1
I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendekatan pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri, dimana sektor pertanian merupakan salah
satu prioritas kebijakan dalam swasembada berkelanjutan melalui diversifikasi dan peningkatan produktivitas usahatani. Hal ini menuntut adanya pengembangan
teknologi pertanian secara terpadu dan terencana, guna mendapatkan nilai tambah setiap produk komoditi pertanian. Selain itu, sektor pertanian juga sebagai salah satu
sektor penyedia lapangan kerja terbesar yaitu lebih dari 40 kesempatan kerja masyarakat berasal dari sektor pertanian Syafa’at
et al., 2003. Termasuk komoditas cabai yang merupakan salah satu dari 7 tujuh komoditas pangan strategis nasional,
yaitu; padi, jagung, kedelai, daging sapi, gula, cabai dan bawang merah Permentan Momor: 131 Tahun 2014.
Cabai merah Capsicum annuum L. merupakan salah satu jenis tanaman
sayuran bernilai ekonomi tinggi dan termasuk ke dalam kategori komoditas hortikultura utama, selain bawang merah, kentang, tomat, mentimun, dan kubis.
Komoditas cabai ini memiliki karakteristik yang unik, selain merupakan ikon nasional juga sebagai pemicu inflasi, memiliki sebaran wilayah luas, potensi pasar cukup besar
di dalam maupun luar negeri, sehingga pengembangan komoditas ini memerlukan dukungan pemerintah Dirjen Hortikultura, 2013.
Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi dalam pengembangan komoditas hortikultura, termasuk
cabai merah sebagai komoditas pangan unggulan nasional yang pengembangannya tersentra di daerah
dataran tinggi Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang. Tanaman cabai merah mempunyai daya adaptasi cukup luas dari dataran tinggi sampai dataran rendah,
namun rerata produktivitas cabai merah relatif rendah yaitu hanya sekitar 5,61 t ha Kementerian Pertanian, 2011 bila dibandingkan dengan potensi hasil yang berkisar
antara 12–20 t ha Soetiarso dan Setiawati, 2010. Masih banyak kendala yang dihadapi pada peningkatan produksi cabai merah,
termasuk; kondisi iklim yang berubah-ubah, kelembaban, ketersediaan air, serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak optimal serta
menurunkan kualitas maupun kuantitas cabai merah yang diproduksi. Menurut
2
Beckerman 2004 pada umumnya penyakit tanaman, seperti cabai
dapat berkembang cepat pada kelembaban relatif tinggi.
Sehinga petani cabai merah umumnya akan memilih periode atau musim tanam yang dianggap paling tepat untuk penanaman cabai, pemilihan musim tanam inilah
yang memicu terjadinya fluktuasi produksi cabai merah sepanjang tahun dan seringkali tidak menguntungkan petani. Pada musim tertentu produksi cabai merah
melimpah harga cabai merah turun dan dilain waktu produksi sangat sedikit harga cabai merah naik, hal ini tercermin pula pada pola produksi cabai merah di I ndonesia
yang tidak tetap sepanjang tahun. Luas tanam tertinggi terjadi pada Bulan Desember, Januari dan Februari, sedangkan luas tanam terendah terjadi pada Bulan September
dan Oktober namun permintaan relatif stabil sepanjang tahun Dirjen Hortikultura 2006. Sehingga diperlukan pola produksi cabai merah yang dapat menghasilkan
sepanjang tahun, sekaligus mendukung pendapatan petani cabai merah lebih stabil dan terus-menerus.
Selain dari permintaan cabai merah yang relatif tetap sepanjang tahun, pada beberapa tahun belakangan ini juga terdapat permintaan produk cabai merah yang
berkualitas, baik dari segi penampilan maupun aman untuk dikonsumsi. Dalam rangka memenuhi permintaan produk cabai merah yang berkualitas, baik untuk
permintaan lokal maupun potensi untuk ekspor diperlukan kontinuitas produktivitas cabai sepanjang tahun. Sehingga diperlukan dukungan teknologi produksi dan
pengembangan cabai merah yang sesuai dengan kondisi wilayah dan kebutuhan petani.
Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
petani serta produktivitas cabai diperlukan suatu sistem pengembangan dan diseminasi yang
dapat mengimplementasikan inovasi teknologi langsung bagi pengguna, melalui pendampingan dalam suatu wilayah kawasan komoditas terkait. Sehingga diperlukan
suatu upaya pendekatan sesuai sistem dengan arahan kebijakan yang berdasarkan apresiasi atau kebutuhan masyarakat
bottom up, yaitu berupa pendekatan lansung dalam bentuk pendampingan terhadap pengembangan kawasan komoditas
Kementerian Pertanian, 2014 maupun suatu kebijakan dalam peningkatan produktivitas dan pengembangan pada suatu kawasan sentra produksi. Dimana
keberhasilannya tentu perlu pendampingan dan dukungan inovasi, serta dalam pelaksanaannya perlu disinergikan dengan program daerah kawasan terkait.
3
Pendampingan merupakan salah satu kegiatan diseminasi teknologi dan informasi yang dihasilkan oleh Balitbangtan melalui Balai-balai penelitian komoditas
maupun secara spesifik lokasi oleh BPTP di daerah-daerah. Diseminasi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menyampaikan teknologi dan informasi hasil penelitian
dan pengkajian litkaji kepada pengguna, sehingga teknologi dan informasi hasil litkaji
dapat dimanfaatkan
dan diadopsi
oleh pengguna
yang dalam
penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan, metode diseminasi dan media komunikasi yang berlandaskan pada pertimbangan efektivitas dan efisiensi
cost efective untuk khalayak sasaran. Melalui pendampingan kegiatan pengembangan
kawasan agribisnis hortikultura diharapkan minimal dapat menggunakan 25 inovasi teknologi Balitbangtan Hendayana
et al., 2009. Kebijakan
pendampingan pengembangan
kawasan pertanian
nasional, merupakan suatu wujud peningkatan produksi pangan nasional dan pendapatan
petani melalui implementasi inovasi dan transfer teknologi dalam suatu model diversifikasi usahatani secara terpadu. Termasuk pendampingan pengembangan
komoditas cabai yang merupakan salah satu pangan unggulan nasional, diharapkan mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian dan mewujudkan
pemerataan pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi di daerah. Hal ini sangat memberi peluang pada petani cabai untuk mengembangkan
usaha dan meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, guna menjamin kualiltas dan kuantitas hasil tanaman cabai diwilayah sentra produksi, perluasan
jangkauan penggunaan teknologi dan percepatan penyebaran atau diseminasi inovasi pada pengguna melalui berbagai pembinaan dan pendampingan pengembangan
berwawasan agribisnis. Baik itu aspek perbaikan teknologi prapanen, pascapanen, pemberdayaan petani, penguatan kelembagaan serta mendorong terjadinya
kemitraan. Sehingga perlu dukungan dalam pengembangannya, yaitu melalui
pendampingan pengembangan kawasan produksi dan introduksi inovasi teknologi sesuai kondisi wilayah. Adanya sinergisme serta kebijakan dukungan program daerah
dalam mewujudkan pengembangan komoditas cabai merah, melalui penguatan inovasi teknologi, diseminasi dan kelembagaan usahataninya.
Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani, maka diperlukan suatu sistem penyuluhan yang dapat menginformasikan inovasi teknologi
langsung di lapangan antara perakit dan pengguna teknologi, yaitu melalui
Pengembangan Kawasan Pertanian yang dapat memberikan diversifikasi usaha dan
4
sumber pendapatan, juga dapat meningkatkan efisiensi usahatani melalui aplikasi inovasi spesifik lokasi Kementerian Pertanian, 2014. Disamping itu tentunya
teknologi dikembangkan harus bisa diadaptasikan pada kondisi lingkungan sosial budaya, lingkungan sosial ekonomi, biofisik dan memiliki dukungan ketersediaan
tenaga kerja. Sekaligus juga merupakan media diseminasi dalam mempercepat proses
transfer dan
adopsi teknologi
pertanian yang
bertujuan untuk
mempertemukan petani dengan penelit i, penyuluh, petugas pelayanan melalui penggunaan berbagai saluran diseminasi baik itu berupa percontohan, pertemuan,
diskusi, media elektronik dan media cetak maupun implementasi langsung oleh pengguna.
1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Akhir