Karena sinar matahari langsung membawa serta panas,maka cahaya yang dimanfaatkan untuk pencahyaan ruangan adalah cahaya bola langit. Sinar
matahari langsung hanya diperkenankan masuk ke dalam ruangan untuk keperluan tertentu atau bila hendak digunakan untuk mencapai efek tertentu.
Beberapa kelebihan cahaya dan sinar matahari antara lain adalah sebagai berikut : a. Bersifat alami. Manusia pada dasarnya tidak ingin dicabut dari alam dan
selalu ingin berada didalam atau dekat dengan alam. Memaksakan diri hidup terpisah dari lingkungan alami akan memicu ketegangan batin
maupun fisik. Cahaya alami matahari memiliki nilai-nilai yang tak tergantikan oleh cahaya buatan
b. Tersedia berlimpah c. Tersedia secara gratis
d. Memiliki spectrum cahaya lengkap e. Memiliki daya panas dan kimiawi yang diperlukan bagi makhluk hidup di
bumi f. Dinamis karena arah matahari selalau berubah sesuai rotasi bumi dan
peredarannya.
3.4. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan atau penerangan harus senantiasa ditinjau dari sisi kualitas dan kuantitasnya. Makna pencahayaan buatan bukanlah sekedar menyediakan
lampu dan terangnya, tetapi lebih-lebih adalah untuk membentuk sebuah suasana. Jadi pencahayaan bukan hanya maslah praktis, tetapi juga estetis. Dari titik
Universitas Sumatera Utara
pandang tersebut, memilih bentuk, jenis, warna lampu dan peletakannya dapat menjadi suatu pekerjaan yang mengandung unsur permainan yang sangat
menyenangkan. Efek yang diberikan oleh lampu dapat melampaui apa yang diharapkan. Dia tidak hanya memberikan terang untuk bekerja, tetapi juga
membantu membentuk agar suasana kerja menjadi nyaman dan menyenangkan. Pencahayaan buatan diperlukan karena tidak dapat sepenuhnya tergantung
pada ketersedian pencahayaan alami, misalnya pada malam hari atau di ruang yang tak terjangkau oleh cahaya alami. Dengan demikian sudah semestinya
pencahayaan buatan bersifat saling mendukung dengan pencahayaan alami, tidak dapat dikatakan mana yang lebih unggul.
3.5. Pengukuran Pencahayaan 3.5.1. Pengukuran Iluminasi
Iluminasi untuk bidang kerja diukur secara horizontal sejauh 75 centimeter diatas permukaan lantai, sedangkan untuk luasan tertentu iluminasi diperoleh
dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa titik pengukuran SNI 03-6575- 2001
4
1. Penerangan setempat: obyek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan,
pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada. .
Penentuan titik pengukuran iluminasi diatur dalam SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Penentuan titik
pengukuran pada pencahayaan adalah sebagai berikut:
4
Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. SNI 16-7062- 2004
Universitas Sumatera Utara
a. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor.
b. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk intensitas penerangan setempat atau umum.
c. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa
saat sehingga didapat nilai angka yang stabil.
d. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas penerangan setempat.
e. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas penerangan.
2. Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut
dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut: a. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal
panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 satu meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan
kurang dari 10 meter persegi seperti Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum Dengan Luas Kurang dari 10 m
2
1 m 1 m
1 m 1 m
1 m 1 m
1 m
Universitas Sumatera Utara
b. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap
3 tiga meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan antara 10 meter sampai 100 meter persegi seperti
Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum Dengan Luas
Kurang dari 10 m
2
-100 m
2
3.
Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter. Contoh denah pengukuran
intensitas penerangan umum untuk ruangan dengan luas lebih dari 100 meter persegi seperti Gambar 3.5.
3 m 3 m
3 m 3 m
3 m
3 m
3 m
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum Dengan Luas
Lebih dari 100 m
2
3.5.2. Pengukuran Luminansi
Luminansi untuk bidang kerja diukur dengan menggunakan lux meter. Pengukuran luminansi dilakukan dengan meletakkan sensor cahaya menghadap ke
permukaan objek yang akan diukur tingkat luminansinya pada jarak 2 sampai 4 inchi hingga angka pembacaan pada layar lux meter stabil
5
5
M. David Egan. Concepts in Architectural Lighting. New York: McGraw Hill School Education Group, 1983, h.87
. Posisi sensor harus diatur sedemikian rupa untuk menghindari jatuhnya bayangan alat ataupun
operator pada area yang akan diukur. Posisi alat ukur pada pengukuran tingkat luminansi ditunjukkan pada Gambar 3.6
Concepts in Architectural Lighting, 1983 .
6 m 6 m
6 m 6 m
6 m
6 m
6 m
Universitas Sumatera Utara
2 to 4 in
Instrumen dalam posisi menghadap
tanpa adanya bayangan Sinar Pantul
Dinding
Gambar 3.6. Posisi Pengukuran Luminansi
3.5.3. Pengukuran Reflektansi
Metode pengukuran reflektansi terbagi menjadi dua cara, yaitu metode perbandingan sampel diketahui dan metode cahaya datang-cahaya pantul
6
1. Mengukur intensitas cahaya yang jatuh ke permukaan objek. .
Metode perbandingan sampel diketahui menggunakan suatu kartu pengukur reflektansi dan digunakan untuk mengukur reflektansi pada permukaan yang
memantulkan cahaya secara difusi menyebar. Metode cahaya datang-cahaya pantul digunakan untuk menentukan reflektansi dalam persen pada permukaan
yang memantulkan cahaya atau tidak mengkilap. Metode ini terdiri dari tiga langkah, yaitu sebagai berikut :
2. Mengukur intensitas cahaya yang dipantulkan dari permukaan objek. 3. Mengukur reflektansi permukaan objek dengan cara membagi angka intensitas
cahaya pantul dengan intensitas cahaya yang diterima. Posisi alat ukur pada pengukuran angka reflektansi objek ditunjukkan pada
Gambar 3.7
Concepts in Architectural Lighting, 1983 .
6
Ibid., h.85
Universitas Sumatera Utara
2 to 4 in
Instrumen dalam posisi menghadap
tanpa adanya bayangan Sinar Pantul
Dinding Dinding
Instrumen Sinar Datang
Gambar 3.7. Posisi Pengukuran Reflektansi Objek
3.5.4. Pemilihan Jenis Lampu
Secara umum lampu digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu lampu pijar incandescent, lampu fluorescent, lampu HID High-Intensity Discharge, dan
lampu LED
7
1. Lampu pijar incandescent : cahaya yang dihasilkan oleh filament dari bahan tungsten titik lebur 2200
o
C yang berpijar karena panas sehingga disebut lampu tungsten. Efikasi lampu pijar rendah, hanya 8-10 energi menjadi
cahaya dan sisanya terbuang sebagai panas. Lampu tungsten diisi gas halogen iodine, chlorine, bromine, dan fluorine untuk memperbaiki efikasinya
sehingga disebut lampu tungsten-halogen yang efikasinya mencapai 17,5 lmwatt.
.
Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu pijar ditunjukkan pada Tabel 3.3.
7
Prasasto Satwiko. Fisika Bangunan. Yogyakarta: A NDI, 2008 h. 200-206
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu Pijar Keuntungan
Kerugian
Pengaturan distribusi cahaya mudah
Efikasi lumen per watt rendah Perlengkapan sangat sederhana
Umur pendek, sekitar 750-1000 jam
Tidak terpengaruh suhu dan kelembaban
Panas lampu meningkatkan suhu ruangan
Menampilkan warna dengan sangat bagus
Menyalakan lampu pijar pada tegangan yang tidak sesuai dapat
mempengaruhi kinerja lampu
Pemakaian sangat luwes Warna yang cenderung hangat
membuat suasana ruangan kurang sejuk
Biaya awal rendah Pengaturan intensitas cahaya
mudah Sumber : Fisika Bangunan, 2008
2. Lampu fluorescent : cahaya dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam tabung lampu. Fosfor berpendar karena menyerap
gelombang pendek cahaya ungu-ultra sebagai akibat lecutan listrik terbentuk oleh loncatan elektron antar katoda didalam tabung yang berisi uap merkuri
bertekanan rendah dan argon. Jenis bubuk fosfor menentukan warna cahaya yang dihasilkan. Efikasi lampu fluorescent antara 40-85 lmwatt dimana 25
energi dijadikan cahaya. Pada 100 jam pertama, terjadi penyusutan besar pada intensitas cahaya lumen. Efikasi lumen per watt lampu fluorescent 2-3 kali
lebih baik dari lampu pijar. Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu flourescent ditunjukkan pada
Tabel 3.4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu Flourescent Keuntungan
Kerugian
Efikasi lumen per watt tinggi Cahaya terpengaruh suhu dan
kelembaban Umur panjang, sekitar 20.000 jam
Tidak mudah mengatur cahaya dengan menggunakan dimmer
Menerangi area yang lebih luas dengan cahaya baur
Butuh balas yang dapat mengeluarkan suara mengganggu
Cahaya tidak menimbulkan bayangan Menimbulkan efek cahaya bergetar
Warna cahaya yang putih membuat suasana ruangan sejuk
Efikasi meningkat bila suhu tidak lebih 40
o
C Sumber : Fisika Bangunan, 2008
3. Lampu HID High-Intensity Discharge Lamps : cahaya dihasilkan oleh lecutan listrik melalui uap zat logam. Lampu merkuri menghasilkan cahaya
dari lecutan listrik dalam tabung kaca atau kuarsa berisi uap merkuri bertekanan tinggi. Efikasi lampu HID antara 40-60 lmwatt. Dibutuhkan waktu
antara 3-8 menit untuk menguapkan merkuri sebelum menghasilkan cahaya maksimal. Perlu selang 5-10 menit sebelum dihidupkan kembali. Halida logam
thalium, indium, dan sodium ditambahkan pada lecutan listrik untuk memperbaiki efikasi dan warna sehingga disebut lampu metal-halida. Walau
efikasi bisa mencapai 70 lmwatt, umurnya berkurang hingga separuh. Perkembangan selanjutnya dari lampu HID adalah lampu uap sodium
bertekanan tinggi high pressure sodium vapor lamp. Salah satunya adalah dengan membuat tabung lecutan dari keramik yang berisi xenon, merkuri, dan
sodium. Efikasi lampu HID mencapai lebih dari 95 lmwatt. Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu HID ditunjukkan pada Tabel
3.5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.5. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu HID Keuntungan
Kerugian
Efikasi jauh lebih tinggi dibanding lampu pijar dan fluorescent
Hanya cocok untuk ruangan dengan ketinggian diatas 3 m
Pendistribusian cahaya lebih mudah daripada lampu fluorescent
Membutuhkan waktu sekitar 8 menit untuk bersinar penuh
Biaya operasional sangat rendah Biaya awal sangat tinggi
Tidak terpengaruh suhu Butuh balas yang dapat mengeluarkan
suara mengganggu Lebih awet dari lampu pijar dan kadang
lebih awet dari flourescent Beberapa lampu dapat mengeluarkan
cahaya ungu-ultra yang membahayakan kesehatan
Sumber : Fisika Bangunan, 2008 4. Lampu LED Light Emitting Diode : cahaya dihasilkan oleh dioda
semikonduktor yang mengeluarkan energi cahaya ketika diberikan tegangan. Semikonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik,
meskipun tidak sebaik konduktor listrik. Semikonduktor umumnya dibuat dari konduktor lemah yang diberi material lain. Pada LED digunakan konduktor
dengan gabungan unsur logam aluminium, gallium, dan arsenit. Konduktor AlGaAs murni tidak memiliki pasangan elektron bebas sehingga tidak dapat
mengalirkan arus listrik. Oleh karena itu dilakukan proses doping dengan menambahkan elektron bebas untuk mengganggu keseimbangan konduktor
tersebut, sehingga material yang ada menjadi semakin konduktif. Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu LED ditunjukkan pada Tabel
3.6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.6. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu LED Keuntungan
Kerugian
Umur panjang, 35.000-50.000 jam Biaya awal sangat tinggi
Tahan goncangan Terpengaruh suhu
Mudah dipasangi dimmer Peka terhadap tegangan listrik
Ukuran kecil sehingga tidak memerlukan banyak ruang
Warna dapat disesuaikan tanpa menambah filter
Sumber : Fisika Bangunan, 2008
3.6. Persamaan untuk Menentukan Faktor Pencahayaan Buatan
Untuk menghitung penerangan di satu titik oleh suatu sumber cahaya, rumus yang digunakan adalah
8
8
Ibid.,h.225-229
: E =
ϕ A Dengan
E = penerangan rata-rata lux Φ = total arus cahaya di bidang bersangkutan, lumen
A = luas area, m
2
Dalam kenyataannya, perhitungan penerangan dipengaruhi distribusi intensitas cahaya luminer, efisiensi, bentuk, dan ukuran ruang, pemantulan
permukaan, dan ketinggian lampu dari bidang kerja. Untuk itu, perlu ditambahkan faktor CU coefficient of utilization. Sehingga, rumusnya menjadi :
E = ϕ. CU A
Selama penggunaan lampu, intensitas cahayanya akan berkurang oleh timbunan debu dan nilai lumennya akan menyusut. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan
faktor LLF light-loss factor. Sehingga, rumusnya menjadi : E =
ϕ.CU.LLFA
Universitas Sumatera Utara
Nilai CU sangat bergantung pada bilangan pantul permukaan. Semakin tinggi bilangan pantul permukaan langit-langit, ruang dan lantai maka nilai CU
akan semakin tinggi. Bila permukaan-permukaan ruang memiliki bilangan pantul yang berbeda-beda maka harus dicari bilangan pantul rata-rata :
ρ = ρ
1
A
1
+ ρ
2
A
2
+ … + ρ
n
A
n
A
1
+ A
2
+ … + A
n
Langkah selanjutnya adalah mencari bilangan pantul rongga efektif effective cavity reflectance. Bilangan pantul rongga efektif untuk setiap
permukaan ruang adalah : ρ
cc
= bilangan pantul rongga langit-langit efektif effective ceiling cavity reflectance
ρ
rc
= bilangan pantul rongga ruang efektif effective wall cavity reflectance ρ
fc
= bilangan pantul rongga lantai efektif effective floor cavity reflectance Setelah menemukan CU, kemudian nilai LLF light-loss factor dihitung.
LLF terdiri atas nonrecoverable factor dan recoverable factor. Nonrecoverable factor
terdiri atas : 1. LAT luminaire ambient temperature, suhu disekitar lampu. Jika lampu
beroperasi di lingkungan normal sesuai desain pabrik, maka LAT = 1. Pengertian lingkungan normal sesuai arahan pabrik pembuat lampu tersebut.
2. VV voltage variation, variasi tegangan listrik. Jika lampu dioperasikan pada voltase sesuai desainnya maka VV = 1
3. LSD luminaire surface depreciation, depresiasi permukaan luminer. Permukaan luminer akan mengalami penurunan kualitas, seperti penutup
berubah warna, reflector tergores, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
4. BF ballast factor, faktor kehilangan yang ikut berperan dalam ketidakmampuan lampu untuk beroperasi pada level daya tertentu .
Sedangkan recoverable factor meliputi: 1. LDD luminaire dirt depreciation, depresiasi cahaya akibat penimbunan
kotoran pada luminer. LDD dipengaruhi oleh tipe luminer, kondisi atmosfer lingkungan dan waktu antara pembersihan luminer berkala.
2. RSDD room surface dirt depreciation, depresiasi cahaya akibat penumpukan kotoran di permukaan ruang. Pencahayaan yang memanfaatkan
pemantulan akan lebih mudah terpengaruh oleh penumpukan kotoran debu. 3. LLD lamp lumen depreciation, faktor depresiasi lumen yang tergantung
pada jenis lampu dan waktu penggantiannya. Nilai
RSDD room surface dirt depreciation ditunjukkan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Room Surface Dirt Depreciation Jenis Pencahayaan
Nilai RSDD
Pencahayaan langsung 0,92 ± 5
Pencahayaan semilangsung 0,87 ± 8
Pencahayaan langsung-tak-langsung 0,82 ± 10
Pencahayaan semi-tidak-langsung 0,77 ± 12
Pencahayan tak-langsung 0,72 ± 17
Sumber : Fisika Bangunan, 2008 Nilai
LLD lamp lumen depreciation ditunjukkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Lamp Lumen Depreciation
Jenis Lampu Penggantian
Bersamaan Penggantian Berdasar
Lampu yang Mati
Lampu pijar 0,94
0,88 Tungsten-halogen
0,98 0,94
Fluorescent 0,90
0,85 Mercury
0,82 0,74
Metal-Halide 0,87
0,80 High-Pressure Sodium
0,94 0,88
Sumber : Fisika Bangunan, 2008
Universitas Sumatera Utara
4. LBO lamp burnout, perkiraan jumlah lampu yang mati sebelum waktu penggantian yang direncanakan. Bila lampu diganti seluruhnya, LBO = 1.
Bila penggantian hanya pada lampu yang mati maka LBO = 0,95. Sehingga, nilai light loss factor LLF atau faktor kehilangan cahaya dapat
dihitung dengan mengalikan semua faktor tersebut : LLF = LAT X VV X BF X LSD X RSDD X LDD X LLD X LBO
3.7. Software Calculux 5.0