31
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada 87 responden, anak sekolah dasar tersebut menunjukkan bahwa setelah melakukan observasi terhadap responden maka
didapat hasil kadar hemoglobin di atas dari normal ≥12 yaitu 48 responden
55,2 lebih tinggi dibandingkan dengan kadar hemoglobin di bawah normal 12 yaitu 39 responden 44,8.
6.2 Saran
1. Bagi pihak sekolah diharapkan agar dapat memberikan sosialisasi kepada
siswasiswi tentang manfaat dan pentingnya makan-makanan bergizi serta dampak dari kurang gizi. Gizi merupakan salah satu faktor pendukung prestasi
belajar terhadap anak. 2.
Bagi orang tua dan siswasiswi SD diharapkan agar lebih memperhatikan asupan gizi seimbang jika hemoglobinnya
≤ 12 grdl, agar tidak terjadi komplikasi anemia yang disebabkan oleh defisiensi zat besi juga defisiensi
B12 dan asam folat. 3.
Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang relevan pada masa yang akan datang yang ingin mengembangkan hasil penelitian
mengenai gambaran kadar hemoglobin.
Universitas Sumatera Utara
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemoglobin
2.1.1. Definisi
Hemoglobin merupakan protein berat molekulnya 64.000 yang tersusun atas empat sub unit yang masing- masing mengandung bagian heme yang terikat
pada rantai globulin Suzanne, 2002. Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang kurang baik
terutama zat makanan yang mengandung zat besi, aktifitas berlebihan tidak seimbang dengan masukanintake makanan, dan juga disebabkan oleh adanya
penyakit komplikasi atau penyakit kecacingan Erwin, 2005.
2.1.2 Fungsi
Pengiriman oksigen adalah fungsi utama hemoglobin, selain itu mampu juga menarik karbondioksida dalam jaringan tubuh, serta menjaga darah pada pH
yang seimbang. Satu molekul hemoglobin mengikat satu oksigen dari lingkungan yang kaya akan oksigen yaitu dari alveoli paru-paru molekul ini mampu
mengangkut dan membongkar oksigen O2 ke jaringan di daerah yang afinitas oksigennya rendah Kiswari, 2014.
Menurut Sadikin 2006, hemoglobin berfungsi mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, membawa karbondioksida dari seluruh
jaringan tubuh ke paru-paru, memberi warna merah pada darah, dan mempertahankan keseimbangan asam-basa dari tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar Hemoglobin
Jenis kelamin laki-laki kadar hemoglobin lebih tinggi daripada wanita, hal ini disebabkan oleh masa otot pria relatif lebih besar daripada wanita sedangkan
wanita akan mengalami menstruasi, karena banyak darah yang keluar dapat menyebabkan kadar hemoglobin lebih rendah. Ketinggian dataran pemeriksaan
hemoglobin menunjukkan perubahan yang nyata sesuai dengan tinggi rendahnya daratan terhadap permukaan laut. Semakin tinggi dataran, semakin tinggi pula
kadar hemoglobinnya sebab semakin tinggi dataran semakin rendah oksigen. Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain terjadinya
penurunan kadar substrat maupun aktivitas enzim yang akan diukur, termasuk kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan karena terjadinya pemindahan cairan tubuh
ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadinya pengenceran darah, maka kadar hemoglobin akan turun. Umur juga berpengaruh terhadap kadar dan
aktivitas zat dalam darah. Kadar hemoglobin jauh lebih tinggi pada neonatus dari pada dewasa. Selama kehamilan akan terjadi perubahan kadar besi dan feritin.
Penyebab perubahan tersebut dapat disebabkan karena induksi oleh kehamilan, peningkatan protein transport, hemodilusi, volume tubuh yang meningkat karena
peningkatan kebutuhan atau peningkatan protein fase akut Gibson, 2005.
Tabel 2.1.2. Batas Normal Kadar Hemoglobin Menurut WHO 2001
Kelompok Umur Hb
Anak usia sekolah pria dan wanita
6-12 tahun 12 grdl
12-14 tahun 12gdl
Dewasa Laki-laki 13gdl
Wanita 12gdl Wanita hamil
11gdl Sumber: WHO,1972 dalam Arisman, 2009
Universitas Sumatera Utara
2.2. Zat Besi 2.2.1. Defenisi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak didalam tubuh manusia yaiu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa, Almatsier,
2010. Zat besi adalah satu mikronutrien yang penting bagi tubuh, antara lain pada sintesis DNA, fungsi mitokondria, transportasi oksigen, produksi ATP, dan
untuk melindungi sel dari kerusakan oksidasi Soetjiningsih, 2014.
2.2.2. Fungsi
Menurut Almatsier 2010, zat besi sangat diperlukan oleh tubuh diantanya adalah sebagai berikut:
1 Metabolisme Energi
Didalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah- langkah akhir metabolisme energi.
Protein ini memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut
menghasilkan ATP Adenosine Triphosphate. Sebagian besar besi berada di dalam hemoglobin dan mioglobin dalam otot. Hemoglobin membawa oksigen
dari paru-paru keseluruh tubuh dan membawa karbondioksida dari seluruh tubuh ke paru- paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Sedangkan mioglobin berperan
sebagai reservoir oksigen yaitu menerima, menyimpan dan melepas oksigen dari sel- sel otot.
Universitas Sumatera Utara
2 Kemampuan Belajar
Hubungan besi dengan fungsi otak di jelaskan Lozoff dan Youdim pada tahun 1988 yaitu beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang
diperoleh dari transfor besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin. Kadar besi dalam otak yang kurang tidak akan bisa diganti setelah dewasa defisiensi besi
berpengaruh negatif pada fungsi otak, terutama fugsi sistem neurotransmiter. Akibatnya kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir
dengan hilangnya reseptor tersebut. 3
Sistem Kekebalan Respons kekebalan sel oleh limfosit T terganggu karena berkurangnya
pembentukan sel tersebut yng kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase
ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Disamping itu sel darah putih yang dapat menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif
dalam keadaan tubuh kekurangan besi. 4
Pelarut Obat-obatan Obat-obatan yang tidak larut dalam air oleh enzim mengandung besi dapat
dilarutkan sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh.
2.2.3. Kebutuhan Zat Besi
Zat besi terdapat dalam makanan hewani seperti daging, ayam dan ikan, sumber lain juga terdapat pada telur, serealia tumbuk, kacang- kacangan, sayuran
hijau dan beberapa jenis buah Almatsier, 2010. Berikut ini adalah tabel angka kecukupan zat besi yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi 2004.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2.3. Angka kecukupan besi yang dianjurkan menurut Almatsier 2010
GolonganUmur AKB Mg
GolonganUmur AKB Mg
Balita Wanita 0-6 bulan
0,5 10-12 tahun
20 7-11 bulan
7 13-15 tahun
26 1-3 tahun
8 16-18 tahun
26 4-6 tahun
9 19-29 tahun
26 7-9 tahun
10 30-49 tahun
26 Pria
50- 64 tahun 12
10-12 tahun 13
≥ 65 tahun 12
13-15 tahun 19
Hamil dan menyusui 16-18 tahun
15 Trimester I
+ 0 19-29 tahun
13 Trimester II
+ 9 30-49 tahun
13 Trimester III
+ 13 50- 64 tahun
13 Menyusui 0-6 bulan
+ 6 ≥ 65 tahun
13 Menyusui 7-12 bulan
+ 6
2.2.4. Kekurangan Zat Besi
Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin, dimana zat besi digunakan secara terus-menerus. Sebagian besar zat besi yang
bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali reutilization, dan hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan keringat.
Keseimbangan zat besi dalam tubuh diregulasi dengan sebaiknya untuk memastikan bahwa zat besi yang diabsorpsi di usus cukup untuk mengkompensasi
zat besi yang hilang dari tubuh. Bila seorang anak atau bayi sedang tumbuh membutuhkan zat besi yang lebih banyak daripada cadangan zat besi yang ada,
maka anak atau bayi tersebut akan mengalami keseimbangan zat besi yang negatif. Bila keadaan ini menetap, maka usaha yang pertama dari tubuh adalah
cadangan zat besi akan dipakai, bila cadangan zat besi habis, maka bagian zat besi yang berfungsi akan dengan cepat pula berkurang Almatsier, 2010. Terdapat 3
tingkat dari kekurangan zat besi. Pada tingkat pertama atau Negative Iron Balance”
, ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya cadangan besi,
Universitas Sumatera Utara
sehingga kadar feritin plasma dan simpanan besi dalam sumsum tulang akan menurun dan absorbsi zat besi akan meningkat. Pada orang dewasa keadaan ini
mudah dibedakan dengan keadaan normal, tetapi pada anak yang sedang tumbuh agak sulit ditentukan, karena pada anak-anak yang sedang tumbuh dalam keadaan
normal pun bisa didapati kadar hemosiderin dalam sumsum tulang yang sangat rendah. Pada tingkat kedua, bilamana keseimbangan zat besi yang negatif menjadi
lebih progresif, maka terjadilah keadaan yang dinamakan Iron Deficiency Erythropoesis”
dengan tanda-tanda penurunan cadangan zat besi dalam tubuh, penurunan kadar besi dalam serum, dan penurunan kadar jenuh transferin sampai
15-20. Sintesis hemoglobin terganggu dan konsentrasi hemoglobin berkurang sehingga dibawah kadar optimal tapi belum ada tanda-tanda anemia yang jelas.
Pada tingkat ketiga atau dinamakan Iron Deficiency Anemia”, keseimbangan zat besi yang negatif yang berlama-lama akan menyebabkan munculnya tanda-tanda
anemia yang nyata, disertai dengan kelainan-kelainan seperti pada tingkat kedua Almatsier, 2010.
2.3. Anemia Defisiensi Besi 2.3.1 Definisi
Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling dominan akibat pasokan zat besi dari makanan yang tidak memadai dan merupakan
masalah gangguan mineral yang paling sering di temukan Wong, 2002. 2.3.2. Etiologi
Anemia defisiensi besi terjadi bila kehilangan darah secara kronis, asupan zat besi dan penyerapan yang tidak adekuat dan peningkatan kebutuhan akan zat
besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada pertumbuhan bayi, masa puberitas, masa kehamilan, dan menyusui Arisman,
2010.
Universitas Sumatera Utara
Defisiensi zat besi terjadi jika asupan gizi zat besi kurang, gangguan absorpsi besi, atau kehilangan zat besi lebih dari penyerapan zat besi. Penyebab
defisiensi besi yang seterusnya adalah kebutuhan zat besi yang relatif meningkat. Peningkatan kebutuhan zat besi saat bayi, remaja, saat hamil dan menyusukan
serta wanita menstruasi meningkatkan risiko anemia pada kelompok ini. Wanita beresiko tinggi mengalami defisiensi besi yaitu setiap kehamilan
akan kehilangan 500-700 mg besi, dan tambahan 450 mg untuk meningkatkan volume darah. Rata- rata 2,5 mg besi harus di serap setiap hari selama kehamilan
Kiswari, 2014.Sepanjang usia reproduktif wanita mengalami kehilangan darah akibat peristiwa haid. Menurut Arisman 2010 mengatakan dan telah
membuktikan bahwa jumlah darah yang hilang selama proses haid berkisar antara 20-25 cc. Jumlah ini menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12,5-15 mg bulan,
atau kira- kira sama dengan 0,4-0,5 mg setiap hari. Jika jumlah tersebut ditambahkan dengan basal, jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1,25 mg
setiap harinya. 2.3.3. Gejala dan Tanda
Secara umum gejala defisiensi besi adalah kelelahan, sesak nafas saat beraktifitas, dan pusing. Ada bebrapa tanda dan gejala yang khas termasuk kuku
“sendok” glositis disertai nyeri, ulserasi di sudut mulut dan disfagia karena struktus esofagus Kiswari, 2014. Sering berdebar debar, pucat, iritiabel,
kojungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara, jantung agak membesar dan bising sistolik yang fungsional Ngastiyah, 2005. Gejala defisiensi lainnya
adalah disfungsi sistem imun, pica, serangan nafas terhenti sejenak breath holdingspell, rest leg syndrome
Soetjiningsih, 2014.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Komplikasi Anemia defisiensi besi menyebabkan pucat, rasa lemah, pusing, kurang
nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak- anak kekurangan besi menimbulkan apatis, mudah tersinggung, serta menurunnya konsentrasi belajar.
Anemia defisiensi besi menyebabkan gangguan perkembangan neurologik pada bayi dan menurunkan prestasi belajar pada anak usia sekolah karena zat besi telah
dibuktikan berperan penting dalam fungsi otak dan penelitian pada hewan menunjukkan berlakunya perubahan dalam fungsi neurotransmitter dan perilaku
pada hewan yang kekurangan zat besi Almatsier,2010. Menurut penelitian WHO 2001 yang dilakukan di Chile, Indonesia, India
dan USA didapatkan bahwa anemia defisiensi besi secara konklusifnya mengganggu perkembangan psikomotor dan fungsi kognitif pada anak usia
sekolah. Anak-anak yang diberikan suplementasi besi merasa kurang lelah dan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi semasa pembelajaran juga meningkat.
Nilai IQ Intelligent Quotient pada anak yang mengalami kurang zat besi ditemukan dengan jelas lebih rendah berbanding anak yang tidak mengalami
anemia defisiensi besi. Terdapat 3 proses yang menjadi dasar penyebab gangguan kognitif pada anemia defisiensi besi. Penyebab pertama ialah gangguan
pembentukan mielin. Mielinisasi memerlukan besi yang cukup dan tidak dapat berlangsung baik bila oligodendrosit yaitu sel yang memproduksi mielin
mengalami kekurangan besi. Mielin ini penting untuk kecepatan penghantaran rangsang. Penyebab yang kedua ialah gangguan metabolisme neurotransmitter.
Hal ini terjadi karena gangguan sintesa serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Dopamin mempunyai efek pada perhatian, penglihatan, daya ingatan, motivasi
dan kontrol motorik.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab seterusnya ialah gangguan metabolisme energi protein, gangguan ini terjadi karena besi merupakan ko-faktor pada ribonukleotida
reduktase yang penting untuk fungsi dan metabolisme lemak dan energi otak. Semakin dini usia dan lama saat terjadi anemia dan semakin luas otak yang
terkena, akan menyebabkan gangguan fungsi kognitif semakin permanen dan sulit diperbaiki Lubis, 2008.
2.3.5. Pencegahan Ada empat pendekatan dasar pencegahan defisiensi besi zat besi. Keempat
pendekatan itu adalah: 1
Pemberian Suplementasi Tablet Besi atau Injeksi Besi Dalam proses eritropoesis ada keterkaitan besi dengan vitamin A.
Penderita akan menerima respons lebih lengkap manakala vitamin Aditambahkan dalam preparet besi dibandingkan jika anemia diterapi dengan tablet besi saja,
meskipun mekanismenya belum terjelaskan. Tablet besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Sediaan yang banyak tersedia, mudah
didapat dan murah, serta khasiatnya paling efektif adalah ferro sulfat, ferro glukonat, dan ferro fumarat. Namun konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan
efek samping yang tidak menyenangkan seperti rasa sakit di ulu hati, mual, muntah, dan diare.
2 Pendidikan dan Peningkatan Asupan Zat Besi Melalui Makanan
Seperti yang telah diketahui pemberian tablet dapat menimbulkan efek samping mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan.
Penolakan tersebuk berpangkal pada ketidak tahuan akan tambahan zat besi bagi anak prasekolah dan sekolah, juga ibu hamil dan menyusui harus diberikan
pendidikan yang tepat misalnya bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia dan harus diyakinkan bahwa salah satu penyebabnya adalah defisiensi zat besi pada
Universitas Sumatera Utara
ibu hamil. Peningkatan asupan zat besi dapat ditingkatkan melalui makanan, dan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu yang pertama, memastikan mengkonsumsi
makanan yang mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi. Kedua, meningatkan ketersediaan hayati zatbesi yang dimakan.
3 Pengawasan Penyakit Infeksi
Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan, dan
kebersihan perorangan. Jika terjadi infestasi parasit tidak bisa disangkal lagi bahwa cacing tambang, serta schistosoma adalah parasit yang dapat mengganggu
penyerapan berbagai zat gizi. Karena itu parasit harus dimusnahkan secara rutin. 4
Fortifikasi Makanan Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara terampuh dalam defisiensi
besi, proses ini boleh ditargetkan untuk merangkul beberapa atau seluruh kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang dijadikan target harus dilatih
dibiasakan mengkonsumsi makanan fortifikasi itu, serta harus memiliki kemampuan untuk mendapatkannya Arisman MB, 2010.
2.4. Cara Pengukuran