Laporan Akhir Kegiatan Tahun 2015 anjak produksi padi

(1)

LAPORAN AKHI R

ANALI SI S KEBI JAKAN PENI NGKATAN

PRODUKSI PANGAN STRATEGI S ( PADI )

DI PROVI NSI BENGKULU

DEDI SUGANDI

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN


(2)

LAPORAN AKHI R

ANALI SI S KEBI JAKAN PENI NGKATAN

PRODUKSI PANGAN STRATEGI S ( PADI )

DI PROVI NSI BENGKULU

Dedi Sugandi

Wahyu Wibaw a

Emlan Fauzi

Hamdan

Helena Bidi Astuti

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nyalah Laporan Akhir Kegiatan Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Padi) Di Provinsi Bengkulu dapat diselesaikan. Laporan ini berisi mengenai hasil pelaksanaan kegiatan yang dilakukan selam a bulan Januari hingga Desember 2015.

Kegiatan ini bertujuan menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu, capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu, dan efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.

Demikanlah laporan ini kami buat dengan harapan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang berkepentingan. Kami sadari laporan ini belum sempurna untuk itu kami harapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Kepada anggota tim yang telah melaksanakan tugasnya kami sampaikan terimakasih.

Bengkulu, Desember 2015 Penanggung Jawab

Dr. I r. Dedi Sugandi, MP NI P. 19590206 198603 1002


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Padi) Di Provinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 3. Alamat Unit Kerja : JL. I rian KM, 6,5 Bengkulu 38119

4. Sumber Dana : DI PA BPTP TA. 2015 5. Status Penelitian (L/ B) : (B) Baru

6. Penanggung Jawab:

a. Nama : Dr. I r. Dedi Sugandi, MP b. Pangkat / golongan : Pembina Muda TK I / I Vb c. Jabatan Fungsional : Peneliti Madya

7. Lokasi : Provinsi Bengkulu 8. Agroekosistem :

-9. Tahun Mulai : 2015 10. Tahun Selesai : 2015

11. Output Tahunan : Rekomendasi Kebijakan Peningkatan

Produksi Pangan Strategis (Padi) Di Provinsi Bengkulu

12. Ouput Akhir : Rekomendasi alternatif kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Padi) Di Provinsi Bengkulu

13. Biaya : Rp. 82.310.000,00 ( Delapan puluh dua juta tiga ratus sepuluh ribu rupiah)

Koordinator Program, Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. I r. Wahyu Wibawa, MP Dr. I r. Dedi Sugandi, MP NI P. 19690427 199803 1 001 NI P. 19590206 198603 1 002 Mengetahui

Kepala BBP2TP, Kepala BPTP Bengkulu,

Dr. I r. Abdul Basit, MS Dr. I r. Dedi Sugandi, MP NI P. 19610929 198603 1 003 NI P. 19590206 198603 1 002


(5)

DAFTAR I SI

Halaman

KATA PENGANTAR... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

DAFTAR I SI ... iv

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPI RAN ... vii

RI NGKASAN DAN SUMMARY ... viii

I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Dasar Pertimbangan ... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Keluaran Yang di Harapkan ... 4

1.5. Hasil Yang Diharapkan... 4

1.6. Perkiraan Manfaat dan Dampak... 4

I I . TI NJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Teori Kebijakan ... 5

2.2. Teori Pangan ... 5

2.3. Kondisi Ketahanan Pangan I ndonesia... 7

2.4. Kondisi Kerawanan Pangan I ndonesia ... 8

I I I . METODOLOGI ... 10

1.1. Pendekatan (Kerangka Pemikiran) ... 10

1.2. Ruang Lingkup ... 10

1.3. Metode Pelaksanaan... 11

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN ... 13

4.1. Kinerja Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan ... 13

4.2. Capaian Sasaran Program Peningkatan Produksi Padi Di Provinsi Bengkulu ... 17

4.3. Efektifitas Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Padi) di Provinsi Bengkulu ... 20

4.4. Rekomendasi Kebijakan ... 23

V. KESI MPULAN ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 36

ANALI SI S RI SI KO ... 37

ANGGARAN YANG DI ALOKASI KAN ... 37

REALI SASI ANGGARAN... 38 LAMPI RAN


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Target dan Realisasi Tanam, Produktivitas dan Produksi Program

UPSUS (GP-PTT, OPLA dan RJI T) ... 14 2. Jenis bantuan yang diterima oleh petani peserta program UPSUS

(Optimalisasi lahan dan GP-PTT) ... 14 3. Produksi, keuntungan, R/ C Ratio, B/ C Ratio perhektar sebelum dan

setelah menjadi petani Kooperator Optimalisasi Lahan per usahatani

untuk satu musim tanam ... 15 4. Produksi, keuntungan, R/ C Ratio, B/ C Ratio perhektar sebelum dan

setelah menjadi petani Kooperator GP-PTT per usahatani untuk satu

musim tanam ... 16 5. Produksi, keuntungan, R/ C Ratio, B/ C Ratio perhektar sebelum dan

setelah menjadi petani Kooperator RJI T per usahatani untuk satu

musim tanam ... 17 6. Rekapan luas lahan lokasi pertumbuhan lahan kering, pengembangan

padi sawah, dan pemantapan padi sawah di Provinsi Bengkulu tahun

2014 ... 18 7. Produksi padi Provinsi Bengkulu Tahun 2013- ARAM I I 2015 ... 19 8. Rata-rata I P tanam padi sawah di 10 Kab/ Kota Propinsi Bengkulu

sebelum dan sesudah kegiatan UPSUS PJK tahun 2015 ... 19 9. Pemanfaat teknologi budidaya usahatani padi petani kooperator

Optimalisasi lahan dan GP-PTT sebelum program, saat program dan


(7)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman 1. Dokumentasi kegiatan... 34


(8)

RI NGKASAN

1. Judul : Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (padi) di Provinsi Bengkulu

2. Unit kerja : BPTP Bengkulu

3. Tujuan : 1. Menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.

2. Menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu.

3. Menganalisis efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi panganstrategis (padi) di Provinsi Bengkulu.

4. Keluaran : a. Kinerja Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (padi) di Provinsi Bengkulu

b. Capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu

c. Efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu

5. Metodologi : Metode yang digunakan adalah survey dengan metode penarikan sampel Simple Sampling Methode. Data yang digunakan ada data sekunder dan data primer. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan surveymelalui wawancara terhadap pemangku kebijakan, petani padi dan juga penyuluh lapangan.

6. Capaian : Rekomendasi alternatif Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (padi) di Provinsi Bengkulu

7. Prakiraan Manfaat : Menjadi acuan bagi pihak terkait dalam pembuatan kebijakan dibidang tanaman pangan khususnya padi.

8. Prakiraan Dampak : Kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan.

9. Jangka Waktu : 1 (satu)Tahun


(9)

tiga ratus sepuluh ribu rupiah)

SUMMARY

1. Title : Analysis of I ncreasing Food Production Strategic Policy ( rice ) in Bengkulu 2. I mplementing unit : AI AT Bengkulu

3. Objectives : 1. Analyze the performance of a strategic policy of increasing food production ( rice ) in province Bengkulu .

2. Analyzing the achievements of the target program to improve rice production has been on target in Bengkulu

3. Analyze effectiveness of the

implementation strategic programs to increase food production ( rice ) in Bengkulu

4. Output : 1. Performance I ncreased Food Production Strategic Policy ( rice ) in Bengkulu 2. Achievement of the target program to

improve rice production has been on target in Bengkulu

3. Effectiveness implementation of strategic programs to increase food production ( rice ) in Bengkulu

5. Methodelogy : The method used is survey the sampling method and Simple Sampling Method . The data used in existing secondary data and primary data . Primary data was collected through surveys through interviews with policy makers , rice farmers and field extension

6. Achievement : Recommendations alternative I ncreased Food Production Strategic Policy ( rice ) in Bengkulu

7. Benefit : A reference for stakeholders in policy-making in the field of food crops, especially rice .

8. I mpact : The resulting policy according to the needs 9. Duration : 1 (one) years


(10)

I .

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Analisis kebijakan diarahkan untuk memfasilitasi adopsi teknologi, pengembangan agribisnis, serta mendukung pembangunan pertanian wilayah dan perdesaan. Sintesa kebijakan diharapkan mampu memecahkan permasalahan teknis, sosial, dan ekonomi pembangunan pertanian wilayah dalam arti luas, baik yang bersifat responsif maupun antisipatif (Badan Litbang Pertanian, 2003).

Swasembada pangan adalah keadaan dimana suatu negara mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dalam bidang pangan. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, setiap negara mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya sebagai pondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan ketahanan pangan di I ndonesia ditujukan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, dan seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional, sepanjang waktu dan merata. Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, untuk memperkuat ekonomi perdesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.

Kebutuhan pangan nasional terus meningkat, tetapi dilain pihak ketersediaan lahan pertanian terus menyempit akibat alih fungsi lahan untuk pembangunan sektor lain seperti: pemukiman, industri dan infrastuktur. Berkurangnya lahan pertanian produktif ditambah dengan anomali iklim akibat pemanasan global telah menyebabkan berkurangnya pasokan pangan (food shortage) dan harga pangan yang terus meningkat.

Pemerintah telah mengantisipasi kondisi tersebut diatas dengan mencanangkan program surplus beras 10 juta ton, swasembada dan swasembada berkelanjutan pangan nasional, khususnya untuk 3 jenis komoditi pangan pokok, yaitu: padi, jagung, dan kedelai. Komoditas padi berperan untuk memenuhi kebutuhan pokok karbohidrat masyarakat, sedangkan jagung dan kedelai untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pangan olahan dan pakan. Untuk mencapai swasembada pangan nasional, kerjasama dan sinergitas diantara pemangku kepentingan sangat diperlukan. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu melalui Dinas


(11)

Pertanian memiliki tugas untuk mendukung target suksesnya pembangunan bidang pertanian tanaman pangan melalui capaian sasaran produksi yang ditentukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Sasaran produksi padi didasarkan pada Roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), sedangkan sasaran produksi jagung dan kedelai didasarkan Renstra Kementan. Untuk komoditas padi, Provinsi Bengkulu mendapat alokasi sasaran produksi sebesar 498.577 ton tahun 2012, 529.738 ton tahun 2013 dan 562.408 ton tahun 2014. Untuk komoditas jagung dan kedelai, sasaran produksi jagung sebesar 124.124 ton tahun 2012, 132.813 tahun 2013, dan 146.094 ton tahun 2014, sedangkan sasaran produksi kedelai sebesar 32.600 ton tahun 2012, 39.200 tahun 2013, dan 51.200 ton tahun 2014.

Untuk mencapai sasaran produksi tersebut, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu telah melaksanakan program peningkatan produktivitas padi melalui GP-PTT, cetak sawah baru, optimasi lahan, perbaikan jaringan irigasi primer. Program peningkatan produksi kedelai melalui intensifikasi melalui GP-PTT dan Optimasi lahan. Peningkatan produksi jagung dilakukan melalui peningkatan produktivitas melalui GP-PTT, Peningkatan produktivitas pada lahan eksisting melalui kerjasama swasta dan pemda, perluasan area panen melalui peningkatan indeks pertanaman (I P).

Kebijakan swasembada pangan di Provinsi Bengkulu telah dilaksanakan dari tahun 2010-2014, akan tetapi target tersebut belum tercapai. Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penerapan program dalam mendukung peningkatan produktivitas dan produksi pangan strat egis di Provinsi Bengkulu akan dilakukan pengkajian.

1.2. Dasar Pertimbangan

Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, I ndonesia saat ini memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 (2010-2014). Pada periode ini swasembada ditargetkan untuk tiga komoditas pangan utama yaitu: padi, jagung dan kedelai. Untuk mendukung program tersebut kementerian pertanian mengeluarkan surat keputusan nomor 1243/ Kpts/ OT.160/ 12/ 2014 tentang kelompok kerja upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai melalui program perbaikan jaringan irigasi dan


(12)

sarana pendukungnya. Agar tercapai swasembada, target produksi yang harus di capai pada tahun 2015 adalah produksi padi 73,40 juta ton dengan pertumbuhan 2,21% / tahun, jagung 20.33 j uta ton dengan pertumbuhan 5,57% / tahun dan kedelai 1,50 juta ton dengan pertumbuhan 60.81% / tahun.

Pada prakteknya untuk mencapai swasembada pangan nasional banyak menghadapi hambatan. Seperti alih fungsi lahan, perubahan iklim, urbanisasi, dan pertumbuhan penduduk membawa dampak terhadap tata kelola bidang pertanian secara keseluruhan. Program swasembada pangan masih bergantung pada luasan lahan yang tersedia. Selain itu ketersediaan air khususnya irigasi sangat menentukan keberhasilan swasembada tersebut.

Menurut keputusan menteri PU Nomor 293/ Kpts.M/ 2014 tanggal 10 Juni tahun 2014, sawah yang mempunyai irigasi seluas 7.145.168 hektar dengan tingkat kerusakan jaringan irigasi primer dan sekunder seluas 3.289.069 hektar serta kerusakan jaringan tersier seluas 3.518.227 hektar. Berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air dan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi, tanggung jawab pengelolaan jaringan primer dan sekunder terbagi menjadi tiga kewenangan yaitu: Pemerintah Pusat (Kementerian PU dan Perumahan Rakyat), pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota, sementara jaringan tersier menjadi tanggung jawab petani.

Kementerian Pertanian telah menetapkan upaya khusus pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai melalui kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi tersier dan kegiatan pendukung lainnya seperti Pengembanga Jaringan I rigasi, optimasi lahan, Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), optimasi perluasan areal tanam kedelai melalui indeks pertanaman (PAT-PI P kedelai), perluasan areal tanam jagung (PAT jagung), penyediaan sarana dan prasarana pertanian (benih, pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian) dan pengawalan/ pendampingan.

1.3. Tujuan

1. Menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.

2. Menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu.


(13)

3. Menganalisis efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.

1.4.Keluaran Yang Diharapkan

1. Kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.

2. Capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu.

2. Efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.

1.5. Hasil yang Diharapkan

Tersedianya informasi tentang kinerja kebijakan peningkatan produktivitas dan produksi pangan strategis di Provinsi Bengkulu, capaian sasaran produksi yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu, efektifitas pelaksanaan program peningkatan produktivitas dan produksi pangan strategis di Provinsi Bengkulu.

1.6. Perkiraan Manfaat dan Dampak

1. Hasil pengkajian diharapkan dapat menjadi bahan dalam penyusunanserta penyempurnaan kebijakan pengembangan swasembada pangan (padi) di Provinsi Bengkulu.

2. Peningkatan adopsi teknologi berdampak terhadap peningkatan produksi padi dan juga pendapatan petani padi.


(14)

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Kebijakan

Kebijakan publik adalah tindakan kolektif melalui kewenangan pemerintah dan ditetapkan berdasarkan prosedur yang legitimate. Bidang liputan sintesa kebijakan adalah kebijakan publik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan petani dan perilaku agribisnis lainnya. Salah satu spesifikasi aspek sintesa kebijakan adalah metoda atau prosedur operasionalnya tidak mengikuti standard ilmiah baku, tetapi merupakan review dan sintesis teori, informasi, dan hasil penelitian ilmiah secara sistematis dan logis ( Balitbangtan, 2003).

Kebijakan pemerintah adalah serangkaian tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan kebijakan pertanian di indonesia adalah untuk memajukan pertanian, mengusahakan pertanian menjadi lebih produktif, produksinya efisien, pendapatan meningkat dan kesejahteraan akan lebih merata (Mubyarto, 1993). Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah pusat maupun daerah mengeluarkan peraturan yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan gubernur dan lain-lain.

Analisis kebijakan adalah proses atau kegiatan mensintesa informasi, termasuk hasil- hasil penelitian untuk menghasilkan rekomendasi opsi desain kebijakan publik. Kebijakan publik adalah keputusan atau tindakan pemerintah yang berpengaruh atau mengarah pada tindakan individu dalam kelompok masyarakat, pada prinsipnya bertujuan memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat (Sutopo dan Sugiyanto, 2001; Simatupang, 2003).

2.2. Teori Pangan

Ketahanan pangan yang dicetuskan padaWorld Food Summit (1996) oleh

World Food Programme didefinisikan sebagai kondisi yang terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/ cukup, bergizi, dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat. Berikut adalah kerangka konsep ketahanan pangan internasional tersebut .

Ketahanan pangan didefinisikan dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai kondisi


(15)

terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pengertian pangan dalam UU dan PP tersebut adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/ atau pembuatan makanan atau minuman.

Ketahanan pangan merupakan isu strategis yang dicanangkan secara nasional dan merupakan kewajiban negara untuk mewujudkannya.Ketahanan pangan termasuk dalam prioritas nasional pada RPJMN untuk tahun 2010-2014. Ada tiga alasan penting yang melandasi kesepakatan tersebut:

1. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi terpenuhinya hak asasi atas pangan setiap penduduk;

2. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas; dan.

3. Ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional. Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan dengan baik sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu.

Ketahanan pangan di setiap negara dibangun di atas tiga pilar utama yaitu:

1. Ketersediaan Pangan, adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/ perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat.

2. Akses Pangan, adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan disuatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak


(16)

semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas.

3. Pemanfaatan Pangan, merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah t angga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi.

2.3. Kondisi Ketahanan Pangan I ndonesia

Berdasarkan data yang dihimpun dari World Food Programme1, diperoleh informasi sebagai berikut:

1. Ketersediaan Pangan

a. Hasil pertanian meningkat (laju peningkatan sekitar 3,5% per tahun selama 2004-2007) dan mencapai 4,8% pada tahun 2008. Produksi padi dan jagung meningkat, sedangkan produksi ubi kayu dan ubi jalar relatif stabil. b. Namun demikian, beberapa kabupaten di Provinsi Papua dan Provinsi Riau,

Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, sebagian provinsi Maluku dan Maluku Utara mengalami kekurangan serealia.

2. Akses terhadap Pangan

a. Akses terhadap pangan untuk penduduk miskin merupakan gabungan dari kemiskinan, kurangnya pekerjaan tetap, pendapatan tunai yang rendah dan tidak tetap serta terbatasnya daya beli. Pada tahun 2008, terdapat 34,96 juta orang (15,42% ) hidup di bawah garis kemiskinan nasional (US $1,55 PPP). Hampir 64% penduduk miskin tinggal di pedesaan, dan lebih dari 57% total penduduk miskin tinggal di Pulau Jawa.

b. Sejak tahun 2003, 26 provinsi telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinannya. Akan tetapi, terdapat 5 provinsi yang tingkat kemiskinannya tetap yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Papua, DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Jawa Barat. Pada tahun 2007, penduduk miskin terkosentrasi di 6 provinsi (Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Gorontalo, dan NAD).

c. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2007 mengalami penurunan hampir 2% dibandingkan tahun 2003. Namun penurunan TPT tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi di I ndonesia dan bervariasi antar wilayah.


(17)

d. Lebih dari 12% dari semua desa di I ndonesia tidak memiliki akses jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.

e. Hampir 10% rumah tangga di I ndonesia tidak memiliki akses listrik. Akses listrik yang terbatas (> 30% ) terdapat di empat provinsi (NTT, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Barat).

3. Pemanfaatan Pangan dan Gizi

a. Pada tahun 2007, rata-rata asupan energi harian adalah 2.050 kkal dan asupan protein sebesar 5.625 gram, keduanya sudah melampaui Angka Kecukupan Gizi (AKG) nasional. Angka ini meningkat 3.3% dibandingkan tahun 2002. Namun demikian, untuk tiga golongan pengeluaran terendah hanya memiliki asupan 1.817 kkal/ kapita/ hari atau kurang, dan proporsi makanan mereka kurang serta tidak seimbang secara kuantitatif dan kualitatif.

b. Secara nasional, 94% rumah tangga memiliki akses ke fasilitas kesehatan terdekat kurang dari 5 km, dan angka ini meningkat secara signifikan jika dibandingkan 5 tahun terakhir.

c. Secara nasional, 21,08% rumah tangga tidak memiliki akses terhadap air minum yang layak.

d. Pada tahun 2007, angka perempuan buta huruf nasional adalah 12,89% . Angka underweight pada balita adalah 18,4% , angka tersebut telah mencapai target MDGs namun masalah kesehatan masyarakat masih berada pada tingkat yang kurang. Prevalensi nasional untuk kurang gizi kronis adalah 36,8% , angka ini tergolong tinggi untuk tingkatan kesehatan masyarakat.

e. Angka rata-rata harapan hidup di I ndonesia pada tahun 2007 adalah 68 tahun.

2.4. Kondisi Keraw anan Pangan I ndonesia

Kerawanan pangan dapat bersifat kronis atau sementara/ transien. Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan jangka panjang atau yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor struktural yang tidak dapat berubah dengan cepat seperti iklim setempat, jenis tanah, sistem pemerintahan daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat pendidikan, dll. Kerawanan pangan


(18)

sementara adalah ketidakmampuan jangka pendek atau sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi, bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya utang, perpindahan penduduk (migrasi), dan sebagainya.

Dari sisi cadangan pangan, I ndonesia sebetulnya sangat kuat. Sesuai perhitungan Badan Ketahanan Pangan, cadangan pangan I ndonesia dari segi energi mencapai 3.500 kilo kalori per kapita per hari. Sementara dari segi kalori, sebesar 85 gram per kapita per hari. Untuk konsumsi riil, kebutuhan nasional energi hanya 2.200 kilo kalori per kapita per hari, dan asupan kalori hanya 57 gram per kapita. Persoalannya terletak pada distribusi konsumsi yang tidak merata. Bagi kalangan miskin yang mencapai 11 % , atau sekitar 28 juta jiwa di seluruh I ndonesia, asupan energi dan kalori jauh lebih rendah dari rata-rata nasional. Kebutuhan beras pada tahun 2014 sebesar 33.013.214 ton, maka apabila harus ada surplus 10 juta ton sebagai cadangan, berarti harus ada produksi beras minimal 43 juta ton. Bila produksi beras tidak memenuhi kebutuhan pangan nasional, maka pemerintah harus melakukan impor.


(19)

I I I .

METODOLOGI

3.1. Pendekatan/ Kerangka Pemikiran

Pengkajian ini adalah penelitian lapangan yang didukung dengan desk study. Kegiatan di lapangan adalah pengumpulan data primer yang dilakukan dengan survei. Survei dilakukan terhadap obyek pengkajian untuk mendapatkan gambaran aktual yang terjadi di lapangan, berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan dipadukan dengan pengetahuan dan teori-teori ilmiah yang ada. Selanjutnya disintesakan untuk dapat memberikan alternatif solusi uuntuk pemecahan masalah dengan tepat.

Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (padi) di Provinsi Bengkulu dilakukan dengan metode survei untuk mengetahui kinerja program swasembada pangan strategis (padi) terhadap peningkatan produksi. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai suatu bentuk evaluasi yang dilakukan dari hasil kegiatan program mendukung swasembada pangan strategis. Metode evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi summatif (Singarimbun, 1989) .

3.2. Ruang Lingkup

Pengkajian ini dilakukan untuk menganalisa kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu. Secara ringkas, ruang lingkup kegiatan meliputi mengkaji kinerja dan efektivitas progam (pengembangan jaringan irigasi, optimasi lahan, GP-PTT, penyediaan sarana dan prasarana pertanian) terhadap peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu. Tujuan pertama, ruang lingkup kegiatan yaitu survei ditingkat petani yang menerima program UPSUS dengan parameter yang diukur peningkatan produksi, peningkatan produktivitas, peningkatan I P, peningkatan luas tanam.

Tujuan kedua, ruang lingkup kegiatannya yaitu wawancara mendalam dengan stakeholder (dinas pertanian provinsi dan kabupaten) tentang target produksi, target Produktivitas, target peningkatan I P, target peningkatan luas panen. Tujuan ketiga, dengan mengukur variabel target dan realisasi kinerja program UPSUS yaitu optimasi lahan dan GP-PTT. Dari kedua program tersebut akan dilihat program mana yang mempunyai daya ungkit untuk meningkatkan produksi.


(20)

3.3. Metode Pelaksanaan a. Lokasi dan Waktu

Pengkajian ini dilakukan di Provinsi Bengkulu. Kabupaten terpilih untuk sentra produksi padi adalah Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong. Kegiatan akan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2015.

b. Metode pengambilan sampel

Metode pemilihan lokasi pengkajian dilakukan dengan Multistage Random Sampling. Tahap pertama penarikan satuan sampling primer, yaitu memilih 3 kabupaten sentra produksi padi. Tahap kedua adalah memilih satuan sampling sekunder, yaitu memilih keluarga (kepala keluarga) dari tiap kabupaten terpilih. Satuan sampling terpilih dari tahap kedua ini merupakan unit elementer yang menjadi responden pengkajian.

Kabupaten terpilih untuk sentra produksi padi adalah Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong. Untuk Kabupaten Bengkulu Utara dilakukan di Kecamatan Argamakmur dan Tanjung Agung Palik, Kabupaten Bengkulu Selatan dilakukan di Kecamatan Seginim dan Kedurang, Kabupaten Rejang Lebong di Kecamatan Curup dan Curup Selatan. Dari masing-masing kecamatan setiap kabupaten dipilih 3 desa.

Penentuan responden petani di masing-masing lokasi digunakan simple random sampling methode. Jumlah sampel terpilih sebanyak 160. Sampel responden pemangku kebijakan dilakukan secara sengaja (purposive sampling)

yaitu kepala dinas atau kepala bidang yang menangani tanaman pangan di tingkat provinsi maupun kabupaten.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap para pemangku kebijakan tingkat provinsi (Dinas Pertanian dan Badan ketahanan pangan), tingkat kabupaten (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Badan ketahanan pangan dan penyuluhan), dan pelaksana di tingkat lapangan (PPL dan petani). Wawancara terhadap pemangku kebijakan diarahkan untuk mengetahui program peningkatan produktivitas dan produksi pangan strategis (padi) di tingkat provinsi maupun kabupaten. Data primer yang dikumpulkan di tingkat petani


(21)

adalah sebagai berikut penerapan teknologi dan keragaan usahatani, parameter input dan output, dan kelembagaan (kelompok tani, dll).

Data sekunder merupakan data pendukung yang dikumpulkan daridinas/ instansi terkait yang meliputi data karakteristik lokasi/ wilayah (biofisik, sosial ekonomi dan budaya), laporan akhir tahun Dinas Pertanian dan publikasi-publikasi hasil penelitian sebagai referensi.

c. Analisi Data

Untuk melihat kinerja program yang telah dilakukan petani dapat juga dilihat dengan perubahan porduktivitas, perubahan biaya produksi, perubahan penerimaan dan keuntungan serta perubahan R/ C ratio serta Net R/ C ratio. Perbedaan Biaya Produksi : ∆TC = { ( TC1 / TC0 ) -1} * 100 %

Perbedaan Penerimaan :∆TR = { ( TR1 / TR0 ) -1} * 100 %

Perbedaan Keuntungan : ∆ = { ( 1 / 0 ) -1} * 100 %

Perbedaan R/ C Ratio : MBCR = (TR1-TR0) / (TC1-TC0), Net R/ C atau B/ C Ratio,

Net MBCR = ( 1 - 0) / (TC1 – TC0)

Keterangan : ∆TC

TC1

TC0

∆TR TR1

TR0

1 0

MBCR Net MBCR

= = = = = = = = = = =

Perbedaan Biaya Produksi Biaya setelah mengikuti program Biaya sebelum mengikuti program Perbedaan penerimaan

Penerimaan setelah mengikuti program Penerimaan sebelum mengikuti program Perbedaan pendapatan/ keuntungan Keuntungan setelah mengikuti program Keuntungan sebelum mengikuti program Perbedaan R/ C ratio

Perbedaan Net R/ C ratio

Analisis deskriptif eksplanatif digunakan untuk mengukur variabel target dan realisasi kinerja program UPSUS yaitu optimasi lahan dan GP-PTT, penyediaan benih, penyediaan pupuk dan alat mesin pertanian. Dari masing-masing variabel program tersebut akan dilihat program mana yang mempunyai daya ungkit untuk meningkatkan produksi.


(22)

I V.

HASI L DAN PEMBAHASAN

4.1. Kinerja Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan

Dari aspek perencanaan (penentuan CPCL, penentuan kebutuhan teknologi PTT dan perencanaan kebutuhan sarana produksi), hampir semuanya mengikuti pedoman pelaksanaan program UPSUS (Optimasi lahan dan GP-PTT).Pada umumnya kelompok tani peserta program UPSUS (Optimasi lahan dan GP-PTT) menerima paket teknologi muatan PTT dan pelaksanaannya menyesuaikan dengan kondisi yang ada (spesifik lokasi). Kenyataan menunjukkan bahwa hampir disetiap lokasi kajian pesertanya tidak menerima bansos dari kegiatan yang sama pada tahun anggaran berjalan. Petani/ kelompok tani sebagian kecil bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi dan pendukung karena dianggap bantuan dari pemerintah kurang. Hampir setiap lokasi program UPSUS memlilki potensi peningkatan produktivitas, tetapi luas lahan sawah yang disyaratkan di Pedoman Umum Optimasi lahan dan GP-PTT tidak sesuai karena setiap kelompok tani hamparannya maksimal 10 hektar.

I ntervensi pusat cenderung bersifat desentralistik dan dominan dalam implementasikan konsep program UPSUS, hal ini ternyata berdampak positif terhadap alokasi anggaran. Dampak positif lainya adalah ketersediaan benih tepat waktu, kualitas, kuantitas benih dan varietas sesuai dengan harapan petani karena kelompok tani yang mengadakannya.

Kelemahan program UPSUS padi adalah tidak adanya singkronisasi antar ujung tombak pelakasana lapangan. Dalam hal ini antara penyuluh, mantri tani dan babinsa kurang kompak karena kemungkinan berada alam naungan institusi yang berbeda. Kondisi ini jika berlarut-larut mengakibatkan program sulit berkembang. Solusinya adalah antara penyuluh, mantri tani dan babinsa harus dapat memahami tugas pokok dan fungsi masing-masing. Permasalahan koordinasi antar pelaksana program UPSUS, terutama pihak dinas pertanian dan Badan Koordinasi Penyuluh baik di tingkat kabupaten dan provinsi masih memerlukan harmonisasi sehingga dapat bersinergi dengan baik.


(23)

Tabel 1. Target dan Realisasi Tanam, Produktivitas dan Produksi Program UPSUS (GP-PTT, OPLA dan RJI T)

Program Target Tanam

Realisasi Tanam

Target Produktivitas

Realisasi Produktivitas

Target Produksi

Realisasi Produksi GP-PTT 10.000 8.225 4,6 7,2 46.000,0 59.220,0 OPLA 12.058 11.227 4,6 6,6 55.466,8 74.098,9 RJI T 33.650 33.164 4,6 4,6 154.790,0 152.554,4 Jumlah 55.708 52.616 256.256,0 285.873,0

Sumber : data primer diolah, 2015

Keberhasilan pengembangan program UPSUS (GP-PTT dan Optimasi lahan) dalam peningkatan produksi padi di provinsi Bengkulu memerlukan peningkatan kapasitas produksi pertanian, pengembangan infrastruktur, kemampuan manajemen petani, dan kelembagaan pendukung pengembangan. Kesemuanya ini membutuhkan dukungan lintas sektor dan lintas dinas melalui sinergi dan integrasi program strategis sesuai dengan kebutuhan spesifik di tingkat lapangan. Peningkatan produksi dalam kegiatan program UPSUS (GP-PTT dan Optimasi lahan) cukup beragam antar daerah. Hasil analisis usahatani di tingkat mikro, menunjukkan secara umum terjadi peningkatan produksi dan pendapatan petani dibandingkan antara sebelum dan sesudah mengikuti program GP-PTT dan Optimasi lahan.

Tabel 2. Jenis bantuan yang diterima oleh petani peserta program UPSUS (Optimalisasi lahan dan GP-PTT)

No Uraian Optimalisasi Lahan GP-PTT

1 Benih (kg/ ha) 25 25

2 Pupuk

- Urea (Kg/ ha)

- NPK Phonska (kg/ ha)

210 135

200 300 3 Perstisida (paket/ ha) 250.000 300.000 4 Biaya olah tanah (Rp/ ha) 560.000

5 Biaya tanam (Rp/ ha) 300.000

Dari aspek perencanaan pelaksanaan program optimalisasi lahan dan GP-PTT mengikuti pedoman pelaksanaan program UPSUS. Kelompok tani peserta program UPSUS menerima paket teknologi muatan PTT dan pelaksanaannya menyesuaikan dengan kondisi yang ada (spesifik lokasi). Kenyataan menunjukkan bahwa hamper setiap lokasi kajian pesertanya tidak menerima bansos dari kegiatan yang sama pada tahun anggaran berjalan. Petani/ kelompok


(24)

tani sebagian kecil bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi dan pendukung karena dianggap bantuan dari pemerintah kurang. Hampir setiap lokasi program UPSUS memiliki potensi peningkatan produktivitas, tetapi luas lahan sawah disyaratkan di Pedoman Umum Optimalisasi Lahan dan GP-PTT tidak sesuai karena setiap kelompok tani hamparannya maksimal 10 hektar.

Tabel berikut ini memberikan gambaran tentang kinerja program optimasi lahan dan GP-PTT terhadap produksi, biaya, penerimaan dan keuntungan yang didapatkan oleh petani, R/ C ratio, B/ C ratio serta MBCR dan Net MBCR sebelum dan setelah menjadi petani koopertaor program.

Tabel 3. Produksi, keuntungan, R/ C Ratio, B/ C Ratio perhektar sebelum dan setelah menjadi petani Kooperator Optimalisasi Lahan per usahatani untuk satu musim tanam.

No Uraian

Optimalisasi lahan Sebelum Pada saat

program Perbedaan (% ) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Produksi (Kg) Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Keuntungan (Rp) R/ C ratio

B/ C ratio

2.744,4 3.432.750 12.348.000 8.915.250 3,5 2,5 4.116,6 5.815.265 18.524.700 12.709.435 3,1 2,1 50 69,4 50 42,5 2,5 1,5

Dari tabel diatas dapat dilihat kinerja program optimasi lahan dapat meningkatkan 50 persen hasil produksi dan kinerja program GP-PTT telah meningkatkan 89 persen hasil produksi dimana produksi padi setelah program jauh lebih tinggi. Sirapa dkk (2010) menjelaskan bahwa peningkatan jumlah produksi padi lebih disebabkan oleh peningkatan produktivitas dibanding peningkatan luas panen. Dalam setiap kegiatan usahatani terdapat dua hal yang harus diperhatikan yaitu penerimaan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Penerimaan merupakan hasil uang yang diterima oleh petani selama satu musim tanam sedangkan biaya merupakan harga dari faktor-faktor produksi yang digunakan. Nilai R/ C pada saat mengikuti program optimasi lahan adalah 3,1 sedangkan sebelum mengikuti program optimasi lahan sebesar 3,5 berarti adanya penurunan sebesar 0,4 (12,9% ). Penurunan ini karena bantuan yang di terima petani (50% ) berupa upah olah tanah sedangkan sisanya berupa saprodi (benih, pupuk dan pestisida).


(25)

Tabel 4. Produksi, keuntungan, R/ C Ratio, B/ C Ratio perhektar sebelum dan setelah menjadi petani Kooperator GP-PTT per usahatani untuk satu musim tanam.

No Uraian

GP-PTT Sebelum Pada saat

program Perbedaan (% ) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Produksi (Kg) Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Keuntungan (Rp) R/ C ratio

B/ C ratio

1.634 3.896.966 7.353.000 3.456.034 1,9 0,8 2.881 5.060.723 12.964.500 7.903.777 2,5 1,6 89 29,9 76 128 4,8 3,8

Peningkatan luas panen seperti penggunaan varietas unggul akan sangat nyata meningkatkan hasil produksi. Terutama jika penggunaan varietas ini bersamaan dengan penggunaan pupuk berimbang. Kajian FAO yang dilaporkan Las dalam Sirappa (2010) menunjukkan bahwa secara partial varietas memberikan kontribusi sebesar 16% dan jika diintegrasikan bersama dengan pupuk dan irigasi, peningkatan produksi padi dapat mencapai 75% . Namun banyak hal yang bisa menjadi kendala dalam peningkatan produksi padi diantaranya yaitu lahan produktif yang semakin t erbatas, keadaan iklim yang tidak mendukung dan ancaman hama dan penyakit. Oleh karena itu diperlukan varietas yang memiliki daya hasil yang tinggi, umur genjah dan tahan terhadap hama penyakit. Peningkatan produksi secara langsung akan mempengaruhi jumlah keuntungan yang diterima oleh petani.

Nilai R/ C rasio pada saat mengikuti program GP-PTT sebesar 2,5 sedangkan sebelum mengikuti program sebesar 1,9, hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 0,6 (24,0% ). Hal ini karena pada program GP-PTT bantuan saprodinya lebih banyak dan petani peserta program GP-PTT wajib menggunakan sistem tanam jajar legowo 4: 1. Pada saat mengikuti program RJI T nilai R/ C rasionya sebesar 2,5 atau meningkat sebesar 3,4% . Peningkatan ini di duga dipengaruhi oleh bantuan saprodi berupa benih, pupuk dan pestisida.


(26)

Tabel 5. Produksi, keuntungan, R/ C Ratio, B/ C Ratio perhektar sebelum dan setelah menjadi petani Kooperator RJI T per usahatani untuk satu musim tanam.

No Uraian

RJI T Sebelum Pada saat

program

Perbedaan (% ) 1.

2. 3. 4. 5. 6.

Produksi (Kg) Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Keuntungan (Rp) R/ C ratio

MBCR

2.634 3.896.966 7.353.000 2.456.034 1,5

3.881 4.960.723 10.964.500 4.203.777 2,5 3,40

24,7 27,2 49,1 30,1 3,4

4.2. Capaian Sasaran Program Peningkatan Produksi Padi Di Provinsi Bengkulu.

Pada tahun 2015 upaya peningkatan produksi padi difokuskan pada kawasan tanaman pangan, melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) dengan fasilitas bantuan sarana produksi (saprodi), tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal program GP-PTT sebagai instrumen stimulan disertai dengan dukungan pembinaan, pengawalan dan pemantauan oleh berbagai pihak.

Selain GP-PTT juga dilakukan program Optimasi lahan dan RJI T. Kegiatan Optimasi Lahan merupakan upaya untuk meningkatkan indeks pertanaman (I P) dan produktivitas pada lahan sawah dengan pemberian fasilitas bantuan berupa pupuk, benih, bantuan pengolahan tanah dan alat mesin pertanian serta pendampingan oleh penyuluh pertanian.

Dalam pelaksanaan kegiatan program UPSUS (GP-PTT dan optimalisasi lahan) dilakukan dengan pola bantuan sosial melalui transfer uang ke rekening kelompok tani. Pengendalian terhadap pelaksanaa kegiatan program UPSUS (GP-PTT dan optimasi lahan dilaksanakan mulai dari tahapan persiapan, penyiapan dokumen, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pusat, provinsi dan kabupaten/ kota


(27)

Tabel 6. Rekapan luas lahan lokasi pertumbuhan lahan kering, pengembangan padi sawah, dan pemantapan padi sawah di Provinsi Bengkulu tahun 2014

No Kabupaten/ Kota

Lokasi pertumbuhan lahan kering (ha) Pengembangan padi sawah (ha) Pemantapan padi sawah (ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kepahiang Kaur Lebong Bengkulu Utara Seluma Rejang Lebong Bengkulu Tengah Muko-Muko Bengkulu Selatan Kota Bengkulu 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0 0 0 0 1000 1000 1000 1000 0 1000 0 0 2.000 6.000 7.000 8.000 9.000 7.000 4.000 5.000 6.000 2.000

Produksi padi berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) I I dan ATAP 2014. ARAM I I merupakan realisasi produksi Januari-April dan angka ramalan September-Desember, dari ARAM 2 menunjukkan jumlah produksi padi 2015 di Provinsi Bengkulu 605.634 ton GKG dibandingkan Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi padi di Provinsi Bengkulu meningkat sebanyak 12.440 ton atau 2,10% . Kenaikan produksi padi pada 2015 terjadi di 6 (enam) kabupaten yaitu: Kabupaten Bengkulu Selatan, Seluma, Muko-Muko dan kabupaten Lebong. Kenaikan produksi padi tertinggi di Kabupaten Muko-Muko sebesar 35,84% dan Kabupaten Kaur 30,91& sedangkan penurunan produksi padi tertinggi pada tahun 2015 terjadi di Kota Bengkulu dengan penurunan sebesar 33,70% dan Kabupaten Bengkulu Utara sebesar 27,28% .

Di lihat dari distribusi/ sebaran produksi padi tertinggi terdapat di Kabupaten Rejang lebong dan Bengkulu Selatan yang merupakan sentra produksi padi di Provinsi Bengkulu. Total produksi padi di Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 96.912 ton atau 16,00% , sedangkan produksi padi di Kabupaten Bengkulu Selatan sebanyak 96.418 ton atau 15,92% dan produksi padi di Kota Bengkulu sebanyak 9.418 ton yang merupakan produksi padi terkecil dari produksi padi Provinsi Bengkulu. Peningkatan hasil produksi bisa didapat karena dilaksanakannya berbagai program peningkatan produksi di berbagai Kabupaten telah meningkatkan hasil produksi padi di tahun 2015.


(28)

Tabel 7. Produksi padi Provinsi Bengkulu Tahun 2013- ARAM I I 2015 Kabupaten/ Kota ATAP 2013 ATAP 2014

ARAM I I 2015

Perkembangan Distribusi Absolut

2014-ARAM I I 2015

2013 2014 ARAM I I 2015

Bkl. Selatan Rej. Lebong Bkl Utara Kaur Seluma Muko-Muko Lebong Kepahiang Bkl. Tengah Kota Bkl 71.278 99.548 90.234 49.945 83.724 71.260 49.090 53.841 35.258 18.654 88.307 93.756 106.867 40.626 63.439 52.582 46.455 52.252 34.707 14.205 8.111 3.156 -29.158 12.558 3.782 18.847 5.129 -212 -4.986 -4.787 8.111 3.156 -29.158 12.558 3.782 18.847 5.129 -212 -4.986 -4.787 9,19 3,37 -27,28 30,91 5,96 35,84 11,04 -0,41 -14,37 -33,70 11,44 15,98 14,49 8,02 13,44 11,44 7,88 8,64 5,66 2,99 14,89 15,81 18,02 6,85 10,69 8,86 7,83 8,81 5,85 2,39 15,92 16,00 12,83 8,78 11,10 11,79 8,52 8,59 4,91 1,56

Jumlah 622.832 593.195 605.634 12.440 2,10 100,0 100,0 100,00

Sumber: BPS 2015

Dalam peningkatan I P akan berpengaruh besar terhadap produktivitas yang dihasilkan, pada tahun 2015 pemerintah menargetkan peningkatan I P dari 1,65 menjadi 2,15 dan produktivitas masing-masing Kabupaten 0,5 t/ ha. Adapun rata-rata I P dan produktivitas di 10 Kabupaten/ kota Provinsi Bengkulu sebelum dan sesudah kegiatan UPSUS dapat dilihat pada Tabel 6dan 7.

Tabel 8. Rata-rata I P tanam padi sawah di 10 Kab/ Kota Propinsi Bengkulu sebelum dan sesudah kegiatan UPSUS PJK tahun 2015

No Kabupaten I P Selisih

Sebelum Sesudah

1 Kota Bengkulu 1.04 0.99 - 0.55

2 Bengkulu Selatan 1.77 1.10 - 0.67

3 Bengkulu Tengah 1.73 2.00 - 0.89

4 Bengkulu Utara 2.5 2.50 0

5 Kaur 1.31 1.30 0

6 Kepahiang 2.05 1.48 - 0.57

7 Lebong 1.00 1.00 0

8 Mukomuko 2.45 2.00 - 0.45

9 Rejang Lebong 2.15 2.00 - 0.15

10 Seluma 1.2 1.35 0.15

1.76 1.41

Sumber : Dinas Pertanian Kab/ Kota se-provinsi Bengkulu (2015) Ket : -) terjadi penurunan

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa dari 10 Kabupaten/ Kota di Provinsi Bengkulu hanya 3 Kabupaten I P padi yang stabil yaitu Kabupaten Bengkulu Utara, Kaur dan Lebong dan 2 Kabupaten mengalami peningkatan I P yaitu Kabupaten Seluma dan Bengkulu Tengah sedangkan 5 Kabupaten/ Kot a lainnya


(29)

belum terjadi peningkatan I P. Hal ini diduga karena pada tahun 2015 terjadi fenomena iklim yaitu kemarau yang panjang, sehingga musim kemarau (MK) 2015 banyak terjadi gagal tanam maupun gagal panen. Demikian juga di musim hujan (MH) terjadi penundaan jadwal tanam dari jadwal yang ditentukan.

Tabel 8. Rekapitulasi Produktivitas padi di 10 Kab/ kota Provinsi Bengkulu sebelum dan sesudah kegiatan UPSUS PJK tahun 2015

No Kabupaten Produktivitas (t/ ha) Selisih (t/ ha) Sebelum Sesudah

1 Kota Bengkulu 4.9 4.2 -0.7

2 Bengkulu Selatan 4.53 4.74 0.21

3 Bengkulu Tengah 3.3 3.8 0.3

4 Bengkulu Utara 4.58 4.68 0.10

5 Kaur 4.3 4.19 0.11

6 Kepahiang 4.5 5.5 1.00

7 Lebong 4.33 5.37 1.04

8 Mukomuko 5.5 6.0 0.50

9 Rejang Lebong 5.02 4.99 - 0.03

10 Seluma 3.8 4.35 0.3

Rata-rata 4.48 4.78

Sumber : Dinas Pertanian Kab/ Kota seprovinsi Bengkulu (2015) Ket : -) terjadi penurunan

Peningkatan produktivitas di 10 kabupaten/ Kota Provinsi Bengkulu pada tahun 2015 terjadi peningkatan yang tidak signifikan yaitu rata-rata peningkatan produktivitas sebesar 0,1 – 1,04 t/ ha. Sedangkan kabupaten Rejang Lebong dan Kota Bengkulu mengalami penurunan produktivitas yaitu 0,03 t/ ha dan 0.7 t/ ha. Peningkatan produktivitas di beberapa kabupaten diduga pada jadwal turun tanam tepat dan diiringi penerapan teknologi pemupukan dan pengaturan populasi tanam jajar legowo. Akan tetapi penurunan produktivitas di 2 Kota Bengkulu dan Rejang Lebong jadwal turun tanam kurang tepat yang yaitu tanaman dimasa vegetatif sudah mengalami kekeringan sehingga mengakibatkan penurunan hasil.

4.3. Efektifitas Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi Pangan Strategis ( Padi) di Provinsi Bengkulu.

Pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi Bengkulu mendapatkan anggaran program UPSUS(Optimasi lahan,RJI T dan GP-PTT) sebesar Rp.14.469.600.000,-dan Rp.29.000.000.000,-. Dari anggaran tersebut pemerintah provinsi Bengkulu mampu merealisasikan sebesar Rp.13.472.520 atau 93,10% untuk program


(30)

optimasi lahan sedangkan realisasi anggaran untuk program GP-PTT sebesar Rp.23.852.500.000,- atau 82,52% . Realisasi anggaran program RJI T sebesar Rp. 36481324.00,- atau 98,55% .

Gambar 2. Target dan realisasi anggaran dan fisik kegiatan UPSUS di Provinsi Bengkulu tahun anggaran 2015

Efektifitas program juga bisa dilihat dengan penerapan teknologi usahatani padi karena penerapan teknologi akan sangat mempengaruhi produktivitas lahan atau jumlah produksi secara berkesinambungan. Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa petani menggunakan benih bersertifikat hanya pada saat program berlangsung karena benih didapat secara cuma-Cuma, namun ketika program berakhir petani kembali pada kebiasaan semula yaitu menggunakan varietas modern namun tidak berlabel melainkan memakai hasil panen sebelumnya untuk digunakan sebagai benih.

Pemupukan juga menjadi kendala bagi petani, petani responden mengaku pupuk sulit untuk didapatkan tepat pada waktunya sehingga pemupukan menjadi tidak bisa sesuai anjuran bukan saja karena sulit secara pasokan namun juga harga yang tidak terjangkau. System tanam legowo merupakan item ptt padi yang sangat penting karena bisa meningkatkan produksi juga bisa mencegah hama tikus dan memudahkan dalam sanitasi serta penyemprotan. Hal ini mulai disadari oleh petani sehingga setelah program berakhir 40 % petani tetap menggunakan system tanam legowo. 60 % belum menerapkan system tanam legowo dengan alasan penanaman legowo rumit dan menambah biaya untuk upah tanam.

0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 70000000

Ha Rp Ha Rp. Ha Rp Ha Rp. Ha Rp Ha Rp. Ha Rp Ha Rp. Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV

RJIT OPLA GP-PTT


(31)

Tabel 9. Pemanfaat teknologi budidaya usahatani padi petani kooperator Optimalisasi lahan dan GP-PTT sebelum program, saat program dan setelah program. No Uraian Sebelum program (% ) Saat program (% ) Setelah program (% ) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Penggunaan VUB (tidak berlabel) Menggunakan benih berlabel. Sistem tanam legowo.

Pupuk sesuai dosis anjuran.

Pengendalian hama dengan pestisida.

Pengembalian sisa jerami pada lahan sawah. Menggunakan pupuk kandang.

Penanaman bibit < 21 hari.

Olah lahan sesuai musim dan pola tanam Pengaturan air secara berselang

Penggunaan pupuk cair (PPC, pupuk organic, pupuk bio hayati)/ ZPT,pupuk mikro.

Segera melakukan perontokan gabah

100 0 0 0 100 0 0 0 100 0 0 30 100 100 60 100 100 0 0 30 100 60 10 70 100 0 40 50 100 0 0 10 100 60 10 70

Perontokan gabah setelah panen sudah dominan dilakukan oleh petani dan petani sudah menghendaki perontokan langsung kecuali ada kendala dalam tenaga kerja mesin dimana petani harus bergiliran menggunakan mesin perontok. Pengembalian jerami ke lahan sawah belum ada yang menerapkan baik itu saat program maupun setelah program selesai, petani masih mengganggap lebih mudah membakar jerami daripada melakukan fermentasi untuk menjadikan jerami untuk pupuk ataupun untuk pakan ternak. Oleh sebab itu penyuluhan akan pemanfaatan jerami masih sangat di perlukan

Berikut ini permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pendukung swasembada pangan di provinsi Bengkulu :

1. Terlambatnya Penetapan SK Gubernur tentang personil pelaksana di daerah (dana Dekonsentrasi danTugas Pembantuan), sehingga pelaksanaan kegiatan di daerah menjadi terlambat

2. Pemanfaatan kegiatan mengalami keterlambatan dikarenakan masih adanya proses CP/ CL dan verifikasi kelompok yang ditetapkan SKPD/ Kepala Daerah 3. Dampak perubahan iklim,

4. Rekening Gapoktan ada yang tidak aktif sehingga pada proses pencairan terjadi return

5. Terdapat kesalahan saat verifikasi penetapan Desa dan Gapoktan Usulan dari daerah yang disampaikan ke Pusat


(32)

6. Hampir setiap lokasi program UPSUS memlilki potensi peningkatan produktivitas, tetapi luas lahan sawah yang disyaratkan di Pedoman Umum Optimasi lahan, RJI T dan GP-PTT tidak sesuai karena setiap kelompok tani hamparannya maksimal 10 hektar. Sehingga perlu adanya perubahan di dalam pedoman umum UPSUS.

4.4. Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi kebijakan dilakukan untuk memilih kebijakan yang tepat dan operasional berdasarkan hasil analisis. Hasil analisis tersebut dirumuskan dalam suatu skenario rekomendasi peningkatan produksi padi di Provinsi Bengkulu sebagai berikut :

1. Peningkatan kapasitas SDM petani melalui pelatihan dan penyuluhan perlu ditngkatkan. Peningkatan penyuluhan dapat ditempuh melalui penambahan jumlah penyuluh atau peningkatan frekuensi penyuluhan. Pendekatan dengan peningkatan frekuensi penyuluhan dirasakan dipandang lebih rasional dalam jangka pendek.

2. Keberhasilan pengembangan program UPSUS (GP-PTT dan Optimasi lahan) dalam peningkatan produksi padi di provinsi Bengkulu memerlukan peningkatan kapasitas produksi pertanian, pengembangan infrastruktur, kemampuan manajemen petani, dan kelembagaan pendukung pengembangan. Kesemuanya ini membutuhkan dukungan lintas sektor dan lintas dinas melalui sinergi dan integrasi program strategis sesuai dengan kebutuhan spesifik di tingkat lapangan.

3. Petani menilai program UPSUS (GP-PTT dan optimasi lahan) cukup bermanfaat. Peningkatan produksi dalam kegiatan program UPSUS (GP-PTT dan Optimasi lahan) cukup beragam antar daerah. Hasil analisis usahatani di tingkat mikro, menunjukkan secara umum terjadi peningkatan produksi dan pendapatan petani dibandingkan antara sebelum dan sesudah mengikuti program GP-PTT dan Optimasi lahan. Komponen teknologi PTT yang cukup banyak diadopsi oleh petani adalah penggunaan benih unggul tanpa label, pupuk sesuai dosis anjuran, olah tanah dan panen t epat waktu.

4. Secara teknis program UPSUS padi (GP-PTT dan optimasi lahan) memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi padi di Provinsi Bengkulu, untuk itu program ini perlu dipertahankan dan perbaikan seperti mempercepat proses CP/ CL dan verifikasi kelompok yang ditetapkan SKPD,


(33)

update rekening Gapoktan sehingga pada proses pencairan terjadi return dan perbaikan verifikasi penetapan Desa dan Gapoktan Usulan dari daerah yang disampaikan ke Pusat.

5. Perlu ditingkatkannya koordinasi dan singkronisasi antar ujung tombak pelakasana lapangan. Serta koordinasi antar pelaksana program UPSUS, terutama pihak dinas pertanian dan Badan Koordinasi Penyuluh baik di tingkat kabupaten dan provinsi masih memerlukan harmonisasi sehingga dapat bersinergi dengan baik.


(34)

V. KESI MPULAN

1. Program UPSUS (GP-PTT dan optimasi lahan) menunjukkan kinerja yang baik dalam menunjang peningkatan produksi dimana produksi padi sebelum dan sesudah mengikuti program berbeda 50 % dimana produksi padi setelah program jauh lebih tinggi. Perbedaa pendapatan / keuntungan yang diterima petani setelah mengikuti program adalah 67,15 % .

2. Program untuk mendukung swasembada pangan di Provinsi Bengkulu sudah berjalan dengan baik walaupun mengalami banyak kendala, dari target produksi untuk 2015 ( 143.556 kwintal GKG) berdasarkan angka raamalan I I telah tercapai 67,45 persen atau 133,09 persen dari target tahun sebelumnya.

3. Program UPSUS (GP-PTT dan optimasi lahan) menunjukkan efektif hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya produksi, jumlah petani yang mengadopsi teknologi PTT dan tercapainya target yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Bengkulu.


(35)

KI NERJA HASI L KEGI ATAN

Kegiatan Analisis Peningkatan Produksi Pangan Strategis (PADI ) Di Provinsi Bengkulu dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di provinsi bengkulu, menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah ditarget kan di Provinsi Bengkulu dan menganalisis efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di provinsi Bengkulu.

Pada pelaksaaan kegiatan telah dilakukan survey ke dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bengkulu Selatan yaitu di Kecamatan Seginim dan Kedurang serta di Kabupaten Rejang Lebong dilakukan di dua Kecamatan yaitu Curup Selatan dan Rimbo Recap. Survey petani dilakukan untuk pengumpulan data berupa hasil wawancara tentang usahatani yang dilakukan petani padi selama mengikuti program optimalisasi lahan juga sebelum mengikuti program atau sebelum menjadi petanani kooperator. Selain melakukan survey petani tim juga melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait seperti dinas pertanian Provinsi dan Kabupaten untuk mendapatkan gambaran serta data dukung dalam menganalisis kebijakan.

Keberhasilan pengembangan program UPSUS (GP-PTT dan Optimasi lahan) dalam peningkatan produksi padi di provinsi Bengkulu memerlukan peningkatan kapasitas produksi pertanian, pengembangan infrastruktur, kemampuan manajemen petani, dan kelembagaan pendukung pengembangan. Kesemuanya ini membutuhkan dukungan lintas sektor dan lintas dinas melalui sinergi dan integrasi program strategis sesuai dengan kebutuhan spesifik di tingkat lapangan. Peningkatan produksi dalam kegiatan program UPSUS (GP-PTT dan Optimasi lahan) cukup beragam antar daerah.Hasil analisis usahatani di tingkat mikro, menunjukkan secara umum terjadi peningkatan produksi dan pendapatan petani dibandingkan antara sebelum dan sesudah mengikuti program GP-PTT dan Optimasi lahan.

Pada tahun 2015 Produksi padi di Provinsi Bengkulu mengalami peningkatan dari 593.195 ton menjadi 605.634 ton GKG atau naik sebesar 2,10% . Sedangkan I P tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Hanya beberapa kabupaten yang mebgalai peningatan I P yaitu kabupaten Kabupaten Seluma dan Bengkulu Tengah. Program UPSUS (Optimalisasi lahan dan GP-PTT)


(36)

sangat efektif untuk meningkatkan jumlah produksi padi di provinsi Bengkulu. Selain produksi tingkat adopsi teknologi PTT juga mengalami peningkatan.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah.S. 2013. Pengelolaan Nutrisi Tanaman Terpadu Di Perkebunan Kopi. Review Penelitian Kopi dan Kakao Vol 1 hal. 24-39.

Adnyana I M. 2011. Aplikasi Anjuran Pemupukan Tanaman Kopi Berbasis Uji Tanah Di Desa Bongancina Kabupaten Buleleng. Udayana Mengabdi. Volume 10 no.2 hal 64-66

Andi Nuhung, 2010. Pertanian, kemiskinan dan kawasan timur indonesia. Edisi sotf cover. Jakarta.

Anonim. 2008. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Pada Kopi di Jawa Timur. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.30.No.6 hal 10-12. Badan Litbang Pertanian. 2003. Panduan Metodologi dan Analisis Data

Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 21 halaman.

Badan Litbang Pertanian. 2011a. Pedoman Umum Spectrum Diseminasi Multi

Channel. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013. Bengkulu Dalam Angka Tahun 2012. BPS Provinsi Bengkulu.

Rangkuti, F. 2008. Analisis SWOT – Teknik Membedah Kasus Bisnis. Cetakan kelimabelas. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ketujuh. CV. Alfabeta. Jakarta.

Sarantakos, 1993.Social Research. Macmillan, 1993. University of Virginia

Singarimbun, M. 1989. Metode dan Proses Penelitian. Dalam Singarimbun, M. dan S. Effendi (pnyt) Metode Penelitian Survai. Cetakan Kedua. LP3ES. Jakarta.

Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas I ndonesia Press. Jakarta.

Sulkani.2013. Rehabilitasi tanaman dengan metode sambung pucuk.

Wahyuningsih,MY. 2012. Potensi Tenaga Kerja dalam Keluarga Terhadap Pendapatan Usahatani Tomat (Lycopersicon esculentium L) di Desa Rantau Keminting Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan.Media Sains.volume 4 Nomor 1.

Suharyanto, Destialisma dan I .A Parwati.2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi adobsi teknologi Tabela di Provinsi Bali. BPTP Bali

Saridewi Ratna Tri, Siregar Nani Amelia. 2010. Hubungan Antara Peran Penyuluhan dan Adopsi Teknologi Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi Padi di Kabupaten Tasikmalaya.Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol.5 No 1, Mei 2010.


(38)

ANALI SI S RI SI KO

Analisis risiko dalam pengkajian sangat diperlukan, agar dapat mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian, kemudian apa penyebab dan dampaknya perlu disusun daftar risiko dan penangannya seperti tabel berikut.

Tabel 11. Risiko, penyebab, dan dampaknya terhadap pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.

No. Risiko Penyebab Dampak

1. Responden tidak dapat memeberikan informasi yang jelas

Pertanyaannya sulit di pahami

I nformasi tidak sampai (terputus), data tidak tersedia dengan valid 2. Tidak memperoleh

data dukung yang memadai

Data tidak tersedia/ kurang lengkap

I nformasi data tidak valid

Tabel 12. Risiko, penyebab, dan Penanganannyadalam pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.

No. Risiko Penyebab Penanganan risiko 1. Responden tidak

dapat memeberikan informasi yang jelas

Pertanyaannya sulit di pahami

Memperbaiki bentuk pertanyaan

2. Tidak memperoleh data dukung yang memadai

Data tidak tersedia/ kurang lengkap

Mencari data sumber lain dalam bentuk literatur, data time series.


(39)

JADWAL KERJA

Tabel 13. Jadwal Kerja Kegiatan

No Uraian kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Penyusunan RDHP

2 Penyusunan/ pembahasan perbaikan RODHP

3 Koordinasi 4 Pelaksanaan 5 Laporan bulanan 6 Laporan tengah tahun 7 Laporan akhir tahun


(40)

PEMBI AYAAN

Tabel 14. Rencana Anggaran Belanja (RAB)

No. Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan (Rp. 000)

Jumlah (Rp.000) 1. Belanja Bahan

•ATK dan komputer supplies •Bahan pengkajian dan

pendukung lainnya •Foto copi, jilid dan dok •Konsumsi dalam rangka

persiapan sosialisasi, FGD dengan petani dan stakeholder

1 paket 1 paket 1 tahun 144 paket 5.000 9.120 3.000 50.000 24.320 5.000 9.120 3.000 7.200

2. Honor Output Kegiatan

•Honor petani sampel/ responden •Honor petugas lapang

150 OH 30 OH 35 100 8.250 5.250 3.000 3. Belanja Jasa Profesi

•Nara sumber, Fasilitator, Moderator dan Pengarah

4 OJ 500

2.000 2.000 4. Belanja Perjalanan Biasa

•Perjalanan dalam rangka pelaksanaan kegiatan (berkisar antara Rp. 365.000 s/ d Rp. 5.000.000

8 OP 5.000

40.000 40.000

5. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota

•Akomodasi dalam rangka pertemuan dalam rangka persiapan Sosialisasi, Focus Group Discussion, Pertemuan dengan stakeholder

43 OK 180

7.740 7.740


(41)

Tabel 15. Realisasi Anggaran Belanja (RAB)

No Jenis Pengeluaran Realisasi Anggaran

(Rp)

Persentase Keuangan

(% )

Persentase Fisik (% ) 1

2

Belanja Bahan - Konsumsi

- FC, dan dokumentasi Honor Output Kegiatan

- Honor Petani Sampel/ Responden

4.900.000 2.680.000 5.250.000

68,50 89,33 100,00

100,00 100,00 100,00 - Honor Petugas Lapang 2.900.000 97,00 100,00 3 Belanja Barang utk Persediaan

Konsumsi

- ATK dan Komputer Suplies, jilid - Bahan pengkajian dan pendukung

4.996.500 9.050.000

99,62 99,00

100,00 100,00 4 Belanja Jasa Profesi

5

- Narasumber, fasilitator, pengarah Belanja Perjalanan

2.000.000 100 100,00

6

- Perjalanan Pelaksanaan kegiatan Paket Meeting Luar Kota

39.275.400 99,31 100,00 - Pertemuan denganPetani 7.715.000 99,00 100,00


(42)

PERSONALI A

Tabel 16. Personalia Kegiatan

No. Nama Jabatan

Fungsional/ Bidang Keahlian Jabatan dalam Kegiatan

Uraian Tugas Alokasi Waktu (jam) 1. Dr. I r. Dedi

Sugandi, MP/ Peneliti Madya/ Sosek Penanggung jawab

- Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian - Melakukan koordinasi dan survey

- Melakukan validasi dan interpretasi data

10

2. Dr. Wahyu Wibawa, MP

Peneliti Muda/ agronomi

Anggota - Menyusun RPTP, ROPP, Juknis, dan kuesioner

- Membuat laporan kegiatan

- Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data

5

3. Emlan Fauzi, SP Peneliti Pertama/

Sosek

Anggota - Menyusun RPTP, ROPP, Juknis, dan kuesioner

- Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data - Membantu

pembuatan laporan

5

4. Hamdan, SP, M. Si

Peneliti Muda/

Sosek

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data

5

5. Helena Bidi Astuti, SP

Calon Peneliti/

Sosek

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data sosek


(43)

Lampiran 1. Foto pelaksanaan kegiatan


(1)

29

ANALI SI S RI SI KO

Analisis risiko dalam pengkajian sangat diperlukan, agar dapat mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian, kemudian apa penyebab dan dampaknya perlu disusun daftar risiko dan penangannya seperti tabel berikut.

Tabel 11. Risiko, penyebab, dan dampaknya terhadap pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.

No. Risiko Penyebab Dampak

1. Responden tidak dapat memeberikan informasi yang jelas

Pertanyaannya sulit di pahami

I nformasi tidak sampai (terputus), data tidak tersedia dengan valid 2. Tidak memperoleh

data dukung yang memadai

Data tidak tersedia/ kurang lengkap

I nformasi data tidak valid

Tabel 12. Risiko, penyebab, dan Penanganannyadalam pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.

No. Risiko Penyebab Penanganan risiko 1. Responden tidak

dapat memeberikan informasi yang jelas

Pertanyaannya sulit di pahami

Memperbaiki bentuk pertanyaan

2. Tidak memperoleh data dukung yang memadai

Data tidak tersedia/ kurang lengkap

Mencari data sumber lain dalam bentuk literatur, data time series.


(2)

30

JADWAL KERJA

Tabel 13. Jadwal Kerja Kegiatan

No Uraian kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Penyusunan RDHP

2 Penyusunan/ pembahasan perbaikan RODHP

3 Koordinasi 4 Pelaksanaan 5 Laporan bulanan 6 Laporan tengah tahun 7 Laporan akhir tahun


(3)

31

PEMBI AYAAN

Tabel 14. Rencana Anggaran Belanja (RAB)

No. Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan (Rp. 000)

Jumlah (Rp.000) 1. Belanja Bahan

•ATK dan komputer supplies •Bahan pengkajian dan

pendukung lainnya •Foto copi, jilid dan dok •Konsumsi dalam rangka

persiapan sosialisasi, FGD dengan petani dan stakeholder

1 paket 1 paket 1 tahun 144 paket 5.000 9.120 3.000 50.000 24.320 5.000 9.120 3.000 7.200

2. Honor Output Kegiatan

•Honor petani sampel/ responden •Honor petugas lapang

150 OH 30 OH 35 100 8.250 5.250 3.000 3. Belanja Jasa Profesi

•Nara sumber, Fasilitator, Moderator dan Pengarah

4 OJ 500

2.000 2.000 4. Belanja Perjalanan Biasa

•Perjalanan dalam rangka pelaksanaan kegiatan (berkisar antara Rp. 365.000 s/ d Rp. 5.000.000

8 OP 5.000

40.000 40.000

5. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota

•Akomodasi dalam rangka pertemuan dalam rangka persiapan Sosialisasi, Focus Group Discussion, Pertemuan dengan stakeholder

43 OK 180

7.740 7.740


(4)

32

Tabel 15. Realisasi Anggaran Belanja (RAB)

No Jenis Pengeluaran Realisasi Anggaran

(Rp)

Persentase Keuangan

(% )

Persentase Fisik (% ) 1

2

Belanja Bahan - Konsumsi

- FC, dan dokumentasi Honor Output Kegiatan

- Honor Petani Sampel/ Responden

4.900.000 2.680.000 5.250.000

68,50 89,33 100,00

100,00 100,00 100,00 - Honor Petugas Lapang 2.900.000 97,00 100,00 3 Belanja Barang utk Persediaan

Konsumsi

- ATK dan Komputer Suplies, jilid - Bahan pengkajian dan pendukung

4.996.500 9.050.000

99,62 99,00

100,00 100,00 4 Belanja Jasa Profesi

5

- Narasumber, fasilitator, pengarah Belanja Perjalanan

2.000.000 100 100,00

6

- Perjalanan Pelaksanaan kegiatan Paket Meeting Luar Kota

39.275.400 99,31 100,00 - Pertemuan denganPetani 7.715.000 99,00 100,00


(5)

33

PERSONALI A

Tabel 16. Personalia Kegiatan

No. Nama Jabatan

Fungsional/ Bidang Keahlian Jabatan dalam Kegiatan

Uraian Tugas Alokasi Waktu (jam) 1. Dr. I r. Dedi

Sugandi, MP/ Peneliti Madya/ Sosek Penanggung jawab

- Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian - Melakukan koordinasi dan survey

- Melakukan validasi dan interpretasi data

10

2. Dr. Wahyu Wibawa, MP

Peneliti Muda/ agronomi

Anggota - Menyusun RPTP, ROPP, Juknis, dan kuesioner

- Membuat laporan kegiatan

- Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data

5

3. Emlan Fauzi, SP Peneliti Pertama/

Sosek

Anggota - Menyusun RPTP, ROPP, Juknis, dan kuesioner

- Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data - Membantu

pembuatan laporan

5

4. Hamdan, SP, M. Si

Peneliti Muda/

Sosek

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data

5

5. Helena Bidi Astuti, SP

Calon Peneliti/

Sosek

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry dan

pengolahan data sosek


(6)

34

Lampiran 1. Foto pelaksanaan kegiatan