Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 di Pematangsiantar

B. Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 di Pematangsiantar

Pematangsiantar adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar nomor dua setelah kota Medan. Kota Pematangsiantar memiliki luas wilayah 79,97km 2 dan memiliki penduduk sebanyak 240.787 jiwa. 18 Mata pencaharian penduduk di kota Pematangsiantar adalah di sektor pertanian, perburuhan dan perikanan sebanyak 14.117 orang 0,14 , di sektor industri pengolahan sebanyak 7.727 orang 3,19 persen, di sektor listrik, gas dan air sebanyak 856 orang 0,35 persen, di sektor perdagangan 1.556 orang 0, 64 persen, di sektor perhubungan 6.350 orang 2,62 persen, di sektor keuangan 1.647 orang 0,69 persen dan di sektor jasa lainnya 151.149 orang 62,42 persen. 19 Kota Pematangsiantar memiliki sumber daya alam yang melimpah baik di daratan, sungai, berupa galian pasir dan air bawah tanah yang dapat dijadikan sebagai potensi ekonomi yang besar. Selain pengelolaan sumber daya alam, kota Pematangsiantar juga memiliki sektor perindustrian. Dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan menghasilkan barang-barang produksi yang efektif dan efisien akan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini ada tiga aktor penting yang berperan agar pengelolaan sumber daya alam dan industri di suatu daerah dapat berjalan dengan baik. Aktor tersebut adalah pemerintah, pengusaha dan buruhpekerja. 18 http:id.wikipedia.orgwikiKota_Pematangsiantar . Diakses pada tanggal 20 Februari 2014 Pukul 10.00 WIB. 19 http:disdiksiantar.wordpress.com . Diakses pada tanggal 20 Februari 2014 Pukul 10.15 WIB. Universitas Sumatera Utara Buruhpekerja pada dasarnya adalah manusia yang bekerja dengan menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk memperoleh balasan baik dalam bentuk uangupah maupun bentuk lainnya kepada pengusaha atau majikannya. Balasan yang berupa upah atau bentuk lainnya merupakan hak yang wajib diperoleh buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Masalah buruh sangat sering menjadi pusat pembicaraan dan buah bibir di masyarakat. Perlakuan yang tidak adil diskriminasi baik antara pengusaha dengan buruh maupun antar sesama buruh, pemberian upah yang tidak layak, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, outsourcing dan lain sebagainya. Sehingga tidak jarang buruh menjadi korban dari para pengusaha majikan. Kondisi seperti ini juga dirasakan kaum buruh di kota Pematangsiantar. Masalah buruh memang selalu berulang dan hak-hak buruh dari waktu ke waktu menjadi hal yang diperjuangkan para buruh. Dalam hal pengupahan para buruh telah berjuang melalui adanya penetapan upah minimum tetapi banyak juga para buruh yang belum bisa mendapatkan haknya dengan baik. Rendahnya hak- hak buruh ini terlihat dari semakin banyaknya industri. Padahal, produk-produk pabrik, mebel, manufaktur dan lain sebagainya tidaklah bisa dilepaskan dari tangan-tangan para buruh. Namun dalam hal upah buruh yang masih rendah belum ditemukan solusinya dan masih menjadi perhatian bersama. Masalah buruh yang kompleks menuntut pemerintah agar dapat bertindak dan membuat suatu Undang-undang regulasi yang mengatur tentang hubungan Universitas Sumatera Utara buruh dengan majikan dan buruh dapat memperoleh hak yang layak dan jaminan perlindungan dalam bekerja. Hal ini dituangkan dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini menjadi acuan dalam pelaksanaan hubungan kerja di Indonesia khususnya di kota Pematangsiantar. Dalam pelaksanaan Undang-undang ini diharapkan para buruh dapat lebih terjamin dalam mendapatkan hak dan perlindungannya sehingga para buruh dan pengusaha sama-sama memperoleh hak dan kewajibannya dengan baik tanpa ada pihak yang dirugikan.

C. Tidak Maksimalnya Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003