Analisis Pencahayaan Stasiun Pemotongan dengan Mengukur Luminansi dan Iluminasi pada PT. Mahakarya Jaya Sinergi

(1)

LAMPIRAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

Nomor : 2016/01/MKJ-SB/2172 Lamp. : -

Perihal : Riset Tugas Sarjana

KepadaYth:

Dekan Universitas Sumatera Utara Fakultas Teknik

Jl. Alamamataer Kampus USU Di. Medan

Membalas surat Saudara No. 260/UN5.2.1.4/KRK/2015, tanggal 28Maret 2016, dengan ini menyampaikan bahwa mahasiswa USU Fakultas Teknik atas nama :

1. Nama : Marintan Agustina Sitorus

NIM : 110403162

Jurusan : Teknik Industri

Diizinkan untuk melakukan Riset Tugas Sarjana di PT. Mahakarya Jaya Sinergi.

Kepada mahasiswa yang namanya tersebut di atas agar melapor ke Division Engineering tempat pelaksanaan Riset Tugas Akhir agar dapat membantu segala sesuatunya yang berkaitan dengan keperluan riset tugas akhir tersebut.

Demikian surat ini disampaikan

Pancurbatu, 30 Maret 2016

Desi Puspa Ningsih Head of Engineering PT.MAHAKARYA JAYA

SINERGI


(17)

(18)

Nomor : 2016/01/MKJ-SB/2172

Lamp. : Data Kecelakan Kerja Tahun 2015

Bulan Kecelakaan Kerja Tangan terjepit mesin pemotong Kejatuhan plat-palt almunium Tergores benda Tangan terpotong mesin pemotong Kaki tersandung

Januari - 1 - - -

Februari - - - 1 -

Maret - 2 - - -

April - - - 1 -

Mei 1 - - - -

Juni - 1 - - -

July - - - - 2

Agustus - - 2 - -

September - - - - 2

Oktober - - 1 - -

November - - - - 1

Desember - 1 - -

Total 1 4 4 2 5

Pancurbatu, 30 Maret 2016

Head of Engineering DesiPuspaNingsih PT.MAHAKARYA JAYA

SINERGI


(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

DAFTAR PUSTAKA

David M. Egan. Concepts in Architectural Lighting. 1983. McGraw Hill School Education Group : New York.

Kaufman, J.E. and Christensen, J.F. (ed) 1984, IES Lighting Handbook: Reference Volume, IESNA, USA.

Rahmayanti, Dina. 2015. Analisis Bahaya Fisik : Hubungan Tingkat

Pencahayaan dan Keluhan Mata Pekerja Pada Area Perkantoran Health, Safety, and Environmental (HSE) PT. Pertamina RU VI Balongan. Jurnal Optimasi Sistem Industri, Volume 14. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang.

Satwiko, Prasasto. 2009, Fisika Bangunan, Andi, Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. SNI 16-7062-2004

Stanton, Neville dll. 2005. Handbooj of Human Factors and Ergonomics Methods,Florida: CRC Press

Sanders, Mark and Ernest J. McCormick. 1993. Ergonomics: Human Factors in Engineering and Design. New York: St. Louis San Francisco.

Wignjosoebroto, Sritomo. 2015. Perancangan Lingkungan Kerja dan Alat Bantu yang Ergonomis untuk Mengurangi Masalah Back Injury dan Tingkat Kecelakaan Kerja pada Departemen Mesin Bubut.


(27)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pencahayaan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan fisik kerja seorang pekerja adalah intensitas pencahayaan. Intensitas pencahayaan (Illumination level) merupakan jumlah atau kuantitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan1. Satuan untuk illumination level adalah lux pada area dengan satuan meter kuadrat. Tingkat atau intensitas pencahayaan tergantung pada sumber pencahayaan tersebut. Pencahayaan merupakan sejumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Fungsi dari pencahayaan di area kerja antara lain memberikan pencahayaan kepada benda-benda yang menjadi objek kerja operator tersebut, seperti: mesin atau peralatan, proses produksi, dan lingkungan kerja. Tingkat pencahayaan beberapa sumber cahaya dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Lumens Sumber Cahaya

Lumens (lm) Luminance (cd/m2)

Sun (at moon) 3 x 1028 1.6 x 109

Full moon (at zenith) 7.5 x 1016 2.5 x 103

Candle flame 12 1.0 x 104

60-W frosted incandescent lamp 1060 1.2 x 105

T-8 (1-inch diameter) fluorescent lamp 2850 1.1 x 104 T-12 (1.5-inch diameter) fluorescent lamp 2475 8.2 x 103

Secara umum, bila tingkat cahaya meningkat maka tingkat adaptasi meningkat dan manusia dapat melihat benda-benda dari detail yang lebih halus

1

Neville Stanton. Handbook of Human Factors And Ergonomics Methods. CRS PRESS.


(28)

dan dapat memproses informasi visual lebih cepat dan lebih akurat. Alat pengukur tingkat pencahayaan adalah Luxmeter.

Gambar 3.1. Luxmeter

Rekomendasi persyaratan dan tata cara penyelenggaraan kesehatan lingkungan kerja industri menurut keputusan Mentri Kesehatan No.45 tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Intensitas Cahaya yang Direkomendasikan

Jenis Kegiatan Iluminansi

Minimal (Lux) Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak terus-menerus

100 Ruang penyimpanan & ruang peralatan / instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinu Pekerjaan kasar & terus

menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar Pekerjaan rutin 300 R. administrasi, ruang kontrol, pekerjan mesin &

perakitan/ penyusun

Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin

halus & perakitan halus Pekerjaan amat halus 1500

Tidak menimbulkan bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus

Pekerjaan terinci 3000 Tidak menimbulkan

bayangan

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus

Sumber: 1405/MENKES/SK/XI/2002


(29)

3.2. Istilah-istilah dan Pengertian dalam Pencahayaan

Cahaya (light) adalah gelombang elektromagnet yang mempunyai panjang antara 380 hingga 700 nm (nanometer, 1nm = 10-9m), dengan urutan warna: (ungu-ultra), ungu, nila, biru, hijau, kuning, jingga, merah, (merah-infra)2

2

Prasasto Satwiko, Fisika Bangunan, ANDI, Yogyakarta, 2009, hal. 141-145

. Ungu-ultra dan merah-infra hanya dapat dilihat dengan bantuan alat optik khusus. Spektrum radiasi Ungu-ultra (290-380 nm) berdaya kimia, sedangkan merah-infra (700-2300 nm) berdaya panas. Kecepatan cahaya adalah 3x108 m/dtk. Sinar adalah berkas cahaya yang mengarah ke satu tujuan.

Cahaya matahari (sunlight, daylight) mempunyai panjang gelombang antara 290 hingga 2300 nm dan mempunyai spektrum lengkap dari ungu-ultra hingga merah-infra. Mata manusia paling peka terhadap cahaya kuning (550nm).

Cahaya langit (sky light) adalah cahaya bola langit. Cahaya inilah yang dipakai untuk penerangan alami ruangan, bukan sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung akan sangat menyilaukan dan membawa panas, sehingga tidak dipakai untuk menerangi ruangan.

Cahaya buatan (artificial light) adalah segala bentuk cahaya yang bersumber dari alat yang diciptakan manusia, seperti lampu pijar, lilin, lampu minyak tanah dan obor. Lawan dari cahaya buatan adalah cahaya alami, yaitu cahaya yang bersumber dari alam, misalnya: matahari, lahar panas, fosfor di pohon-pohon, kilat, dan kunang-kunang. Bulan adalah sumber cahaya alami sekunder karena dia sebenarnya hanya memantulkan cahaya matahari.


(30)

Dalam pembicaraan kuantitatif cahaya, akan ditemukan istilah-istilah berikut:

1. Arus cahaya (luminos flux, flow diukur dengan lumen) adalah banyaknya cahaya yang dipancarkan ke segala arah oleh sebuah sumber cahaya persatuan waktu.

2. Intensitas sumber cahaya (light intensity, luminos intensity diukur dengan cendela) adalah kuat cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya ke arah tertentu. Sebuah sumber cahaya berintensitas 1 cendela (1 lilin) mengeluarkan cahaya total ke segala arah sebanyak 12,57 lumen (12,57 adalah luas kulit bola berjari-jari 1 meter dengan sumber cahaya sebagai titik pusatnya). Dengan kata lain, 1 cendela = 1 lumen per 1 sudut bola (steradian).

3. Iluminan (illuminance, diukur dengan lux, lumen/m2) adalah banyak arus cahaya yang datang pada satu unit bidang. Illuminasi (illumination) adalah datangnya cahaya ke suatu objek.

4. Luminan (Luminance, diukur dengan candela/m2 adalah intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan, atau diteruskan oleh satu unit bidang yang diterangi. Terang yang dipantulkan oleh sebuah bidang diukur dengan cendela/m2, demikian juga mengukur terang bidang yang meneruskan cahaya, seperti kaca lampu. Pada buku referensi lama sering digunakan satuan footLambert (fL), untuk membedakan satuan luminan dari iluminan. FootLambert = (Footcandle)x(Reflection Factor). Luminansi (lumination) adalah perginya cahaya dari suatu objek.


(31)

5. Reflektansi adalah perbandingan jumlah cahaya yang pergi (luminansi) terhadap jumlah cahaya yang datang (iluminasi).

Reflektansi =Luminansi (cd/m2) Iluminasi (lux)

Penggunaan terminologi dalam pencahayaan mengenai iluminasi dan luminansi dapat di lihat pada Gambar 3.2 (Fisika Bangunan, 2008).

Iluminansi (Cahaya yang

datang)

Luminansi (Cahaya yang

pergi)

Luminansi (Cahaya yang

pergi)

Gambar 3.2. Iluminasi dan Luminansi

3.3. Pencahayaan Alami

Cahaya adalah syarat mutlak bagi manusia umtuk melihat dunianya. Tanpa cahaya, maka dunia akan gelap, hitam, dan mengerikan. Keindahan tidak akan tampak dan ternikmati. Manusia membutuhkan cahaya untuk beraktifitas dengan sehat, nyaman dan menyenangkan3

3

Prasasto Satwiko, Fisika Bangunan, ANDI, Yogyakarta, 2009, hal 141.

. Matahari sebagai sumber cahaya alami utama bagi bumi mempunyai peran penting dalam sejarah kehidupan manusia. Terbit pagi hari dari ufuk timur dan terbenam sore hari di ufuk baarat, begitulah siklus harian perjumpaan manusia dengan sang surya. Sinar dan cahaya matahari telah memberikan energy dan inspirasi yang tiada habisnya bagi manusia.


(32)

Karena sinar matahari langsung membawa serta panas,maka cahaya yang dimanfaatkan untuk pencahyaan ruangan adalah cahaya bola langit. Sinar matahari langsung hanya diperkenankan masuk ke dalam ruangan untuk keperluan tertentu atau bila hendak digunakan untuk mencapai efek tertentu. Beberapa kelebihan cahaya dan sinar matahari antara lain adalah sebagai berikut :

a. Bersifat alami. Manusia pada dasarnya tidak ingin dicabut dari alam dan selalu ingin berada didalam atau dekat dengan alam. Memaksakan diri hidup terpisah dari lingkungan alami akan memicu ketegangan batin maupun fisik. Cahaya alami matahari memiliki nilai-nilai yang tak tergantikan oleh cahaya buatan

b. Tersedia berlimpah c. Tersedia secara gratis

d. Memiliki spectrum cahaya lengkap

e. Memiliki daya panas dan kimiawi yang diperlukan bagi makhluk hidup di bumi

f. Dinamis karena arah matahari selalau berubah sesuai rotasi bumi dan peredarannya.

3.4. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan atau penerangan harus senantiasa ditinjau dari sisi kualitas dan kuantitasnya. Makna pencahayaan buatan bukanlah sekedar menyediakan lampu dan terangnya, tetapi lebih-lebih adalah untuk membentuk sebuah suasana. Jadi pencahayaan bukan hanya maslah praktis, tetapi juga estetis. Dari titik


(33)

pandang tersebut, memilih bentuk, jenis, warna lampu dan peletakannya dapat menjadi suatu pekerjaan yang mengandung unsur permainan yang sangat menyenangkan. Efek yang diberikan oleh lampu dapat melampaui apa yang diharapkan. Dia tidak hanya memberikan terang untuk bekerja, tetapi juga membantu membentuk agar suasana kerja menjadi nyaman dan menyenangkan.

Pencahayaan buatan diperlukan karena tidak dapat sepenuhnya tergantung pada ketersedian pencahayaan alami, misalnya pada malam hari atau di ruang yang tak terjangkau oleh cahaya alami. Dengan demikian sudah semestinya pencahayaan buatan bersifat saling mendukung dengan pencahayaan alami, tidak dapat dikatakan mana yang lebih unggul.

3.5. Pengukuran Pencahayaan

3.5.1. Pengukuran Iluminasi

Iluminasi untuk bidang kerja diukur secara horizontal sejauh 75 centimeter diatas permukaan lantai, sedangkan untuk luasan tertentu iluminasi diperoleh dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa titik pengukuran (SNI 03-6575-2001)4

1. Penerangan setempat: obyek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan, pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada.

.

Penentuan titik pengukuran iluminasi diatur dalam SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Penentuan titik pengukuran pada pencahayaan adalah sebagai berikut:

4

Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. SNI 16-7062-2004


(34)

a. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor.

b. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk intensitas penerangan setempat atau umum.

c. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil.

d. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas penerangan setempat.

e. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas penerangan.

2. Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:

a. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 (satu) meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan kurang dari 10 meter persegi seperti Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum Dengan Luas Kurang dari 10 m2

1 m 1 m 1 m 1 m

1 m 1 m 1 m


(35)

b. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan antara 10 meter sampai 100 meter persegi seperti Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum Dengan Luas Kurang dari 10 m2-100 m2

3.

Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk ruangan dengan luas lebih dari 100 meter persegi seperti Gambar 3.5.

3 m 3 m

3 m 3 m

3 m

3 m

3 m


(36)

Gambar 3.5. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum Dengan Luas Lebih dari 100 m2

3.5.2. Pengukuran Luminansi

Luminansi untuk bidang kerja diukur dengan menggunakan lux meter. Pengukuran luminansi dilakukan dengan meletakkan sensor cahaya menghadap ke permukaan objek yang akan diukur tingkat luminansinya pada jarak 2 sampai 4 inchi hingga angka pembacaan pada layar lux meter stabil5

5

M. David Egan. Concepts in Architectural Lighting. (New York: McGraw Hill School Education Group, 1983), h.87

. Posisi sensor harus diatur sedemikian rupa untuk menghindari jatuhnya bayangan alat ataupun operator pada area yang akan diukur. Posisi alat ukur pada pengukuran tingkat luminansi ditunjukkan pada Gambar 3.6 (Concepts in Architectural Lighting, 1983).

6 m 6 m 6 m 6 m

6 m

6 m

6 m


(37)

2 to 4 in

Instrumen (dalam posisi menghadap

tanpa adanya bayangan Sinar Pantul

Dinding

Gambar 3.6. Posisi Pengukuran Luminansi

3.5.3. Pengukuran Reflektansi

Metode pengukuran reflektansi terbagi menjadi dua cara, yaitu metode perbandingan sampel diketahui dan metode cahaya datang-cahaya pantul6

1. Mengukur intensitas cahaya yang jatuh ke permukaan objek.

. Metode perbandingan sampel diketahui menggunakan suatu kartu pengukur reflektansi dan digunakan untuk mengukur reflektansi pada permukaan yang memantulkan cahaya secara difusi (menyebar). Metode cahaya datang-cahaya pantul digunakan untuk menentukan reflektansi (dalam persen) pada permukaan yang memantulkan cahaya atau tidak mengkilap. Metode ini terdiri dari tiga langkah, yaitu sebagai berikut :

2. Mengukur intensitas cahaya yang dipantulkan dari permukaan objek.

3. Mengukur reflektansi permukaan objek dengan cara membagi angka intensitas cahaya pantul dengan intensitas cahaya yang diterima.

Posisi alat ukur pada pengukuran angka reflektansi objek ditunjukkan pada Gambar 3.7 (Concepts in Architectural Lighting, 1983).

6

Ibid., h.85


(38)

2 to 4 in

Instrumen (dalam posisi menghadap

tanpa adanya bayangan Sinar Pantul

Dinding Dinding

Instrumen Sinar Datang

Gambar 3.7. Posisi Pengukuran Reflektansi Objek

3.5.4. Pemilihan Jenis Lampu

Secara umum lampu digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu lampu pijar (incandescent), lampu fluorescent, lampu HID (High-Intensity Discharge), dan lampu LED7

1. Lampu pijar (incandescent) : cahaya yang dihasilkan oleh filament dari bahan tungsten (titik lebur > 2200 oC) yang berpijar karena panas sehingga disebut lampu tungsten. Efikasi lampu pijar rendah, hanya 8-10% energi menjadi cahaya dan sisanya terbuang sebagai panas. Lampu tungsten diisi gas halogen (iodine, chlorine, bromine, dan fluorine) untuk memperbaiki efikasinya) sehingga disebut lampu tungsten-halogen yang efikasinya mencapai 17,5 lm/watt.

.

Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu pijar ditunjukkan pada Tabel 3.3.

7

Prasasto Satwiko. Fisika Bangunan. (Yogyakarta: A NDI, 2008) h. 200-206


(39)

Tabel 3.3. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu Pijar

Keuntungan Kerugian

Pengaturan distribusi cahaya mudah

Efikasi (lumen per watt) rendah Perlengkapan sangat sederhana Umur pendek, sekitar 750-1000

jam Tidak terpengaruh suhu dan

kelembaban

Panas lampu meningkatkan suhu ruangan

Menampilkan warna dengan sangat bagus

Menyalakan lampu pijar pada tegangan yang tidak sesuai dapat mempengaruhi kinerja lampu Pemakaian sangat luwes Warna yang cenderung hangat

membuat suasana ruangan kurang sejuk

Biaya awal rendah

Pengaturan intensitas cahaya mudah

Sumber : Fisika Bangunan, 2008

2. Lampu fluorescent : cahaya dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam tabung lampu. Fosfor berpendar karena menyerap gelombang pendek cahaya ungu-ultra sebagai akibat lecutan listrik (terbentuk oleh loncatan elektron antar katoda didalam tabung yang berisi uap merkuri bertekanan rendah dan argon). Jenis bubuk fosfor menentukan warna cahaya yang dihasilkan. Efikasi lampu fluorescent antara 40-85 lm/watt dimana 25% energi dijadikan cahaya. Pada 100 jam pertama, terjadi penyusutan besar pada intensitas cahaya (lumen). Efikasi (lumen per watt) lampu fluorescent 2-3 kali lebih baik dari lampu pijar.

Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu flourescent ditunjukkan pada Tabel 3.4.


(40)

Tabel 3.4. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu Flourescent

Keuntungan Kerugian

Efikasi (lumen per watt) tinggi Cahaya terpengaruh suhu dan kelembaban

Umur panjang, sekitar 20.000 jam Tidak mudah mengatur cahaya dengan menggunakan dimmer

Menerangi area yang lebih luas dengan cahaya baur

Butuh balas yang dapat mengeluarkan suara mengganggu

Cahaya tidak menimbulkan bayangan Menimbulkan efek cahaya bergetar Warna cahaya yang putih membuat

suasana ruangan sejuk

Efikasi meningkat bila suhu tidak lebih 40oC

Sumber : Fisika Bangunan, 2008

3. Lampu HID (High-Intensity Discharge Lamps) : cahaya dihasilkan oleh lecutan listrik melalui uap zat logam. Lampu merkuri menghasilkan cahaya dari lecutan listrik dalam tabung kaca atau kuarsa berisi uap merkuri bertekanan tinggi. Efikasi lampu HID antara 40-60 lm/watt. Dibutuhkan waktu antara 3-8 menit (untuk menguapkan merkuri) sebelum menghasilkan cahaya maksimal. Perlu selang 5-10 menit sebelum dihidupkan kembali. Halida logam (thalium, indium, dan sodium) ditambahkan pada lecutan listrik untuk memperbaiki efikasi dan warna sehingga disebut lampu metal-halida. Walau efikasi bisa mencapai 70 lm/watt, umurnya berkurang hingga separuh. Perkembangan selanjutnya dari lampu HID adalah lampu uap sodium bertekanan tinggi (high pressure sodium vapor lamp). Salah satunya adalah dengan membuat tabung lecutan dari keramik yang berisi xenon, merkuri, dan sodium. Efikasi lampu HID mencapai lebih dari 95 lm/watt.

Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu HID ditunjukkan pada Tabel 3.5.


(41)

Tabel 3.5. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu HID

Keuntungan Kerugian

Efikasi jauh lebih tinggi dibanding lampu pijar dan fluorescent

Hanya cocok untuk ruangan dengan ketinggian diatas 3 m

Pendistribusian cahaya lebih mudah daripada lampu fluorescent

Membutuhkan waktu sekitar 8 menit untuk bersinar penuh

Biaya operasional sangat rendah Biaya awal sangat tinggi

Tidak terpengaruh suhu Butuh balas yang dapat mengeluarkan suara mengganggu

Lebih awet dari lampu pijar dan kadang lebih awet dari flourescent

Beberapa lampu dapat mengeluarkan cahaya ungu-ultra yang membahayakan kesehatan

Sumber : Fisika Bangunan, 2008

4. Lampu LED (Light Emitting Diode) : cahaya dihasilkan oleh dioda semikonduktor yang mengeluarkan energi cahaya ketika diberikan tegangan. Semikonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik, meskipun tidak sebaik konduktor listrik. Semikonduktor umumnya dibuat dari konduktor lemah yang diberi material lain. Pada LED digunakan konduktor dengan gabungan unsur logam aluminium, gallium, dan arsenit. Konduktor AlGaAs murni tidak memiliki pasangan elektron bebas sehingga tidak dapat mengalirkan arus listrik. Oleh karena itu dilakukan proses doping dengan menambahkan elektron bebas untuk mengganggu keseimbangan konduktor tersebut, sehingga material yang ada menjadi semakin konduktif.

Keuntungan dan kerugian pemakaian lampu LED ditunjukkan pada Tabel 3.6.


(42)

Tabel 3.6. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu LED

Keuntungan Kerugian

Umur panjang, 35.000-50.000 jam Biaya awal sangat tinggi

Tahan goncangan Terpengaruh suhu

Mudah dipasangi dimmer Peka terhadap tegangan listrik Ukuran kecil sehingga tidak

memerlukan banyak ruang Warna dapat disesuaikan tanpa menambah filter

Sumber : Fisika Bangunan, 2008

3.6. Persamaan untuk Menentukan Faktor Pencahayaan Buatan

Untuk menghitung penerangan di satu titik oleh suatu sumber cahaya, rumus yang digunakan adalah8

8

Ibid.,h.225-229

: E = ϕ / A

Dengan E = penerangan rata-rata (lux)

Φ = total arus cahaya di bidang bersangkutan, lumen

A = luas area, m2

Dalam kenyataannya, perhitungan penerangan dipengaruhi distribusi intensitas cahaya luminer, efisiensi, bentuk, dan ukuran ruang, pemantulan permukaan, dan ketinggian lampu dari bidang kerja. Untuk itu, perlu ditambahkan faktor CU (coefficient of utilization). Sehingga, rumusnya menjadi :

E = ϕ. CU / A

Selama penggunaan lampu, intensitas cahayanya akan berkurang oleh timbunan debu dan nilai lumennya akan menyusut. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan

faktor LLF (light-loss factor). Sehingga, rumusnya menjadi :

E = ϕ.CU.LLF/A


(43)

Nilai CU sangat bergantung pada bilangan pantul permukaan. Semakin tinggi bilangan pantul permukaan langit-langit, ruang dan lantai maka nilai CU akan semakin tinggi. Bila permukaan-permukaan ruang memiliki bilangan pantul yang berbeda-beda maka harus dicari bilangan pantul rata-rata :

ρ = (ρ1A1 + ρ2A2 + … + ρnAn ) / (A1 + A2 + … + An )

Langkah selanjutnya adalah mencari bilangan pantul rongga efektif (effective cavity reflectance). Bilangan pantul rongga efektif untuk setiap permukaan ruang adalah :

ρcc = bilangan pantul rongga langit-langit efektif (effective ceiling cavity reflectance)

ρrc = bilangan pantul rongga ruang efektif (effective wall cavity reflectance)

ρfc = bilangan pantul rongga lantai efektif (effective floor cavity reflectance) Setelah menemukan CU, kemudian nilai LLF (light-loss factor) dihitung. LLF terdiri atas nonrecoverable factor dan recoverable factor. Nonrecoverable factor terdiri atas :

1. LAT (luminaire ambient temperature), suhu disekitar lampu. Jika lampu beroperasi di lingkungan normal sesuai desain pabrik, maka LAT = 1. Pengertian lingkungan normal sesuai arahan pabrik pembuat lampu tersebut. 2. VV (voltage variation), variasi tegangan listrik. Jika lampu dioperasikan pada

voltase sesuai desainnya maka VV = 1

3. LSD (luminaire surface depreciation), depresiasi permukaan luminer. Permukaan luminer akan mengalami penurunan kualitas, seperti penutup berubah warna, reflector tergores, dan sebagainya.


(44)

4. BF (ballast factor), faktor kehilangan yang ikut berperan dalam ketidakmampuan lampu untuk beroperasi pada level daya tertentu .

Sedangkan recoverable factor meliputi:

1. LDD (luminaire dirt depreciation), depresiasi cahaya akibat penimbunan kotoran pada luminer. LDD dipengaruhi oleh tipe luminer, kondisi atmosfer lingkungan dan waktu antara pembersihan luminer berkala.

2. RSDD (room surface dirt depreciation), depresiasi cahaya akibat penumpukan kotoran di permukaan ruang. Pencahayaan yang memanfaatkan pemantulan akan lebih mudah terpengaruh oleh penumpukan kotoran (debu). 3. LLD (lamp lumen depreciation), faktor depresiasi lumen yang tergantung

pada jenis lampu dan waktu penggantiannya.

Nilai (RSDD) room surface dirt depreciation ditunjukkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Room Surface Dirt Depreciation

Jenis Pencahayaan Nilai RSDD

Pencahayaan langsung 0,92 ± 5%

Pencahayaan semilangsung 0,87 ± 8% Pencahayaan langsung-tak-langsung 0,82 ± 10% Pencahayaan semi-tidak-langsung 0,77 ± 12% Pencahayan tak-langsung 0,72 ± 17%

Sumber : Fisika Bangunan, 2008

Nilai LLD (lamp lumen depreciation) ditunjukkan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Lamp Lumen Depreciation Jenis Lampu Penggantian

Bersamaan

Penggantian Berdasar Lampu yang Mati

Lampu pijar 0,94 0,88

Tungsten-halogen 0,98 0,94

Fluorescent 0,90 0,85

Mercury 0,82 0,74

Metal-Halide 0,87 0,80

High-Pressure Sodium 0,94 0,88

Sumber : Fisika Bangunan, 2008


(45)

4. LBO (lamp burnout), perkiraan jumlah lampu yang mati sebelum waktu penggantian yang direncanakan. Bila lampu diganti seluruhnya, LBO = 1. Bila penggantian hanya pada lampu yang mati maka LBO = 0,95.

Sehingga, nilai light loss factor (LLF) atau faktor kehilangan cahaya dapat dihitung dengan mengalikan semua faktor tersebut :

LLF = LAT X VV X BF X LSD X RSDD X LDD X LLD X LBO

3.7. Software Calculux 5.0

Calculux adalah software yang dapat membantu perancang pencahayaan untuk memilih dan mengevaluasi sistem pencahayaan untuk sarana olahraga, tempat parker, area umum, industri, dan perhitungan lampu jalan9

Gambar 3.8. Software Calculux 5.0

. Software

produksi Philips Lighting ini memiliki keunggulan cepat, mudah digunakan, dan fleksible. Software calculux ditunjukkan pada Gambar 3.8 (www.lightingsoftware.philips.com).

9

www.lightingsoftware.philips.com


(46)

Hal-hal yang dapat dilakukan dengan software calculux 5.0 adalah sebagai berikut :

1. Menunjukkan perhitungan pencahayaan dalam area persegi 2. Memilih lampu dari database Philips

3. Memilih posisi lampu 4. Memilih faktor perawatan

5. Menghitung biaya pemakaian listrik

Contoh simulasi pencahayaan dengan software calculux 5.0 dapat dilihat pada Gambar 3.9 (www.lightingsoftware.philips.com).

Gambar 3.9. Simulasi Pencahayaan dengan Software Calculux 5.0

3.1 Visual Acuity (Ketajaman Penglihatan)10

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan untuk membedakan hal-hal yang detail dimana tergantung pada akomodasi mata. Ada beberapa perbedaan

10

Mark S. Sanders and Ernest J. McCormick. Ergonomics: Human Factors in Engineering and Design. New York: St. Louis San Francisco. 1993. Hal: 94-97.


(47)

tipe dari ketajaman penglihatan yang tergantung pada tipe objek. Ketajaman penglihatan ini sering digunakan untuk mengukur ketajaman, ketajaman minimum terpisah yang menunjukkan jarak terkecil antara objek terhadap mata yang dapat dideteksi. Variasi objek digunakan untuk mengukur ketajaman minimum terpisah termasuk huruf dan variasi geometris seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.1. Ketajaman biasanya diukur timbal balik dari sudut penglihatan di mata dengan detail terkecil yang dapat dibedakan seperti jarak dalam cincin Landholt seperti Gambar 3.1. Sudut penglihatan diukur menggunakan busur. Konsep dari sudut penglihatan ini di ilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.10. Ilustrasi dari Variasi Tipe Objek Digunakan dalam Tes

Ketajaman Visual dan Eksperimen

Fitur ini dibedakan dalam objek a, b, c, dan d dari semua ukuran yang sama, oleh karena itu sudut penglihatan pada mata sama. Dengan target apakah objek dapat didentifikasi untuk setiap huruf dengan subjek c, e, dan f, untuk mengidentifikasi orientasi (seperti vertikal atau horizontal) dan dengan subjek b subjek untuk mengidentifikasi salah satu dari empat orientasi. Dengan target subjek d untuk mengidentifikasi satu sasaran kotak-kotak dari tiga lainnya dengan kotak kecil. Dimana H adalah tinggi dari objek, dan D adalah jarak dari mata. H dan D harus dalam satuan yang sama seperti inci, feet, milimeter. Dan sebagainya. “Normal” ketajaman biasanya diambil menjadi 1,0 (VA = 1 menit), tapi itu


(48)

tergantung pada jenis sasaran yang digunakan. Misalnya, ketajaman untuk cincin

Landholt lebih baik daripada untuk huruf Snellen (jenis yang digunakan pada dokter grafik mata). Jika seseorang dapat membedakan hal yang detail menggunakan busur dari 1,5 menit. Ketajaman untuk orang yang 1/1,5 menit atau dengan hasil 0,67 menit.

Di sisi lain, ada seseorang yang lebih baik dari pada rata-rata ketajaman yang dapat membedakan detail yang subtends busur 0,8 menit memiliki skor ketajaman dari 1/0,8 dengan hasil 1,25 menit. Semakin tinggi skor ketajaman, maka semakin kecil ukuran detail yang dapat diselesaikan. Dalam uji klinis ketajaman, pengamat biasanya berada pada 20 feet atau 6 m dari grafik mata. Ketajaman dinyatakan sebagai rasio, seperti 20/30 (disebut Snellen Acuity). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang dites hampir tidak bisa membaca pada 20 feet

dengan normal (20/20 vision) orang dapat membaca di 30 feet. 20/10 menunjukkan bahwa orang tersebut dapat membaca pada 20 feet dimana orang normal harus membawa ke 10 feet sebelum memulai membaca. Normalnya 20/20

vision diasumsikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan detail target 1 menit busur pada 20 feet (maka ketajaman sama 1 menit). Misalnya, 20/30 setara dengan ketajaman dari 0,6.

Ada jenis lain dari ketajaman selain ketajaman dipisahkan minimum. Vernier Acuity mengacu pada kemampuan untuk membedakan perpindahan lateral, dari satu baris ke baris lain, jika tidak begitu seimbang akan membentuk garis kontinu. Ketajaman jelas minimal adalah kemampuan untuk mendeteksi tempat (putaran dot) dari background. Selanjutnya, Stereoscopic acuity mengacu


(49)

pada kemampuan untuk membedakan gambar, atau gambar yang diterima oleh retina mata dari satu objek yang memiliki kedalaman. (Ini dua gambar yang paling dimana objek dekat dengan mata dan yang paling berbeda ketika ketika objek jauh).

Gambar 3.11. Ilustrasi dari Konsep Sudut Penglihatan

Dalam ilustrasi ini, sudut penglihatan dari spesifik elemen tertentu dari E (objek) bisa diturunkan (ketebalan dari elemen akan menjadi nilai H).

3.9. Mata

Alat indra penglihatan pada manusia adalah sepasang mata. Mata berfungsi sebagai fotoreseptor, yaitu reseptor yang mendeteksi atau mengenali stimulus yang berupa cahaya. Mata memiliki diameter 2,5 cm dan terletak di dalam rongga mata (orbit) pada tengkorak. Beberapa bagian penting dalam mata antara lain sclera, konjungtiva, kornea, koroid, badan siliaris, retina, iris, pupil, lensa mata, fvovea, bintik buta, ligament suspensor, saraf optic, dan otot mata. Bintik buta adalah suatu daerah di retina mata yang merupakan jalur syaraf penglihatan menuju ke otak, dan tepat di jalur keluar tersebut tidak terdapat sel peka cahaya sehingga bila bayangan benda jatuh tepat di bintik buta, maka otak tidak akan mendapatkan sinyal dari mata karena bayangan itu jatuh tidak pada sel-sel yang peka cahaya. Bintik buta tidak memiliki sel-sel-sel-sel batang dan sel-sel-sel-sel kerucut sehingga tidak peka terhadap cahaya.


(50)

Pembiasan cahaya dari suatu benda akan membentuk bayangan benda jika cahaya tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina, karena cahaya yang jatuh pada bagian ini akan mengenai sel-sel batang dan kerucut yang meneruskannya ke saraf optik dan saraf optik meneruskannya ke otak sehingga terjadi kesan melihat. Sebaliknya, bayangan suatu benda akan tidak nampak, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina.


(51)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Mahakarya Jaya Sinergi berlokasi di Jalan Letjen Jamin Ginting Km. 18 No. 18 Desa Hulu Kecamatan Pancur Baru Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2016 sampai dengan bulan Juli 2016.

4.2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan fakta-fakta secara akurat dan aktual tentang suatu objek tanpa melakukan perubahan terhadap data (Sukaria,2014).

4.3. Objek Penelitian

Objek yang diamati pada penelitian ini adalah tingkat pencahayan di area stasiun pemotongan pada PT. Mahakarya Jaya Sinergi. Layout produksi dan objek penelitian pencahayaan dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(52)

LAYOUT PRODUKSI PT. MAHAKARYA JAYA SINERGI

OBJEK PENELITIAN 3

2

1 4

5

Keterangan

Pemotongan

Hidrolic

Pengecatan Aksesoris

Finishing

1 Kode

3 2

5 4

Gambar 4.1. Layout Produksi dan Objek Penelitian

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah :

a. Daya lampu: kekuatan bola lampu untuk menerangi stasiun pemotongan. b. Jarak lampu terhadap bidang kerja: seberapa jauh jarak lampu terhadap

bidang kerja pada masing-masing departemen.

c. Iluminasi: jumlah cahaya yang datang pada suatu unit bidang dan diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan luxmeter .

d. Luminansi: jumlah cahaya per unit area yang meninggalkan permukaan. e. Luas ruangan: menunjukkan panjang dan lebar ruangan penelitian. 2. Variabel Terikat :


(53)

Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah tingkat pencahayaan yang tidak sesuai standar.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Luxmeter

Spesifikiasi HIOKI 3423 lux Hi Tester dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Spesifikasi Lux Hi Tester Spesifikasi

Measurement range 20 to 200,000 lx full-scale, 5 ranges

Accuracy ±4 % rdg. ±1 dgt. (environment temperature; 23 ±5 °C) Display 1999 full digits, LCD with EL backlight (However, in the

20,000 lux range, the maximum is 19990 /10 digits steps, and in the 200,000 lx range, the maximum is 199900 /100 digits steps)

Response time 5 sec. or less (auto range), 2 sec. or less (manual range) 0,74

Receptor element Silicon photodiode

Other function Sensor separate : Permits remote measurement with the sensor separated from the main unit.(using the 9436) Analog output : 200 mV DC at full scale rate Power supply R6P(AA) × 2 (Continuous use of 25 hours) or

AC adapter (6 V, 300 mA)

Dimensions, mass 74 mm(2.91 in)W × 170 mm(6.69 in)H × 30 mm(1.18 in)D, 310 g (10.9 oz)

Accessories CARRYING CASE 9376 (1), Sensor cap (1), R6P batteries (2)

HIOKI 3423 lux Hi Tester dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. HIOKI 3423 lux Hi Tester

2. Meteran


(54)

Meteran digunakan untuk pengukuran layout stasiun pemotongan.

4.6. Kerangka Konseptual Penelitian

Suatu penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedianya sebuah rancangan kerangka berpikir yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Pencahayaan tidak sesuai

standar Daya Lampu

Jarak lampu terhadap bidang

Iluminasi Perbaikan

rancangan pencahayaan

Luas ruangan Luminansi

SNI 16- 7062-2004

Gambar 4.3. Kerangka Konseptual Penelitian

4.7. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Daya lampu diperoleh dengan melihat spesifikasi lampu.

b. Jarak lampu terhadap bidang kerja diperoleh menggunakan meteran. c. Iluminasi diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan luxmeter . d. Luminansi diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan luxmeter . e. Luas ruangan diperoleh menggunakan meteran.

f. Pencahayaan tidak sesuai standar diperoleh dari perbandingan pencahyaan menurut Kepmenkes 1405/MENKES/SK/XI/2002.

4.8. Prosedur Pengukuran Iluminasi dan Luminansi


(55)

Prosedur pengukuran iluminasi adalah sebagai berikut: 1. Menentukan titik pengukuran.

Penentuan titik pengukuran pada stasiun pemotongan ditentukan menurut SNI 16- 7062-2004. Stasiun pemotongan menggunakan grid pengukran 3 m x 3 m karena memiliki luas 95.2 m2 sehingga diperolah enam titik pengukuran. Sketsa titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.4.

3.0m. 3.0m. 3.0m. 2.9m.

3.0m.

2m

8.0m.

3.0m.

Lampu

1

2 6

5 4

3

Titik Pengukuran

Gambar 4.4. Titik Pengukuran Iluminasi Stasiun Pemotongan

2. Menyiapkan alat luxmeter.

3. Mengukur iluminasi ruang menurut titik pengukuran. Pengukuran dilakukan 3 kali di setiap titik. Tepat pukul 09:00, peneliti memasuki stasiun pemotongan dan menuju titik 1, selanjutnya peneliti menghidupkan alat

luxmeter, dan membuka penutup detektor lalu menunggu hasil pengukuran dilayar lux meter, selanjutnya menekan tombol Max untuk memaksimalkan angka hasil pengukuran dan menekan tombol Hold (tahan) memastikan angka pengukuran tidak berubah, selanjutnya peneliti mencatat hasil pengukuran titik 1. Tekan kembali tombol Hold untuk menetralkan alat, selanjutnya peneliti menutup kembali tutup detektor untuk mengembalikan angka pada


(56)

layar lux meter menjadi 0. Alat luxmeter tidak perlu dimatikan. Selanjutnya karena sebelumnya alat tidak perlu dimatikan, peneliti hanya perlu membuka penutup detektor dan menunggu alat mengukur tingkat cahaya, pengukuran kedua dan ketiga pada titik 1 dilakukan pukul 9:30 dan 10:00. Alat luxmeter

dimatikan.

4. Selanjutnya pukul 10:01 peneliti berpindah ke titik 2, peneliti menghidupkan alat luxmeter dan menunggu alat mengukur tingkat cahaya di titik 2, lalu tekan tombol Max untuk memaksimalkan angka pengukuran detektor, dan menekan tombol Hold untuk menahan angka pengukuran tidak berubah. Selanjutnya mencatat hasil pengukuran dan menekan kembali tombol Hold untuk menetralkan lalu menutup kembali penutup detektor. Pengukuran kedua dan ketiga pada titik 2 dilakukan pukul 10:30 dan 11:00.

5. Selanjutnya hal yang sama dilakukan peneliti sampai titik 6 dengan sampel waktu antara 09:00-10:00, 10:00-11:00, 11:00-12:00, 12:00-13:00, 13:00-14:00, 14:00-15:00, 15:00-16:00. Pengukuran dilakukan selama 3 hari berturut-turut.

Format pengumpulan data iluminasi stasiun pemotongan dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2. Format Pengumpulan Data Iluminasi

Titik

Iluminasi (Lux)

09:00 - 10:00 10:00 - 11:00 11:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 14:00 14:00 - 15:00 15:00 - 16:00 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

2 . . 6

Selanjutnya mengukur data tingkat luminansi dan tingkat iluminasi objek material stasiun pemotongan dengan cara sebagai berikut :


(57)

1. Hidupkan alat 4 in 1 environmental meter dan buka penutup sensor cahaya.

2. Letakkan sensor pada material objek (dinding, meja bahan, meja tinta, mesin-mesin produksi, dan lantai) yang akan diukur tingkat iluminasinya dengan posisi sensor menghadap ke sumber cahaya.

3. Catat tingkat iluminasi (A) yang tertera pada layar ke form pengamatan.

4. Balik sensor dan tarik menjauhi material objek dengan jarak 2 inchi pada satu garis normal dan tunggu sampai angka pada display tidak bergerak lagi.

5. Catat tingkat luminansi (B) yang tertera pada layar ke form pengamatan.

Format pengumpulan data tingkat luminansi dan tingkat iluminasi objek material stasiun pemotongan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Format Pengumpulan Data Tingkat Luminansi dan Tingkat Iluminasi Objek Material

Bidang

Pengukuran Material Warna

Iluminasi (A) Luminansi (B)

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Dinding Kiri Dinding Kanan Dinding Depan Dinding Belakang Lantai

4.9. Tahapan Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah keseluruhan data yang dibutuhkan telah terkumpul. Berikut ini adalah tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini.

1. Menghitung Iluminasi rata-rata 2. Menghitung angka reflektansi

3. Mengitung jumlah cahaya rekomendasi 4. Melakukan simulasi pencahayaan.


(58)

4.10. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah berawal dari analisa hasil pengukuran langung menggunakan luxmeter. Hasil pengukuran cahaya yang didapat dibandingkan dengan keputusan Mentri Kesehatan NO 1405/MENKES/SK/XI/2002. Selanjutnya diusulkan rancangan pencahayaan dan dibandingkan dengan kondisi aktual.

Keseluruhan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.5.


(59)

Studi Lapangan

1. Gambaran Umum Perusahaan 2. Proses Produksi

3. Kuisioner Lingkungan Kerja

Studi Literatur

1. Teori Buku Pencahayaan 2. Referensi Jurnal Penelitian

Identifikasi Tingkat Pencahayaan

Kondisi Pencahayaan Stasiun Pemotongan

Analisis Pemecahan Masalah

Melakukan desain perbaikan dan perhitungan biaya pencahyaan

SELESAI

Mulai

Kesimpulan dan Saran

Penetapan Tujuan

Analisa faktor, pencahayaan, pemetaan, usulan

Pengumpulan Data

Daya lampu, jaraklampu, iuminansi, luminansi, luas ruangan

Perumusan Masalah

Pengukuran Tingkat Pencahayaan

Pengolahan Data

Menghitung Iluminasi rata-rata Menghitung angka reflektansi Mengitung jumlah cahaya rekomendasi Melakukan simulasi pencahyaan

Gambar 4.5. Blok Diagram Tahapan Data


(60)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Karakteristik Sumber Cahaya dan Ruangan

Data yang diperoleh dari karakteristik sumber cahaya meliputi jumlah lampu, daya lampu, dan jarak lampu ke bidang kerja. Adapun karakteristik ruangan meliputi luas stasiun pemotongan PT. Mahakarya Jaya Sinergi. Data karakteristik sumber cahaya dan ruangan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Karakteristik Lampu dan Ruangan Stasiun Pemotongan

Karakteristik Keterangan

Luas Ruangan (m2 ) 95.2

Daya Lampu (Watt) 28

Jumlah Lampu 2

Jarak Lampu ke Bidang Kerja (m) 9

5.2. Iluminasi Stasiun Pemotongan dan Area Kerja Operator

Untuk area pertama yang akan diteliti adalah area stasiun pemotongan PT. Mahakarya Jaya Sinergi. Stasiun pemotongan menggunakan grid pengukuran 3 m x 3 m karena memiliki luas 95.2 m2 sehingga diperoleh enam titik pengukuran seperti pada Gambar 4.4.

Hasil pengukuran iluminasi stasiun pemotongan PT. Mahakarya Jaya Sinergi dapat dilihat pada Tabel 5.2. sampai dengan Tabel 5.4.


(61)

Tabel 5.2. Iluminasi Stasiun Pemotongan Hari I

Titik

Iluminasi Stasiun Pemotongan (Lux) 09 :00 - 10:00

WIB

10:00 - 11:00 WIB

11:00 - 12:00 WIB

12:00 - 13:00 WIB

13:00 - 14:00 WIB

14:00 - 15:00 WIB

15:00 - 16:00 WIB

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 31.0 31.6 31.5 35.0 32.9 31.8 22.0 22.1 22.4 25.0 24.8 24.5 47.1 49.8 50.3 43.0 42.2 43.0 36.0 36.2 36.1

2 35.0 35.8 34.2 33.8 33.6 33.9 33.1 33.5 33.5 42.3 41.7 40.4 41.8 42.0 42.4 41.5 41.5 41.8 32.3 32.4 32.1

3 37.0 38.9 39.8 42.1 41.1 40.3 46.1 46.1 45.3 51.9 51.7 51.7 56.0 56.1 56.5 43.4 43.6 44.3 38.2 37.9 38.4

4 20.1 20.3 20.3 21.5 22.6 22.8 16.7 16.5 17.1 22.6 22.2 22.1 27.3 28.8 28.9 22.1 22.7 22.4 23.4 22.9 23.5

5 46.2 45.8 43.2 47.9 47.5 48.2 45.7 45.9 45.9 50.3 50.7 52.1 60.1 59.3 61.3 49.2 49.8 48.0 41.5 42.0 42.5

6 36.4 35.1 34.3 38.4 38.0 38.3 40.8 40.6 40.5 52.3 52.4 52.4 43.4 44.4 44.8 42.2 42.2 41.7 36.5 35.6 36.5

Tabel 5.3. Iluminasi Stasiun Pemotongan Hari II

Titik

Iluminasi Stasiun Pemotongan (Lux) 09 :00 - 10:00

WIB

10:00 - 11:00 WIB

11:00 - 12:00 WIB

12:00 - 13:00 WIB

13:00 - 14:00 WIB

14:00 - 15:00 WIB

15:00 - 16:00 WIB

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 28.2 30.2 30.0 43.3 43.4 43.3 37.6 36.4 36.5 42.9 40.3 41.5 34.7 32.1 31.9 15.5 15.9 16.3 8.6 10.3 10.6

2 29.9 29.8 31.2 44.2 42.8 44.3 44.6 45.0 44.4 38.4 37.0 38.5 34.4 34.3 34.3 30.2 30.4 30.2 30.1 29.3 28.6

3 28.8 29.4 28.0 30.3 31.6 32.4 39.5 38.0 39.7 41.5 39.5 40.0 30.4 30.3 30.4 27.2 27.9 28.0 28.3 27.4 28.0

4 41.2 40.3 41.6 31.8 32.5 31.0 36.0 35.1 35.4 34.6 36.1 34.8 28.6 29.3 30.0 19.7 17.6 16.9 12.8 12.4 12.7

5 48.8 48.6 48.7 53.1 52.8 50.0 55.0 54.3 55.1 58.2 56.1 57.9 47.1 46.9 45.0 31.7 31.5 31.2 30.8 30.5 31.0

6 43.9 43.8 43.9 45.7 45.0 46.1 48.8 49.7 50.0 39.2 42.9 40.1 38.4 40.0 38.6 26.1 25.8 26.1 23.1 24.7 23.9

Tabel 5.4. Iluminasi Stasiun Pemotongan Hari III

Titik Iluminasi Stasiun Pemotongan (Lux)

09 :00 - 10:00 WIB

10:00 - 11:00 WIB

11:00 - 12:00 WIB

12:00 - 13:00 WIB

13:00 - 14:00 WIB

14:00 - 15:00 WIB

15:00 - 16:00 WIB

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 20.3 20.1 20.1 21.5 22.7 22.2 20.4 19.8 19.8 25.6 24.2 26.0 19.3 18.5 18.7 17.0 16.7 16.3 16.1 16.9 17.5

2 24.1 26.4 24.4 40.8 40.9 39.3 44.9 43.2 46.1 49.5 51.3 50.2 47.3 46.3 46.8 52.1 52.6 53.1 43.0 42.8 42.9

3 38.4 38.5 38.5 31.1 32.3 32.0 44.3 46.1 42.4 57.9 58.2 58.1 55.5 53.4 54.9 55.2 54.7 55.3 54.8 54.9 55.6

4 25.2 26.7 24.8 27.1 25.8 28.5 32.8 32.4 32.9 30.0 31.3 28.3 23.1 22.5 23.7 18.0 19.3 17.4 18.9 18.6 19.0

5 40.4 40.6 39.6 48.3 48.0 47.3 51.5 53.6 51.8 58.1 57.6 59.5 59.3 60.2 60.2 50.0 49.8 48.6 49.2 49.7 48.1

6 41.3 40.2 41.1 32.6 33.7 33.2 45.8 45.9 46.0 43.1 43.3 42.7 48.3 47.8 49.1 40.1 40.1 40.3 37.8 36.6 38.0


(62)

Grafik iluminasi stasiun pemotongan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Hasil perhitungan iluminasi rata-rata stasiun pemotongan PT. Mahakarya Jaya Sinergi dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Gambar 5.1. Grafik Iluminasi Stasiun Pemotongan PT. Mahakarya Jaya Sinergi.

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6

ILU

M

IN

A

S

I

(

Lu

x)

Titik Pengukuran

Pukul 09:00 -10:00 WIB Pukul 10:00 -11:00 WIB Pukul 11:00 -12:00 WIB Pukul 12:00 -13:00 WIB Pukul 13:00 -14:00 WIB


(63)

Tabel 5.5. Iluminasi Rata-Rata Stasiun Pemotongan

Titik

Iluminasi Stasiun Pemotongan (Lux)

09 :00 - 10:00 WIB 10:00 - 11:00 WIB 11:00 - 12:00 WIB 12:00 - 13:00 WIB

Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata 1 31.4 29.5 20.2 27.1 33.3 43.4 22.2 33.0 22.3 36.9 20.0 26.4 24.8 41.6 25.3 30.6

2 35.0 30.3 25.0 30.1 33.8 43.8 40.4 39.4 33.4 44.7 44.8 41.0 41.5 38.0 50.4 43.3

3 38.6 28.8 38.5 35.3 41.2 31.5 31.8 34.9 45.9 39.1 44.3 43.1 51.8 40.4 58.1 50.1

4 20.3 41.1 25.6 29.0 22.3 31.8 27.2 27.1 16.8 35.5 32.7 28.4 22.3 35.2 29.9 29.2

5 45.1 48.7 40.2 44.7 47.9 52.0 47.9 49.3 45.9 54.8 52.3 51.0 51.1 57.4 58.4 55.7

6 35.3 43.9 40.9 40.1 38.3 45.6 33.2 39.1 40.7 49.5 45.9 45.4 52.4 40.8 43.1 45.5

Tabel 5.5. Iluminasi Rata-Rata Stasiun Pemotongan (Lanjutan)

Titik

Iluminasi Stasiun Pemotongan (Lux)

13 :00 - 14:00 WIB 14:00 - 15:00 WIB 15:00 - 16:00 WIB

Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata 1 49.4 32.9 18.9 33.8 42.8 15.9 16.7 25.2 36.1 9.9 16.9 21.0

2 42.1 34.4 46.8 41.1 41.6 30.3 52.6 41.5 32.3 29.4 42.9 34.9

3 56.2 30.4 54.6 47.1 43.8 27.7 55.1 42.2 38.2 27.9 55.1 40.4

4 28.4 29.3 23.1 27.0 22.4 18.1 18.3 19.6 23.3 12.7 18.9 18.3

5 60.3 46.4 59.9 55.6 49.0 31.5 49.5 43.4 42.0 30.8 49.0 40.6

6 44.2 39.0 48.4 43.9 42.1 26.0 40.2 36.1 36.2 23.9 37.5 32.6


(64)

Area kedua yang akan diteliti adalah area kerja operator stasiun pemotongan pada PT. Mahakarya Jaya Sinergi. Berikut adalah uraian kerja operator pada stasiun pemotongan :

1. Pada stasiun ini langkah awal yang dilakukan adalah operator mengambil plat-plat yang terletak di samping mesin pemotong lalu memotong plat-plat almunium dengan menggunakan mesin pemotong plat yaitu mesin shering.

2. Setelah itu operator lalu membentuk plat lantai dan plat dinding dengan menggunakan mesin bending. Setelah selesai operator meletakkan plat-plat tersebut di sisi kanan mesin lalu diambil oleh operator dari stasiun berikutnya untuk dikerjakan.

Jangkauan area kerja operator hanya sebesar 1 m maka pengambilan titik diambil sepanjang 0.5 m dari bahu kanan dan kiri operator serta satu titik tepat di atas kepala operator. Maka diperoleh enam titik pengukuran pada area kerja operator dapat dilihat pada Gambar 5.2.

` Office 9 sq. m.

1 2

4 3

5 6

Gambar 5.2. Layout Titik Pengukuran Iluminasi Area II

Hasil pengukuran iluminasi area kerja operator stasiun pemotongan PT. Mahakarya Jaya Sinergi dapat dilihat pada Tabel 5.6. sampai dengan Tabel 5.8.


(65)

Tabel 5.6. Iluminasi Area Kerja Operator Hari I

Titik Iluminasi Area Kerja Operator (Lux)

09 :00 - 10:00 WIB 10:00 - 11:00 WIB 11:00 - 12:00 WIB 12:00 - 13:00 WIB 13:00 - 14:00 WIB 14:00 - 15:00 WIB 15:00 - 16:00 WIB

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 19.6 20.2 21.2 20.8 21.4 20.8 21.5 22.4 22.4 23.6 23.6 24.5 31.8 31.5 32.0 25.0 25.3 25.3 19.6 19.6 19.8

2 22.0 21.7 20.7 21.5 20.0 21.1 16.9 16.8 17.2 17.3 17.2 17.4 33.0 33.1 33.8 19.3 19.3 19.9 19.7 19.0 18.7

3 28.2 30.2 30.0 43.3 43.4 43.3 37.6 36.4 36.5 42.9 40.3 41.5 34.7 32.1 31.9 15.5 15.9 16.3 8.6 10.3 10.6

4 28.8 29.4 28.0 30.3 31.6 32.4 39.5 38.0 39.7 41.5 39.5 40.0 30.4 30.3 30.4 27.2 27.9 28.0 28.3 27.4 28.0

5 21.8 22.6 22.8 22.9 22.7 22.1 15.5 15.3 16.5 14.7 14.7 14.5 35.0 35.5 37.0 37.4 38.7 39.2 21.2 21.1 22.2

6 43.0 42.9 41.2 34.2 35.0 33.8 42.8 42.7 42.9 31.5 31.4 31.2 44.9 44.5 44.3 35.2 36.9 36.0 47.6 46.7 47.6

Tabel 5.7. Iluminasi Area Kerja Operator Hari II

Titik

Iluminasi Area Kerja Operator (Lux) 09 :00 - 10:00

WIB

10:00 - 11:00 WIB

11:00 - 12:00 WIB

12:00 - 13:00 WIB

13:00 - 14:00 WIB

14:00 - 15:00 WIB

15:00 - 16:00 WIB

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 22.3 20.4 21.2 21.8 22.3 21.6 26.8 27.6 25.9 20.0 19.9 21.2 17.3 19.0 20.2 14.5 13.2 14.0 16.9 15.3 15.4

2 20.4 20.2 19.9 21.4 21.9 21.9 19.2 19.4 18.0 22.5 21.3 21.9 24.5 24.2 24.0 16.7 15.8 14.3 14.4 14.2 13.9

3 35.0 35.8 34.2 33.8 33.6 33.9 33.1 33.5 33.5 42.3 41.7 40.4 41.8 42.0 42.4 41.5 41.5 41.8 32.3 32.4 32.1

4 20.1 20.3 20.3 21.5 22.6 22.8 16.7 16.5 17.1 22.6 22.2 22.1 27.3 28.8 28.9 22.1 22.7 22.4 23.4 22.9 23.5

5 42.5 42.6 42.4 41.5 42.3 42.0 46.6 45.9 45.8 37.1 35.9 36.0 33.6 34.0 33.6 33.8 30.6 29.7 33.2 33.6 33.5

6 34.5 32.0 34.6 39.6 39.7 39.6 33.2 33.8 33.9 36.6 36.8 35.4 23.7 24.3 25.1 32.0 30.3 30.2 28.9 27.0 28.1

Tabel 5.8. Iluminasi Area Kerja Operator Hari III

Titik

Iluminasi Area Kerja Operator (Lux) 09 :00 - 10:00

WIB

10:00 - 11:00 WIB

11:00 - 12:00 WIB

12:00 - 13:00 WIB

13:00 - 14:00 WIB

14:00 - 15:00 WIB

15:00 - 16:00 WIB

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 22.1 22.2 22.4 19.2 18.3 20.0 22.6 23.5 21.3 28.5 30.0 28.6 27.0 25.6 26.5 18.7 19.0 19.0 16.1 15.4 16.2

2 20.8 19.3 19.8 20.8 21.9 21.5 31.1 31.8 32.2 28.6 27.3 29.3 22.5 23.0 21.5 19.9 18.6 21.9 18.7 18.8 17.7

3 21.5 21.3 21.2 23.5 23.2 24.0 24.2 24.3 24.4 19.9 21.2 19.4 18.2 17.8 17.8 10.3 15.2 12.8 5.8 6.3 6.9

4 26.7 26.6 26.3 24.5 25.0 24.2 23.1 24.2 23.9 23.2 23.8 22.1 17.8 16.6 16.7 15.5 14.3 14.3 10.0 9.8 11.1

5 42.4 43.4 42.5 34.4 35.4 34.0 41.6 40.1 42.1 39.0 38.7 38.8 32.1 32.8 32.5 34.4 34.2 35.4 28.7 29.3 28.9

6 36.0 35.8 36.0 37.9 38.5 38.1 38.2 38.1 38.3 42.1 42.5 41.2 34.5 35.4 35.5 33.0 32.7 32.8 31.3 29.8 31.4


(66)

Adapun grafik iluminasi area kerja operator dapat dilihat pada Gambar 5.3. Hasil perhitungan iluminasi rata-rata area kerja operator stasiun pemotongan PT. Mahakarya Jaya Sinergi dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Gambar 5.3. Grafik Iluminasi Area Kerja Operator PT. Mahakarya Jaya Sinergi 0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6

ILU M IN A S I ( Lu x ) Titik Pengukuran

Pukul 09:00 - 10:00 WIB

Pukul 10:00 - 11:00 WIB

Pukul 11:00 - 12:00 WIB

Pukul 12:00 - 13:00 WIB

Pukul 13:00 - 14:00 WIB

Pukul 14:00 - 15:00 WIB


(67)

Tabel 5.9. Iluminansi Rata-Rata Area Kerja Operator

Titik

Iluminasi Area Kerja Operator (Lux)

09 :00 - 10:00 WIB 10:00 - 11:00 WIB 11:00 - 12:00 WIB 12:00 - 13:00 WIB

Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata 1 20.4 21.3 22.3 21.4 21.0 21.9 19.2 20.7 22.1 26.8 22.5 23.8 23.9 20.4 29.1 24.5

2 21.5 20.2 20.0 20.6 20.9 21.8 21.4 21.4 17.0 18.9 31.7 22.6 17.3 21.9 28.4 22.6

3 29.5 35.0 21.4 28.7 43.4 33.8 23.6 33.6 36.9 33.4 24.3 31.6 41.6 41.5 20.2 34.5

4 28.8 20.3 26.6 25.3 31.5 22.3 24.6 26.2 39.1 16.8 23.8 26.6 40.4 22.3 23.1 28.6

5 22.4 42.5 42.8 35.9 22.6 42.0 34.6 33.1 15.8 46.1 41.3 34.4 14.7 36.4 38.9 30.0

6 42.4 33.7 36.0 37.4 34.4 39.7 38.2 37.5 42.8 33.7 38.2 38.3 31.4 36.3 42.0 36.6

Tabel 5.9. Iluminasi Rata-Rata Area Operator (Lanjutan)

Titik

Iluminasi Area Kerja Operator (Lux)

13 :00 - 14:00 WIB 14:00 - 15:00 WIB 15:00 - 16:00 WIB

Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata Hari I Hari II Hari III Rata-Rata 1 31.8 18.9 26.4 25.7 25.2 13.9 18.9 19.4 19.7 15.9 15.9 17.2

2 33.3 24.3 22.4 26.7 19.5 15.6 20.2 18.5 19.2 14.2 18.4 17.3

3 32.9 42.1 18.0 31.0 15.9 41.6 12.8 23.5 9.9 32.3 6.4 16.2

4 30.4 28.4 17.1 25.3 27.7 22.4 14.7 21.6 27.9 23.3 10.3 20.5

5 35.9 33.8 32.5 34.1 38.5 31.4 34.7 34.9 21.5 33.5 29.0 28.0

6 44.6 24.4 35.2 34.8 36.1 30.9 32.9 33.3 47.3 28.0 30.9 35.4


(68)

Dari Gambar 5.1 dan Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa stasiun pemotongan dan area kerja operator tidak memenuhi standar pencahayaan menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002. Rekapitulasi rata-rata iluminasi kedua area dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Rekapitulasi Iluminasi Rata-Rata

Waktu Stasiun

Pemotongan

Area Kerja Operator

09:00 - 10:00 WIB 34.4 28.3

10:00 - 11:00 WIB 37.2 28.8

11:00 - 12:00 WIB 39.3 29.6

12:00 - 13:00 WIB 42.4 29.5

13:00 - 14:00 WIB 41.5 29.6

14:00 - 15:00 WIB 34.7 25.2

15:00 - 16:00 WIB 31.3 22.5

Rata-Rata 37.3 27.7

Grafik rata-rata iluminasi kedua area dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Rekapitulasi Iluminasi Rata-Rata (Lux)

0 50 100 150 200 250 Stasiun Pemotongan Area Operator ILU M IN A S I ( Lu x) Departemen

Iluminasi Kedua Area Standar Iluminasi


(69)

5.3. Angka Reflektensi

Prosedur pengukuran data untuk menghitung angka reflektansi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan material yang hendak diambil angka reflektansinya 2. Mengambil beberapa titik ukur yang bias mewakili

3. Mengukur luminansi (jumlah cahaya yang dipantulkan kembali oleh material) dan iluminansi (jumlah cahaya yang datang ke material).

Tingkat luminansi dan tingkat iluminasi diukur pada material objek yang berada di stasiun pemotongan sebab fokus penelitian ini adalah pada stasiun kerja pemotongan. Sesuai prosedur pengukuran data untuk masing-masing material objek pada stasiun pemotongan dan area kerja operator maka data hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.11.dan Tabel 5.12.

Tabel 5.11. Data Tingkat Luminansi dan Iluminasi Stasiun Pemotongan Bidang

Pengukuran Material Warna

Iluminasi (A) Luminansi (B)

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Dinding Kiri Tembok Krem 43.2 39.8 40.1 32.1 26.7 20.0 23.3 17.4 15.1 11.5 Dinding

Kanan

Tembok Krem 32.0 26.6 23.8 15.7 16.1 15.5 13.7 10.3 5.6 5.7 Pintu

(besi)

Hijau

36.7 28.7 34.3 30.3 32.2 22.9 16.8 20.6 17.5 19.1 Dinding

Depan

Tembok Krem

24.2 23.1 26.6 15.7 13.0 11.9 9.6 17.8 6.9 5.8 Dinding

Belakang

Tembok Krem

19.3 18.7 20.4 8.6 7.3 8.5 7.4 9.5 5.5 4.3 Lantai Semen

Abu-Abu 20.1 22.5 17.9 16.2 18.0 9.2 10.3 6.2 4.4 6.7


(70)

Tabel 5.12. Data Tingkat Luminansi dan Iluminasi Area Kerja Operator Bidang

Pengukuran Material Warna

Iluminasi (A) Luminansi (B)

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Dinding Kiri Tembok Krem 21.2 19.4 28.7 63.0 58.7 9.3 6.4 13.5 33.5 28.2 Dinding

Kanan

Tembok Krem

40.5 38.4 27.7 45.1 28.4 19.6 18.5 15.2 24.7 15.4 Dinding

Depan

Tembok Krem

37.2 31.1 39.5 42.0 41.3 25.7 22.1 26.4 28.9 27.3 Dinding

Belakang

Tembok Krem

15.6 13.2 29.2 27.6 17.4 6.4 5.2 19.6 14.5 8.7 Lantai Semen

Abu-Abu 57.8 56.4 27.8 46.4 53.0 29.5 28.1 10.4 21.9 26.0

Setiap objek memantulkan sebagian dari cahaya yang mengenainya. Perbandingan dari cahaya yang dipantulkan dengan cahaya yang diterima oleh objek tersebut dikali dengan 100% disebut dengan angka reflektansi material. Reflektansi yang direkomendasikan untuk pencahayaan industri ditunjukkan pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Angka Reflektansi Beberapa Material

Waktu Objek Rekomendasi

1 Dinding 40-60

2 Langit-langit 80-90

3 Meja, kursi, mesin, dan peralatan 25-45

4 Lantai 20-40

Sumber : IESNA Lighting Handbook 9th Edition

Berdasarkan tingkat iluminasi dan tingkat luminansi, maka dapat dihitung angka reflektansi untuk semua material objek pada stasiun pemotongan dan area kerja operator seperti ditunjukkan pada Tabel 5.14 dan Tabel 5.15.


(71)

Tabel 5.14. Perhitungan Angka Reflektansi Stasiun Pemotongan

Bidang

Pengukuran Material Warna

�� sinar langsung (A)

�� sinar pantul (B)

Reflektansi (B/A x 100%)

Rekomendasi (%)

Dinding kiri Tembok Krem 36.4 17.5 48.1 40-60

Dinding kanan Tembok Krem 22.9 10.2 44.6 40-60 Pintu (besi) Hijau 32.5 19.4 59.7 40-60 Dinding depan Tembok Krem 20.6 10.4 50.5 40-60 Dinding belakang Tembok Krem 14.9 7.1 47.7 40-60

Lantai Semen Abu-Abu 19.0 7.4 39.0 20-40

Langit-Langit Aluminium Putih 30.0 15.0 50.0 80-90

Tabel 5.15. Perhitungan Angka Reflektansi Area Kerja Operator

Bidang

Pengukuran Material Warna

�� sinar langsung (A)

�� sinar pantul (B)

Reflektansi (B/A x 100%)

Rekomendasi (%)

Dinding kiri Tembok Krem 38.2 18.2 47.7 40-60

Dinding kanan Tembok Krem 36.1 18.7 51.9 40-60 Dinding depan Tembok Krem 20.6 10.9 53.0 40-60 Dinding belakang Tembok Krem 48.3 23.2 48.1 40-60

Lantai Semen Abu-Abu 35.0 13.6 38.9 20-40

Langit-Langit Aluminium Putih 32.0 17.0 53.0 80-90 Setelah diperoleh angka reflektansi tiap bidang pengukuran maka dapat dihitung angka reflektansi total stasiun pemotongan dan area kerja operator dengan Tabel 5.16 dan Tabel 5.17.

Tabel 5.16. Perhitungan Angka Reflektansi Total Stasiun Pemotongan

Bidang

Pengukuran Material Warna

Luas (m2)

�� sinar langsung (Lux)

�� sinar pantul (Lux)

Reflektansi

Dinding kiri Tembok Krem 48.0 36.4 17.5 48.1

Dinding kanan Tembok Krem 42.0 22.9 10.2 44.6 Pintu (besi) Hijau 6.0 32.5 19.4 59.7 Dinding depan Tembok Krem 71.4 20.6 10.4 50.5 Dinding belakang Tembok Krem 71.4 14.9 7.1 47.7

Lantai Semen Abu-Abu 95.2 19.0 7.4 39.0

Langit-Langit Aluminium Putih 95.2 30.0 15.0 50.0


(72)

Tabel 5.17. Perhitungan Angka Reflektansi Total Area Kerja Operator

Bidang

Pengukuran Material Warna

Luas (m2)

�� sinar langsung (Lux)

�� sinar pantul (Lux)

Reflektansi

Dinding kiri Tembok Krem 18.0 38.2 18.2 47.7

Dinding kanan Tembok Krem 18.0 36.1 18.7 51.9 Dinding depan Tembok Krem 18.0 20.6 10.9 53.0 Dinding belakang Tembok Krem 18.0 48.3 23.2 48.1

Lantai Semen Abu-Abu 95.2 35.0 13.6 38.9

Langit-Langit Aluminium Putih 95.2 32.0 17.0 53.0

Berikut perhitungan angka reflektansi total dinding stasiun pemotongan : Angka reflektansi (ρ) = ∑ ρk x Lk

n k=1

∑nk=1Lk x 100%

Angka reflektansi (ρ) =

(48.1x48) + (44.6x42) + (59.7x6) +(50.5x71.4) + (47.7x71.4)

(48 + 42 + 6 + 71.4 + 71.4) x 100% Angka reflektansi (ρ) = 48%

Angka reflektansi total stasiun pemotongan dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18. Angka Reflektansi Total Stasiun Pemotongan

Departemen Bidang

Pengukuran Bilangan pantul total (ρ total) Stasiun Pemotongan

Dinding 0,48

Lantai 0,39

Langit-Langit 0,50

Berikut perhitungan angka reflektansi total dinding area kerja operator : Angka reflektansi (ρ) = ∑ ρk x Lk

n k=1

∑nk=1Lk x 100%

Angka reflektansi (ρ) =

(47,7x18) + (51.9x18) + (53x18) +(48.1x18)

(18 + 18 + 18 + 18) x 100% Angka reflektansi (ρ) = 50%


(73)

Angka reflektansi total area kerja operator dapat dilihat pada Tabel 5.19.

Tabel 5.19. Angka Reflektansi Total Area Kerja Operator

Departemen Bidang

Pengukuran

Bilangan pantul total

(ρ total)

Area Operator Dinding 0,50

Lantai 0,38

Langit-Langit 0,53

5.4. Perhitungan Jumlah Lumen dan Pemilihan Jenis Lampu

Dari pengumpulan data karakteristik ruangan dan layout ruangan maka dapat ditentukan jumlah bola lampu untuk menerangi masing-masing ruangan agar lampu dapat terang sesuai dengan standar Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/SK/2002.

Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah lampu agar lampu dapat memenuhi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/SK/2002 adalah :

F = (E) x (A) (CU)x (LLF) Dimana :

E = iluminasi pada bidang kerja yang direkomendasikan (lux) F = flux luminous (jumlah cahaya) yang diperlukan (lumen) UF = coefficient of utilization

LLF = light loss factor

A = luas bidang/bidang kerja (m2)

Adapun data yang digunakan untuk melakukan perhitungan jumlah bola lampu di stasiun pemotongan adalah sebagai berikut :


(74)

Luminer

Rongga Langit-Langit (ceiling cavity) (cc)

Rongga Dinding (room cavity) (rc)

Rongga Lantai (floor cavity) (fc) Bidang Kerja Bidang Luminer

hc

hr

hf

0.25 m

9 m

0.75 m

Panjang ruangan (L) = 11.9 m

Lebar ruangan (W) = 8 m

Tinggi ruangan (H) = 10 m

Bilangan pantul langit-langit (ρc) = 0.50

Bilangan pantul dinding (ρw) = 0.48

Bilangan pantul lantai (ρf) = 0.39

Jarak bidang luminer ke langit-langit (hc) = 0.25 m

Jarak bidang kerja ke lantai (hf) = 0.75 m Jarak bidang luminer ke bidang kerja (hr) = 9 m

Prosedur perhitungan jumlah bola lampu tambahan di stasiun pemotongan adalah sebagai berikut :

1. Perhitungan ceiling cavity ratio (CCR) CCR = 5hc (W+L)/(WL)

CCR = (5)(0.25)(8+11.9)/(8)(11.9) CCR = 0.3

2. Perhitungan room cavity ratio (RCR) RCR = 5hr (W+L)/(WL)


(75)

RCR = (5)(9)(8+11.9)/(8)(11.9) RCR = 9.4

3. Perhitungan floor cavity ratio (FCR) FCR = 5hf (W+L)/(WL)

FCR = (5)(0.75)(8+11.9)/(8)(11.9) FCR = 0.78

4. Perhitungan effective ceiling cavity reflectance (ρcc)

Base reflectanceyang digunakan ρc = 0.5, wall reflectance digunakan ρw = 0.48, dan cavity ratio digunakan CCR = 0.3

CCR ρc = 50%

ρw = 47%

0.2 48

0.3 ρcc

0.4 47

ρcc = [{(0.4-0.3)/(0.4-0.2)}*(0.48-0.47)] + 0.47 = 0.47

5. Perhitungan effective floor cavity reflectance (ρfc)

Base reflectance digunakan ρf = 0.39, wall reflectancedigunakan ρw = 0.48, dan cavity ratio digunakan FCR = 0.78

ρf = 40% FCR = 0.6

ρw = 50% 37

ρw = 48% X

ρw = 40% 36

x = [{(0.4-0.48)/(0.4-0.50)}*(0.37-0.36)] + 0.36 = 0.36


(76)

ρf = 40% FCR = 0.8

ρw = 50% 36

ρw = 48% X

ρw = 40% 35

x = [{(0.4-0.48)/(0.4-0.50)}*(0.36-0.35)] + 0.35 = 0.35

FCR ρf = 38%

ρw = 48%

0.6 36.0

0.7 ρcc

0.8 35.0

ρfc = [{(0.8-0.7)/(0.8-0.6)}*(0.36-0.35)] + 0.35 = 0.35

6. Perhitungan coefficient of utilization (CU)

Diketahui bahwa ρcc = 0.47, ρfc = 0.35, RCR = 9.4, dan ρw = 0.48.

RCR = 9 ρcc = 50%

ρw = 30% 27

ρw = 48% X

ρw = 50% 33

CU = [{(0.5-0.47)/(0.5-0.3)}*(0.27-0.33)] + 0.33 = 0.32

7. Penentuan nilai luminaire ambient temperature (LAT)

Lampu beroperasi dilingkungan normal sesuai desain pabrik (suhu 31-34oC) maka LAT sebesar 1

8. Penentuan nilai voltage variation (VV)

Lampu diasumsikan beroperasi sesuai desain voltase sehingga VV = 1


(77)

9. Penentuan nilai luminaire surface depreciation (LSD)

Faktor ini menunjukkan penurunan kualitas struktur luminer, namun faktor ini tidak memiliki nilai yang dipublikasikan (Joseph B. Murdock, 1994) 10. Penentuan nilai ballast factor (BF)

Ballast diasumsikan sesuai dengan desain lampu sehingga BF bernilai 1. 11. Penentuan nilai luminaire dirt depreciation (LDD)

Lampu yang dipilih termasuk kategori IV dimana menggunakan pencahayaan langsung sehingga memiliki nilai LDD sebesar 0.95.

12. Penentuan nilai room surface dirt depreciation (RSDD)

Jenis pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan langsung dengan kondisi lingkungan termasuk kotor sehingga memiliki nilai sebesar 0.95. 13. Penentuan nilai lamp lumen depreciation (LLD)

Jenis lampu yang digunakan adalah lampu fluorescent dengan penggantian berdasarkan lampu yang mati sehingga memiliki nilai LLD sebesar 0.85. 14. Penentuan nilai lamp burnout (LBO)

Penggantian lampu dilakukan hanya pada lampu yang mati sehingga memiliki nilai LBO sebesar 0.95.

15. Perhitungan light loss factor (LLF)

LLF = {(BF)(VV)(LSD)(LAT)}{(LDD)(RSDD)(LLD)(LBO)} LLF = {(1.0)(1.0)(1.0)(1.0)}{(0.95)(0.95)(0.85)(1.0)}

LLF = 0,76

16. Perhitungan flux luminous (jumlah cahaya) yang diperlukan (F) F = (E) x (A)

(CU )x (LLF )


(78)

F = (200) x (95.2)

(0.32)x (0.76)

F = 79835.90

Jenis lampu yang digunakan sebelumnya di pabrik adalah lampu Philips Essential 23 W dengan nominal luminous flux = @1900 lumen. Maka jumlah bola lampu yang digunakan seharusnya = �

�1 =

79835 .90

1900 = 42 buah lampu.

Berdasarkan perbandingan keuntungan dan kerugian jenis lampu diperoleh bahwa pemilihan lampu yang tepat diusulkan pada penelitian ini adalah jenis lampu LED karena efikasi tinggi (115-180 lm/watt), berumur panjang (35.000-50.000 jam), dan tahan goncangan. Alternatif pemilihan lampu didasarkan atas kondisi aktual yang mungkin dilakukan di pabrik dimana jarak lampu adalah 9 meter.

Perhitungan jumlah lumen yang dibutuhkan alternatif lampu pada stasiun pemotongan dapat diperoleh dari rumus :

F = (E) x (A)

(CU )x (LLF )

F = (200) x (95.2)

(0.32)x (0.81)

F = 73456.79

Alternatif pemilihan lampu pada stasiun pemotongan dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20. Alternatif Pemilihan Lampu Stasiun Pemotongan Alternatif Jarak

Lampu

Jenis lampu

Jumlah Cahaya yang Diperlukan (lux)

Alternatif I 9 meter 1xLED88/940 AC-MLO 73456.79 Alternatif II 9 meter 1xLED90S/840 PSD NB 73456.79


(79)

Jenis lampu yang digunakan pada alternatif I adalah 1xLED88/940 AC-MLO, dengan nominal luminous flux = @6300 lumen. Maka jumlah bola lampu =

� �1=

73456 .79

6300 = 11.6 ≈ 12 buah lampu dan jenis lampu yang digunakan pada

alternatif II 1xLED90S/840 PSD NB dengan nominal luminous flux = @9000 lumen = buah lampu. Rekapitulasi hasil perhitungan jumlah bola lampu di stasiun pemotongan dapat dilihat pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21. Alternatif Jumlah Lampu

Alternatif Jarak

Lampu

Nominal luminous flux

Jumlah bola lampu (unit)

Alternatif I 9 meter 6300 12

Alternatif II 9 meter 9000 8

Perhitungan jumlah lumen yang dibutuhkan alternatif lampu pada stasiun area kerja operator dapat diperoleh dari rumus :

F = (E) x (A)

(CU )x (LLF )

F = (200) x (6)

(0.32)x (0.81)

F = 4629.62

Alternatif pemilihan lampu pada area kerja operator dapat dilihat pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22. Alternatif Pemilihan Lampu Area Kerja Operator

Alternatif Jarak Lampu ke Bidang Kerja Jenis lampu Nominal luminous flux Jumlah Cahaya yang Diperlukan (lux) Jumlah bola lampu (unit) Alternatif III

9 meter 1xLED88/940 AC-MLO

6300 4629.62 1


(1)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(2)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data Kecelakaan Kerja Tahun 2015 ... I-3 2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja PT. Mahakarya Jaya Sinergi II-5 2.2. Jam Kerja PT. Mahakarya Jaya Sinergi ... II-6 2.3. Pengujian Standar Mutu Produk Dump Truck ... II-8 3.1. Lumens Sumber Cahaya ... III-1 3.2. Intensitas Cahaya yang Direkomendasikan ... III-2 3.3. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu Pijar ... III-13 3.4. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu Flourescent .. III-14 3.5. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu HID ... III-15 3.6. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lampu LED ... III-16 3.7. Room Surface Dirt Depreciation ... III-18 3.8. Lamp Lumen Depreciation ... III-18 4.1. Spesifikasi Lux Hi Tester ... IV-3 4.2. Format Pengumpulan Data Iluminasi ... IV-6 4.3. Format Pengumpulan Data Tingkat Luminansi dan Tingkat

Iluminasi Objek Material ... IV-7 5.1. Karakteristik Lampu dan Ruangan Stasiun Pemotongan ... V-1 5.2. Nilai Iluminasi Stasiun Pemotongan Hari I ... V-2 5.3. Nilai Iluminasi Stasiun Pemotongan Hari II ... V-2 5.4. Nilai Iluminasi Stasiun Pemotongan Hari III ... V-2 5.5. Iluminasi Rata-Rata Stasiun Pemotongan... V-4 5.6. Nilai Iluminasi Area Kerja Operator Hari I ... V-6 5.7. Nilai Iluminasi Area Kerja Operator Hari II ... V-6 5.8. Nilai Iluminasi Area Kerja Operator Hari III ... V-6 5.9. Iluminasi Rata-Rata Area Kerja Operator ... V-8 5.10. Rekapitulasi Ilumiasi Rata-Rata ... V-9

5.11. Data Tingkat Luminansi dan Iluminasi Stasiun Pemotongan V-10


(3)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.12. Data Tingkat Luminansi dan Iluminasi Area Kerja Operator V-11 5.13. Angka Reflektansi Beberapa Material ... V-11 5.14. Perhitungan Angka Reflektansi Stasiun Pemotongan ... V-12 5.15. Perhitungan Angka Reflektansi Area Kerja Operator ... V-12 5.16. Perhitungan Angka Reflektansi Total Stasiun Pemotongan ... V-12 5.17. Perhitungan Angka Reflektansi Total Area Kerja Operator ... V-13 5.18. Angka Reflektansi Total Stasiun Pemotongan ... V-13 5.19. Angka Reflektansi Total Area Kerja Operator... V-14 5.20. Alternatif Pemilihan Lampu Stasiun Pemotongan ... V-19 5.21. Alternatif Jumlah Lampu ... V-20 5.22. Alternatif Pemilihan Lampu Area Kerja Operator ... V-20 5.23. Rekapitulasi Hasil Simulasi Pencahayaan ... V-26 5.24. Pemakaian Energi Listrik Kedua Area ... V-26 6.1. Angka Reflektansi Total Kedua Area ... VI-2 6.2. Pemilihan Lampu dan Jumlah Lumen Kedua Area ... VI-5 6.3. Data Perhitungan Biaya Listrik Usulan Alternatif I, II, II,

dan IV ... VI-6 6.4. Rekapitulasi Perbandingan Alternatif Usulan ... VI-7


(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1. Lampu Philips Essential 23 Watt ... I-4 1.2. Sketsa Sumber Cahaya ... I-5 2.1. Lokasi Perusahaan PT. Mahakarya Jaya Sinergi ... II-3 2.2. Struktur Organisasi PT. Mahakarya Jaya Sinergi ... II-5 3.1. Luxmeter ... III-2 3.2. Iluminasi dan Luminansi ... III-5 3.3. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan

Luas Kurangdari 10m2 ... III-8 3.4. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan

Luas Kurang dari 10 m2-100 m2 ... III-9 3.5. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan

Luas Lebih dari 100 m2 ... III-10 3.6. Posisi Pengukuran Luminansi ... III-11 3.7. Posisi Pengukuran Reflektansi Objek ... III-12 3.8. SoftwareCalculux 5.0 ... III-19 3.9. Simulasi Pencahayaan dengan SoftwareCalculux 5.0 ... III-20 3.10. Ilustrasi dan Variasi Tipe Objek Digunakan dalam Tes

Ketajaman Visual dan Eksperimen ... III-21 3.11. Ilustrasi dari Konsep Sudut Penglihatan ... III-23 4.1. Layout Produksi dan Objek Penelitian ... IV-2 4.2. HIOKI 3423 luxHiTester ... IV-3 4.3. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-4 4.4. Titik Pengukuran Iluminasi Stasiun Pemotongan... IV-5 4.5. Blok Diagram Tahapan Data ... IV-9 5.1. Grafik Iluminasi Stasiun Pemotongan PT. Mahakarya

Jaya Sinergi ... V-3 5.2. Layout Titik Pengukuran Iluminasi Area II... V-5


(5)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.3. Grafik Iluminasi Area Kerja Operator PT. Mahakarya

Jaya Sinergi ... V-7 5.4. Rekapitulasi Iluminasi Rata-Rata (Lux) ... V-9 5.5. Hasil Import Layout Stasiun Pemotongan ke Software

Calculux ... V-22 5.6. Hasil Pemberian Area Stasiun Pemotongan ... V-22 5.7. Pemilihan Jenis Lampu ... V-23 5.8. Posisi Lampu pada Stasiun Pemotongan (Tampak 2

Dimensi) Calculux ... V-23 5.9. Simulasi Pencahayaan Stasiun Pemotongan Alternatif I .... V-24 5.10. Posisi Lampu Stasiun Pemotongan Alternatif II ... V-24 5.11. Hasil Simulasi Pencahayaan Stasiun Pemotongan

Alternatif II ... V-25 5.12. Hasil Simulasi Pencahayaan Area Kerja Operator

Alternatif III ... V-25 5.13. Pemetaan Energi Listrik Kedua Area ... V-27


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 Tata Cara Penentuan Titik Pengukuran ... L.1 2 Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 ... L.2 3 Tabel Percent Effective Ceilig or Floor Cavity

Reflectances for Various Reflectances Combinations .. L.3 4 Tabel CU ... L.4 5 Data Kecelakaan Kerja Tahun 2015 ... L.5 6 Data Pekerja ... L.6 7 Form Tugas Akhir ... L.7 8 Surat Penjajakan ... L.8 9 Surat Balasan Perusahaan ... L.9 10 Surat Keputusan Tugas Akhir ... L.10 11 Lembar Asistensi ... L.11