Antimikroba Ganiswarna dkk, 1995; Katzung, 1997

2.4 Antimikroba Ganiswarna dkk, 1995; Katzung, 1997

Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Obat antimikroba yang ideal memperlihatkan “toksisitas selektif”. Istilah ini berarti bahwa obat ini merugikan parasit tanpa merugikan inangnya. Berdasarkan jenis mikroorganisme yang dimatikan atau dihambat pertumbuhannya, antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antifungi, antivirus, dan anti-protozoa. Obat antimikroba sering disebut sebagai bakteriostatik atau bakterisidal. Istilah bakteriostatik menggambarkan suatu obat yang sewaktu- waktu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Keberhasilan pengobatan ini sering bergantung pada partisipasi mekanisme pertahanan inang. Sedangkan istilah bakterisidal menggambarkan suatu obat yang menyebabkan kematian pada mikroorganisme.

2.4.1 Mekanisme Kerja Antimikroba Brunton et al., 2006; Pratiwi, 2008

Antimikroba berdasarkan struktur kimia dan mekanisme aksi, dikelompokkan menjadi: a. Agen yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Antimikroba ini merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negatif. Mekanisme kerjanya adalah dengan mencegah ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel, yaitu dengan cara menghambat protein pengikat penisilin penicillin binding protein, protein ini merupakan enzim dalam membran plasma sel bakteri yang secara normal terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan silang dengan peptidoglikan dinding sel bakteri, dan memblok aktivitas enzim transpeptidase yang membungkus ikatan silang polimer-polimer gula panjang yang membentuk dinding sel bakteri sehingga dinding sel menjadi rapuh dan mudah lisis. T ermasuk didalamnya golongan β-laktam misalnya, penisilin, cephalosporins, dan carbapenems dan agen lainnya seperti cycloserine, vankomisin, dan bacitracin; b. Agen yang bekerja secara langsung pada membran sel mikroorganisme, meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraselular. Membran plasma bersifat semipermeabel dan mengendalikan transport berbagai metabolit ke dalam dan luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang barrier osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam membran. Termasuk didalamnya deterjen seperti polymyxin; polyene agen antijamur misalnya, nistatin dan amfoterisin B yang mengikat dinding sel-sterol; dan lipopeptide daptomycin; c. Agen yang mengganggu fungsi ribosom subunit 30S atau 50S secara reversibel menghambat sintesis protein, yang umumnya adalah bakteriostatik misalnya, kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, klindamisin, streptogramins, dan linezolid dan bakterisidal misalnya aminoglikosida; d. Agen yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri. Penghambatannya pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme, seperti rifamycins misalnya, rifampisin dan rifabutin yang menghambat RNA polimerase, dan quinolon yang menghambat topoisomerase; dan e. Antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme. Termasuk didalamnya trimetoprim dan sulfonamid, yang menghambat enzim penting metabolisme folat.

2.4.2 Penentuan Aktivitas Antimikroba

Potensi dari suatu antimikroba diperkirakan dengan membandingkan penghambatan pertumbuhan terhadap mikro- organisme yang sensitif dari hasil penghambatan suatu konsentrasi antibiotik uji dibandingkan dengan antibiotik referensi. Bahan referensi yang digunakan dalam pengujian adalah zat yang aktivitasnya telah diketahui dengan mengacu pada Standar Internasional yang sesuai Anonim, 2001. Penentuan aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Pada metode difusi termasuk didalamnya metode disk diffusion tes Kirby Baur, E-test, ditch-plate technique, cup-plate technique. Sedangkan pada metode dilusi termasuk didalamnya metode dilusi cair dan dilusi padat Pratiwi, 2008. a. Metode difusi diantaranya: 1 Metode disk diffusion tes Kirby Baur menggunakan piringan yang berisi agen antimikroba, kemudian diletakan pada media agar yang sebelumnya telah ditanami mikroorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. 2 Metode E-test digunakan untuk mengestimasi Kadar Hambat Minimum KHM, yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terrendah sampai tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme sebelumnya. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar. 3 Ditch-plate technique. Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji maksimum 6 macam digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba tersebut. 4 Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan disk diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. b. Metode dilusi diantaranya: 1 Metode dilusi cairbroth dilution test serial dilution. Metode ini digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh Minimum KBM. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM. 2 Metode dilusi padat solid dilution test. Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat solid. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.

2.5 Jerawat Tranggono, 1996

Dokumen yang terkait

Formulasi Krim Yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia sp.) dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

44 269 103

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

8 122 176

Formulasi Sediaan Gel dari Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dan Uji Aktivitasnya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

23 97 92

Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibaktekteri Ekstrak Etanol Daun Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.)

6 91 84

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) dan Formulasi Sediaan Obat Kumur-Kumur

30 152 78

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceplukan (Physalis minima L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli Dan Salmonella typhimurium

21 148 72

Formulasi Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Daun Kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat.

4 47 90

Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Daun Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Penyakit Kulit Secara In Vitro

2 46 111

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Bakung Putih (Crinum asiaticum L) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa

2 33 101

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN L

0 0 9