Evaluasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan terhadap Tanaman Kehutanan di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara
EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN
TERHADAP TANAMAN KEHUTANAN DI ARBORETUM
KAMPUS KUALA BEKALA UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
NICHO CHANDRA SIREGAR 091201132/ MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
(2)
Judul skripsi : Evaluasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan terhadap Tanaman Kehutanan di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara
Nama : Nicho Chandra Siregar
Nim : 091201132
Jurusan : Manajemen Hutan
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P Ketua Anggota
Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D. Ketua Program Studi Kehutanan
(3)
ABSTRAK
NICHO CHANDRA SIREGAR: Evaluasi Kemampuan Dan Kesesuaian Lahan Terhadap Tanaman Kehutanan Di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.
Proses perencanaan penggunaan dapat memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kelas kemampuan, kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman kehutanan serta memetakan kelas kemampuan dan kesesuian lahan aktual dan potensial di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara. Evaluasi dilakukan dengan metode matching dan pembuatan peta dengan metode overlay menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Arboretum USU memiliki 16 satuan lahan dimana klasifikasi kemampuan lahannya didominasi oleh kelas kemampuan lahan kelas I dengan faktor perbatas kepekaan erosi yang berarti perlu dilakukan upaya perbaikan lahan yaitu pembuatan teras, penanaman sejajar kontur dan penanaman penutup lahan. Satuan lahan XIV, XV, dan XVI merupakan satuan lahan yang paling tidak sesuai dengan semua jenis tanaman kehutanan yang dievaluasi. Sebaiknya satuan lahan ini dibiarkan secara alami sebagai kawasan lindung karena faktor penghambat lereng yang sulit ditangani.
Kata Kunci: SIG, Kemampuan Lahan, Kesesuaian Lahan, Tanaman Kehutanan, Arboretum USU
(4)
ABSTRACT
NICHO CHANDRA SIREGAR: Evaluated of Land Capability and Land Suitability for forestry plants in Arboretum Campus Kuala Bekala University of North Sumatra Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Under the supervision of RAHMAWATY and ABDUL RAUF.
Use planning process to provide alternative land use and limits the possibility of its use as well as management actions that are required for sustainable land can be used . The aim of this study was to evaluate the land capability class , the actual and potential of land suitability class for forestry plants and mapping the actual and potential land suitability classes in Arboretum Kuala Bekala Campus University of North Sumatra . Evaluation is done by matching and mapping methods with overlay method using a Geographic Information System (GIS ) . Results of this study indicate that USU Arboretum has 16 units of land where their land capability classification is dominated by land capability class I by a inhibiting use factor of erosion sensitivity that meaning land improvement efforts need to be done that is the core manufacturing , planting in line contour and cultivation of land cover . Land units XIV, XV, and XVI is a unit of land most suitable to all types of forestry were evaluated. This unit should be allowed to naturally land as protected areas because of slopes are the difficult inhibiting factors to handle.
Keywords: GIS , Land Capability , Land Suitability, Forestry Plants, Arboretum Of USU
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garoga, Tapanuli Utara pada tanggal 27 Juli 1991 dari Ayah Bindu Siregar dan Ibu Elfrida Tampubolon. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di TK Santa Lusia P. Siantar pada tahun 1995, kemudian dilanjutkan di SD Swasta Cinta Rakyat No. 6 P. Siantar pada tahun 1997-2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Swasta Bintang Timur P. Siantar pada tahun 2003-2006 kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Plus Matauli Pandan pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009, penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan menjadi pengurus di Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK UP FP) periode 2011-2013. Selain itu penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum mata kuliah Silvika dan Ekologi pada Tahun Ajaran 2010/2011. Penulis juga menjadi juara dalam Pekan Ilmiah dan Kreatifitas Mahasiswa (PIKM) kategori Fotografi Pendidikan pada tahun 2011-2013.
Penulis telah mengikuti magang di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDASU) pada tahun 2010, Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan USU pada tahun 2011, magang di Yayasan Ekosistem Lestari pada
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkat dan anugerah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Evaluasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan terhadap Tanaman Kehutanan di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama
ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D sebagai ketua komisi pembimbing skripsi
dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P sebagai anggota komisi pembimbing skripsi, yang telah banyak membimbing dan memberikan arahan serta masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada adik-adikku Frans, Yosua dan Frederick atas bantuan selama pengambilan data ke lapangan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, serta semua rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan senantiasa menyertai kita semua. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Manfaat Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan ... 4
B. Karateristik Lahan ... 5
C. Manfaat Penelitian ... 6
D. Persyaratan Tumbuh Tanaman... 6
E. Satuan Lahan ... 7
F. Klasifikasi Kemampuan Lahan ... 8
G. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan ... 9
H. Kelas Kemampuan Lahan ... 10
I. Kriteria Kesesuaian Lahan ... 13
J. Kesesuaian Lahan Aktual... 16
K. Kesesuaian Lahan Potensial ... 17
L. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan .... 19
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 21
B. Alat dan Bahan ... 22
C. Prosedur Kerja... 22
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 24
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ... 25
3. Tahap Analisis Klasifikasi ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38
(8)
F. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kehutanan ... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73
B. Saran... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
(9)
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Kelas kemampuan lahan ... 10
2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan... 18
3. Beberapa data yang digunakan dalam penelitian ... 22
4. Kualitas dan karakteristik lahan dalam kriteria evaluasi lahan ... 25
5. Klasifikasi tekstur dan struktur tanah ... 26
6. Klasifikasi kemiringan lereng ... 28
7. Klasifikasi kepekaan erosi tanah ... 29
8. Klasifikasi penilaian ukuran butir (m) ... 29
9. Kelas kandungan C-organik ... 30
10.Penilaian struktur tanah ... 30
11.Penilaian permeabilitas tanah ... 31
12.Klasifikasi kelas kedalaman efektif tanah ... 32
13.Klasifikasi tekstur tanah ... 33
14.Klasifikasi drainase tanah ... 33
15.Matriks kriteria klasifikasi kemampuan lahan ... 34
16.Hubungan antara karakteristik kesesuaian lahan dan tingkat pembatas ... 35
17.Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan ... 36
18.Luas masing-masing satuan lahan lokasi penelitian ... 39
19.Luas masing-masing kelas kelerengan ... 43
20.Kualitas dan karakteristik lahan ... 45
21.Klasifikasi kelas kemampuan lahan di Arboretum USU ... 48
22.Luas masing-masing kelas kemampuan lahan ... 50
23.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Mahoni (Switenia mahagoni) ... 52
24.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Sengon (Paraserianthes falcataria) ... 53
25.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Jati (Tectona grandis) ... 54
(10)
29.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Eukaliptus (Eucalyptus grandis) . 61 30.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Karet (Havea brasiliensis)... 66 31.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Mangga (Mangifera indica) ... 67 32.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Rambutan (Nephelium lappaceum) danDurian (Durio zibethinus) ... 67 33.Perbandingan luasan kelas kesesuaian Manggis (Garcinia mangostana) 68
(11)
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Peta lokasi penelitian ... 21
2. Tahapan kerja pemetaan kelas kemampuan dan kesesuaian lahan ... 23
3. Peta satuan lahan Arboretum USU ... 40
4. Penggunaan lahan di Arboretum USU ... 41
5. Peta tanah lokasi penelitian ... 42
6. Peta kelerengan Arboretum USU ... 44
7. Peta kelas kemampuan lahan Arboretum USU ... 49
8. Peta kelas kesesuaian lahan Mahoni di Arboretum USU ... 54
9. Peta kelas kesesuaian lahan Sengon di Arboretum USU ... 55
10.Peta kelas kesesuaian lahan Jati di Arboretum USU ... 56
11.Peta kelas kesesuaian lahan Akasia di Arboretum USU ... 59
12.Peta kelas kesesuaian lahan Pinus di Arboretum USU ... 60
13.Peta kelas kesesuaian lahan Ekaliptus di Arboretum USU ... 61
14.Peta kelas kesesuaian lahan Karet di Arboretum USU ... 62
15.Peta kelas kesesuaian lahan Mangga di Arboretum USU ... 65
16.Peta kelas kesesuaian lahan Rambutan di Arboretum USU... 66
17.Peta kelas kesesuaian lahan Durian di Arboretum USU ... 67
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kriteria kesesuaian lahan untuk Mahoni (Swietenia mahogani)... 77
2. Kriteria kesesuaian lahan untuk Sengon (Paraserianthes falcataria) ... 78
3. Kriteria kesesuaian lahan untuk Jati (Tectona grandis) ... 79
4. Kriteria kesesuaian lahan untuk Akasia (Acacia mangium) ... 80
5. Kriteria kesesuaian lahan untuk Pinus (Pinus merkusii) ... 81
6. Kriteria kesesuaian lahan untuk Eukaliptus (Eucalyptus grandis) ... 82
7. Kriteria kesesuaian lahan untuk Karet (Havea brassiliensis) ... 83
8. Kriteria kesesuaian lahan untuk Mangga (Mangifera indica) ... 84
9. Kriteria kesesuaian lahan untuk Rambutan (Nephelium lappaceum) ... 85
10.Kriteria kesesuaian lahan untuk Durian (Durio zibethinus) ... 86
11.Kriteria kesesuaian lahan untuk Manggis (Garcinia mangostana)... 87
12.Data curah hujan lokasi penelitian ... 88
13.Peta penggunaan lahan Arboretum USU ... 89
14.Peta tutupan lahan Arboretum USU ... 89
15.Dokumentasi kegiatan penelitian ... 90
(13)
ABSTRAK
NICHO CHANDRA SIREGAR: Evaluasi Kemampuan Dan Kesesuaian Lahan Terhadap Tanaman Kehutanan Di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.
Proses perencanaan penggunaan dapat memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kelas kemampuan, kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman kehutanan serta memetakan kelas kemampuan dan kesesuian lahan aktual dan potensial di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara. Evaluasi dilakukan dengan metode matching dan pembuatan peta dengan metode overlay menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Arboretum USU memiliki 16 satuan lahan dimana klasifikasi kemampuan lahannya didominasi oleh kelas kemampuan lahan kelas I dengan faktor perbatas kepekaan erosi yang berarti perlu dilakukan upaya perbaikan lahan yaitu pembuatan teras, penanaman sejajar kontur dan penanaman penutup lahan. Satuan lahan XIV, XV, dan XVI merupakan satuan lahan yang paling tidak sesuai dengan semua jenis tanaman kehutanan yang dievaluasi. Sebaiknya satuan lahan ini dibiarkan secara alami sebagai kawasan lindung karena faktor penghambat lereng yang sulit ditangani.
Kata Kunci: SIG, Kemampuan Lahan, Kesesuaian Lahan, Tanaman Kehutanan, Arboretum USU
(14)
ABSTRACT
NICHO CHANDRA SIREGAR: Evaluated of Land Capability and Land Suitability for forestry plants in Arboretum Campus Kuala Bekala University of North Sumatra Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Under the supervision of RAHMAWATY and ABDUL RAUF.
Use planning process to provide alternative land use and limits the possibility of its use as well as management actions that are required for sustainable land can be used . The aim of this study was to evaluate the land capability class , the actual and potential of land suitability class for forestry plants and mapping the actual and potential land suitability classes in Arboretum Kuala Bekala Campus University of North Sumatra . Evaluation is done by matching and mapping methods with overlay method using a Geographic Information System (GIS ) . Results of this study indicate that USU Arboretum has 16 units of land where their land capability classification is dominated by land capability class I by a inhibiting use factor of erosion sensitivity that meaning land improvement efforts need to be done that is the core manufacturing , planting in line contour and cultivation of land cover . Land units XIV, XV, and XVI is a unit of land most suitable to all types of forestry were evaluated. This unit should be allowed to naturally land as protected areas because of slopes are the difficult inhibiting factors to handle.
Keywords: GIS , Land Capability , Land Suitability, Forestry Plants, Arboretum Of USU
(15)
I.
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi kontruksi (rekayasa), sistem daur ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta sistem bagi pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, dikenal juga istilah lahan. Menurut FAO (1976) dalam Rayes (2007) lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Setiap tanah mempunyai sifat dan keterbatasan masing-masing yang akan menentukan kapabilitas atau kemampuannya, sehingga untuk mengembangkannya diperlukan suatu tindakan khusus yang berbeda-beda untuk tiap-tiap jenis tanah.
Proses perencanaan penggunaan dapat memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari. Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Klasifikasi kemampuan lahan adalah salah satu bentuk evaluasi lahan. Wahyuningrum dkk., (2003) menyatakan hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim,
(16)
Evaluasi Kesesuaian lahan perlu dilakukan agar menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan yang sesuai dengan kesesuaiannya. Menurut Rossiter (1996) dalam Mustafa dkk., (2008) evaluasi kesesuaian lahan sangat penting dilakukan karena lahan memiliki sifat fisik, sosial, ekonomi dan geografi yang bervariasi atau lahan diciptakan tidak sama. Sifat yang bervariasi dari lahan tersebut dapat mempengaruhi penggunaan lahan tersebut.
Arboretum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Berdasarkan definisi tersebut, secara umum arboretum memiliki kegunaan sebagai tempat mengoleksi berbagai jenis pohon. Arboretum USU seluas 64,813 Ha dibangun di lahan Kampus USU Kuala Bekala. Arboretum USU yang disahkan pada tahun 2006 masih tergolong baru dan akan digunakan sebagai tempat dimana jenis-jenis pohon dan tanaman ditanam dan dipelihara untuk menjadi koleksi. Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan penggunaan lahan yang produktif dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam sehingga potensi lahan diperoleh dengan maksimal bagi pertumbuhan tanaman dan degradasi lingkungan yang diperkirakan terjadi karena penggunaan lahan dapat dihindari.
Berdasarkan Gultom (2012) dan Tambunan (2012), terdapat 22 jenis pohon di Arboretum USU yang terdiri dari pohon kehutanan dan pohon buah-buahan. Jenis-jenis pohon kehutanan yang paling banyak ditemukan adalah Pulai (Alstonia scholaris), Mindi (Melia azedarach), Gmelina (Gmelina arborea), Jati putih (Tectona grandis) dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Evaluasi
(17)
kesesuaian lahan perlu dilakukan terhadap jenis-jenis tanaman kehutanan untuk mengetahui apakah jenis tersebut sesuai dan berpotensi untuk dikembangkan di Arboretum USU sesuai dengan ketersediaan informasi kriteria kesesuaian lahan tiap-tiap jenis. Oleh karena itu, demi memaksimalkan penggunaan potensi lahan sekaligus ramah lingkungan dan meningkatkan kepedulian terhadap kelangsungan sumber daya alam, maka penelitian ini dilakukan untuk menggali lebih dalam kasus kemampuan dan kesesuaian penggunaan lahan terhadap beberapa jenis tanaman kehutanan sehingga ditemukan jawaban dari kemampuan dan kesesuaian lahan di Arboretum Universitas Sumatera Utara.
B.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengevaluasi kelas kemampuan lahan di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara
2. Mengevaluasi kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman kehutanan di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara
3. Memetakan kelas kemampuan dan kesesuaian lahan aktual dan potensial di Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara
C.Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberikan pedoman perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, pedoman dan arahan bagi pihak pengelola Arboretum USU untuk memilih jenis tanaman kehutanan yang sesuai, serta tersedianya informasi bagi instansi yang berwenang dalam
(18)
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.Evaluasi Lahan
Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan. Konsep lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, bentuk lahan, vegetasi dan fauna, termasuk di dalamnya akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia baik masa lampau maupun masa sekarang (Dent dan Young, 1981). Kualitas lahan merupakan sifat-sifat yang kompleks dari suatu lahan. Masing- masing kualitas lahan mempunyai keragaan tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya untuk suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu atau lebih karateristik lahan (FAO, 1976).
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung dkk., 2007). Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning).
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian lahan jika diperlukan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan. Berdasarkan tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2006).
(19)
B.Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut dapat digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. Karakteristik lahan yang digunakan adalah temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan
sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, bahaya di permukaan, dan singkapan batuan (Djaenudin dkk., 2003).
Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu, misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan sebagainya (FAO, 1976). Keberhasilan penanaman banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karateristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman bersangkutan.
Karateristik lahan tidak dapat berperan secara sendiri-sendiri, akan tetapi lebih sering merupakan gabungan antara karateristik secara berkaitan. Kombinasi berbagai karateristik lahan menentukan atau mempengaruhi perilaku lahan (kualitas lahan), yakni bagaimana ketersediaan air, perkembangan akar, peredaran udara, kepekaan terhadap erosi, ketersediaan hara, dan sebagainya (Arsyad, 1989).
(20)
C.Persyaratan Tumbuh Tanaman
Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan diperlukan oleh masing-masing komoditas (pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan, persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan tersebut merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1), sedangkan kualitas lahan di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan atau sesuai marginal (S3). Selain batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N). Semua jenis komoditas, termasuk tanaman pertanian, dan perikanan berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, terdiri atas energi radiasi, temperatur (suhu), kelembaban, oksigen, hara, dan kualitas media perakaran yang ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif tanah (Rayes, 2007).
D.Satuan Lahan
Satuan lahan homogen merupakan cara pendekatan dalam inventarisasi sumber daya alam (Wiradisastra, 1989). Pengembangan konsep ini biasanya dikaitkan dengan dipakainya sarana seperti foto udara dan peta tematik untuk pengumpulan data awal. Dengan menggunakan peta-peta yang tersedia, konsep satuan lahan dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dideliniasi (dipisah-pisahkan, kemudian ditarik batas-batasnya).
(21)
Satuan lahan dapat dibangun dengan menumpangtindihkan (overlay) berbagai parameter lahan yang dapat dipetakan. Pada pendekatan sekarang, satuan lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam berbagai parameter fisik lahan (tanah, lereng, penggunaan lahan, derajat kerusakan erosi, dan lain-lain) yang dapat diidentifikasikan langsung di lapangan. Bila salah satu parameter berubah maka satuan lahan akan berubah pula. Dalam proses evaluasi lahan, satuan lahan homogen ini dianggap sebagai satuan peta (mapping unit) dengan ciri karateristik atau kualitas lahan yang akan dipadankan (matching) dengan persyaratan tumbuh tanaman.
Melihat proses pembentukan satuan lahan homogen dengan cara overlay dari parameter penyusunnya diatas, maka pendekatannya dinamakan Pendekatan Sistem Informasi Geografi atau GIS Approach (Wiradisastra, 1989). Sistem informasi ini terdiri dari set data dan informasi yang telah disusun dalam bentuk peta-peta sumberdaya alam. Untuk tujuan analisis dengan menggabungkan berbagai parameter lahan pada suatu evaluasi lahan, maka dilakukan tumpangtindih peta-peta tersebut yang akan menghasilkan unit area yang mempunyai kesamaan sifat yang secara spasial telah terdeliniasi dan dianggap mempunyaisifat sesuai dengan jumlah parameter yang ditumpangtindihkan.
E.Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari.
(22)
macam atau tingkat penggunaan umum. Perbedaan dalam kualitas tanah dan bentuk lahan (land form) seringkali merupakan penyebab utama terjadinya perbedaan satuan peta tanah dalam suatu areal (Arsyad, 2006).
Kemampuan penggunaan lahan adalah suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara lestari. Lahan diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik. Sistem klasifikasi ini membagi lahan menurut faktor-faktor penghambat serta potensi bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya (Wahyuningrum dkk., 2003).
F. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan
Lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas, dan satuan kemampuan (capability units) atau satuan pengelolaan (management unit). Pengelompokkan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII (Arsyad, 2006).
Pengelompokan ke dalam kelas kemampuan lahan didasarkan pada besarnya faktor pembatas atau kendala (penghambat). Dalam klasifikasi ini, tanah atau lahan dikelompokkan ke dalam kelas menggunakan huruf romawi (I sampai dengan VIII). Tanah dalam kelas I tidak memiliki pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan tanah yang termasuk dalam kelas VIII memiliki
(23)
pembatas yang sangat berat sehingga tidak memungkinkan untuk pertanian atau produksi tanaman secara komersial. Dengan demikian, semakin tinggi kelasnya (semakin besar angka kelas) semakin rendah kualitas lahannya (Rayes, 2007).
Pengelompokan di dalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor penghambat atau ancaman. Terdapat empat jenis utama penghambat atau ancaman yang dikenal, yaitu ancaman erosi, ancaman kelebihan air, pembatas perkembangan akar tanaman, dan pembatas iklim (Arsyad, 2006).
Lahan digolongkan menjadi kelas, sub kelas, dan satuan pengelolaan berdasarkan faktor pembatas yang ada dalam sistem USDA (The United States Departement of Agriculture). Faktor pembatas yang digunakan adalah faktor-faktor atau sifat tanah dan lahan yang berpengaruh terhadap erosi, disebut sebagai faktor pembatas utama. Dalam sistem yang dikembangkan USDA, digunakan tiga sifat yang menyatakan kualitas tanah, yaitu kedalaman efektif, tekstur, dan permeabilitas tanah, serta dua sifat yang menyatakan kualitas lahan, yaitu kemiringan dan tingkat erosi yang telah terjadi. Pada sistem yang digunakan di Indonesia ditambahkan drainase sebagai faktor pembatas (Utomo, 1989).
G.Kelas Kemampuan Lahan
Arsyad (2006) mengemukakan delapan kelas kemampuan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing faktor penghambat yang mempengaruhi penggunaan lahannya.
(24)
Tabel 1. Kelas kemampuan lahan
No. Kelas Ciri-Ciri
1. I Mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya, sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput hutan produksi, dan cagar alam.
2. II Memiliki beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang.
3. III Mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut.
4. IV Dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada
umumnya tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam.
5. V Tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam.
6. VI Mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam.
7. VI Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. 8. VIII Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam
keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam.
Sumber: Arsyad (2006)
H.Klasifikasi Kemampuan Lahan
Menurut Hadmoko (2012), beberapa metode klasifikasi kemampuan lahan adalah sebagai berikut:
1. Metode kualitatif/deskriptif
Metode ini didasarkan pada analisis visual/pengukuran yang dilakukan langsung dilapangan dengan cara mendiskripsikan lahan. Metode ini bersifat subyektif dan tergantung pada kemampuan peneliti dalam analisis.
2. Metode statistik
Metode ini didasarkan pada analisis statistik variabel penentu kualitas lahan yang disebut diagnostic land characteristic (variabel x) terhadap kualitas lahannya (variabel y)
(25)
3. Metode matching
Metode ini didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan data kualitas lahan. Evaluasi kemampuan lahan dengan cara matching dilakukan dengan mencocokkan antara karakteristik lahan dengan syarat penggunaan lahan tertentu.
4. Metode pengharkatan (scoring)
Metode ini didasarkan pemberian nilai pada masing-masing satuan lahan sesuai dengan karakteristiknya.
Kriteria faktor pembatas yang menentukan kelas atau subkelas maupun satuan kemampuan lahan menurut Arsyad (2006), yaitu:
1. Iklim
Dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu temperatur dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis dan pertumbuhan tanaman. Di daerah tropika yang paling penting mempengaruhi temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat dari permukaan laut. Udara yang bebas bergerak akan turun temperaturnya pada umumnya dengan 1 setiap 100 m naik di atas permukaan laut. Penyediaan air secara alami berupa curah hujan yang terbatas atau rendah di daerah agak basah (sub humid), agak kering (semi arid), dan kering (arid) mempengaruhi kemampuan tanah.
2. Lereng
Ancaman erosi dan erosi yang telah terjadi kerusakan tanah oleh erosi sangat nyata mempengaruhi penggunaan tanah, cara pengelolaan atau keragaan (kinerja) tanah disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
(26)
a. Suatu kedalaman tanah yang cukup harus dipelihara agar didapatkan produksi tanaman yang sedang sampai tinggi.
b. Kehilangan lapisan tanah oleh erosi mengurangi hasil tanaman.
c. Kehilangan unsur hara oleh erosi adalah penting tidak saja oleh karena pengaruhnya terhadap hasil tanaman akan tetapi juga oleh karena diperlukan biaya penggantian unsur hara tersebut untuk dapat memelihara hasil tanaman yang tinggi.
d. Kehilangan lapisan permukaan tanah merubah sifat-sifat fisik lapisan olah yang akan sangat jelas kelihatan pada tanah yang lapisan bawah bertekstur lebih halus.
e. Kehilangan tanah oleh erosi menyingkap lapisan bawah yang memerlukan waktu dan perlakuan yang baik untuk dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi tanaman.
f. Bangunan-bangunan pengendalian air dapat rusak oleh sedimen yang berasal dari erosi.
g. Jika terbentuk parit-parit oleh erosi (gully) maka akan lebih sulit pemulihan tanah untuk menjadi produktif kembali.
Kecuraman lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng semuanya mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Kecuraman lereng tercacat atau dapat diketahui pada peta tanah.
3. Kedalaman Tanah (k)
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu kedalaman sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah
(27)
sampai sejauh mana tanah dapat ditumbuhi akar, menyimpan cukup air dan hara, umumnya dibatasi adanya kerikil dan bahan induk atau lapisan keras yang lain, sehingga tidak lagi dapat ditembus akar tanaman (Utomo, 1989).
4. Tekstur Tanah (t)
Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya.
5. Permeabilitas (p)
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan udara (Utomo, 1989).
6. Drainase (d)
Drainase adalah kondisi mudah tidaknya air menghilang dari permukaan tanah yang mengalir melalui aliran permukaan atau melalui peresapan ke dalam tanah (Utomo, 1989).
I. Kriteria Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Rahmawaty (2010) merupakan tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya (Fauzi dkk., 2009).
(28)
Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu dengan pendekatan pembatas, parametrik, dan kombinasi pendekatan pembatas dan parametrik.
1. Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode ini membagi lahan berdasarkan jumlah dan intensitas pembatas lahan. Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al., 1993).
Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan, sebagai berikut :
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1 b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1 c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2 d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2 2. Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai maksimum 100 hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal untuk tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1993).
Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang dapat dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang
(29)
obyektif; keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi. Masalah yang mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat, penarikan batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan bahwa masing-masing klasifikasi hanya diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1985)
3. Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik
Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Penentuan kelas kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat berdasarkan nilai kesetaraan tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh bobot terkecil (Sys et al., 1993).
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Djaenudin (2003), dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:
1) Ordo menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum. Pada tingkat ordo, kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).
2) Klas menunjukkan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan dalam tiga kelas, yaitu:
a. Lahan sangat sesuai (S1) yaitu lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata.
(30)
b. Cukup sesuai (S2) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas dan berpengaruh terhadap produktivitasnya serta memerlukan tambahan masukan. Pembatas ini biasanya dapat dibatasi petani sendiri.
c. Sesuai marginal (S3) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas yang berat dan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas, diperlukan modal yang tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swasta.
d. Tidak sesuai (N) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan sulit diatasi.
3) Sub-klas menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub kelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat
4) Unit menunjukkan tingkatan dalam sub kelas didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.
J. Kesesuaian Lahan Aktual
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
(31)
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current suitability) atau kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan aktual, mula-mula dilakukan penilaian terhadap masing-masing kualitas lahan berdasar atas karekteristik lahan terjelek, selanjutnya kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasar atas kualitas lahan terjelek.
K.Kesesuaian Lahan Potensial
Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung dkk., 2007).
Untuk menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, maka harus diperhatikan karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas
(32)
diperbaiki dengan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan (teknologi) yang akan diterapkan, dan karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki (Tabel 2). Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial
No Kualitas dan karateristik lahan
Tingkat pengelolaan
Jenis perbaikan Sedang Tinggi
1 Rejim radiasi - - -
2 Rejim suhu - - -
3 Kelembaban udara - - -
4 Ketersediaan air
- Bulan kering + ++ Sistem irigasi/pengairan
- Curah hujan + ++ Sistem irigasi/pengairan
5 Media perakaran
- Drainase + ++ Pembuatan saluran draianse
- Tekstur - - -
- Kedalaman tanah - + Umumnya tidak dapat diperbaiki,
kecuali terdapat lapisan padas lunak
- Kematangan gambut - - -
- Ketebalan gambut - - -
6 Retensi hara
- KTK + ++ Penambahan bahan organik
- pH + ++ Pengapuran
7 Ketersediaan hara
- N total + ++ Pemupukan
- P tersedia + ++ Pemupukan
- K dapat ditukar + ++ Pemupukan
8 Bahaya banjir
- Periode + ++ Pembuatan tanggul penahan banjir
serta
- Frekuensi + ++ Pembuatan saluran drainase
9 Kegaraman
- Salinitas + ++ Reklamasi
10 Toksisitas
- Kejenuhan Alumanium + ++ Pengapuran
- Kedalaman pirit - + Pengaturan sistem tata air tanah
11 Kemudahan pengolahan - + Pengaturan kelembaban tanah utuk
pengelolaan
12 Potensi mekanisasi - - -
13 Bahaya erosi + ++ Pembuatan teras, penanaman sejajar
kontur, penanaman penutup lahan Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)
Satuan peta yang mempunyai karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak akan mengalami perubahan kelas kesesuaian lahannya, sedangkan yang kerakteristik lahannya dapat diperbaiki, kelas kesesuaian lahannya dapat berubah menjadi satu atau dua tingkat lebih baik.
(33)
L.Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem pengelolaan informasi yang juga menyediakan fasilitas analisis data. Sistem ini sangat bermanfaat dalam perencanaan dan pengelolaan SDA, antara lain untuk aplikasi inventarisasi dan monitoring hutan, kebakaran hutan, perencanaan penebangan hutan, rehabilitasi hutan, konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS), dan konservasi keragaman hayati. Untuk SIG bisa dipakai secara efektif untuk membantu perencanaan dan pengelolaan SDA diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan keterampilan yang memadai (Puntodewo dkk., 2010).
Aplikasi GIS telah digunakan di banyak bidang, seperti pertanian, militer, pemasaran minyak tanah, transportasi, lingkungan, dan ilmu kehutanan. Cruz (1990) dalam Rahmawaty (2009) sebagai contoh, menggunakan GIS untuk penggolongan kemampuan lahan dan penilaian kesesuaian penggunaan lahan di Ibulao di bagian Pilipina. Pada sisi lain, Oszaer (1994) dalam Rahmawaty (2009) menggunakan GIS untuk menggolongkan penggunaan lahan yang ada, yaitu mengevaluasi kemampuan lahan, dan menilai kesesuaian penggunaan lahan di Waeriupa, Kairatu, Seram, Maluku, Indonesia.
Harjadi (2007) menggunakan aplikasi penginderan jauh dan SIG untuk penetapan tingkat kemampuan penggunaan lahan (KPL) di DAS Nawagaon Maskara, Saharanpur-India. Parsa dkk., (2008) menggunakan aplikasi penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografi untuk menganalisis kesesuaian lahan dan arahan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi. Rahmawaty (2009) menggunakan aplikasi GIS sebagai informasi sistem
(34)
lahan di DAS Besitang. Fauzi dkk., (2009) menggunakan aplikasi GIS untuk menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir Kota Bengkulu.
Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya. (Fauzi dkk., 2009).
(35)
III.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai dengan Juli 2013. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada bulan April 2013 dan analisis data dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai Juli 2013. Penelitian dilaksanakan di Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang (Gambar 1). Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pengelolaan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Terpadu Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
(36)
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: perangkat lunak (software) Arcview 3.3, perangkat keras (hardware) berupa seperangkat personal computer (PC), Global Positioning System (GPS), kamera digital, bor tanah, cangkul, ring sample, ayakan 10 mesh, mortal, pH meter, alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Beberapa data yang digunakan dalam penelitian
No. Peta/Data Sumber Tahun
1. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Deli
Serdang BPKH 2010
2. Peta Penggunaan Lahan/Fungsi Hutan
SK 44 2005
3. Peta Tanah Kabupaten Deli Serdang BPDAS Wampu Sei Ular 2010
4. Peta Kelerengan BPDAS Wampu Sei Ular 1988
5. Data Temperatur world climate 2010
6. Data Curah Hujan Stasiun Pasar VI Medan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan
2003-2012 7. Data dasar berupa kondisi umum
wilayah penelitian yang
mencakup kondisi fisik lapangan
BPDAS Wampu Sei Ular 2010
C. Prosedur Kerja
Prosedur untuk klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan dapat dirinci menjadi tiga tahap, yaitu
1. Tahap persiapan penelitian
2. Tahap pelaksanaan penelitian di lapangan 3. Tahap analisis klasifikasi
Tahapan Kerja Pemetaan Kelas Kemampuan dan Kesesuaian Lahan dapat dilihat pada Gambar 2.
(37)
Peta Tanah
Peta Tutupan dan Penggunaan
Lahan
Laboratorium: Tekstur Lapisan Tanah,
Permeabilitas, Keasaman Lapangan: Kedalaman Tanah, Struktur Tanah
Data Primer
Data Sekunder : Suhu Curah hujan Kemiringan Lereng
Peta Kelas Kemampuan Lahan Peta Kelas Kesesuaian Lahan Analisis Kelas
Kesesuaian Lahan Analisis Kelas
Kemampuan Lahan Analisis GIS
Overlay
Matching Kriteria/Syarat
Tumbuh Tanaman
Pengukuran Kemiringan Lereng
Peta Satuan Lahan
(38)
1. Tahap Persiapan Penelitian
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa telaah pustaka, pengumpulan data sekunder berupa data suhu dan curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, peta-peta yang dibutuhkan yaitu: peta penggunaan lahan, peta tanah, peta penutupan lahan, dan peta kemiringan/kelerengan yang diperoleh dari BDAS Wampu Sei Ular Medan, serta persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Penentuan Satuan Lahan
Satuan lahan ditentukan dengan menumpang tindihkan (overlay) berbagai parameter lahan yang dapat dipetakan. Pada pendekatan sekarang, satuan lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam beberapa parameter fisik lahan yang dapat diidentifikasikan langsung di lapangan. Parameter yang dipilih dalam penelitian ini ialah tanah, lereng, penggunaan lahan, dan penutupan lahan. Bila salah satu parameter berubah maka satuan lahan akan berubah pula. Peta satuan lahan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai peta acuan dasar dalam pembuatan peta kelas kemampuan lahan dan kesesuaian lahan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan
Kegiatan pada tahap ini berupa pengumpulan data primer yang meliputi parameter fisik yang dapat diukur di lapangan yaitu kedalaman tanah, struktur tanah, kerusakan erosi yang telah terjadi, dan drainase. Pengambilan sample tanah untuk dianalisis di laboratorium berupa tekstur lapisan tanah, permeabilitas, keasaman tanah, dan C-organik. Sifat-sifat lahan (land characteristic) adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan,
(39)
seperti tekstur tanah, stuktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, dan drainase tanah. Sifat lahan ini menentukan perilaku lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2006). Sifat-sifat lahan (land characteristic) dapat dilihat dari Tabel 4.
Tabel 4. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam kriteria evaluasi lahan
Simbol Kualitas lahan Karakteristik lahan
Tc Temperatur Temperatur
Wa Ketersediaan air Curah hujan (mm)
Lamanya masa kering (bulan) Kelembaban udara (%) Oa Ketersediaan oksigen Drainase
Rc Media perakaran Drainase
Tekstur
Bahan kasar (%) Kedalaman tanah
Nr Retensi hara KPK lempung (cmol(+).kg-1)
Kejenuhan basa (%) pH H2O
C-organik (%)
Eh Bahaya erosi Lereng (%) Bahaya erosi
Sumber: Azis dkk., (2005)
Sampel Tanah
Sampel tanah diambil harus representatif atau mewakili sehingga analisis yang dilakukan terhadap contoh tanah tersebut mampu memberikan gambaran sifat tanah di lapangan yang sebenarnya. Agar contoh representatif, maka contoh tanah dari suatu strata diambil dengan metode zig-zag, dimana setiap titik diambil contoh kira-kira 1-2 kg (Mukhlis, 2007). Sampel tanah dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sampel tanah yang diambil dibedakan atas contoh tanah terganggu dan contoh tanah tidak terganggu. Contoh
(40)
mengorek atau menyendok tanah pada pengambilan contoh profil. Selain itu dapat juga digunakan bor tanah. Contoh tanah tidak terganggu dimbil untuk analisis sifat fisika tanah yaitu permeabilitas. Pengambilannya dilakukan dengan pengambilan ring sample. Setiap sampel tanah yang diambil dikeringanginkan di ruang yang berfentilasi dan tidak langsung terkena sinar matahari, dimana temperatur tidak lebih dari 350C karena akan berkibat pada perubahan yang drastis pada sifat kimia, fisika, dan biologi sampel tanah, kemudian dilakukan pengayakan dengan ayakan 10 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang berdiameter ≤ 2mm, dimana tanah adalah partikel yang berdiameter ≤ 2mm, sedangkan berdiameter ≥ 2mm dikategorikan sebagai kerikil (Mukhlis, 2007).
Sifat fisik tanah yang dinilai hanya tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi tanah (pasir, debu dan lempung/ sand, silt, dan clay) sedangkan struktur tanah adalah bentuk spesifik dari agregat tanah. Tekstur tanah relatif tidak berubah tetapi struktur tanah mudah berubah terutama apabila ada pengolahan tanah. Klasifikasi tekstur dan struktur tanah diuraikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi tekstur dan struktur tanah
Tekstur tanah Kode Kode Struktur tanah Kode
Sand 3 S Columnar Col
Loamy sand 2 LS Prismatik Pris
Sandy loam 1 SL Blocky Blk
Loam 0 L Nutty Nutt
Silt loam 0 Si L Platty Plat
Silt 2 Si Crumb Cr
Sandy Clay Loam 1 SCL Granular Gr
Clay Loam 1 Cl
Silty Clay Loam 1 SiCL
Sandy clay 2 SC
Clay 2 C
Silty Clay 2 SiC
(41)
3. Tahap Analisis Klasifikasi
Kegiatan pada tahap ini berupa analisis klasfikasi kemampuan lahan berdasarkan faktor penghambat serta analisis klasifikasi kesesuaian lahan dengan metode matching atau pencocokan data yang telah diperoleh baik dari data primer, sekunder, maupun data hasil laboratorium dengan persyaratan penggunaan lahan.
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Proses klasifikasi kemampuan lahan dilakukan dengan metode faktor penghambat. Setiap kualias lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamannya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas, penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya. Klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan adalah sistem klasifikasi kemampuan lahan Hokensmith dan Steele (1943) yaitu metode klasifikasi dengan sistem faktor penghambat. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat.
Penghambat yang digunakan adalah e (erosi), w (drainase), s (tekstur tanah), c (iklim) dan g (kelerengan). Pada klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar. Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e – w – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan
(42)
ditetapkan sebagai Klas IVs karena mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani.
Kriteria yang digunakan untuk pengelompokan dalam kelas menurut Arsyad (2006) adalah sebagai berikut:
1. Iklim
Dua komponen iklim yang mempengaruhi kemampuan lahan adalah temperatur dan curah hujan. Pada penelitian ini, data temperatur diperoleh dari world climate dan curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan.
2. Lereng dan Ancaman Erosi
Kemiringan lereng merupakan lereng yang membentuk bidang horizontal, satuannya dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (0). Klasifikasi kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 6. Data kemiringan lereng pada penelitian ini, diperoleh dari peta kelerengan dan pengamatan lapangan.
Tabel 6. Klasifikasi kemiringan lereng
No Kelas Kemiringan Lereng
1. A = Datar 0% sampai <3%
2. B = Landai atau berombak >3% sampai 8%
3. C = Agak miring atau bergelombang >8% sampai 15%
4. D = Miring atau berbukit >15% sampai 30%
5. E = Agak curam atau bergunung >30% sampai 45%
6. F = Curam >45% sampai 65%
7. G = Sangat curam >65%
Sumber: Arsyad (2006)
Klasifikasi kepekaan erosi tanah (nilai K) dapat dilihat pada Tabel 7. Penentuan nilai K pada penelitian ini menggunakan rumus:
K = 2,713M1,14(10-4)(12-a)+(b-2)+2,5(c-3)
100
Keterangan: M= parameter ukuran butir yang dapat dilihat pada Tabel 8. a = % bahan organik yang dapat dilihat pada Tabel 9.
(43)
b = nilai sturktur tanah yang dapat dilihat pada Tabel 10. c = nilai permeabilitas tanah yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 7. Klasifikasi kepekaan erosi tanah
No Kelas Kepekaan Erosi Tanah
1. KE1 = sangat rendah 0,00 sampai 0,10
2. KE2 = rendah 0,11 sampai 0,20
3. KE3 = sedang 0,21 sampai 0,32
4. KE4 = agak tinggi 0,33 sampai 0,43
5. KE5 = tinggi 0,44 sampai 0,55
6. KE6 = sangat tinggi 0,56 sampai 0,64
Sumber: Arsyad (2006)
Tabel 8. Penilaian ukuran butir (M)
Kelas Tekstur Nilai M Kelas Tekstur Nilai M
liat berat 210 pasir 3035
liat sedang 750 lempung berpasir 3245
liat berpasir 1213 lempung liat berdebu 3170
liat ringan 1685 lempung berpasir 4005
lempung liat berpasir 2160 lempung 4390
liat berdebu 2830 lempung berdebu 6330
lempung liat 2830 debu 8245
Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
Prosedur kerja penetapan kendungan C Organik adalah sebagai berikut: 1. Timbang 0,1 g atau 0,5 g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 70
mesh, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.
2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 (pergunakan pipet), goncang dengan tangan.
3. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat (98%), kemudian goncang 3-4 menit,
selanjutnya diamkan selama 30 menit.
4. Tambahkan 100 ml aquades, 5 ml H3PO4 85%, NaF 40% 2,5 ml, tambahkan
20 tetes difenilamin, guncang (larutan berwarna biru tua)
5. Titrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi
hijau
(44)
7. Perhitungan:
%C = 5(1-T/S) x 0,78 --- untuk tanah 0,5 g %C = 5(1-T/S) x 3,90 --- untuk tanah 0,1 g % Bahan Organik = 1,724 x %C
Keterangan : T = titrasi S = blanko Tabel 9. Kelas kandungan C-organik
Kelas C-organik Nilai
Sangat randah <1 0
Rendah 1-2 1
Sedang 2,1-3 2
Tinggi 3,1-5 3
Sangat Tinggi >5 (gambut) 4
Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
Tabel 10. Penilaian struktur tanah
Tipe Struktur Nilai
Granular sangat halus (<1 mm) 1
Granular halus (1mm sampai 2 mm) 2
Granular sedang dan kasar (2 mm sampai 10 mm) 3
Gumpal, lempeng, peja (blocky, platty, massif) 4
Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
3. Permeabilitas (p)
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan udara. Secara kuantitatif, permeabilitas merupakan kecepatan aliran air pada tanah jenuh per satuan waktu pada hidraulik tertentu (Utomo, 1989). Prosedur kerja penetapan permeabilitas tanah adalah sebagai berikut:
1. Jenuhi terkebih dahulu contoh tanah yang akan dianalisa (± 48 jam) dengan cara merendam di dalam bak yang berisi air setinggi 1 cm di bawah permukaan contoh tanah.
2. Pasang contoh tabung beserta isinya ke dalam klem yang dilengkapi dengan penyaring terbuat dari tembaga. Letakkan rangkaian ini di dalam bak air.
(45)
3. Isilah pipa-pipa “U” dengan air dan letakkan pada tempatnya, sehingga permukaan air di dalam bak air dan di atas contoh tanah saling berhubungan. 4. Hidupkan mesin pompa dan aturlah tinggi muka air di dalam bak dengan cara
menyetel pengatur tinggi muka air.
5. Setelah aliran air dalam sistem ini kurang lebih konstan, pembacaan volume air di dalam buret pada setiap satuan waktu dapat dimulai.
6. Ukur secara teliti selisih tinggi muka air antara yang berada di dalam bak dan yang ada di atas contoh tanah.
7. Pada waktu tidak dilakukan pembacaan volume air, keran buret harus selalu terbuka agar air terus tersirkulasikan.
Nilai permeabilitas menggunakan hukum Darcy dapat dihitung sebagai berikut :
� =
Ks A ∆H
L
Keterangan :
Ks = permeabilitas dalam keadaan jenuh (cm/detik)
Q = jumlah volume air yang melewati kolom tanah per satuan waktu (ml/detik) L = panjang kolom tanah (cm)
A = luas penampang kolom tanah tegak lurus daerah aliran air (cm2)
∆H = selisih tinggi permukaan hidrolik antara muka air di dalam bak air dengan muka air di atas contoh tanah (cm)
Tabel 11. Penilaian permeabilitas tanah
Kelas Permeabilitas ( cm/jam) Nilai
Cepat >25,4 1
Sedang sampai cepat 12,7-25,4 2
Sedang 6,3-12,7 3
Sedang sampai lambat 2,0-6,3 4
Lambat 0,5-2,0 5
Sangat lambat <0,5 6
Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
4. Kedalaman Tanah (k)
(46)
dalam centimeter. Klasifikasi kelas kedalaman efektif tanah dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Klasifikasi kelas kedalaman efektif tanah
No Kelas Kedalaman Efektif
1. k0 = dalam lebih dari 90 cm
2. k1 = sedang 90 sampai 50 cm
3. k2 = dangkal 50 sampai 25
4. k3 = sangat dangkal kurang dari 25 cm
Sumber: Arsyad (2006)
5. Tekstur Tanah (t)
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (%) antara fraksi pasir, debu, dan lempung. Prosedur kerja penetapan tekstur tanah adalah sebagai berikut: 1. Ditimbang 25 g tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 10 mesh,
kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2. Tambahkan 50 ml larutan natrium pirofosfat, kocok sampai rata, lalu biarkan selama 24 jam.
3. Goncang pada alat penggoncang (shaker) selama 15 menit.
4. Selanjutnya pindahkan ke dalam silinder (gelas ukur) volume 500 ml dan tambahkan aquades sampai tanda garis.
5. Kocok 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu dapat ditambahkan amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan.
6. Masukkan hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan pertama setelah 40 detik dari saat pengocokan.
7. Setelah 3 jam masukkan lagi hydrometer untuk pembacaan yang kedua untuk mendapatkan jumlah liat.
8. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
% liat + debu = Pembacaan hydrometer I x 100% Berat contoh tanah
(47)
% liat = Pembacaan hydrometer II x 100% Berat contoh tanah
% debu = & (liat + debu) - %liat
% pasir = 100% - % (liat + debu)
Adapun klasifikasi tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Klasifikasi tekstur tanah
No. Kriteria Ciri-Ciri
1. t1 = tanah bertekstur halus tekstur liat berpasir, liat berdebu dan liat
2. t2 = tanah bertekstur agak halus tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat dan lempung liat berdebu
3. t3 = tanah bertekstur sedang tekstur lempung, lempung berdebu dan debu 4. t4 = tanah bertekstur agak kasar tekstur lempung berpasir, lempung berpasir halus
dan lempung berpasir sangat halus 5. t5 = tanah bertekstur kasar tekstur pasir berlempung dan pasir Sumber: Arsyad (2006)
6. Drainase (d)
Pengamatan drainase didasarkan atas pengamatan warna pada profil tanah. Dalam hal ini diamati apakah tanah bewarna terang, pucat, adanya bercak-bercak (Utomo, 1989). Klasifikasi drainasi tanah dapat dilihat pada Tabel 14. Sebagai contoh hasil klasifikasi kemampuan lahan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14. Klasifikasi drainase tanah
No. Kriteria Ciri-Ciri
1. d1 = baik tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah (150 cm) bewarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu
2. d2 =agak baik tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah) 3. d3 = agak buruk lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik, tidak terdapat
bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah) 4. d4 = buruk bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau
bercak-bercak bewarna kelabu, coklat, dan kekuningan 5. d5 = sangat
buruk
seluruh lapisan sampai permukaan tanah bewarna kelabu dan tanah lapisan bawah bewarna kelabu atau terdapat bercak-bercak bewarna
(48)
Tabel 15. Matriks kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Faktor Penghambat/ Penghambat
Kelas Kemampuan Lahan
I II III IV V VI VII VIII
Lereng Permukaan
A B C D A E F G
Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (1) (1) (1) (1)
Tingkat Erosi e0 e1 e2 e3 (2) e4 e5 (1)
Kedalaman Tanah
k0 k1 k2 k3 (1) (1) (1) (1)
Tekstur Lapisan
t1,t2,t3 t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 (1) t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 t5
Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3 P2,P3 P1 (1) (1) P5
Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (2) (2) d0
Kerikil/batuan bo bo b1 b2 b3 (1) (1) b4
Ancaman banjir
O0 O1 O2 O3 O4 (2) (2) (1)
Garam/salinitas g0 g1 g2 g3 (2) g3 (1) (1)
Sumber: Arsyad (2006)
Keterangan : (1) = dapat mempunyai sebarang sifat (2) = tidak berlaku
Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Adapun jenis tanaman yang akan dipadukan adalah tanaman Kehutanan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim (Azis dkk., 2005). Kelas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3), dan tidak sesuai (N). Hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan kelas terjelek dengan memberikan seluruh pembatas/hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada dapat diperbaiki. Sub klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tekstur tanah),
(49)
a (keasaman), g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat, dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s), dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan kelas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada.
Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya. Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman. Hubungan antara karakteristik kesesuaian lahan dan tingkat pembatas dapat dilihat dari Tabel 16.
Tabel 16. Hubungan antara karakteristik kesesuaian lahan dan tingkat pembatas
Tingkat Pembatas Karakteristik Kesesuaian Lahan
0: no (tidak ada) S1: sangat sesuai
1: slight (ringan) S2: cukup sesuai
2: moderate (sedang) S3: sesuai marginal
3: severe (berat) N: tidak sesuai
4: very severe (sangat berat) Sumber : Azis dkk., (2005)
Peringkat kesesuaian lahan yang telah ditetapkan oleh FAO (1976) untuk penggunaan internasional yaitu kelas S1: Sangat cocok, tanah tidak memiliki keterbatasan yang signifikan untuk mendukung penerapan penggunaan tertentu atau hanya keterbatasan kecil yang tidak akan secara signifikan meningkatkan masukan di atas dan dapat diterima tingkat. Kelas S2: Sedang memiliki
(50)
berkelanjutan penggunaan yang diberikan. Keterbatasan ini akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan kepada sebatas bahwa keseluruhan keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan, meskipun masih menarik, akan lebih rendah daripada yang diharapkan di darat S1 kelas. Kelas S3: keterbatasan cocok, tanah Marginal, yang berat untuk aplikasi berkelanjutan dari penggunaan yang diberikan dan sehingga akan mengurangi produktivitas atau keuntungan atau meningkatkan masukan yang diperlukan bahwa pengeluaran ini akan hanya sedikit dibenarkan. Kelas N1: Saat ini tidak cocok, karena keterbatasan lahan yang dapat diatasi dalam waktu tetapi yang tidak dapat diperbaiki dengan pengetahuan yang ada pada saat ini biaya diterima. Keterbatasan sangat parah sebagai untuk mencegah pemakaian yang berkelanjutan sukses dari jenis tanah dengan cara tertentu. Kelas N2: keterbatasan secara tidak cocok, memiliki tanah yang tampak terlalu berat untuk mencegah kemungkinan penggunaan lahan yang berkelanjutan sukses dalam cara yang diberikan. Kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan kriteria yang diberikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan
Kelas Kesesuaian
Lahan Kriteria
S1: sangat sesuai Unit lahan tidak memiliki pembatas atau hanya memiliki empat pembatas ringan.
S2: cukup sesuai Unit lahan memiliki lebih dari empat pembatas ringan, dan atau memiliki tidak lebih dari tiga pembatas sedang.
S3:sesuai marginal Unit lahan memiliki lebih dari tiga pembatas sedang, dan atau satu pembatas berat.
N: tidak sesuai Unit lahan memiliki lebih dari satu pembatas berat atau sangat berat Sumber : Azis dkk., (2005)
(51)
Penyajian Hasil
a. Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual
Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara matching yaitu membandingkan antara parameter karateristik lahan dengan kriteria kesesuaian lahan yang dibutuhkan oleh tanaman yang telah dipilih atau ditentukan. Jenis-jenis tanaman yang akan dievaluasi yaitu Mahoni (Swietenia mahogani), Sengon (Pharaseriantes falcataria), Jati (Tectona grandis), Akasia (Acacia mangium), Pinus (Pinus merkussii), Eukaliptus (Eucalyptus grandis), Karet (Havea brassiliensis M.A.), Mangga (Mangifera indica L.), Rambutan (Nephelium lappaceum LINN), Durian (Durio zibethinus MURR), Manggis
(Garcinia mangostana LINN).
b. Penilaian kelas kesesuaian lahan potensial
Penilaian kesesuaian lahan potensial dilakukan dengan melakukan perbaikan-perbaikan yang memungkinkan pada kualitas lahan yang menjadi faktor penghambat, sehingga kesesuaian lahannya diharapkan dapat meningkat. c. Penyajian hasil
Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial disajikan dalam bentuk peta dan tabel yang memberikan keterangan kelas kesesuaian lahan dari masing-masing tanaman untuk setiap satuan lahan yang dinilai.
(52)
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Arboretum USU merupakan bagian dan terletak di areal Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Arboretum ini dapat dicapai melalui dua jalur yaitu Medan-Pancurbatu-Kampus USU Kwala Bekala dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, dan Medan-Simalingkar-Kampus USU Kwala Bakala dengan waktu tempuh yang sama yaitu 30 menit dari pusat Kota Medan. Letak Arboretum USU ini sendiri berada dekat dengan areal Kebun Binatang Medan.
Luas Arboretum USU yang diperoleh dari BPDAS Wampu Sei Ular yaitu seluas 64.813 Ha. Secara geografis, Arboretum USU berada pada wilayah yang dibatasi koordinat-koordinat (UTM) sebagai berikut 0518598 (X) dan 0369433 (Y) (titik ujung Utara-Timur); 0494330 (X) dan 0390761(Y) (titik ujung Utara-Barat); 0463655 (X) dan 0394483 (Y) (titik ujung Selatan-Barat); dan 0461526 (X) dan 0393193 (Y) (titik ujung Selatan-Timur) atau 3028’49.59” Lintang Utara dan 98038’03.17” Bujur timur. Arboretum USU berbatasan dengan sungai Bekala di sebelah Selatan dan Timur serta area penggunaan lain untuk sarana kampus di sebelah Barat dan Utara. Keadaan topografi arboretum USU cenderung datar hingga agak curam dengan kemiringan 0-60% dan berada pada ketinggian 73 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah didominasi ordo Ultisol (Podsolik Merah Kuning). Tipe iklim adalah tipe B dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun.
(53)
B.Peta Satuan Lahan
Hasil overlay peta penggunaan lahan, peta lereng, peta tanah dan tutupan lahan diperoleh 16 satuan lahan dengan luasan yang bervariasi. Perbandingan luasannya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Luas masing-masing satuan lahan lokasi penelitian
No. Satuan
Lahan Karateristik
Luas
Ha %
1 I Lereng Datar (0 - >3%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk kebun kelapa sawit dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
20,522 31,69
2 II Lereng Datar (0 - >3%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk Tanaman Kehutanan dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
0,161 0,24
3 III Lereng Datar (0 - >3%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk kebun jagung/singkong dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
0,260 0,40
4 IV Lereng Datar (0 - >3%), tutupan lahan pertanian lahan kering, penggunaan lahan untuk tanaman kehutanan dan jenis tanah Dystropepts, Kandiudults, Tropaquepts.
13,925 21,50
5 V Lereng Datar (0 - >3%), tutupan lahan pertanian lahan kering, penggunaan lahan untuk kebun jagung/singkong dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
8,548 13,20
6 VI Lereng Datar (0 - >3%), tutupan lahan pertanian lahan kering, penggunaan lahan untuk jalan dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
3,859 5,96
7 VII Lereng landai (>3-8%), tutupan lahan pertanian lahan kering, penggunaan lahan untuk tanaman kehutanan dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
5,402 8,34
8 VIII Lereng landai (>3-8%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk tanaman kehutanan dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
0,056 0,08
9 IX Lereng landai (>3-8%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk kebun kelapa sawit dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
0,861 1.33
10 X Lereng agak miring (>8-15%), tutupan lahan pertanian lahan kering, penggunaan lahan untuk tanaman kehutanan dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
1,350 2,08
11 XI Lereng agak miring (>8-15%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk kebun kelapa sawit dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
0,013 0,02
12 XII Lereng agak miring (>8-15%), tutupan lahan pertanian lahan kering, penggunaan lahan untuk kebun jagung/singkong dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
0,108 0,17
13 XIII Lereng miring (>15-30%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk kebun kelapa sawit dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
1,610 2,49
14 XIV Lereng curam (>45-65%), tutupan lahan pertanian lahan kering, penggunaan lahan untuk tanaman kehutanan dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
0,446 0,69
15 XV Lereng curam (>45-65%), tutupan lahan perkebunan, penggunaan lahan untuk kebun kelapa sawit dan jenis tanah Dystrodepts, Kandiudults, Tropaquepts.
4,326 6,68
(54)
(55)
Satuan lahan yang terluas adalah satuan lahan I seluas 20,522 ha (31,69%) dan yang terkecil adalah satuan lahan XI seluas 0,013 ha (0,02%), Untuk peta satuan lahan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Dari 16 satuan lahan, satuan lahan VI pada penelitian ini tidak dievaluasi kemampuan dan kesesuaian lahannya, karena di lapangan penggunaan lahan tersebut sudah diperuntukkan untuk jalan dengan luas 3,859 ha atau sekitar 5,96% dari total luasan Arboretum USU. Penggunaan lahan yang lain ialah untuk perkebunan kelapa sawit, kebun jagung/singkong, dan untuk tanaman kehutanan seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Penggunaan Lahan di Arboretum USU: (a) Kebun Kelapa Sawit (b) Kebun Jagung (c) Kebun Singkong, dan (d) Tanaman Kehutanan
(a)
(c) (d)
(56)
C.Karateristik dan Kualitas Lahan
Karateristik dan kualitas lahan di Arboretum USU memiliki variasi yang tidak jauh berbeda untuk setiap satuan lahannya, hampir seluruh karateristik memiliki kesamaan. Suhu udara di lokasi penelitian 26,80C. Suhu udara yang relatif sama juga dikarenakan seluruh wilayah Arboretum USU berada pada ketinggian yang sama. Curah hujan pada lokasi penelitian sekitar 2010 mm/tahun. Karateristik tersebut diperoleh dari data sekunder seperti yang terdapat pada Lampiran 12.
Gambar 5. peta tanah lokasi penelitian
Jenis tanah di daerah penelitian berdasarkan peta tanah tahun 2010, terdapat 3 jenis tanah yaitu Dystrodepts, Kandiudults, dan Tropaquepts. Menurut Puslitamat (1999), jenis tanah Dystrodepts merupakan grup tanah drudepts, ordo tanah inseptisol yang mempunyai rejim kelembaban tanah udik dan memiliki kunci grup udepts yang lain. Sedangkan Kandiudults dan Tropaquepts merupakan
(57)
jenis tanah yang merupakan hasil perkembangan tanah inseptisol dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena perkembangan ke Kandiudults dan Tropaquepts belum sempurna dan penyebarannya masih dalam tahap penelitian, maka untuk lokasi penelitian ketiga jenis tanah ini masih dituliskan bersamaan. Peta tanah lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Media perakaran pada lokasi penelitian yang terdiri dari tekstur, drainase, dan kedalaman tanah dapat dilihat pada Tabel 20. Wilayah Arboretum USU memiliki tekstur yang relatif seragam yaitu halus. Tekstur tanah berupa lempung liat berdebu dan lempung berdebu. Kedalaman tanah di Arboretum termasuk kelas dalam, yaitu dari >100cm yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan bor tanah. Drainase juga relatif sama mulai dari baik hingga agak baik. Daerah yang memiliki drainase agak baik berada pada daerah yang erat hubungannya dengan genangan yaitu pada daerah kebun sawit.
Retensi hara yang terdapat pada lokasi penelitian memiliki nilai yang bervariasi. pH tanah lokasi penelitian cenderung netral dan agak asam. KTK lokasi penelitian berkisar rendah hingga tinggi. Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan udara. Permeabilitas tanah pada lokasi penelitian bervariasi mulai dari sedang sampai dengan lambat.
Tabel 19. Luas masing-masing kelas kelerengan
No. Kelas Kelerengan Luas
Ha %
1. 0% - <3% 47,275 72,99
2. >3% - 8% 6,319 8,42
3. >8% -15% 1,471 2,27
4. >15% - 30% 1,610 2,49
5. >30% - 45% 8,087 12,49
Total 64,762 100
(58)
mulai dari datar, agak miring atau bergelombang sampai dengan agak curam, yang dapat dilihat pada Gambar 6. Luas masing-masing kelas kelerengan dapat dilihat di Tabel 19. Berdasarkan tabel tersebut, daerah dengan kelas kelerengan 0% - <3% atau datar merupakan daerah yang paling luas yaitu sekitar 72,99% dari total luas Arboretum USU. Sedangkan luasan yang paling kecil adalah kelas kelerengan >8% - 15% atau bergelombang yaitu sekitar 2,27% dari total luas Arboretum USU Bahaya erosi lokasi penelitian berkisar rendah hingga sedang. Bahaya banjir, batuan permukaan dan singkapan batuan di lokasi penelitian relatif tidak ada. Karateristik lahan pada lokasi penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 20.
(59)
Tabel 20. Kualitas dan karakteristik lahan
Karateristik
Lahan Satuan Lahan
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI
Temperatur
rata-rata (oC) 26,8
0
C 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C - 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C 26,80C Curah hujan
(mm/thn) 2010 2010 2010 2010 2010 - 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
Tekstur tanah SiCL SiCL SiCL SiCL SiCL - SiCL SiCL SiCL SiCL SiC SiC SiC SiCL SiC SiCL
Drainase Agak
Baik Baik Baik Baik Baik - Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Agak
Baik Baik Baik Baik
Kedalama tanah
(cm) >100 >100 >100 >100 >100 - >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100
pH tanah 6,07 6,12 5,96 6,2 6,18 - 6,08 6,19 6,19 5,89 5,87 5,87 6,14 6,12 5,87 5,9
C-organik (%) 0,5252 0,3642 0,4593 0,4892 0,3796 - 0,4158 0,3642 0,5164 0,4756 0,3968 0,3968 0,6523 0,4484 0,3628 0,5544
KTK tanah (cmol) 12,57 12,6 10 10,93 11,79 - 11,45 12,6 12,6 10,45 10,6 10,6 17,1 12,1 14,05 10,3
Singkapan batuan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak
ada -
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Batuan permukaan Tidak
ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak
ada -
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Bahaya erosi rendah rendah rendah rendah rendah - rendah rendah rendah rendah sedang sedang sedang rendah sedang rendah
(60)
D.Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan didasarkan pada 16 satuan lahan. Dimana satuan lahan satuan lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam berbagai parameter fisik lahan (tanah, lereng, penggunaan lahan, derajat kerusakan erosi, dan lain-lain) yang dapat diidentifikasikan langsung di lapang. Oleh karena itu, satuan lahan yang sama (homogen) akan mencerminkan kesamaan potensi serta faktor-faktor pembatasnya dimanapun sistem lahan tersebut dijumpai.
Kelas kemampuan lahan dikelompokkan berdasarkan pada faktor penghambat. Faktor penghambat terdiri atas: kepekaan erosi (e), drainase (w), kedalaman tanah (sd), tekstur (s), permeabilitas (p), dan kelerengan (g). Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2006) bahwa pengelompokan di dalam kelas berdasarkan integritas faktor penghambat. Kemampuan lahan dapat dilihat pada Tabel 19 dan Gambar 7.
Satuan lahan I-IX memiliki kemampuan lahan kelas I dengan faktor penghambat drainase pada satuan lahan I, faktor penghambat erosi pada satuan lahan II-V dan faktor penghambat lereng pada satuan lahan VII-IX. Satuan lahan X-XII memiliki kemampuan lahan kelas II dengan faktor penghambat lereng. Satuan lahan XIII memiliki kemampuan lahan kelas III dengan faktor penghambat lereng dan satuan lahan XIV-XVI memiliki kemampuan lahan kelas VI dengan faktor penghambat lereng. Arsyad (2006) menyatakan bahwa tanah-tanah dalam kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk penggunaan pertanian, penggunaan lahan terbatas untuk tanaman rumput atau padang pengembalaan, hutan produksi, hutan lindung atau
(61)
cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan berupa terletak pada lereng agak curam.
Kelerengan merupakan faktor penghambat dari sebagian besar satuan lahan di Arboretum USU, walaupun sebagian besar satuan lahan berada pada kelas kemapuan lahan I. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harjadi, (2007) apabila dilihat dari faktor lereng maka sebagian besar merupakan kelas I sampai III, karena lahan tersebut dalam kondisi yang datar sampai agak miring. Semakin curam lereng maka kelas kemampuan lahan akan mendekati ke kelas VIII, dan sebaliknya semakin datar lereng maka akan memiliki kelas kemampuan lahan mendekati kelas I. Zubaidah dkk., (2009) menyatakan lereng merupakan faktor pembatas yang permanen.
Arsyad (2006) dalam Sefle dkk., (2012) mengatakan pada umumnya penurunan kualitas tanah cepat terjadi pada daerah yang kemiringan. Hal ini disebabkan karena semakin kemiringan lereng, jumlah, dan kecepatan permukaan semakin besar sehingga percepatan erosi yang terjadi/ selanjutnya, bahwa erosi dapat menghilangkan lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerapkan dan menahan air.
(1)
Lampiran 11. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Manggis (Garcinia mangostana LINN)
Kualitas/ karateristik lahan Nilai Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
- Rata-rata tahunan (oC) 20-23
23-30 18-20 30-40 15-18 >40 <15 Ketersediana air (wa)
- Curah hujan/tahun (mm) 1250-1750
1.750-2.000 1.000-1250 2000-2500 750-1000 >2500 <750
Media perakaran ( rc ) - Drainase tanah - Tekstur
- Kedalaman tanah (cm)
Baik, sedang Halus, agak halus, sedang >100 Agak terhambat - 75-100 Terhambat, sedang, cepat Agak kasar 50-75 Sangat terhambat, cepat Kasar <10 Retensi hara (nr)
- KTK Tanah - pH Tanah - C-organik (%) - Kejenuhan basa
>16 5,0-6,0 >1,2 >35 ≤16 4,5-5,0 6,0-7,5 0,8-1,2 20-35 - >4,5 <7,5 <0,8 <20 - - - - Penyiapan lahan (lp)
- Batuan permukaan (%)
- Singkapan batuan (%)
<5 <5 5-15 5-15 >15-40 >15-25 >40 >25-40 Tingkat bahaya erosi (eh)
- Lereng (%) - Bahaya erosi
<8 Sangat Rendah 8-16 Rendah-Sedang 16-30 Berat >30 Sangat Berat
Bahaya banjir (fh) F0 F1 F2 >F2
(2)
Lampiran 12. Data Curah Hujan Lokasi Penelitian
Sumber : STASIUN KLIMATOLOGI SAMPALI MEDAN
No Tahun Curah hujan (mm) Jumlah Rata-rata Bln. Kering Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 2003 88 111 81 138 64 119 52 46 207 218 194 235 1553 129,42 3 2 2004 46 80 146 181 305 203 69 24 299 247 272 390 2262 188,50 3 3 2005 196 25 82 205 124 78 78 128 246 363 161 384 2070 172,50 1 4 2006 140 144 84 272 205 78 56 124 227 254 173 313 2070 17250 1 5 2007 130 63 195 314 265 100 109 136 277 363 184 241 2377 198,08 1 6 2008 107 94 330 225 51 164 199 209 170 328 234 213 2324 193,67 1 7 2009 233 63 228 147 157 68 38 49 160 220 183 89 1635 136,25 4 8 2010 65 105 36 91 28 97 186 183 12 94 271 203 1371 114,25 4 9 2011 188 152 158 55 55 65 15 374 171 180 228 188 1829 152,42 4 10 2012 118 69 181 343 467 86 247 222 169 277 242 185 2606 217,17 1
(3)
Lampiran 13. Peta Penggunaan Lahan Arboretum USU
(4)
(5)
(6)