Pengakuan Putusan Hakim Asing

B. Pengakuan Putusan Hakim Asing

Istilah pelaksanaan enforcement harus dibedakan dengan istilah pengakuan recognition. 47 Menurut Sudargo Gautama : “Pengakuan tidak begitu mendalam akibatnya daripada pelaksanaan. Melaksanakan keputusan meminta lebih banyak, seperti tindakan-tindakan aktif dari instansi tertentu yang berkaitan dengan peradilan dan administrasi, terhadap pengakuan tidak diperlukan atau diharapkan tindakan demikian itu.” 48 Oleh karena itu, kiranya mudah dimengerti mengapa orang bisa mudah sampai pada pengakuan keputusan yang diucapkan di luar negeri daripada melaksanakannya. 49 Sudah sejak lama dianut asas bahwa putusan-putusan pengadilan suatu negara tidak dapat dilaksanakan di wilayah negara lain. Putusan hakim suatu negara hanya dapat dilaksanakan di wilayah negaranya saja. 50 Putusan hakim asing tidak dapat dianggap sama dan sederajat dengan putusan hakim Indonesia sendiri yang dapat dilaksanakan di Indonesia. Ketentuan tersebut di atas erat kaitannya dengan prinsip kedaulatan teritorial principle of territorial sovereignty dimana berdasar asas ini putusan hakim asing tidak bisa secara langsung dilaksanakan di wilayah negara lain atas kekuatannya sendiri. 51 47 Ridwan Khairandy. Pengantar Hukum Perdata Internasional, Yogyakarta : FH UII Press, 2007, hal. 220 48 Sudargo Gautama [2], Op.Cit., hal. 278 49 Ridwan Khairandy, Op.Cit., hal. 221 50 Sudargo Gautama [4]. Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, Bandung : Alumni, 1985, hal. 281 51 Sudargo Gautama [2], Op.Cit., hal.279 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Pada umumnya putusan hakim asing tidak dapat dilaksanakan di Indonesia. Dikatakan pada umumnya, karena dalam hal tertentu ada putusan hakim yang dapat dilaksanakan di Indonesia. Bagi Indonesia sekiranya hanya ada suatu pasal undang- undang yang mengenai kekuatan putusan hakim dari negara asing, yaitu Pasal 436 “Burgerlijke Reglement Rechtsvordering R.V”. Betul undang-undang ini pada umumnya sekarang tidak berlaku, oleh karena sekarang hanya ada satu macam pengadilan untuk pemeriksaan perkara tingkatan pertama, yaitu pengadilan negeri dan untuk pengadilan negeri ini pada pokoknya hanya berlaku HIR “Herziene Inlandsch Reglement ” bagi Jawa dan Madura dan RBG “Rechtreglement Buitengewesten ” bagi daerah-daerah lain. Walaupun sebenarnya ketentuan R.V sudah tidak berlaku lagi di Indonesia, namun oleh karena Herziene Inland Reglement HIR yang mengatur hukum acara perdata dan yang sekarang digunakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak memiliki ketentuan perihal tata cara eksekusi suatu putusan asing ini, maka ketentuan R.V tersebut kiranya dapat dijadikan pedoman. 52 Maka pasal itu dianggap terus berlaku, berdasar atas Pasal 142 Undang-Undang Dasar Sementara RI juncto Pasal 192 Konstitusi RIS juncto Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Pasal 436 B. RV Reglement Op De Rechtsvordering, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 52 juncto Staatsblad Tahun 1849 Nomor 63 berbunyi demikian : 53 52 Setiawan. Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Alumni, 1992, hal. 37 53 R. Wirjono Prodjodikoro [2]. Asas-Asas Hukum Perdata Internasional, Jakarta : Sumur Bandung, 1979, hal 74 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 1. Di luar keadaan-keadaan yang disebutkan dalam Pasal 724 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan undang-undang lain, maka putusan-putusan hakim negeri asing tidak dapat dijalankan di dalam daerah hukum negara Indonesia. 2. Perkara-perkara yang bersangkutan harus diajukan, diperiksa dan diputuskan lagi di Indonesia. Untuk mendapatkan putusan yang dapat dieksekusi di Indonesia, tuntutan harus diajukan pada atau dilitigasi ulang oleh pengadilan Indonesia yang mempunyai kompetensi. Dalam hal ini, segala ketentuan dalam dokumen yang memperbolehkan proses hukum secara konkuren dilitigasi ulang pada yurisdiksi yang berbeda kemungkinan tidak dapat dieksekusi di Indonesia. 54 Menurut M. Yahya Harahap : Satu-satunya cara untuk mengeksekusi putusan pengadilan asing di Indonesia adalah dengan menjadikan putusan tersebut sebagai dasar hukum untuk mengajukan gugatan baru di pengadilan Indonesia. Kemudian, putusan pengadilan asing tersebut oleh pengadilan Indonesia dapat dijadikan sebagai alat bukti tulisan dengan daya kekuatan mengikatnya secara kasuistik, yaitu: 55 a. bisa bernilai sebagai akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat; atau b. hanya sebagai fakta hukum yang dinilai secara bebas sesuai dengan pertimbangan hakim. 3. Dalam keadaan-keadaan yang dikecualikan pada ayat 1 putusan-putusan hakim negeri asing hanya dapat dijalankan, sesudah atas permohonan didapatkan izin pelaksanaan verlof van excutie dari hakim di tempat dalam Indonesia, dimana putusan itu harus dijalankan. 54 http: gmraindonesia.co.id, terakhir kali diakses pada tanggal 25 Februari 2012 55 M. Yahya Harahap [3], Op.Cit., hal. 136 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 4. Dalam hal memohon dan memberikan izin ini, perkaranya sendiri tidak akan diperiksa kembali. Jadi putusan hakim asing mengenai perhitungan avarai umum grosse avaraij terhadap pemilik kapal atau pemilik kargo yang diangkut oleh kapal yang bersangkutan dan berdomisili di Indonesia, berdasar ketentuan tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia. Pasal 724, ayat 5, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menentukan bahwa yang dinamakan “averij-grosse” ialah biaya-biaya yang diperlukan mengenai kapal lautan dan kerugian-kerugian yang diderita oleh kapal, barang-barang muatan atau anak buahnya, sebagai yang diperinci dalam Pasal 699 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan yang menurut Pasal 698, ayat 2, harus dibebankan dan dipertanggungjawabkan pada kapal, upah-upah pengangkutan dan barang-barang muatan seluruhnya. 56 Perundang-undangan negeri Belanda pada Pasal 431 B. Rv. dari negeri Belanda dan perundang-undangan Indonesia Hindia-Belanda pada Pasal 436 B. RV Indonesia mengambil suatu sikap tertentu terhadap putusan-putusan hakim negara asing, yaitu pada hakekatnya menolak dapat dijalankannya putusan-putusan itu di negeri Belanda dan di Indonesia. 57 56 Sudargo Gautama [2], Op.Cit., hal. 281 57 Kedaulatan yang diperoleh Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan de jure diakui oleh negeri Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 adalah sempurna dan tidak bersyarat. Maka dengan sendirinya sejak tanggal 17 Agustus 1945 bagi daerah de facto Republik Indonesia dan sejak pada tanggal 27 Desember 1949 bagi seluruh daerah negara Indonesia prinsip dari pasal 436 B. Rv. harus berlaku juga terhadap putusan-putusan hakim di negeri Belanda, oleh karena sejak tanggal-tanggal tersebut negeri Belanda adalah negeri asing bagi Indonesia. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Pasal 436 B. Rv. hanya mengenai hal menjalankan putusan hakim asing, maka yang disinggung oleh pasal tersebut ialah hanya satu macam kekuatan dari putusan hakim yang mengandung suatu penghukuman seseorang untuk melakukan suatu perbuatan condemnatoir. Maka oleh pasal tersebut sama sekali tidak disinggung kekuatan lain dari putusan semacam itu dan kekuatan putusan dari lain macam, yaitu putusan menolak gugatan, putusan menciptakan suatu keadaan hukum, putusan memberikan suatu hak hukum. 58 Hal ini tidak berarti semua putusan hakim asing tertutup sama sekali kemungkinannya untuk dilaksanakan di Indonesia. Terhadap putusan hakim yang bersifat deklaratif dan konstitutif pada umumnya tidak diperlukan pelaksanaan ten uitvoerlegging . 59 Putusan semacam ini hanya menciptakan hak dan kewajiban bagi orang-orang yang bersangkutan dalam hubungan tertentu. Putusan-putusan semacam ini tentu mudah diakui di luar negeri. Ridwan Khairandy menambahkan: Jika diperlukan pelaksanaan, mengenai hal perubahan Daftar-Daftar Catatan Sipil, karena perubahan status nama, perkawinan, kematian, daftar-daftar mana kebetulan berada di dalam wilayah negara Indonesia, maka instansi- instansi administratif dapat memperhatikannya dan melaksanakan perubahan catatan bersangkutan itu dalam Daftar mereka. Kalau pun diperlukan pelaksanaan tidaklah banyak menimbulkan persoalan, misalnya hakim asing telah memutuskan perubahan status seorang anak, maka Daftar Catatan Sipil di Indonesia dapat diadakan perubahan berdasarkan putusan hakim tersebut. 60 58 R. Wirjono Prodjodikoro [2], Op.Cit., hal. 65 59 Setiawan, Op.Cit., hal. 41 60 Ridwan Khairandy, Op.Cit., hal. 223 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tentang kekuatan-kekuatan yang lain, oleh karena tiada pasal undang-undang yang menentukan hal sesuatu perihal itu, dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya kekuatan putusan hakim negara asing, bagi negara Indonesia tidak ada, akan tetapi ini tidak dapat menghalang-halangi bahwa hakim Indonesia memperhatikan sedikit banyak adanya putusan hakim asing itu. Perihal ini Hakim Indonesia sama sekali tidak terikat oleh suatu peraturan. Maka hakim Indonesia dapat bertindak seperti halnya pada umumnya dalam hal hukum perdata internasional, yaitu menentukan bagaimana kekuatan putusan hakim asing harus dilihat dan diperhatikan dari sudut tujuan hukum perdata internasional untuk memenuhi rasa keadilan. Kalau misalnya untuk seorang Filipina A, yang belum cukup umur, di Indonesia bertindak seorang Filipina lain B, yang oleh hakim Filipina dianggap sebagai wali dari A itu, dan B di muka hakim Indonesia untuk membuktikan hal itu, memperhatikan suatu turunan sah dari putusan hakim asing itu, maka sekiranya sama sekali tiada keberatan bagi hakim Indonesia untuk mengakui kekuatan pembuktian dari putusan hakim asing itu. Lain contoh : Perkawinan seorang Inggris A dengan seorang perempuan Inggris di negeri Inggris dipecahkan dengan suatu putusan hakim di Inggris. Kemudian A pergi ke Indonesia dan di sini berkawin lagi. Selanjutnya ia dituduh melakukan kejahatan bigami beristeri dua menurut Pasal 279, ayat 1 ke -1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, dan ia membela diri memperlihatkan turunan putusan hakim Inggris tersebut. Kinipun sekiranya tiada keberatan bagi Hakim Indonesia untuk mengakui kekuatan dari putusan Hakim Inggris itu. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Contoh lain lagi : Seorang India A di negerinya pernah digugat di muka hakim perihal mempunyai suatu hutang kepada seorang India B dan gugatannya ditolak. Kemudian ia datang di Indonesia dan di sini ia dimintakan, supaya ia oleh Hakim Indonesia dinyatakan pailit, berdasar antara lain atas adanya hutang tersebut di atas. Dalam pembelaannya ia memperlihatkan turunan putusan Hakim India yang mengandung penolakan gugatan tadi. Putusan Hakim India ini barangkali tidak akan dapat membuktikan 100 tidak adanya hutang itu, akan tetapi tiada keberatan pula bagi hakim Indonesia untuk memperhatian putusan hakim India itu seperlunya. 61 Tentunya harus ada syarat-syarat bagi putusan hakim asing itu yang pada umumnya juga diperlukan untuk putusan hakim di Indonesia, misalnya hakimnya memang harus berkuasa untuk mengambil putusan dan putusan itu harus sah, artinya tidak batal oleh karena suatu kekurangan dalam mengambilnya. Dalam teori tentunya ada kemungkinan suatu negara mempunyai peraturan tentang susunan dan kekuasaan pengadilan yang oleh negara lain dianggap demikian jeleknya sehingga dianggap bertentangan dengan ketertiban umum di negara lain itu, dengan akibat, bahwa putusan hakim asing itu sama sekali tidak akan diakui. Menurut J.G. Castel : “Pengadilan tidak akan mengakui atau melaksanakan hukum asing atau putusan asing atau status, kewenangan, dan kewajiban serta kemampuan atau ketidakmampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum yang diciptakan 61 R. Wirjono Prodjodikoro [2], Op.Cit., hal. 66 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA berdasar hukum asing jika hal tersebut bertentangan ketertiban umum hukum hakim atau pengadilan mengadili perkara yang bersangkutan lex fori.” 62 Selain Pasal 724 KUH Dagang, ada juga putusan hakim asing yang menurut undang-undang lain dapat dilaksanakan di Indonesia, atau berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral antara Indonesia dengan suatu atau beberapa negara, sesuai dengan asas resiprositas, yaitu tentang pengakuan pelaksanaan putusan arbitrase asing. Arbitrase menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Suatu arbitrase dianggap internasional apabila para pihak pada saat dibuatnya perjanjian yang bersangkutan mempunyai tempat usaha mereka place of business di negara-negara berbeda. Misalnya salah satu pihak memiliki tempat usaha di Amerika, dan pihak lain memiliki tempat usaha di Indonesia. Jika terjadi perselisihan di antara mereka, dan mereka memilih cara penyelesaian melalui arbitrase, maka arbitrase ini tergolong arbitrase internasional. Secara internasional, pengaturan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing ini diatur dalam Konvensi New York Tahun 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing convention on the recognition and enforcement of Foreign Arbitral Award , yang mulai berlaku sejak tanggal 7 Juni 1959. 63 62 J.G. Castel. Introduction to Conflict of Law, Toronto : Butterworth, 1986, hal. 50 63 Setiawan, Op.Cit., hal. 16 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Konvensi New York 1958 tersebut telah diratifikasi pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Keppres No.34 Tahun 1981 dan ditindaklanjuti oleh Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Perma No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing. Dalam perkembangannya, tata cara pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase di luar negeri telah diatur undang-undang, yakni UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999 juncto Pasal 3 Perma Tahun 1990 dinyatakan bahwa putusan hanya diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 64 1. Putusan itu dijatuhkan oleh badan arbitrase atau arbiter perorangan di suatu negara yang dengan negara Indonesia ataupun secara bersama-sama negara Indonesia terikat dalam suatu konvensi internasional perihal pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase asing. Pelaksanaannya didasarkan atas timbal balik resiprositas. 2. Putusan-putusan arbitrase asing tersebut di atas hanyalah terbatas pada putusan-putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang. 3. Putusan-putusan arbitrase asing tersebut di atas hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 65

C. Perceraian di Luar Negeri dilihat dari aspek Hukum Perdata

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Kajian Yuridis Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian (Putusan Mahkamah Agung Nomor : 255 K/Ag/2012)

0 6 10

KAJIAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 255 K/AG/2012)

1 13 16

BAB II KEABSAHAN PUTUSAN PERCERAIAN YANG DIKELUARKAN OLEH PENGADILAN DARI NEGARA LAIN TERHADAP WARGA NEGARA INDONESIA A. Macam-macam Kekuatan Putusan Pengadilan Ditinjau dari sifatnya, kekuatan putusan hakim dapat bercorak macam-macam, - Analisis Terhadap

0 0 36

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 23

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 14