dari kolon kanan ke kolon sigmoid, kemudian ke rektum. Gerakan ini bisa dipicu oleh makanan di dalam lambung. Fry et al, 2008
2.2.3. Defekasi
Kerja defekasi yang menyebabkan pengeluaran feses merupakan refleks terkontrol yang bisa dihambat hingga saat yang diinginkan. Ketika feses berada di
rektum, refleks inhibisi anorektal akan terangsang, menyebabkan pasien akan berusaha untuk menahan hasratnya untuk buang air, dengan adanya kontraksi
sfingter eksternal. Fry et al, 2008
2.3. Karsinoma Kolorektal
2.3.1. Definisi
Karsinoma kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di dalam saluran usus besar kolon dan atau rektum Sander, 2012.
2.3.2. Etiologi dan Patogenesis
2.3.2.1. Faktor Lingkungan
Beberapa penelitian menyatakan bahwa lingkungan memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan kanker kolorektal. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa diet tinggi lemak berpotensi menyebabkan kanker kolorektal. Negara dengan angka kejadian kanker kolorektal yang tinggi, sebagian besar masyarakatnya
mengkonsumsi 40-45 dari kebutuhan kalori total. Sedangkan negara dengan angka kejadian yang rendah, masyarakatnya hanya mengkonsumsi 10-15 lemak dari
kebutuhan kalori total. Bresalier, 2003 Lemak dapat meningkatkan fungsi hati dalam mensintesis kolestrol dan asam
empedu. Kolestrol dan asam empedu ini akan diubah oleh bakteri yang terdapat pada kolon menjadi asam empedu sekunder, metabolit kolestrol, dan substansi-substansi
toksik yang dapat merusak mukosa kolon, dan nantinya akan menyebabkan meningkatnya proliferasi seluler. Bresalier, 2003
Kurangnya konsumsi serat juga menyebabkan timbulnya kanker pada daerah kolon. Serat mengandung komponen yang dapat membantu proses pencernaan.
Contohnya seral yang dapat meningkatkan pengeluaran feses dan mengurangi jumlah bahan-bahan yang bersifat karsinogen, sehingga dapat mengurangi kontak bahan
bahan toksin terhadap mukosa dan meningkatkan pengeluarannya. Selulosa dan hemiselulosa menurunkan level enzim bakteri dan mengurangi aktivasi karsinogen.
Di dalam kolon, selulosa dan hemiselulosa tidak dapat dipecah oleh enzim maupun bakteri, sedangkan di dalam traktus digestivus serat makanan ini akan menyerap air
dan menyebabkan bertambahnya volume feses, dan kemudian merangsang rektum.Meskipun begitu, suplementasi serat belum bisa dibuktikan berhasil dalam
mencegah terjadinya kanker kolorektal. Bresalier, 2003 Kalsium juga berpengaruh dalam mencegah terjadinya kanker kolorektal.
Beberapa studi epidemiologi menyatakan bahwa, pria yang mengkonsumsi kalsium dalam jumlah sedikit memiliki risiko dua kali lebih sering terkena kanker kolorektal
dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kalsium lebih tinggi. Kalsium dapat meningkatkan ekskresi asam empedu melalui feses. Suplementasi kalsium juga dapat
menurunkan proliferasi mukosa kolon. Bresalier, 2003 Risiko perkembangan kanker kolorektal diketahui berkurang pada pengguna
aspirin dan obat obat NSAID lainnya. Mekanisme proteksinya masih belum bisa diketahui. Kemungkinan karena meningkatnya kadar COX-2 pada kanker kolorektal
yang diinduksi oleh sitokin dan growth factor, sehingga penggunaan obat-obat jenis NSAID yang bekerja menghambat enzim COX-2 berpengaruh pada proses ini.
Bresalier, 2003
2.3.2.2. Faktor Genetik