek yang masa kerjanya di antara 2 – 10 tahun berjumlah 35 orang (58,33%) dan subjek yang masa kerjanya lebih dari 10 tahun berjumlah 19 orang (31,67%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah subjek berada pada masa kerja 2 – 10 tahun lebih banyak dibandingkan jumlah subjek yang berada pada masa kerja kurang dari 2 tahun dan lebih dari 10 tahun.

B. HASIL UJI ASUMSI

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Sebelum melakukan analisis tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana distribusi data penelitian. Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linieritas.


(62)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian tersebar secara normal. Data diuji menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan aplikasi SPSS. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal, sedangkan jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000). Hasil uji normalitas dari skala pengaruh beban kerja terhadap stres kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas

Variabel P Keterangan

Beban kerja 0,069 Sebaran Normal

Stres kerja 0,200 Sebaran Normal

Hasil uji normalitas terhadap variabel beban kerja diperoleh nilai p = 0,069. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0,069) > 0,05 maka data dari variabel beban kerja terdistribusi secara normal. Hasil uji normalitas terhadap variabel stres kerja diperoleh nilai p = 0,162. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai p (0,200) > 0,05 maka data dari variabel stres kerja terdistribusi secara normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan variansi nilai rata – rata kedua kelompok, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah varians dari


(63)

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogen atau sama. Uji homogenitas yang dilakukan menggunakan levene statistic.

Berdasarkan pengukuran uji homogenitas, data variabel penelitian bersifat homogen yaitu p > 0.05. Variabel tersebut memiliki p = 0.235 yang berarti bahwa kedua kelompok memiliki variansi nilai rata-rata yang sama atau dengan kata lain varians dari sampel penelitian ini homogen.

C. HASIL UTAMA PENELITIAN

1. Hasil Analisis Data

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan stres kerja ditinjau dari beban kerja. Dalam hal ini asumsi penelitian menyatakan bahwa beban kerja rendah, sedang dan tinggi berbeda.

Analisa data yang digunakan untuk melihat perbedaan adalah dengan uji ANOVA. Untuk melakukan pengujian statistik maka dilakukan perumusan hipotesa statistik yaitu:

�0 (hipotesa nol), �0 : �1= �2: artinya tidak ada perbedaan stres kerja

ditinjau dari beban kerja.

�1(hipotesa alternatif), �1 : �1 ≠ �2 : artinya ada perbedaan stres kerja ditinjau dari beban kerja.


(64)

Berikut ini merupakan hasil skor uji one way ANOVA untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan stres kerja ditinjau dari beban kerja. Berdasarkan output deskripsi data diperoleh bahwa stres kerja untuk kategori beban kerja rendah, sedang dan tinggi berbeda. Ini dilihat melalui mean pada masing-masing kategorisasi. Untuk stres kerja dengan beban kerja rendah diperoleh skor mean sebesar 73.00, kemudian untuk stres kerja dengan beban kerja sedang diperoleh skor mean sebesar 72.09 dan untuk stres kerja dengan beban kerja tinggi diperoleh mean sebesar 88.71. Untuk nilai minimum pada beban kerja rendah adalah 60 dan nilai maksimun adalah 84. Untuk nilai minimum pada beban kerja sedang adalah 50 dan nilai maksimun adalah 99. Untuk nilai minimum pada beban kerja tinggi adalah 65 dan nilai maksimun adalah 103.

Dari hasil uji ANOVA terlihat bahwa nilai F hitung sebesar 10.779 dengan signifikansi sebesar 0.000, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara stres kerja pada beban kerja rendah, sedang dan tinggi. di mana berdasarkan hasil uji Post Hoc dengan melihat tabel uji Bonferroni didapat bahwa hanya beban kerja sedang – tinggi yang memiliki perbedaan yang signifikan.


(65)

D. HASIL TAMBAHAN

1. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian

a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Stres Kerja

Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap skala stres kerja, terdapat 26 aitem yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisa menjadi data penelitian dengan rentang skor 1-5, sehingga dihasilkan skor minimum 26 dan skor maksimum sebesar 130. Berdasarkan data penelitian, maka diperoleh total skor minimum 50 dan skor maksimum 103. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik beban kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Nilai Empirik dan Nilai HipotetikStres Kerja

Variabel

Empirik Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD Stres kerja 50 103 78,78 15.604 26 130 78 17,33

Berdasarkan tabel 12 di atas, dapat dilihat bahwa mean empirik stres kerja sebesar 78,78 dengan standar deviasi sebesar 15,604 dan mean hipotetik sebesar 78 dengan standar deviasi sebesar 17,33.

Jika dilihat perbandingan antara mean empirik dengan mean hipotetik, maka diperoleh mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik dengan selisih 0,78. Hasil ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dirasa subjek penelitian


(1)

Responden Aitem14 Aitem15 Aitem16 Aitem17 Aitem18 Aitem19

Responden1 3 4 3 3 1 2

Responden2 2 4 2 2 2 4

Responden3 2 4 4 2 2 2

Responden4 3 4 3 3 4 2

Responden5 1 4 2 3 2 4

Responden6 2 5 3 3 2 2

Responden7 2 4 2 2 2 1

Responden8 5 4 2 3 5 2

Responden9 1 5 3 4 1 5

Responden10 3 4 3 4 2 4

Responden11 2 4 3 4 2 2

Responden12 4 4 3 2 2 3

Responden13 5 3 5 2 5 4

Responden14 3 3 4 2 3 3

Responden15 4 5 3 3 1 5

Responden16 3 4 3 3 1 3

Responden17 4 4 3 3 3 5

Responden18 2 5 4 2 2 2

Responden19 1 3 2 3 2 3

Responden20 3 4 2 2 3 5

Responden21 4 5 2 4 3 4

Responden22 1 3 3 2 2 3

Responden23 2 3 2 2 2 2

Responden24 2 3 3 3 2 2

Responden25 2 4 2 3 1 1

Responden26 1 5 2 3 2 5

Responden27 4 5 2 3 1 4

Responden28 3 4 2 2 1 4

Responden29 4 4 2 3 1 4


(2)

Responden Aitem1 Aitem2 Aitem3 Aitem4 Aitem5 Aitem6 Aitem7 Aitem8 Aitem9 Aitem10 Aitem11 Aitem12 Aitem13

Responden31 3 3 3 2 4 3 3 2 2 3 3 3 3

Responden32 3 3 2 2 3 3 3 2 4 3 3 3 2

Responden33 4 3 3 2 3 3 2 4 2 3 2 3 3

Responden34 2 4 2 2 2 4 2 2 2 4 2 4 1

Responden35 2 5 2 1 2 5 2 1 2 3 2 5 1

Responden36 2 4 1 3 2 4 1 3 3 4 2 4 2

Responden37 1 5 1 1 1 5 5 2 4 2 4 5 2

Responden38 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 3 1

Responden39 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 5

Responden40 4 5 4 4 4 5 4 4 3 5 3 5 3

Responden41 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4

Responden42 3 3 3 3 2 5 3 3 4 3 2 3 5

Responden43 3 3 3 2 4 4 3 2 3 4 3 3 3

Responden44 2 1 5 1 2 2 5 2 2 2 2 1 2

Responden45 4 4 3 3 5 5 3 3 2 4 2 4 4

Responden46 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 2 4 5

Responden47 1 2 3 2 1 2 3 2 2 2 1 2 1

Responden48 2 3 2 1 2 4 2 1 2 2 2 4 1

Responden49 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 1

Responden50 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 2 4 3

Responden51 1 2 2 2 1 2 2 2 2 4 1 2 1

Responden52 1 5 2 2 1 5 2 2 2 2 2 5 2

Responden53 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4

Responden54 4 4 4 3 4 4 4 3 5 3 2 4 4

Responden55 4 4 3 3 4 4 3 3 4 5 4 4 5

Responden56 5 4 3 3 5 4 3 3 3 3 3 4 4

Responden57 2 4 1 4 2 4 1 4 5 4 5 4 4

Responden58 4 5 4 4 4 4 4 4 2 3 4 5 4

Responden59 2 3 2 3 2 3 2 3 4 4 3 3 2


(3)

Responden Aitem14 Aitem15 Aitem16 Aitem17 Aitem18 Aitem19

Responden31 3 3 3 3 2 3

Responden32 1 3 1 2 2 1

Responden33 3 3 3 4 2 2

Responden34 2 4 2 2 1 2

Responden35 1 5 2 3 2 2

Responden36 2 4 4 4 1 2

Responden37 1 5 1 5 1 5

Responden38 2 3 3 2 2 2

Responden39 3 4 3 5 2 4

Responden40 3 5 3 2 2 4

Responden41 4 4 3 4 3 4

Responden42 2 5 2 2 2 3

Responden43 1 4 1 3 1 3

Responden44 3 2 3 2 2 5

Responden45 3 5 4 3 2 3

Responden46 4 4 3 2 3 5

Responden47 2 2 2 1 2 3

Responden48 2 4 3 2 1 1

Responden49 2 2 2 2 2 4

Responden50 3 4 4 4 3 4

Responden51 2 2 3 4 2 2

Responden52 3 4 1 1 1 1

Responden53 3 4 3 2 2 4

Responden54 4 4 2 2 3 4

Responden55 4 4 3 4 2 3

Responden56 4 4 3 2 3 3

Responden57 1 4 2 4 1 1

Responden58 1 4 4 4 2 4

Responden59 1 3 2 3 1 2


(4)

LAMPIRAN 5

HASIL UJI NORMALITAS

Stres Kerja


(5)

LAMPIRAN 6

ANALISIS DATA

Descriptives

streskerja

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

Rendah 3 73.00 12.124 7.000 42.88 103.12 60 84

Sedang 33 72.09 15.113 2.631 66.73 77.45 50 99

Tinggi 24 88.71 11.075 2.261 84.03 93.38 65 103

Total 60 78.78 15.604 2.015 74.75 82.81 50 103

Test of Homogeneity of Variances

streskerja

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.486 2 57 .235

ANOVA

streskerja

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3942.498 2 1971.249 10.779 .000

Within Groups 10423.686 57 182.872


(6)

POST HOC

Multiple Comparisons

Dependent Variable:streskerja (I) Beban Kerja

(J) Beban Kerja

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Tukey HSD Rendah Sedang .909 8.155 .993 -18.71 20.53

Tinggi -15.708 8.281 .149 -35.64 4.22

Sedang Rendah -.909 8.155 .993 -20.53 18.71

Tinggi -16.617* 3.628 .000 -25.35 -7.89

Tinggi Rendah 15.708 8.281 .149 -4.22 35.64

Sedang 16.617* 3.628 .000 7.89 25.35

Bonferroni Rendah Sedang .909 8.155 1.000 -19.21 21.02

Tinggi -15.708 8.281 .189 -36.14 4.72

Sedang Rendah -.909 8.155 1.000 -21.02 19.21

Tinggi -16.617* 3.628 .000 -25.57 -7.67

Tinggi Rendah 15.708 8.281 .189 -4.72 36.14

Sedang 16.617* 3.628 .000 7.67 25.57