Polimerisasi isosianat SEJARAH POLIURETAN

Galbarait C.J 1992 telah mempelajari reaksi kenetika dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetri DSC, mereka menggunakan kayu fiber dengan pola membandingkan menggunakan isosianat dan PF. Hasil menunjukkan PF memerlukan energi yang lebih tinggi untuk terjadinya pematangan. Isosianat dapat mulai bereaksi pada temperatur yang rendah, jika dibandingkan dengan UF yang telah diketahui cepat matang ternyata lebih lamban daripada isosianat. Galbarait C.J 1992 menyatakan reaksi yang dapat dilakukan pada suhu rendah adalah salah satu keunggulan dari pemakaian isosianat. Suhu transisi gelas Tg dari lignin kira-kira 110°C dan PF membuktikan pematangan pada suhu 177°C. Sementara itu isosianat dapat dimatangkan pada suhu jauh lebih rendah suhu kamar dengan waktu yang lebih cepat dan sifat ini tidak dimiliki oleh resin konvensional lain. Dalam bentuk kayu komposit isosianat memberikan sifat-sifat mekanik jauh lebih baik dibandingkan resin PF. Dengan pemakaian isosianat 3 menunjukkan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan pemakaian PF 10.

2.3.3 Polimerisasi isosianat

Polimerisasi isosianat telah dipakai dalam industri terutama foam poliuretan dan pengikat. Secara komersil isosianat pertama kali diproduksi awal tahun 1960- an dan berkembang penggunaannya pada industry : foam rigit dan lentur, elastomer, coating dan adhesive. Di tahun 1991 rata-rata 2,6 juta ton isosianat di produksi di dunia Galbarait C.J dan Newman, 1992. Isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan adalah Toluena Diisosianat TDI, Difenilmetana Diisosianat DMI dan Naptalena–1,5–diisosianat NDI. Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan, mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan nukleofil. Reaktivitas gugus –N=C=O ditentukan oleh sifat positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap kumulatif yang terdiri dari N, C, dan O. Universitas Sumatera Utara Dalam pembentukan polimerisasi isosianat juga dapat bereaksi sesamanya Hepburn, C., 1991 seperti : R-N-C=O R-N=C-O R-N=C=O Isosianat Gambar 2.2. Reaksi Polimerisasi Isosianat Pada dasarnya kumpulan R–N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus hidrogen seperti air, amina, alkohol, dan asam. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik. Polimerisasi isosianat adalah resin yang sangat menarik dalam penelitian ini, isosianat menjadi lebih penting akhir-akhir ini karena kegunaannya sebagai pengikat kayu, awalnya pengikatan berorientasi pada penggunaan papan partikel dan kayu komposit. Kelebihan lain dari isosianat adalah mampu dimatangkan curet pada suhu rendah maupun tinggi untuk terjadinya peningkatan sifat fisis dan mekanik sekaligus tahan terhadap goresan dan tidak mengandung emisi seperti formaldehid Galbarait C.J, 1992. Isoasianat dapat bereaksi dengan hidroksil kayu membentuk uretan linkage, secara pasti mekanisme ikatan kimia dipengaruhi oleh kondisi pematangan. Di samping itu kayu terdiri dari tiga perbedaan polimer yang terdiri primer, sekunder alifatis, dan aromatis hidroksil, dan juga isosianat dapat berpenetrasi ke dalam pori-pori kayu yang paling dalam Frazier, 1998, sehingga ikatan kimia yang terbentuk mampu menghasilkan aplikasi yang potensial dalam kegunaannya. Universitas Sumatera Utara Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil atau hidroksil dari kayu ditentukan menurut reaktivitas kumpulan hidroksil itu sendiri, walaupun reaktivitas kumpulan hidroksil itu bermacam-macam, akan tetapi secara umum reaksi dengan isosianat adalah : R dan R = grup alipatik atau aromatik Gambar 2.3. Reaksi Isosianat dengan Poliol