Serikat Buruh Solidaritas Indonesia SBSI merupakan suatu organisasi yang bertujuan untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan – kepentingan para
buruh dalam kaitan pekerjaannya. Berdasarkan fungsi Sarikat Pekerja Seluruh Indonesia yang melindungi, meningkatkan kondisi dan syarat kerja, perjanjian
kerjasama, menangani keluh kesah anggota dan melihat tentang pemberian upah kepada pekerjaburuh. Maka peneliti tertarik untuk melihat implementasi dari
Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 yang berlangsung di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar. Maka dalam hal ini peneliti
mengangkat judul penelitian Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh. Studi Analisis Terhadap Udang-
Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan pada latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Buruh di Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan tentang Implementasi Undang-Undang
Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis berhasil atau tidaknya Undang-Undang
Ketenagakerjaan ini diterapkan pada pekerja buruh di Indonesia. 3.
Untuk melihat pengaruh diterapkannya UU Ketenagakerjaan dalam meningkatkan kesejahteraan buruh di kota Pematangsiantar.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1.
Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang Politik khususnya dalam kajian studi Kebijakan
Publik dan diharapkan dapat menjadi referensikepustakaan bagai departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mendiskripsikan
tentang Implementasi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan di Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan berfikir dalam melakukan sebuah penelitian dan menulis suatu karya ilmiah serta memberikan pengetahuan yang baru bagi peneliti
sendiri.
E. Kerangka Teori E.1. Teori Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat oleh institusi otoritatif yang ditujukan dan berdampak kepada publik serta ditujukan untuk mengatasi
persolan-persoalan publik. Dye 1978 menjelaskan bahwa kebijakan publik merupakan sub disiplin yang tidak asing lagi dibahas dalam ilmu politik.
Kebijakan publik memandang fenomena kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, kekuatan-kekuatan apa yang membentuknya dan akibat yang ditimbulkan
terhadap masyarakat. Kebijakan Publik menurut Nakamura dan Smalwood dapat diartikan
sebagai berikut “Kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan – tujuan dan
Universitas Sumatera Utara
cara-cara mencapai tujuan tersebut.
5
Sedangkan menurut Edward dan Sharkansky kebijakan publik dapat diartikan sebagai berikut “Kebijakan publik adalah apa
yang dikatakan dan dilakukan pemerintah, mencakup tujuan-tujuan, maksud program pemerintah, pelaksanaan niat dan peraturan”.
6
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas
politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Analisis kebijakan
dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah
yang dihadapi klien yang dibantunya. Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan
mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu tahap atau lebih tahap proses pembuata kebijakan. Setiap tahap berhubungan
dengan tahap berikutnya dan tahap akhir penilaian kebijakan dikaitkan dengan tahap pertama penyusunan agenda, atau tahap di tengah dalam lingkaran
aktivitas yang tidak linear.
7
5
Kusumanegara, Solahuddin. Ibid. hal.4.
6
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Ibid. Hal.5.
7
Dunn,William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
E.2. Teori Implementasi Kebijakan Publik
Mempelajari mengenai implementasi kebijakan publik kita jangan hanya menyoroti perilaku-perilaku lembaga – lembaga administrasi atau badan-badan
yang bertanggungjawab atas suatu program berikut pelaksanaannya terhadap kelompok-kelompok sasaran target groups, tetapi perlu juga memperhatikan
secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang
terlibat dalam suatu program, dan akhirnya membawa dampak yang diharapkan maupun yang tidak terhadap program tersebut
8
Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan – tujuan
ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai “outcome” hasil akhir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi
implementasi juga mencakup pula penciptaan dalam ilmu kebijakan publik Policy science disebut “policy delivery system” sistem penyampaianpenerusan
kebijakan publik yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan – tujuan
dan sasaran-sasaran yang dikehendaki. .
Kebijakan – kebijakan publik pada umumnya masih abstrak berupa pernyataan umum yang berisikan tujuan, sasaran dan berbagai macam sarana
8
Abdul, Solihin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah. hal.176.
Universitas Sumatera Utara
yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut. Hal ini menjadi penyebab
mengapa berbagai macam program mungkin sengaja dikembangkan guna mewujudkan tujuan –tujuan kebijakan yang kurang lebih sama. Program-program
aksi itu sendiri boleh jadi juga diperinci lebih lanjut dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan. Pemerincian program-program ke dalam bentuk proyek-
proyek ini dapat kita maklumi mengingat proyek-proyek itu merupakan instrumen yang lazim digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan.
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam
implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau
institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan
pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.
9
Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan badan tersebut melaksanakan pekerjaan-
pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warga negaranya. Politik menurut Frank Goodnow yang menulis pada tahun 1900,
berhubungan dengan penetapan kebijakan yang akan dilakukan oleh negara. Ini berhubungan dengan nilai keadilan, dan penentuan apa yang harus dilakukan atau
9
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 87.
Universitas Sumatera Utara
tidak dilakukan oleh pemerintah. Namun dalam praktik badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat undang-undang yang
terlalu makro dan mendua ambiguous sehingga memaksa mereka untuk membuat diskresi, untuk memutus apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang
seharusnya tidak dilakukan. Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi
apa yang Lipsky disebut” street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran target group. Untuk kebijakan yang
sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya kebijakan pemerintah untuk mengubah undang-undang
ketenagakerjaan agar sesuai dengan keinginan dan kesejahteraan buruh. Maka usaha-usaha implementasi ini akan melibatkan berbagai institusi seperti Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja, Serikat Buruh dan pengusaha. Kompleksitas implementasi kebijakan bukan saja ditunjukkan oleh
banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel
yang individual maupun variabel yang organisasional dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi kebijakan
Universitas Sumatera Utara
dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan : Apakah prakondisi untuk implemetasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk
implementasi kebijakan yang sukses. Dalam pengkajian terhadap implementasi ada empat faktor yang beroperasi secara simultan dan berinteraksi satu sama lain
untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam teori George Edwards III 1980, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat
variabel yakni : komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.
10
1. Komunikasi
Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya
mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat dan kebijakan ini mesti akurat, jelas
dan konsisten. Jika para pembuat keputusan ini berkehendak untuk melihat yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya maka kemungkinan akan
timbul kesalahpahaman diantara pembuat kebijakan dan implementornya. Komunikasi yang tidak cukup juga memberikan implementor dengan kewenangan
ketika mereka mencoba untuk membalik kebijakan umum menjadi tindakan- tindakan khusus. Sehingga komunikasi merupakan faktor yang sangat penting
dalam pengimplementasian suatu kebijakan.
10
Subarsono. Ibid. hal.89
Universitas Sumatera Utara
1. Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya
finasial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya kebijakan hanya tinggal di kertas dan menjadi
dokumen saja. Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian
yang diperlukan, informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya terlibat dalam
implementasi. Sumberdaya yang tidak cukup akan berarti bahwa undang-undang tidak akan diberlakukan, pelayanan tidak akan diberikan dan peraturan-peraturan
yang layak tidak akan dikembangkan.
2. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap
Universitas Sumatera Utara
atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik. Jika implementasi
adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan ini,
melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Para implementor tidak selalu siap untuk megimplementasikan kebijakan sebagaimana
mereka para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para pembuat kebijakan sering dihadapkan dengan tugas untuk mencoba memanipulasi atau mengerjakan
disposisi implementor atau untuk meng opsi-opsinya. Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara dunia ketiga
menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul di negara Dunia Ketiga, seperti Indonesia adalah
contoh konkret dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan.
3. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas untuk mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
Universitas Sumatera Utara
dari aspek struktur yang terpenting dari setiap organisasi adalah adalah prosedur operasi yang standar standard operating procedures atau SOP. SOP menjadi
pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan aktivitas organisasi yang
tidak fleksibel. Sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin
mengerjakannya, implementasi mungkin dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi.
Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang
mensyaratkan kerjasama banyak orang dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan mengarah
kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan dan menghasilkan fungsi-fungsi penting yang terabaikan.
Karena implementasi kebijakan begitu kompleks, seharusnya tidak diharapkan dapat diselesaikan dalam satu model rutin. Bahkan presiden tidak bisa
mengasumsikan secara pasti bahwa keputusannya dan komandonya akan dilakukan secara efektif. Sesungguhnya, berdasarkan perkembangan dan
Universitas Sumatera Utara
pengalaman pada kahir-akhir ini telah merubah para pengamat kebijakan publik yang paling optimis menjadi sinis dan pesimis.
Kurangnya perhatian terhadap implementasi merupakan salah satu masalah dalam pengimplementasian kebijakan publik. Implementasi kebijakan
telah memiliki prioritas rendah diantara kebanyakan dari pejabat kita yang terpilih. Para anggota Kongres dan legislator yang tugasnya untuk mengawasi
birokrasi sering kekurangan keahlian untuk mengimplementasikan kebijakan publik dengan efektif.
11
E.3. Teori Marxis : Teori Kesadaran Kelas dan Perjuangan Kelas
Teori kelas yang dicetuskan oleh Marx tidak membahas secara mendetail apa yang sebenarnya yang dimaksudkan dengan suatu kelas. Sekalipun begitu
tidak tertutup kemungkinan untuk merekonstruksi suatu definisi dari tulisan- tulisannya dengan cara mencermati kelompok-kelompok yang sering kali dia
rujuk sebagai kelas-kelas, kelompok- kelompok mana yang secara eksplisit tidak dia golongkan ke dalam kelas-kelas dan fungsi teori kelasnya dalam konteks
teorinya secara luas. Secara khusus, pandangannnya bahwa kelas-kelas merupakan unit-unit fundamental dalam konflik sosial menghendaki suatu definisi
yang mampu merumuskan kelas-kelas kecil yang pasti dan yang tidak arbitrer.
11
Edwars, George. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset
. Hal.3.
Universitas Sumatera Utara
Kelas-kelas tidak dapat didefinisikan dengan cara memberikan titik-titik potongan secara arbriter dalam suatu skala kontinum.Kelas-kelas itu memiliki
keberadaan yang riil sebagai kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan- kepentingan terorganisir bukan semata-mata untuk konstruk-konstruk dalam
perspektif pengamat. Sebaliknya kelas tidak dapat direduksi ke dalam oposisi dikotomis antara kelompok kaya dan kelompok miskin ataupun golongan
penindas dan golongan tertindas. Yang tidak boleh dilupakan dalam pendekatan Marx adalah bahwa jumlah kelas, sekalipun kecil, pasti lebih banyak dan
kompleks daripada pemilihan dua kelas di atas yang terkesan menyederhanakan realitas karena bila tidak, tidak ada ruang bagi aliansi kelas untuk memainkan
suatu peran penting dalam teorinya tentang perjuangan kelas. Menurut Marx akan terlihat bahwa dalam setiap masyarakat terdapat kelas-
kelas yang berkuasa dan kelas-kelas yang dikuasai. Marx berbicara tentang kelas- kelas atas dan kelas-kelas bawah. Sebagai catatan pendahuluan perlu diperhatikan
bahwa menurut Marx masyarakat kapitalis terdiri dari tiga kelas, bukan pada dua kelas, sebagaimana anggapan pada umumnya. Tiga kelas itu adalah :
1. Kaum buruh mereka hidup dari upah
2. Kaum pemilik modal hidup dari laba
3. Para tuan tanah hidup dari rente tanah.
12
12
Suseno, Franz Magnis. 2010. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 113.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi karena dalam analisis keterasingan tuan tanah tidak dibicarakan dan pada akhir kapitalisme para tuan tanah akan menjadi sama dengan para pemilik
modal sehingga kelas itu terbagi menjadi dua kelas sosial yang berlawanan yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas para majikan memiliki alat-alat kerja:
pabrik, mesin dan tanah. Kelas buruh melakukan pekerjaan, tetapi karena mereka sendiri tidak memiliki tempat dan sarana kerja, mereka terpaksa menjual tenaga
kerja mereka kepada kelas pemilik itu. Buruh dan kelas pemilik majikan keduanya saling membutuhkan. Buruh hanya dapat bekerja apabila pemilik
membuka temapt kerja baginya dan majikan hanya bergantung dari pabrik-pabrik dan mesin-mesin yang dimilikinya apabila ada buruh yang mengerjakannya.
Tetapi saling ketergantungan ini tidak seimbang. Buruh tidak dapat hidup kalau mereka tidak bekerja sedangkan pemilik majikan tidak mempunyai pendapatan
kalau pabriknya tidak berjalan, tetapi ia masih dapat bertahan lama. Ia dapat hidup dari modal yang dikumpulkannya selama pabriknya bekerja dan ia dapat menjual
pabriknya. Dengan demikian kelas pemilik majikan adalah kelas yang kuat dan para
pekerja adalah kelas yang lemah. Para pemilik dapat menetapkan syarat-syarat bagi mereka yang mau bekerja dan bukan sebaliknya kaum buruh yang mati-
matian mencari pekerjaan dan terpaksa menerima upah dan syarat-syarat kerja lain yang disodorkan oleh kapitalis. Hubungan antara kelas majikan kelas atas
dengan buruh kelas bawah merupakan hubungan kekuasaan yang satu berkuasa atas yang lain. Kekuasaan itu yang pada hakikatnya berdasarkan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
majikan untuk meniadakan kesempatan buruh untuk bekerja dan memperoleh nafkah dipakai untuk menindas kaum buruh untuk menguasai pekerjaan mereka
sendiri, untuk tidak dihisap agar kaum buruh bekerja seluruhnya demi mereka. Karena itu kelas atas secara hakiki merupakan kelas penindas. Pekerjaan upahan,
jadi pekerjaan dimana seseorang menjual tenaga kerjanya demi memperoleh upah, merupakan pekerjaan kaum tertindas: harapan dan hak mereka dirampas.
Karl Marx mengatakan bahwa negara secara hakiki merupakan negara kelas, artinya negara dikuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas-kelas yang
menguasai bidang ekonomi. Karena itu menurut Marx negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih melainkan merupakan
alat dalam tangan kelas-kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka. Jadi negara pertama-tama tidak bertindak demi kepentingan umum melainkan untuk
kepentingan kelas atas. Negara bertujuan untuk mempertahankan syarat-syarat kehidupan dan
kekuasaan kelas berkuasa terhadap kelas yang dikuasai secara paksa. Maka kebanyakan kebijakan negara akan menguntungkan kelas-kelas atas. Negara dapat
saja bertindak demi kepentingan seluruh masyarakat, tetapi tindakan ini pun demi kepentingan kelas atas, karena kelas atas pun tidak dapat mempertahankan diri,
apabila kehidupan masyarakat pada umumnya tidak berjalan. Karena itu negara dianggap merupakan kelas yang mendukung kepentingan kelas- kelas penindas
sehingga dalam perspektif Marx negara termasuk lawan bukan kawan orang kecil.
Universitas Sumatera Utara
Orang kecil hendaknya tidak mengharapkan keadilan atau bantuan yang sungguh-sungguh dari negara, karena negara adalah justru wakil kelas-kelas yang
menghisap tenaga kerja orang kecil. Negara memungkinkan kelas atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka sebagai kepentingan umum. Oleh
sebab itu tidak jarang para buruh melakukan demonstrasi, pemogokan bahkan penutupan pabrik karena para buruh tidak memiliki jalan keluar untuk
memperjuangkan nasib mereka
13
.
F. Metodologi Penelitian F.1. Metode Penelitian
Metodologi penelitian adalah sebagai suatu usaha atau proses untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan atau masalah dengan cara yang sabar, hati-hati,
terencana, sistematis atau dengan cara ilmiah dengan tujuan untuk menemukan fakta atau prinsip-prinsip, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmiah suatu
pengetahuan. Metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab penelitian ini
adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor 1992:21-22 dalam buku Pengantar Metodologi Penelitian karya Jusuf Soewadji, MA
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif diatikan sebagai salah satu prosedur
13
Elster, Jon. 2000. Karl Marx Marxisme- Analisis Kritis : Sebuah Analisis Kritis Tokoh Historis Pengguncang Dunia Perlukah Kita Menolak Komunisme. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. hal. 186.
Universitas Sumatera Utara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan Kualitatif ini diharapkan mampu
menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang diamati dari suatu individu, kelompok masyarakat dan atau organisasi
tertentu dalam suatu koneks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistik.
14
F.2. Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Jalan Ahmad Yani No. 102 Pematangsiantar,Sumatera Utara.
F.3. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data serta digunakan untuk
mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui atau dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu
yang baru sedikit diketahui. Sehingga penelitian kualitatif ini dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan dengan metode
kuantitatif.
15
14
Soewadji, Jusuf. Pengantar Metodologi Penelitian. 2012. Jakarta: Mitra Wacana Media. hal.52
15
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hal.5
Universitas Sumatera Utara
F.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
a. Data primer akan dilakukan dengan cara:
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada responden. Metode wawancara
yang digunakan adalah metode wawancara mendalam indepth-interview. Dalam metode ini peneliti akan memberikan sejumlah pertanyaan baik lisan maupun
tulisan dari pihak-pihak yang terkait untuk mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang telah diolah baik dalam bentuk angka maupun uraian. Data dapat diperoleh
dari literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, makalah, peraturan, internet serta Undang-Undang, internet dan sumber-
sumber lain yang dapat memberikan informasi mengenai masalah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
F.5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk
memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses tersebut.
16
Peneltian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa
hasil wawancara dari para narasumber maupun data tertulis. Setelah data primer dan data sekuder terkumpul kemudia dilakukan analisis data secara deskriptif
berdasarkan fenomena yang terjadi. Setelah semua informasi dikumpulkan secara lengkap maka dilakukan analisis deskriptif dan selanjutnya dilakukan penarikan
kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan