Jurnal Asmirawati, Nova. Website Bentuk Penerimaan sebagai Sumber Keuangan Otoritas Jasa Keuangan

106

C. Makalah Bismar Nasution, “OJK Sebagai Suatu Sistem Hukum Dalam Pembangunan

Ekonomi ,” Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, 25 November 2014. Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, ” Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, 25 November 2014. Bismar Nasu tion, “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan : Kajian Terhadap Independensi dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan, ” Medan : Disampaikan pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang Terintegrasi, 8 juni 2012. Bismar Nasution, “Keberadan Pungutan Otoritas jasa Keuangan untuk pelaksaan tugas, fungsi dan wewenangnya secara independen, ” Medan : Disampaikan pada seminar pungutan oleh OJK dalam mendukung fungsi dan tugas OJK secara independen dan professional, 14 April 2014.

D. Jurnal Asmirawati, Nova.

“Catatan Singkat Terhadap Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan .” Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9 No.3. Oktober 2012. Sitompul, Julkarnain. “Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa keuangan.” Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9 No.3.Oktober 2012. Pakpahan, Rudy hendra. “Akibat Hukum Dibentuknya lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Lemabaga Keuangan Di Indonesia, ” Jurnal legislasi Indonesia, Volume. 9 No. 3. oktober 2012.

E. Website

http:finansial.bisnis.comread2015042390426411iuran-ojk-lebih-baik-dihapus diakses tanggal 13 Juni 2015. “Otoritas Jasa Keuangan.” https:id.wikipedia.orgwikiOtoritas_Jasa_Keuangan diakses tanggal15 Juni 2015. http:www.ojk.go.idpedia diakses tanggal 15 juni 2015 Universitas Sumatera Utara 107 S ulaiman, Alfin. “Hubungan OJK Terhadap Prosedur Kepailitan Perbankan dan IndustriKeuangan.”http:www.hukumonline.comklinikdetaillt52dfe654 d9902hubungan-ojk-terhadap-prosedur-kepailitan-perbankan-dan- industri-keuangan diakses tanggal 15 Juni 2015. Siaran pers. “Aturan Pelaksanaan Pungutan OJK.” http:www.ojk.go.idsiaran- pers-aturan-pelaksanaan-pungutan-ojk diakses tanggal 16 Mei 2015. http:malang post.comcomponentcontentarticle84674-ojk-bisa-bebaskan- pungutan Diakses Tanggal 17 Mei 2015. Universitas Sumatera Utara 41 BAB III KEBERADAAN SUMBER KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT DENGAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS LEMBAGA KEUANGAN

A. Bentuk Penerimaan sebagai Sumber Keuangan Otoritas Jasa Keuangan

Sesuai dengan Pasal 34 ayat 2 UU OJK, anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan adalah lembaga jasa keuangan danatau orang perorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. 76 Sehubungan dengan pengaturan secara konstitusional terhadap anggaran, dalam hal ini adalah APBN Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 19945 menyatakan : 77 1. APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan PDP. 3. Apabila DPR tidak menyetujui R-APBN yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu. Penganggaran APBN, untuk pendanaan operasional OJK dilakukan dengan mekanisme penyusunan APBN secara umum yang berkoordinasi dengan 76 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, penjelasan Pasal 37. 77 W.Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara Jakarta: PT. Grasindo, 2013,hlm. 18. Universitas Sumatera Utara 42 Kementerian Keuangan, melalui penyusunan pagu indikatif, pagu anggaran sementara, dan pagu alokasi anggaran untuk selanjutnya memperoleh persetujuan DPR. 78 Pagu adalah batas tertinggi atas sesuatu, seperti batas tertinggi pemberian kredit, penetapan bunga deposito dan batas harga nilai tukar mata uang asing; plafon ceiling; cap. 79 OJK memerlukan adanya jaminan sumber pembiayaan yang mampu mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai salah satu unsur yang menjadikan OJK sebagai lembaga yang independen dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. 80 Selain anggaran yang diperoleh dari APBN, Pasal 37 UU OJK mengatur bahwa OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, dan pungutan tersebut merupakan penerimaan OJK. Dalam penjelasan Pasal 37 tersebut dinyatakan bahwa pembiayaan kegiatan Otoritas Jasa Keuangan sewajarnya dibiayai secara mandiri yang pendanaannya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Berkaitan dengan anggaran OJK ditentukan sebagai berikut: 81 1. OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan disektor jasa keuangan. 2. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3. Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah penerimaan OJK. 78 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit., hlm. 17. 79 http:www.ojk.go.idpedia diakses tanggal 15 juni 2015 80 Ibid ,hlm. 16. 81 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bab II, Pasal 2 dan Bab III Pasal 3. Universitas Sumatera Utara 43 4. OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 secara akuntabel dan mandiri. 5. Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke kas Negara .Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan pemerintah. Penetapan besaran pungutan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK. 82 Penerimaan pungutan biaya tahunan pada tahun berjalan telah cukup untuk memenuhi kebutuhan rencana kerja dan anggaran OJK tahun berikutnya yeng telah disetujui DPR. Maka OJK mengenakan tarif 0 pada sisa tahun berjalan, sesuai dengan Pasal 20 ayat 1 POJK Nomor 3 Tahun 2014. Diamati dari ketentuan Pasal 37 UU OJK tersebut, maka OJK dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada kesediaan anggaran yang berasal dari APBN, sehingga dapat mengurangi intervensi terhadap OJK. Karena akuntabilitas diperlukan OJK untuk meletigimasi tindakannya atas dasar kewenangan yang diberikan. Integritas direfleksikan dalam mekanisme yang mensyaratkan karyawan lembaga dalam mencapai tujuan organisasi tanpa menjadi takut terhadap intervensi. 83 Aspek keadilan dalam pembiyaan OJK merupakan salah satu aspek filosofis yang dipertimbangkan, dalam arti pembiayaan secara adil harus 82 Ibid. 83 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit., hlm. 351. Universitas Sumatera Utara 44 dibebankan kepada pihak yang secara langsung menerima manfaat dari efektifnya fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh OJK. 84 Pengenaan pungutan kepada industri jasa keuangan ini tentunya menjadi hal penting bagi OJK untuk menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sesuai amanah UU. Pengenaan pungutan ini jelas bertujuan untuk mendorong dan memajukan industri jasa keuangan nasional dan bukan untuk sebaliknya. 85 Praktik pungutan atau iuran dalam sistem hukum sektor jasa keuangan Indonesia juga telah dikenal sebelumnya dengan adanya Pasal 9 ayat 3 dan ayat 4 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan : 1. Bursa Efek dapat menetapkan biaya pencabutan Efek, iuran keanggotaan, dan biaya transaksi berkenaan dengan jasa yang diberikan. 2. Biaya dan Iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 disesuaikan menurut kebutuhan pelaksanaan fungsi Bursa Efek. Selain itu, pungutan, iuran atau premi juga dikenal di dalam UU LPS khususnya pada bagian ketiga mengenai premi. Oleh karena itu, pungutan, iuran atau premi yang dikenakan kepada para pelaku pasar merupakan praktik yang lazim dalam sistem hukum sektor jasa keuangan di Indonesia. Namun demikian, pembiayaan OJK yang bersumber dari APBN tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan OJK pada saat pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di industri jasa keuangan belum dapat mendanai seluruh kegiatan operasional secara mandiri, antara lain pada masa awal pembentukan OJK. 86 84 Zulkarnail Sitompul, Op.Cit., hlm. 17. 85 Siaran pers: Aturan Pelaksanaan Pungutan OJK,http:www.ojk.go.idsiaran-pers- aturan-pelaksanaan-pungutan-ojk diakses tanggal 16 Mei 2015. 86 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit., hlm.17. Universitas Sumatera Utara 45 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara , yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pendekatan yang dipergunakan untuk merumuskan defenisi stipulatif keuangan negara adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 87 1. Dari sisi objek, keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiscal, moneter dan pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi seluruh objek sebagaimna tersebut di atas yang dimiliki negara, danatau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negaradaerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara . 3. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. 87 W.Riawan Tjandra,Op. Cit., hlm. 3-4. Universitas Sumatera Utara 46 4. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan danatau penguasaan obyek sdalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negera. Selanjutnya, Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa keuangan negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 1 meluputi : 1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; 3. penerimaan negara ; 4. pengeluaran negara; 5. penerimaan daerah; 6. pengeluaran daerah; 7. kekayaan negarakekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negaraperusahaan daerah. 8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka pennyelenggaraan tugas pemerintahan danatau kepentingan umum. 9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Universitas Sumatera Utara 47 Ruang lingkup keuangan negara tersebut di atas dikelompokan ke dalam tiga bidang pengelolaan yang bertujuan untuk memberikan pengklasifikasian terhadap pengelolaan keuangan negara. Yang meliputi bidang pengelolaan pajak , bidang pengelolaan moneter dan bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. 88 Pasal 37 ayat 3 UU OJK menyebutkan bahwa pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan adalah penerimaan OJK. Berdasarkan uraian diatas maka pungutan OJK yang berasal dari pungutan sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 3 UU OJK adalah merupakan kekayaan negara yang dikelola sendiri oleh OJK dan merupakan lingkup dari keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf g UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan demikian, penerimaan OJK yang berdasar dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan merupakan lingkup dari keuangan negara. Hal ini sejalan dengan Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa pajak dari pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. 89 Mempertimbangkan bahwa penerimaan OJK melalui pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang tekah diatur dengan UU OJK merupakan lingkup keuangan negara, maka penerimaan OJK melalui pungutan tersebut memiliki kekuatan yang sama dengan kewajiban pembayaran Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan PNBP. Dengan 88 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara Makasar: PT Rajagrafindo Persada, 2008, hlm.5. 89 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit., hlm 18. Universitas Sumatera Utara 48 demikian, setiap pembayaran atas pungutan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan dihitung sebagai beban biaya usaha yang dapat mengurangi perhitungan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 90 Pengaturan pungutan OJK sebagai mana diatur dalam UU OJK tersebut, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan Oleh OJK. Untuk mendorong struktur regulasi independen, efisien dan efektif, memang perlu pungutan oleh OJK. APBN bagi OJK dapat diamati sebagai sebagai sumber pembiayaan sementara. Dengan itu, terdapat pengelolaan khusus keuangan OJK, sebagaimana dapat diamati dalam UU OJK dan PP No. 11 Tahun 2014. Pungutan itu dipraktekkan juga oleh otoritas pengawas industri jasa keuangan di negara-negara lain dan sudah meruapakan international base practice. 91 Pembiayaan kegiatan yang bersumber dari pungutan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan ini di Indonesia bukan merupakan hal baru. Pembaiayaan kegiatan regulator di sektor jasa keuangan oleh industri jasa keuangan dalam bentuk pungutan adalah peraktek yang lazim dibanyak negara. Sebagai contoh, Office of the Comptroller of the Currency OCC di Amerika Serikat memungut biaya dari bank secara sementara yang didasarkan pada skala usaha bank sesuai dengan total asetnya. Selain itu terdapat tambahan pungutan dengan presentase tertentu sesuai dengan peringkat resiko bank. Selain hal 90 Ibid.hlm19. 91 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit.,hlm. 351. Universitas Sumatera Utara 49 tersebut diatas, OCC memperoleh pendapatan dari memproses aplikasi perusahaan investasi terutama pada US-Treasury, pungutan atas pemeriksaan khusus investigasi tertentu, pungutan atas perizinan, serta pendapatan lainnya dari kegiatan seminar, penjuaan publikasi dan sebagainya. 92 Tidak terlalu berbeda dengan OCC di Amerika Serikat, Office Of Superintendent Of Financial Institute OSFI di kanada memiliki pendanaan bersumber dari pungutan atas penilaian terhadap lembaga keuangan yang diperhitungkan baik berbasis total aset, berbasis premi, maupun berbasis keanggotaan. 93 Financial Service Supervisory FSS Korea Selatan memperoleh pendanaan dari supervisory fee, yaitu pungutan yang dikenakan kepada lembaga keuangan sehubungan dengan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh FSS. Selain supervisory fee, FSS juga memungut issuer regulatory fee yaitu pungutan yang dikenakan kepada emiten sehubungan dengan pengajuan perizinan kepada FSC-Korea sesuai dengan exchange act capital market. 94 Selain contoh diatas, terdapat banyak contoh negara yang pembiayaan otoritas jasa keuangannya sepenuhnya dilakukan melalui pungutan dari indutri, misalnya Australia, Singapura, Belgia, Bolivia, Bosnia, Ekuador, Jerman, Hungaria, Islandia, Latvia, Norwegia, Luxemburg, Malta, Meksiko, Panama, Swedia, Peru, Swiss, Turki dan Inggris. 95 92 Zulkarnail Sitompul,Op.Cit., hlm. 19. 93 Ibid,hlm. 19-20. 94 Ibid. 95 Ibid. Universitas Sumatera Utara 50 Terdapat juga regulator di beberapa negara yang kegiatannya dibiayai oleh indutri dan anggaran negara, misalnya Austria, El-Salvador, Guatelama, Nikaragua, dan Venezuela. Sedangkan regulator yang sepenugnya dibiayai oleh negara antara lain Cili, Cina, Costa Rica, Kazakhstan, Libanon, Jepang dan Uruguay. 96

B. Mekanisme Pelaksanaan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan