ke pemerintah yaitu Dinas Tenaga Kerja untuk menindaklanjuti penyelesaian PHK tersebut. Kami sebagai Serikat Buruh akan berusaha membela buruh
yang di PHK dengan berdasarkan undang-undang sehingga buruh tersebut dapat menerima apa yang menjadi haknya.
23
Kondisi ini menunjukkan bahwa sampai saat ini Pemutusan Kerja Sepihak masih marak terjadi. Dikeluarkannya undang-undang tentang pemutusan
Hubungan Kerja tidak menjamin pengusaha patuh terhadap undang-undang dan pemerintah juga sering berada dalam kondisi yang tidak berdaya. Seharusnya
pemerintah dapat menjadi pihak yang mampu menekan para pengusaha dan membela kaum buruh. Namun banyaknya tenaga kerja menyebabkan posisi tawar
buruh sangat rendah sehingga pemutusan hubungan kerja sepihak pun tidak dapat dihindari.
3. Kebebasan Buruh Berserikat Belum Terwujud
Kaum buruh mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri termasuk kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan
maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan
hak setiap warga negara. Dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat, buruh berhak membentuk dan mengembangkan Serikat Buruh yang bebas,
terbuka, mandiri dan demokratis. Serikat Buruh harus memperjuangkan,
23
Hasil wawancara dengan Ketua SBSI Pematangsiantar Ramlan Sinaga, Februari 2014, di Pematangsiantar
Universitas Sumatera Utara
melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang seimbang dan
berkeadilan sosial. Dalam pasal 104 UU No.13 Tahun 2004 dijelaskan bahwa “setiap
pekerjaburuh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat PekerjaSerikat Buruh”.
24
Karena hak untuk melindungi kepentingan buruh maka para buruh diharapkan membentuk Serikat Buruh yang mampu melindungi dan
memperjuangkan kepentingan kaum buruh itu sendiri. Pemerintah Indonesia sejak Orde Baru berkuasa tidak pernah membebaskan kaum buruh untuk berserikat dan
jika ada yang berani maka akan berhadapan dengan resiko yang luar biasa, seperti penangkapan, penculikan, memenjarakan bahkan membunuh aktifis yang berani
membentuk Serikat Buruh. Hingga pada tahun 1998 rakyat Indonesia bersama dengan kekuatan massa mahasiswa, LSM dan Serikat Buruh memaksa Soeharto
mundur dari Presiden dan sejak itu pula kebebasan berserikat mulai dirasakan. Jika kita bandingkan pada masa Orde Baru dapat dikatakan bahwa
gerakan dan tuntutan buruh bisa dibendung pemerintah sehingga tidak ada gerakan buruh yang menuntut perubahan nasib dan menuntut demokratisasi sebab
pada masa itu buruh di bawah organisasi yang dikelola oleh kelompok militer. Sehingga dapat dipastikan bahwa kebebasan berserikat tidak terwujud pada masa
itu.
24
Lihat Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Universitas Sumatera Utara
Tetapi berbeda halnya dengan masa reformasi sekarang ini. Euforia demokrasi yang mendukung banyak pihak untuk mendirikan organisasi buruh
atau partai politik. Melalui organisasi atau Partai politik yang beraliran perjuangan buruh diharapkan dapat menjadi suatu cara dalam meamperjuangkan hak-hak
buruh. Jumlah buruh yang besar diharapkan dapat menyumbangkan suara sehingga tidak dapat dipungkiri suara buruh dapat diterima di legislatif. Oleh
sebab itu dalam UU No.13 Tahun 2003 pemerintah menjamin kebebasan buruh dalam membentuk Serikat Buruh.
Serikat Buruh Solidaritas Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak Serikat Buruh yang ada di Indonesia. Serikat Buruh Solidaritas Indonesia
bertujuan untuk membebaskan kaum buruh dari penindasan dan kesengsaraan. SBSI ini merupakan suatu wadah yang bercirikan kebersamaan dan solidaritas
kaum buruh untuk mencapai kemakmuran dan keadilan. Undang-undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah menjadi acuan dasar bagi SBSI untuk berjuang
membela kaum buruh apabila terdapat penyimpangan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pengusaha terhadap kaum buruh. SBSI sekaligus menjadi
pengawas berjalan atau tidaknya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang buruh anggota Serikat Buruh
Solidaritas Indonesia yang mengatakan : “Undang-undang Ketenagakerjaan adalah undang-undang yang bertujuan
untuk melindungi para pekerjaburuh. Kebebasan memang telah terjamin dalam undang-undang tetapi nyatanya dalam perusahaan kami jika terlibat
dalam Serikat Buruh khususnya SBSI akan mendapat perlakuan yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda dengan perusahaan. Perusahaan memang tidak langsung memecat tetapi melakukan pemutasian. Sehingga banyak buruh di tempat kami
bekerja, lebih memilih untuk tidak berorganisasi sebab takut nanti akan dimutasi.”
25
Dari pernyataan salah seorang buruh diatas dapat dilihat bahwa undang- undang yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah belum dapat menjamin seseorang
memiliki kebebasan dalam berserikat. Kebijakan yang dibuat pemerintah pada dasarnya untuk memihak kepada kaum buruh, namun dalam
pengimplementasiaannya belum dapat terwujud sebab sampai saat ini kesadaran kelas menjadi faktor yang menyebabkan buruh lebih memilih untuk tidak
berserikat karena sadar akan posisinya yang lemah dan pengusaha berada dalam posisi yang kuat. Dalam situasi seperti ini pemerintah diharapkan dapat menjadi
penengah diantar kelas-kelas atas dengan kelas-kelas bawah sehingga kelas atas tidak sewenang-wenang dalam menindas kelas bawah.
Tindakan buruh yang memilih tidak ikut berserikat menunjukkan bahwa demokrasi di tempat kerja belum terwujud. Dalam hal ini pengusaha memiliki
kekuasan untuk untuk mengatur buruh. Sebab seperti teori Marx mengatakan posisi buruh yang lemah membuat posisi tawarnya menjadi rendah. Buruh takut
terhadap hukuman sebab mereka berada pada kelas yang lemah. Sementara dalam hal ini pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa, sebab undang-undang yang
mengatur kebebasan berserikat buruh belum dapat menjamin buruh untuk bebas berorganisasi di tempat kerjanya.
25
Hasil wawancara dengan seorang buruh. Surianto Anggota SBSI Pematangsiantar, Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
G. Peran Kelompok Asosiasional Terhadap Pelanggaran Hak Buruh