Usaha menciptakan polimer poliuretan pertama kali dirintis oleh Otto  Bayer dan rekan-rekannya  pada  tahun  1973  di  labolatorium  I.G.  Farben  di  Leverkusen,
Jerman.  Mereka  menggunakan  prinsip  polimerisasi  adisi  untuk  menghasilkan poliuretan  dari  diisosianat  cair  dan  polieter  cair  atau  diol
poliester seperti
menunjuk  ke  berbagai  kesempatan  spesial,  khususnya  saat  dibandingkan  dengan berbagai  plastik  yang  dihasilkan  dari  olefin,  atau  dengan  polikondensasi.
Awalnya, usaha difokuskan pada produksi serat dan busa yang fleksibel. Kendati  pengembangan  terintangi  oleh
Perang  Dunia  II saat  itu  poliuretan
digunakan  dalam  skala  terbatas  sebagai  pelapisan  pesawat,  poliisosianat  telah menjadi  tersedia  secara  komersial  sebelum  tahun  1952.  Produksi  komersialnya
busa  poliuretan  yang  fleksibel  dimulai  pada  1954,  didasarkan  pada  toluena diisosianat TDI dan poliol poliester. Penemuan busa ini yang awalnya dijuluki
keju Swiss imitasi oleh beberapa penemu adalah berkat jasa air yang tak sengaja
dicampurkan  ke  dalam  campuran  reaksi.  Bahan-bahan  ini  digunakan  pula  untuk memproduksi busa kaku, karet gom, dan elastomer.
Cara simultan interpenetrasi jaringan polimer menggabungkan antara isosianat dan lignin Sperling, 1994. Peneliti menggunakan isosianat dalam pembentukan
interpenetrasi  jaringan  polimer  sehingga  menghasilkan  bahan  polimer  baru  yang kaya akan sifat fisik dan mekanik.
2.3.1 Polimerisasi isosianat sebagai pengikat kayu
Perekat  merupakan  salah  satu  faktor  yang  mempunyai  keberhasilan  dalam pembuatan  papan  partikel.  Pemilihan  jenis  dan  banyaknya  perekat  yang
dibutuhkan  sangat  penting  untuk  diperhatikan.  Suatu  bahan  perekat  tergantung pada jenis papan partikel yang akan dibuat. Beberapa istilah lain dari perekat yang
memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, pasta, dan cement. Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot dan tulang
yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu. Mucilage merupakan perekat  yang  dipersiapkan  dari  getah  dan  air  dan  diperuntukkan  terutama  untuk
merekat kertas.
Universitas Sumatera Utara
Paste  merupakan  perekat  pati  strach  yang  dibuat  melalui  pemanasan  campuran pati  dan  air  dan  dipertahankan  berbentuk  pasta.  Cement  merupakan  istilah  yang
digunakan  untuk  perekat  yang  bahan  dasarnya  karet  dan  mengeras  melalui pelepasan pelarut Ruhedi, 1997.
Isosianat  merupakan  salah  satu  perekat  yang  dapat  digunakan  dalam pembuatan  papan  biokomposit.  Perekat  ini  tergolong  dalam  kategori  perekat
termosetting,  karena  tidak  dapat  kembali  kebentuk  semula  apabila  diaplikasikan kebahan yang digunakan Vick, C. B. 1999.
Isosianat  adalah  perekat  yang  memiliki  kekuatan  yang  lebih  tinggi daripada  perekat  lainnya.  Isosianat  bereaksi  bukan  hanya  dengan  aquarous
tetapi  juga  dengan  kayu  yang  menghasilkan  ikatan  kimia  yang  kuat  sekali chemical  bonding.  Isosianat  juga  memiliki  gugus  kimia  yang  sangat  reaktif,
yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu  yang  luas,  tahan  air,  panas,  cepat  kering,  Ph  netral  dan  kedap  terhadap
pelarut organik Ruhedi S.,2007.
2.3.2 Keunggulan dan masalah dari pemakaian isosianat
PF  telah  mendominasi  penjualan  resin  untuk aplikasi  eksterior,  kini  isosianat telah  mulai  menggantikan  kedudukan  resin  PF.  Inovasi  dan  kreasi  baru  telah
membuat kompetisi pemakaian  kedua resin ini. Hampir  20 tahun belakangan  ini, penyelidikan  kayu  komposit  secara  intensif  telah  dapat  meningkatkan  sifat-sifat
mekanik dan fisik dari kayu secara signifikan, di samping itu dari segi penampilan juga bertambah menarik dan bagus kelihatannya.
Telah  dibuktikan  isosianat  dapat  dimatangkan  pada  suhu  yang  lebih  rendah. Galbarait  C.J  dan  Newman  1992  telah  membandingkan  kecepatan  pematangan
antara  PF  dan  isosianat,  menunjukkan  isosianat  jauh  lebih  cepat  matang,  ini karena  reaksi  isosianat  jauh  lebih  reaktif.  Sementara  itu  PF  dapat  dimatangkan
melalui  reaksi  kondensasi  walaupun  resin  ini  masih  mengandung  air,  berbeda dengan isosianat kondisi reaksi polimerisasi diharapkan tidak mengandung air.
Universitas Sumatera Utara
Galbarait C.J 1992  telah  mempelajari  reaksi  kenetika  dengan menggunakan Differential  Scanning  Calorimetri  DSC,  mereka  menggunakan  kayu  fiber
dengan pola membandingkan menggunakan isosianat dan PF. Hasil menunjukkan PF memerlukan energi yang lebih tinggi untuk terjadinya pematangan.
Isosianat  dapat  mulai  bereaksi  pada  temperatur  yang  rendah,  jika dibandingkan dengan UF yang telah diketahui cepat matang ternyata lebih lamban
daripada  isosianat. Galbarait  C.J 1992 menyatakan reaksi  yang dapat  dilakukan pada suhu rendah adalah salah satu keunggulan dari pemakaian isosianat.
Suhu  transisi  gelas  Tg  dari  lignin  kira-kira  110°C  dan  PF  membuktikan pematangan  pada  suhu  177°C.  Sementara  itu  isosianat  dapat  dimatangkan  pada
suhu jauh lebih  rendah  suhu kamar  dengan waktu yang  lebih cepat  dan sifat ini tidak dimiliki oleh resin konvensional lain. Dalam bentuk kayu komposit isosianat
memberikan  sifat-sifat  mekanik  jauh  lebih  baik  dibandingkan  resin  PF.  Dengan pemakaian  isosianat  3  menunjukkan  sifat  mekanik  yang  lebih  baik
dibandingkan pemakaian PF 10.
2.3.3  Polimerisasi isosianat