BAB III KEKUATAN HUKUM PUTUSAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
YANG DIKELUARKAN OLEH PENGADILAN DARI NEGARA LAIN TERHADAP WARGA NEGARA INDONESIA
A. Tinjauan Hukum Harta Benda Perkawinan Menurut Hukum Perdata
Internasional Harta benda perkawinan adalah semua kekayaan yang diperoleh suami isteri
sebagai hasil usaha selama suami isteri berada dalam ikatan perkawinan. Apa yang termasuk harta benda perkawinan juga mengenai hal ini tidak ada kata sepakat.
Sejak dahulu terdapat perbedaan paham mengenai sifat hukum sebenarnya dari hukum harta benda perkawinan internasional dan hukum manakah yang harus
dipergunakan apabila para pihak tidak membuat syarat-syarat perkawinan huwelijkse voorwarden
. Ada tiga aliran penting yang perlu diperhatikan dengan seksama mengenai harta benda perkawinan dalam Hukum Perdata Internasional, yakni:
111
1. Pendirian yang memandang hukum harta benda perkawinan seperti benda
tidak bergerak dan karenanya termasuk apa yang dinamakan “status real” atau “statuta realita”. Dalam pandangan ini diadakan pembedaan antara benda-benda
yang tak bergerak dan benda-benda yang bergerak. Untuk benda-benda tak bergerak dipakai hukum dimana tempat terletaknya barang tersebut “lex rei sitae”, sedangkan
peraturan tentang benda bergerak dimasukkan ke dalam status personalia, oleh karena benda-benda bergerak umumnya dianggap mengikuti status dari orang yang
111
Sunaryati Hartono [2]. Pokok Pokok Hukum Perdata Internasional, Bandung : Binacipta, 1986, hal. 90
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
memegangmemilikinya, “roerende goederen volgen de persoon” “mobilia sequntuur personam
”.
112
2. Pendirian bahwa hukum harta benda perkawinan termasuk bidang “status
personal”.
113
Dengan demikian dianut sistem kesatuan dari pada hukum yang mengatur harta benda perkawinan, tanpa membedakan antara barang yang bergerak
dan tak bergerak.
114
Menurut Koster : Hukum
harta benda
perkawinan termasuk
status personal,
huwelijksgoedenrecht didasarkan untuk sebagian besar asas-asas yang sama
dibangun perundang-undangan perkawinan karena itu tidak dapat dipisahkan dari hak dan kewajiban para mempelai secara pribadi. Dengan perkataan lain,
titik berat diletakkan atas “perkawinan” pada “lembaga hukum harta benda perkawinan” dan tidak pada “harta benda”, hukum nasional dari para
mempelailah yang menentukan.
115
Yang penting ialah saat dilangsungkannya perkawinan. Dalam menentukan kewarganegaraan dari para mempelai pada saat dilangsungkannya perkawinan itu.
Apabila terjadi perubahan kewarganegaraan, hal ini tidak membawa perubahan pada hukum harta benda. Jadi yang diutamakan adalah hukum nasional dari para mempelai,
kalau mereka ini mempunyai kewarganegaraan yang sama. Status Personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang
diberikan atau diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi lembaga- lembaganya. Hal ini bermakna bahwa status personal itu mengikuti orang person
112
Ibid, hal. 142
113
Sistem ini dianut sebagai “heersende leer’ dio Nederland
114
Sistem yang mengedepankan “unity” ini, di bawah hukum yang sama menghindarkan kesulitan-kesulitan oleh hukum yang berlainan
115
Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal.240
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dimana pun ia berada.
116
Status personal ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan seseorang bersikap tindak di bidang hukum, yang unsur-
unsurnya tidak dapat berubah atas kemauan pemiliknya.
117
Di sini terdapat pula pertentangan pendirian mengenai apakah yang sebenarnya menentukan status
personal ini, hukum kewarganegaraan nationaliteits-principle atau hukum domicilie domicilie beginsel.
118
Walaupun terdapat perbedaan mengenai status personal ini, pada dasarnya status personal adalah kedudukan hukum seseorang yang umumnya
diatur oleh hukum dari negara dimana ia dianggap terkait secara permanen. Status personal personal law merupakan salah satu masalah krusial dan
terpenting dalam hukum keluarga family law.
119
Titik taut untuk menentukan status personal memiliki perbedaan di antara berbagai sistem hukum. Perbedaan tersebut
sebagai berikut:
120
a. Sistem common law umumnya menerima prinsip domisili domicilie sebagai titik
taut yang relevan untuk menentukan status personal seseorang. Status personal seseorang ditentukan berdasarkan hukum dimana yang bersangkutan berdomisili;
b. Sistem hukum civil law umumnya menerima prinsip nasional nationality
sebagai titik taut yang relevan untuk menentukan status personal seseorang. Status personal seseorang ditentukan berdasarkan hukum nasional dimana ia menjadi
warga negara;
c. Sistem hukum Islam mengaitkan status personal seseorang dengan hukum
agamanya.
116
Sudargo Gautama [6]. Hukum Perdata Internasional Indonesia Jilid I Buku ke 1, Bandung: Alumni, 1992, hal.168
117
Ridwan Khairandy, Op.Cit., hal. 58
118
Bayu Seto Hardjowahono, Op.Cit., hal. 36
119
P.E. Nygh. Conflict of Law in Australia, Sidney : Butterworth, 1984, hal. 133
120
Ridwan Khairandy, Op.Cit., hal. 59
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Menurut penyelidikan oleh Martin Wolf dalam bukunya Private International Law, yang terbit pada tahun 1950 di Oxford :
Negara-negara yang menganut prinsip domisili adalah Amerika Serikat, British Commonwealth, Denmark, Iceland, Norway, Brazil, negara-negara Baltic, dari
Amerika Selatan : Argentina, Bolivia, Paraguay, Peru dan Uruguay, dari Amerika Tengah : Nikaragua dan Guatemala, sedang yang menganut prinsip
kewarganegaraan ialah dari Eropa : Prancis, Belanda, Belgia, Luxemburg, Monaco, Dominican Republic, Yunani, Italia, Rumania, Portugal, Spanyol,
Swiss, Jerman, Hungaria, Liechtenstein, Czechoslovakia, Bulgaria, Yugoslavia, Albania, Turki, Finlandia, dan Swedia, dari Asia : Jepang, Cina, Iran, Muang
Thai, dan Indonesia, dari Amerika Selatan dan Tengah : Ecuador, Chili, Salvador, Colombia, Costarica, Cuba, Honduras, Panama dan Mexico.
121
Menurut Sudargo Gautama :
122
Bagi para pendukung nasionalitas ada beberapa alasan yang menjadikan mereka mempertahankan prinsip tersebut, yaitu :
a. Prinsip ini paling cocok untuk perasaan hukum seseorang. Pembuat
hukum nasional tentu lebih mengenal kepribadian dan kebutuhan warga negaranya.
b. Lebih permanen dari hukum domisili, karena kewarganegaraan tidak
begitu mudah diubah sebagaimana domisili. Padahal status personal yang mengatur hubungan keluarga memerlukan stabilitas sebanyak mungkin.
c. Prinsip kewarganegaraan membawa lebih banya kepastian. Karena
kewarganegaraan lebih mudah diketahui daripada domisili seseorang.
Alasan yang dikemukakan oleh pendukung prinsip domisili adalah sebagai berikut :
123
a. Hukum domisili adalah hukum dimana yang bersangkutan sesungguhnya
hidup. Di mana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itu dipakai untuk menentukan status
personalnya. Orang yang bersangkutan bukan saja menyesuaikan diri dengan kebiasaan, bahasa, dan pandangan sosial dimana dia memulai
121
R. Wirjono Prodjodikoro [2], Op.Cit., hal. 27
122
Sudargo Gautama [7]. Pengantar Hukum Perdata Internasional, Bandung : Badan Pembinaan Hukum Nasional – Binacipta, 1987, hal. 56
123
Ibid, hal. 61
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dengan lingkungan hidup barunya itu, tetapi juga ketentuan-ketentuan hukum negara yang bersangkutan mengenai status personalnya.
b. Prinsip kewarganegaraan seringkali memerlukan bantuan domisili.
Ternyata sering kali prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip domisili. Misalnya kalau terdapat
perbedaan kewarganegaraan dalam suatu keluarga dimana suami isteri mempunyai kewarganegaraan berbeda. Dalam keadaan demikian, sukar
untuk tetap memakai kewarganegaraan sebagai faktor yang menentukan. Sehingga, dalam hal ini prinsip domisililah yang dapat membantu.
c. Hukum domisili sering kali sama dengan hukum sang hakim. Dalam
banyak hal, hukum domisili bersamaan dengan hukum sang hakim lex fori
. Diajukannya suatu perkara di hadapan hakim dimana para pihak atau tergugat bertempat tinggal merupakan pegangan utama untuk menentukan
kompetensi atau yurisdiksi hakim. Ini menjadi kepentingan para pihak sendiri. Sedapat mungkin seorang hakim memakai hukumnya sendiri,
karena seorang hakim tentunya lebih mengenal hukum nasionalnya sendiri daripada hukum asing.
d. Cocok untuk negara-negara yang mengenal pluralisme hukum.
e. Demi kepentingan adaptasi dan asimilasi dari para imigran. Untuk dapat
mempercepat proses adaptasi dan asimilasi orang-orang asing maka sebaiknya negara-negara imigrasi memakai prinsip domisili.
R. Wirjono Prodjodikoro menjelaskan : Soal yang seharusnya diperhatikan penuh ialah bukan mana yang lebih baik
dari dua prinsip tersebut, melainkan soal perlu sekali adanya satu prinsip yang dianut oleh seluruh dunia. Kesulitan-kesulitan yang sekarang dijumpai adalah
akibat dari adanya dua macam prinsip tadi yang sama-sama berlaku berdampingan. Kalau kepentingan ini dapat diinsyafi benar-benar oleh
pemerintah-pemerintah di semua negara, maka seharusnya dapat ditemukan suatu modus, suatu jalan yang berada di tengah-tengah antara dua prinsip tadi.
Selama keinsyafan ini belum ada, maka perbedaan prinsip dan kesulitan sebagai akibat dari itu akan tetap ada.
124
Sudargo Gautama menjelaskan : Tidak mungkin diperoleh kata sepakat mengenai apa yang lebih baik untuk
sistem-sistem Hukum Perdata Internasional yang bersangkutan di antara kedua prinsip tersebut di atas. Tidak mungkin meyakinkan pendukung masing-masing
124
R. Wirjono Prodjodikoro [2], Op.Cit., hal. 33
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
prinsip tersebut. Kepentingan-kepentingan yang sifatnya politis dan tradisi negara memegang peranan penting dalam menentukan pilihan terhadap prinsip-
prinsip tersebut di atas. Kebutuhan hukum masing-masing negara juga berbeda. Maka tidak mungkin diadakan unifikasi HPI bertalian dengan cara apa yang
paling baik untuk menentukan status personal ini.
125
Sudargo Gautama sendiri sebenarnya lebih cenderung menyatakan agar
Indonesia menganut prinsip domisili, dengan alasan, di antaranya adalah :
126
1 Alasan praktis bahwa diperkecil berlakunya hukum asing. Jadi yang lebih
banyak dipakai adalah hukum Indonesia sendiri. Dengan demikian, ada kemudahan yang didapat Hakim Indonesia bila mengadili perkara HPI,
karena bagaimana pun juga hakim Indonesia lebih mengenal hukumnya sendiri dibanding dengan hukum asing.
2 Mengingat pula, bahwa di Indonesia pada waktu ini masih kekurangan bahan
bacaan dan material sumber-sumber hukum untuk mengetahui dengan baik hukum asing asing itu; dan
3 Secara geografis, negara Indonesia terletak dalam lingkungan negara-negara
tetangga yang memiliki prinsip domisili. Di sisi lain, beliau menyatakan pula bahwa bilamana hendak dipertahankan
prinsip nasionalitas, maka hal ini juga dapat dilakukan dengan menerima suatu kombinasi antara prinsip domisili dan nasionalitas ini. Misalnya dapat ditentukan
bahwa prinsip nasionalitas ini akan dipertahankan terhadap orang-orang asing yang belum 2 dua tahun menetap di Indonesia. Apabila mereka sudah lebih dari 2 dua
tahun menetap di Indonesia, maka tidak akan dipakai lagi hukum nasional mereka berkenaan dengan status personal, hukum Indonesialah yang berlaku.
127
125
Sudargo Gautama [7], Op.Cit., hal. 68
126
Sudargo Gautama [8]. Hukum Perdata dan Dagang Internasional, Bandung : Alumni,1980, hal 144-146
127
Ibid, hal 147
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3. Pendirian bahwa hukum harta benda merupakan suatu kontrak antara para
mempelai dan oleh karenanya maka kehendak para pihak lah yang menentukan hukum yang harus dipergunakan. Para pihak dapat membuat syarat-syarat
perkawinan huwelijkse voorwarden dan dalam hal ini dipakai hukum yang mereka telah pilih.
128
Dalam rangka ini dapat ditunjuk kepada Konvensi HPI Den Haag mengenai hukum harta benda perkawinan yang ditandatangani pada tanggal 23-10-1976
convention in the law applicable to matrimonial property regimes. Pertama-tama, suami istri diberi kebebasan untuk menentukan sendiri hukum yang akan berlaku bagi
harta benda perkawinan mereka. Jika mereka tidak mempergunakan kesempatan ini, akan berlakulah hukum intern dari negara tempat kedua suami isteri menetapkan
kediaman sehari-harinya yang pertama setelah perkawinan. Pasal 4 ayat 1 berbunyi : “ If the spouse, before marriage, have not designated the applicable law, their
matrimonial property regime is governed by internal law of the State in which both spouses establish their first habitual residence after marriage
.” Sesuai dengan kecondongan dalam rangka Konvensi-Konvensi HPI Den Haag yang modern
sekarang ini, istilah “domisili” diubah menjadi “habitual residence”, hingga istilah yang dipergunakan untuk tempat kediaman sehari-hari adalah their first habitual
residence after marriage.
129
128
Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 233
129
Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 235
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Hukum harta benda perkawinan adalah suatu perjanjian antara para pihak, jadi dipergunakan hukum yang mereka ini hendaki, yaitu hukum dari domisili perkawinan
yang pertama.
130
Contoh perkara Cour de Cassation 1961, peristiwa Daim v. Minazzi. Suami Isteri Itali yang menikah di Itali dan telah menetap di Prancis. Menurut Cour de
Cassation adalah dalam maksud para pihak untuk lantas menetap di Prancis, karena itu mereka telah menghendaki hukum Prancis, dan hukum harta benda perkawinan
inilah yang dipakai, karena inilah menjadi kehendak para pihak. Tetapi tidak semua pendapat menyetujui dipakainya domisili bersama ini. Ada
pula suara yang bertentangan dan hendak tetap mempertahankan prinsip nasionalitas. Demikian adalah pendirian dari Union Internationale du Notariat Latin yang
dalam Kongres ke VII-nya telah mengusulkan supaya diutamakan hukum nasional. Dalam pernyataan tersebut, dikemukakan bahwa sebaiknya untuk semua harta benda
suami isteri berlaku satu macam hukum un regime matrimonialunique.
131
Alasannya ialah bahwa tempat perkawinan dilangsungkan ini merupakan sesuatu kejadian yang occassionelle, karena kerap kali dapat dilangsungkan
perkawinan dalam negara dengan para pihak sama sekali tidak mempunyai titik-titik pertalian, baik secara objektif maupun subjektif. Keberatan terhadap pemakaian
“domisili” ini ialah karena sangat sukar untuk menentukan apakah yang merupakan “domisili” secara yuridis ini, dalam penentuannya hasilnya selalu tidak pasti. Padahal
130
Ibid, hal. 248
131
Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 252
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
justru kepastian adalah salah satu sendi yang utama bagi praktek notariat.
132
Para notaris yang berpraktik di suatu negara akan mengalami kesulitan yang besar. Mereka
ini tidak dapat bekerja jika harus mengenal perundang-undangan asing.
133
Untuk mencari jalan penyelesaiannya dalam berbagai praktik dipakai jalan tengah. Misalnya
di Swiss, jika orang asing menetap di Swiss maka terhadap pihak ketiga berlakulah hukum harta benda Swiss. Tetapi dalam hubungan suami isteri sendiri antara mereka,
hanya berlaku hukum Swiss ini apabila mereka menyatakan kehendak sedemikian dan keterangan ini dicatat dalam daftar tertentu.
134
Oleh karena itu, Union Internationale du Notariat Latin tersebut berkesimpulan bahwa :
135
a. hukum nasional bersama dari kedua mempelai jika mereka mempunyai
kewarganegaraan sama pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. b.
hukum nasional dari sang suami, pada saat perkawinan, bilamana sang isteri tidak sebelum perkawinan atau karena perkawinan memperoleh kewarganegaraan
suaminya
c. hukum nasional dari sang isteri pada saat perkawinan, apabila pada waktu itu
kewarganegaraan dari sang suami tidak dapat ditentukan atau jika ia adalah apatride.
d. hukum dari domisili bersama pertama pada saat perkawinan dilangsungkan jika
kewarganegaraan kedua pihak mempelai tidak dapat dipastikan atau mereka ini adalah apatride.
Dengan nyata di sini dikedepankan prinsip nasionalitas. Hukum domisili bersama hanya muncul bilamana tidak ada kepastian tentang kewarganegaraan atau
jika tidak ada kewarganegaraan pihak bakal suami-isteri.
132
Ibid, hal. 253
133
Ibid, hal. 263
134
Ibid, hal. 266
135
Ibid, hal. 253
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Untuk Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional Indonesia telah diusulkan perumusan : apabila kewarganegaraan suami isteri sama adanya
atau berbeda, jika kewarganegaraannya sama, maka diusulkan : hukum harta benda perkawinan antara suami isteri diatur menurut hukum nasional pada
perkawinan dilangsungkan. Mengenai harta benda suami dan isteri apabila di antara mereka tidak diadakan perjanjian perkawinan akan dikuasai oleh hukum
nasional. Apabila kewarganegaraan suami isteri berbeda : Hukum yang berlaku untuk harta benda perkawinan dari suami isteri yang berbeda kewarganegaraan
adalah hukum yang ditunjuk oleh para pihak sendiri.
136
Apabila para pihak tidak menentukan hukum untuk harta benda perkawinan
mereka itu, maka hukum intern dari negara dimana para pihak telah untuk pertama kali setelah perkawinan mempunyai kediaman de facto, adalah yang berlaku.
137
B. Pengaturan Pembagian Harta Bersama Suami Isteri menurut Undang-