F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan SPSS 14. Peneliti melakukan terlebih
dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis.
1. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik yang digunakan meliputi :
a. Uji Normalitas
Menurut Erlina dan Mulyani 2007 : 103, ”uji ini berguna untuk tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Jika data normal, gunakan statistik
parametrik dan jika data tidak normal gunakan statistik non parametrik atau lakukan treatment agar data normal.”
Menurut Ghozali 2005 : 110, ”uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji
statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.” Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal
atau tidak menurut Ghozali 2005 : 110, yaitu : a. Analisis grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data
observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability
plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal
dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
b. Analisis statistik Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis
dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik
Kolmogorov-Smirnov K-S.
Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau
merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari :
i. Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas 0,05, maka distribusi data
adalah tidak normal. ii. Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas 0,05, maka distribusi data
adalah normal.
b. Uji Multikolinearitas
Menurut Gujarati 1995 dalam Hadi 2006 : 168, “uji multikolinearitas berhubungan dengan adanya korelasi antar variable independen. Sebuah
persamaan terjangkit penyakit ini bila dua atau lebih variabel independen memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Sebuah persamaan regresi dikatakan
baik bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak berkorelasi.”
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi menurut Hadi 2006 : 168 dapat dilihat dari :
1 Salah satu ciri regresi yang terjangkit multikolinear adalah
persamaan tersebut memiliki nilai R
2
yang sangat tinggi, tetapi hanya memiliki sedikit variabel independen yang signifikan memiliki nilai
t hitung tinggi. Keadaan yang paling ekstrim adalah bila model memiliki nilai R
2
dan F hitung yang tinggi dan secara otomatis akan memiliki nilai signifikansi F yang sangat bagus tetapi tidak satupun
Universitas Sumatera Utara
variabel independen yang memiliki nilai t cukup signifikan. Bila hal ini terjadi maka bisa disimpulkan bahwa bagusnya F dan R
2
karena adanya interaksi antar variabel independen yang cukup tinggi multikolinear
2 Indikator lain yang bisa dipakai adalah CI Condition Index atau
Eigenvalues . Bila CI berkisar antara10 sampai dengan 30 maka kita
bisa mengatakan bahwa persamaan tersebut terjangkit multikolinear. Bila CI 30 maka terjangkitnya semakin kecil.
3 VIF Variable Inflation Factor juga bisa digunakan sebagai
indicator. Bila VIF 10 maka variable tersebut memiliki kolinearitas yang tinggi.
Bila ternyata model terindikasi penyakit multikolinear, maka baru dicari korelasi diantara variabel independen. Gujarati 1995 dalam Hadi 2006 :
168 menyatakan bahwa “dua variabel yang memiliki tingkat korelasi 0,8 sudah terlalu tinggi tetapi kalau 0,5 tidak ada masalah.”
Bila didapatkan dua variabel yang memiliki korelasi tinggi 0,8 ke atas, ambil salah satu saja dan hilangkan yang lain.
Menurut Ghozali 2005 : 91, untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :
a. Nilai R
2
yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel
independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika
antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya di atas 0.90, maka hal ini merupakan indikasi
adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari
multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
c. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari 1 nilai tolerance dan
lawannya 2 variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen
terikat dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang
Universitas Sumatera Utara
terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi
karena VIF = 1 Tolerence. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai
tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10.
c. Uji Heteroskedastisitas