Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh (Studi Analisis : Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar)

(1)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN BURUH

(Studi Analisis : Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar)

CHEN LORIDA RETRIANI 100906052

Dosen Pembimbing : Drs. Tony P Situmorang, Msi

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

CHEN LORIDA RETRIANI (100906052)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN BURUH (Studi Analisis : Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar)

Rincian isi skripsi, 109 halaman, 10 surat kabar, 20 buku, 2 jurnal dan 5 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentang implementasi Undang-undang ketenagakerjaan dalam peningkatan kesejahteraan buruh, yaitu implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 terhadap anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia di Kota Pematangsiantar. Undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah merupkan hasil dari kebijakan publik. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah dan aktor politik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah publik. Masalah buruh merupakan masalah yang sangat kompleks sehingga pemerintah perlu membuat suatu Undang-undang agar dalam menjalankan proses industri pengusaha dan buruh memiliki suatu ketetapan yang menjadi dasar dalam proses industri sehingga dapat berjalan sesuai dengan undang-undang.

undang tentang Ketenagakerjaan ini dituangkan dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003. Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah bukanlah suatu jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam pengimplementasiannnya. Sebab dalam implementasi suatu kebijakan publik banyak variabel yang mempengaruhinya. Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yakni : komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori Kebijakan Publik, Teori Implementasi Kebijakan Publik dan Teori Marxisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan


(3)

dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi informan dan unit analisis ini adalah buruh, pengusaha dan Ketua Serikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa implementasi undang-undang ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 belum sepenuhnya dapat berjalan dengan baik. Kepentingan antara buruh dengan pengusaha yang bertentangan menyebabkan terjadi banyak kekurangan dalam mengimplementasikan undang-undang tersebut. Undang-undang yang pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan buruh belum dapat mencapai tujuannya. Kurangnya komunikasi yang baik antara pengusaha dan buruh menuntut Serikat Buruh mengambil bagian dalam memperjuangkan hak buruh serta kurangnya sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi dalam mengimplementasikan undang-undang tersebut.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

CHEN LORIDA RETRIANI (100906052)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN BURUH (Studi Analisis : Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar)

Content, 109 pages, 10 newspaper, 20 books, 2 journals, 5 websites.

ABSTRACT

This research disentangle about labor law implementation in improving the welfare workers the implementation of the law against No.13 Year 2003 member union solidarity Pematangsiantar, Indonesia in the city. A statue enacted by government result of public policy. Public policy is the policy made by government agencies and actor political aims to settle matters at the public. The laborer is a really complex problem that governments need to make an act that in running an industrial process entrepreneurs and laborers having a statute that underlies in an industrial process that could run according to act.

Legislation on employment is stated in the law No.13 Year 2003. A policy set by the government is not a guarantee that the policy must succeed in implementation. For the implementation of a public policy many variables influence it. According to Edwards III, the implementation of public policy influence by four variables that : communication, resources, dispotition and bureaucracy structure.

The theory that is used to explain the problem is the theory public policy, the theory of the implementation of public policy and the theory of marxism. Methods used in this research is research qualitative with a method of descriptive analytical. The technique of collecting data should be conducted by a method of interviews and the study of librarianship. As for the unit of analysis and informants in this study is the workers businessmen and the head of a labor union solidarity Indonesia city Pematangsiantar.

Based on an analysis of the results of this research, the author concludes that the implementation of the labor law No.13 Year 2003 has not been fully able


(5)

to walk properly. Of interest between workers and employers are opposition led to many deficiencies in implementing the legislation. The legislation essentially aims to prosper the labour has not been able to reach his goal. The lack of good communication between employers and Labor Unions demanding to take part in the fight for workers right as well as the lack of resources, the disposition and the bureaucratic structure implementing the legislation.


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:

Nama : Chen Lorida Retriani

NIM : 100906052

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh. (Studi Analisis : Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Pematangsiantar.)

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu politik Dosen Pembimbing

(Dra.T.Irmayani, M.Si) Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si

NIP. 196806301994032001 NIP. 196210131987031004

Mengetahui : Dekan FISIP USU

(Prof.Dr.Badaruddin , M.Si ) NIP. 196805251992031002


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah di pertahankan dihadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh:

Nama :

Nim :

Judul :

Dilaksanakan pada : Hari

Tanggal Pukul Tempat

Majelis Penguji :

Ketua :

Nama Nip

Penguji :

Nama Nip

Penguji Utama :

Nama Nip


(8)

Karya Ini Dipersembahkan Untuk

Ayahanda Tercinta Dan Ibunda Tercinta


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga atas rahmat dan kasih karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Undang-undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh Studi Analisis : Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar. Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat, kasih sayang dan terima kasih kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Jumahir Saragih, S.Pd dan Ibu saya Dameria Sinaga yang telah membesarkan, mendidik, menyayangi, mendukung dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ketiga adik saya tercinta Yudha Khana Saragih, Cresensia Yohana Saragih, dan Tracy Brigita Saragih yang telah memberi dukungan dan doa kepada penulis selama ini dan juga kepada seluruh keluarga saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bimbingan, nasehat, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih atas apa yang telah diberikan selama proses awal hingga akhir dari penyelesaian skripsi ini.


(10)

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis yang selama ini telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan ilmunya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga apa yang telah diberikannya dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik USU, Bapak Drs. Zakaria, M.SP, Pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, Ibu Dra. T. Irmayani, Msi, Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU, Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si, Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP USU, seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah mendidik penulis selama menjalani perkuliahan di FISIP USU dan juga terima kasih kepada Kak Ema dan Pak Burhan yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pengurus Serikat Buruh Solidaritas Indonesia Dewan Perwakilan Cabang Pematangsiantar, khususnya kepada Paman saya Ancol Sinaga, Bapak Ramlan Sinaga Ketua Serikat Buruh Solidaritas Indonesia Cabang Pematangsiantar, Kak Nurlina Pakpahan dan seluruh anggota SBSI Pematangsiantar yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.


(11)

Penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dari sahabat-sahabat tercinta, Weny Deviana Ginting, Elizabeth Girsang, Ira Purnamasari Tambunan, Meva Mariati, Juwita Theodora, Desy Saragih, Winda Saragih, Putri Siagian, Ponti Barimbing, Maria Simbolon, Lestari Siamnjuntak, Ria Simatupang, Desika, Josmagel Sianturi, Handoko Hutasoit dan teman-teman stambuk 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya dan sukses buat kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Medan, Maret 2014

Chen Lorida Retriani 100906052


(12)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul

Abstrak ...i

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... vi

Halaman Persetujuan ...vii

Lembar Persembahan ...viii

Kata Pengantar ...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Kerangka Teori ... 10

E.1. Teori Kebijakan Publik ... 10

E.2. Teori Implementasi Kebijakan Publik ... 12

E.3. Teori Marxisme... 19

F. Metodologi Penelitian ... 23

F.1. Metode Penelitian ... 23

F.2. Lokasi Penelitian ... 24

F.3. Jenis Penelitian ... 24

F.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

F.5. Teknik Analisa Data... 26


(13)

BAB II PROFIL SERIKAT BURUH SOLIDARITAS INDONESIA DEWAN PERWAKILAN CABANG PEMATANGSIANTAR

A. Profil SBSI DPC Pematangsiantar ... 29

B. Prinsip Universalitas SBSI ... 31

C. Visi dan Misi SBSI... 33

D. Dasar Pemikiran dan Strategi Perjuangan SBSI... 34

E. Pokok-Pokok Program... 41

F. Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga SBSI... 42

BAB III IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG N0.13 TAHUN 2003 DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN BURUH A. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan... 61

B. Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 di Pematangsiantar... 64

C. Tidak Maksimalnya Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Oleh Perusahaan... 66

D. Keterlibatan SBSI Dalam Mengawasi Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003... 73

E. Analisis Terhadap Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003... 76

F. Evaluasi Terhadap Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Buruh... 81

G. Peran Kelompok Asosiasional Terhadap Pelanggaran Hak Buruh... 100


(14)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 103 B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Buruh Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia DPC Pematangsiantar

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Ketua Buruh Serikat Solidaritas Indonesia DPC Pematangsiantar

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Untuk Karyawan PT. Bridgestone Rubber Estate Sumatera, Pematangsiantar


(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

CHEN LORIDA RETRIANI (100906052)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN BURUH (Studi Analisis : Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar)

Rincian isi skripsi, 109 halaman, 10 surat kabar, 20 buku, 2 jurnal dan 5 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentang implementasi Undang-undang ketenagakerjaan dalam peningkatan kesejahteraan buruh, yaitu implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 terhadap anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia di Kota Pematangsiantar. Undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah merupkan hasil dari kebijakan publik. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah dan aktor politik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah publik. Masalah buruh merupakan masalah yang sangat kompleks sehingga pemerintah perlu membuat suatu Undang-undang agar dalam menjalankan proses industri pengusaha dan buruh memiliki suatu ketetapan yang menjadi dasar dalam proses industri sehingga dapat berjalan sesuai dengan undang-undang.

undang tentang Ketenagakerjaan ini dituangkan dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003. Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah bukanlah suatu jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam pengimplementasiannnya. Sebab dalam implementasi suatu kebijakan publik banyak variabel yang mempengaruhinya. Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yakni : komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori Kebijakan Publik, Teori Implementasi Kebijakan Publik dan Teori Marxisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan


(16)

dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi informan dan unit analisis ini adalah buruh, pengusaha dan Ketua Serikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa implementasi undang-undang ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 belum sepenuhnya dapat berjalan dengan baik. Kepentingan antara buruh dengan pengusaha yang bertentangan menyebabkan terjadi banyak kekurangan dalam mengimplementasikan undang-undang tersebut. Undang-undang yang pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan buruh belum dapat mencapai tujuannya. Kurangnya komunikasi yang baik antara pengusaha dan buruh menuntut Serikat Buruh mengambil bagian dalam memperjuangkan hak buruh serta kurangnya sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi dalam mengimplementasikan undang-undang tersebut.


(17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

CHEN LORIDA RETRIANI (100906052)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN BURUH (Studi Analisis : Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar)

Content, 109 pages, 10 newspaper, 20 books, 2 journals, 5 websites.

ABSTRACT

This research disentangle about labor law implementation in improving the welfare workers the implementation of the law against No.13 Year 2003 member union solidarity Pematangsiantar, Indonesia in the city. A statue enacted by government result of public policy. Public policy is the policy made by government agencies and actor political aims to settle matters at the public. The laborer is a really complex problem that governments need to make an act that in running an industrial process entrepreneurs and laborers having a statute that underlies in an industrial process that could run according to act.

Legislation on employment is stated in the law No.13 Year 2003. A policy set by the government is not a guarantee that the policy must succeed in implementation. For the implementation of a public policy many variables influence it. According to Edwards III, the implementation of public policy influence by four variables that : communication, resources, dispotition and bureaucracy structure.

The theory that is used to explain the problem is the theory public policy, the theory of the implementation of public policy and the theory of marxism. Methods used in this research is research qualitative with a method of descriptive analytical. The technique of collecting data should be conducted by a method of interviews and the study of librarianship. As for the unit of analysis and informants in this study is the workers businessmen and the head of a labor union solidarity Indonesia city Pematangsiantar.

Based on an analysis of the results of this research, the author concludes that the implementation of the labor law No.13 Year 2003 has not been fully able


(18)

to walk properly. Of interest between workers and employers are opposition led to many deficiencies in implementing the legislation. The legislation essentially aims to prosper the labour has not been able to reach his goal. The lack of good communication between employers and Labor Unions demanding to take part in the fight for workers right as well as the lack of resources, the disposition and the bureaucratic structure implementing the legislation.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahirnya sebuah Undang-Undang di suatu negara dimulai dari masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat. Salah satu fungsi pemerintah adalah membentuk kebijakan publik yang berisi pedoman-pedoman yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah - masalah yang ada di masyarakat. Secara teoritis kebijakan publik ditujukan untuk menyelesaikan masalah publik atau masalah kebijakan.1

Kebijakan merupakan bagian dari politik sebab pemerintah merupakan aktor untuk membuat suatu kebijakan baik dalam bentuk peraturan dan Undang-undang. Seperti yang dijelaskan oleh Budi Winarno bahwa kebijakan digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat maupun lembaga pemerintah) dan sejumlah aktor dalam suatu kegiatan bidang tertentu. Maraknya masalah ketenagakerjaan belakangan ini membuat negara harus turun tangan langsung untuk membuat regulasi yang mengatur mengenai ketenagakerjaan. Hal ini juga disebabkan karena banyaknya kasus yang menjadikan Tenaga Kerja Indonesia dalam maupun luar negeri menjadi korban dan tidak mendapatkan perlindungan. .

1

Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model Dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media. Hal.65.


(20)

UU tentang Ketenagakerjaan ini muncul disebabkan karena kompleksnya masalah tenaga kerja di Indonesia dan belum terwujudnya kesejahteraan diantara kaum buruh serta upah yang belum dapat memenuhi kebutuhan buruh. Pemberian upah yang layak merupakan hak setiap buruh. Seperti tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi : “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Atas dasar tersebut pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk melindungi kepentingan para buruh. Dan dalam hal ini pemerintah juga harus ambil bagian dalam penentuan pemberian upah. Dalam hal ini pemerintah harus dapat membuat sebuah kebijakan agar kaum buruh tidak dirugikan. Sudah sejak lama dipahami bahwa di negara yang sedang berkembang, rendahnya gaji buruh dianggap sebagai keunggulan komparatif bagi pengusaha dan daya tarik investasi oleh pemerintah.

UU No.13 Tahun 2003 merupakan suatu upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata baik secara materiil maupun spritual.

Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan


(21)

pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha dan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi kaum buruh. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan tersebut dapat terjalin bukan hanya antara pengusaha dan buruh melainkan juga terdapat peran serta pemerintah. Itulah sebabnya diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif.

UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mewujudkan demokrasi di tempat kerja sehingga diharapkan dapat mendorong partisipasi optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia agar dapat membangun negara Indonesia sesuai yang dicita-citakan. Peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini merupakan produk kolonial dimana peraturan yang terbentuk menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dan lebih menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang sehingga perlu diperaharui agar UU yang berlaku dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi kaum buruh/ pekerja sehingga tidak hanya menguntungkan para pengusaha saja.

Peraturan perundang-undangan tentang Ketenagakerjaan di Indonesia telah mengalami perkembangan antara lain :


(22)

1.Ordonansi Tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Indonesia ( Staatsblad 1887 No.8).

2. Ordonansi Tanggal 17 Desember 1925 Tentang Pembatasan Kerja Anak dan Kerja Malam Bagi Wanita. (Staatsblad 1887 No.8)

3. Donansi Tahun 1926 Peraturan Mengenai Kerja Anak-Anak dan Orang Muda di Atas Kapal ( Staatsblad 1926 No.87)

4. Ordonansi Tanggal 4 Mei 1936 Tentang Ordonansi Untuk Mengatur Kegiatan- kegiatan Mencari Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208).

5. Ordonansi Tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau dikerahkan dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545).

6. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 Tentang Pembatasan Kerja Anak-Anak (Staatsblad Nomor 8 Tahun 1949).

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 Tentang Pernyataan berlakunya Undang- Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2).

8. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan ( Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598a)


(23)

9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8)

10.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 Tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270)

11.Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 Tentang Pencegahan Pemogokan dan atau Penutupan (Lock Out) di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67)

12.Undang-Undang No.14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912)

13.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702).

14.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1968 Tentang Perubahan Berlakunya Undang-Undang Nomor 256 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791)

15.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 Tentang Perubahan Berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan menjadi


(24)

Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042)2

Namun peraturan perundang-undangan ini perlu dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru. Undang-Undang ini diganti karena keentuannya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan sudah tidak dapat menampung perubahan yang sangat mendasar di segala aspek kehidupan bangsa Indonesia dengan dimulainya era reformasi. Undang-Undang no.13 Tahun 2003 ingin mewujudkan suatu landasan, asas dan tujuan dalam pembangunan ketenagakerjaan serta mewujudkan hubugan industrial sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan juga perlindungan buruh termasuk perlindungan terhadap hak-hak dasar pekerja/buruh, perlindungan upah, kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja3

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 merupakan suatu kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah khususnya terkait dengan pemberian upah kepada buruh yang ada di kota Pematangsiantar. Sejahtera atau tidaknya para buruh merupakan output dari pemberian upah yang layak. Implementasi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat akan dikembangkan oleh pemerintah provinsi dalam hal ini adalah kebijakan pemerintah Provinsi dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP).

.

3


(25)

Kebijakan pemerintah Kota Medan yang baru-baru ini dikeluarkan Pemerintah adalah Penetapan Upah Minimum Provinsi yang mengalami kenaikan dengan presentase yang sangat kecil yaitu sekitar 8,5 %. Kebijakan ini mengundang kontroversi dari kaum buruh di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan kenaikan Upah Minimum Buruh yang naik hanya 8,5 % dibanding dengan UMP 2013 dianggap tidak sebanding dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2013 yang mengalami kenaikan dari harga Rp. 4500 per liter menjadi Rp.6500 per liter atau mengalami kenaikan sebesar 45 %, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan naiknya harga kebutuhan pokok membuat upah buruh terus tergerus 30 persen. Melihat hal tersebut ditambah dengan domino kenaikan harga ditambah inflasi dua digit dan pertumbuhan ekonomi maka sangat wajar jika Upah Minimum Provinsi naik sekitar 50 persen4

Upah Minimum Provinsi merupakan salah satu bagian dari pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan. Hal ini disebabkan karena upah merupakan hak yang harus diterima oleh setiap buruh. Seperti yang tertera dalam dalam Pasal 88 Undang-Undang no.13 Tahun 2013 Tentang Pengupahan yang mengatakan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pemerintah yang berperan dalam menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

.

4


(26)

Serikat Buruh Solidaritas Indonesia (SBSI) merupakan suatu organisasi yang bertujuan untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan – kepentingan para buruh dalam kaitan pekerjaannya. Berdasarkan fungsi Sarikat Pekerja Seluruh Indonesia yang melindungi, meningkatkan kondisi dan syarat kerja, perjanjian kerjasama, menangani keluh kesah anggota dan melihat tentang pemberian upah kepada pekerja/buruh. Maka peneliti tertarik untuk melihat implementasi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 yang berlangsung di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar. Maka dalam hal ini peneliti mengangkat judul penelitian Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh. (Studi Analisis Terhadap Udang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar).

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan pada latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Buruh di Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar.


(27)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendiskripsikan tentang Implementasi Undang-Undang

Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis berhasil atau tidaknya Undang-Undang

Ketenagakerjaan ini diterapkan pada pekerja/ buruh di Indonesia.

3. Untuk melihat pengaruh diterapkannya UU Ketenagakerjaan dalam meningkatkan kesejahteraan buruh di kota Pematangsiantar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ilmu

pengetahuan dalam bidang Politik khususnya dalam kajian studi Kebijakan Publik dan diharapkan dapat menjadi referensi/kepustakaan bagai departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(28)

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mendiskripsikan tentang Implementasi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan di Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. 3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan

kemampuan berfikir dalam melakukan sebuah penelitian dan menulis suatu karya ilmiah serta memberikan pengetahuan yang baru bagi peneliti sendiri.

E. Kerangka Teori

E.1. Teori Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat oleh institusi otoritatif yang ditujukan dan berdampak kepada publik serta ditujukan untuk mengatasi persolan-persoalan publik. Dye (1978) menjelaskan bahwa kebijakan publik merupakan sub disiplin yang tidak asing lagi dibahas dalam ilmu politik. Kebijakan publik memandang fenomena kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, kekuatan-kekuatan apa yang membentuknya dan akibat yang ditimbulkan terhadap masyarakat.

Kebijakan Publik menurut Nakamura dan Smalwood dapat diartikan sebagai berikut “Kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan – tujuan dan


(29)

cara-cara mencapai tujuan tersebut.5 Sedangkan menurut Edward dan Sharkansky kebijakan publik dapat diartikan sebagai berikut “Kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan pemerintah, mencakup tujuan-tujuan, maksud program pemerintah, pelaksanaan niat dan peraturan”.6

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Analisis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi klien yang dibantunya.

Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu tahap atau lebih tahap proses pembuata kebijakan. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya dan tahap akhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda), atau tahap di tengah dalam lingkaran aktivitas yang tidak linear.7

5

Kusumanegara, Solahuddin. Ibid. hal.4. 6

Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Ibid. Hal.5.

7

Dunn,William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 22.


(30)

E.2. Teori Implementasi Kebijakan Publik

Mempelajari mengenai implementasi kebijakan publik kita jangan hanya menyoroti perilaku-perilaku lembaga – lembaga administrasi atau badan-badan yang bertanggungjawab atas suatu program berikut pelaksanaannya terhadap kelompok-kelompok sasaran (target groups), tetapi perlu juga memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam suatu program, dan akhirnya membawa dampak (yang diharapkan maupun yang tidak) terhadap program tersebut8

Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan – tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi juga mencakup pula penciptaan dalam ilmu kebijakan publik

(Policy science) disebut “policy delivery system” (sistem penyampaian/penerusan

kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan – tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki.

.

Kebijakan – kebijakan publik pada umumnya masih abstrak berupa pernyataan umum yang berisikan tujuan, sasaran dan berbagai macam sarana

8

Abdul, Solihin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah. hal.176.


(31)

yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut. Hal ini menjadi penyebab mengapa berbagai macam program mungkin sengaja dikembangkan guna mewujudkan tujuan –tujuan kebijakan yang kurang lebih sama. Program-program aksi itu sendiri boleh jadi juga diperinci lebih lanjut dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan. Pemerincian program-program ke dalam bentuk proyek-proyek ini dapat kita maklumi mengingat proyek-proyek-proyek-proyek itu merupakan instrumen yang lazim digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan.

Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.9

Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warga negaranya. Politik menurut Frank Goodnow yang menulis pada tahun 1900, berhubungan dengan penetapan kebijakan yang akan dilakukan oleh negara. Ini berhubungan dengan nilai keadilan, dan penentuan apa yang harus dilakukan atau

9


(32)

tidak dilakukan oleh pemerintah. Namun dalam praktik badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat undang-undang yang terlalu makro dan mendua (ambiguous) sehingga memaksa mereka untuk membuat diskresi, untuk memutus apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa yang Lipsky disebut” street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya kebijakan pemerintah untuk mengubah undang-undang ketenagakerjaan agar sesuai dengan keinginan dan kesejahteraan buruh. Maka usaha-usaha implementasi ini akan melibatkan berbagai institusi seperti Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Serikat Buruh dan pengusaha.

Kompleksitas implementasi kebijakan bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel yang organisasional dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi kebijakan


(33)

dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan : Apakah prakondisi untuk implemetasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk implementasi kebijakan yang sukses. Dalam pengkajian terhadap implementasi ada empat faktor yang beroperasi secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam teori George Edwards III (1980), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yakni : komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.10

1. Komunikasi

Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat dan kebijakan ini mesti akurat, jelas dan konsisten. Jika para pembuat keputusan ini berkehendak untuk melihat yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya maka kemungkinan akan timbul kesalahpahaman diantara pembuat kebijakan dan implementornya. Komunikasi yang tidak cukup juga memberikan implementor dengan kewenangan ketika mereka mencoba untuk membalik kebijakan umum menjadi tindakan-tindakan khusus. Sehingga komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam pengimplementasian suatu kebijakan.

10


(34)

1. Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finasial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya kebijakan hanya tinggal di kertas dan menjadi dokumen saja.

Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan, informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya terlibat dalam implementasi. Sumberdaya yang tidak cukup akan berarti bahwa undang-undang tidak akan diberlakukan, pelayanan tidak akan diberikan dan peraturan-peraturan yang layak tidak akan dikembangkan.

2. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap


(35)

atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Para implementor tidak selalu siap untuk megimplementasikan kebijakan sebagaimana mereka para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para pembuat kebijakan sering dihadapkan dengan tugas untuk mencoba memanipulasi atau mengerjakan disposisi implementor atau untuk meng opsi-opsinya.

Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara dunia ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul di negara Dunia Ketiga, seperti Indonesia adalah contoh konkret dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan.

3. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas untuk mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu


(36)

dari aspek struktur yang terpenting dari setiap organisasi adalah adalah prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan aktivitas organisasi yang tidak fleksibel. Sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi.

Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan dan menghasilkan fungsi-fungsi penting yang terabaikan.

Karena implementasi kebijakan begitu kompleks, seharusnya tidak diharapkan dapat diselesaikan dalam satu model rutin. Bahkan presiden tidak bisa mengasumsikan secara pasti bahwa keputusannya dan komandonya akan dilakukan secara efektif. Sesungguhnya, berdasarkan perkembangan dan


(37)

pengalaman pada kahir-akhir ini telah merubah para pengamat kebijakan publik yang paling optimis menjadi sinis dan pesimis.

Kurangnya perhatian terhadap implementasi merupakan salah satu masalah dalam pengimplementasian kebijakan publik. Implementasi kebijakan telah memiliki prioritas rendah diantara kebanyakan dari pejabat kita yang terpilih. Para anggota Kongres dan legislator yang tugasnya untuk mengawasi birokrasi sering kekurangan keahlian untuk mengimplementasikan kebijakan publik dengan efektif. 11

E.3. Teori Marxis : Teori Kesadaran Kelas dan Perjuangan Kelas

Teori kelas yang dicetuskan oleh Marx tidak membahas secara mendetail apa yang sebenarnya yang dimaksudkan dengan suatu kelas. Sekalipun begitu tidak tertutup kemungkinan untuk merekonstruksi suatu definisi dari tulisan-tulisannya dengan cara mencermati kelompok-kelompok yang sering kali dia rujuk sebagai kelas-kelas, kelompok- kelompok mana yang secara eksplisit tidak dia golongkan ke dalam kelas-kelas dan fungsi teori kelasnya dalam konteks teorinya secara luas. Secara khusus, pandangannnya bahwa kelas-kelas merupakan unit-unit fundamental dalam konflik sosial menghendaki suatu definisi yang mampu merumuskan kelas-kelas kecil yang pasti dan yang tidak arbitrer.

11


(38)

Kelas-kelas tidak dapat didefinisikan dengan cara memberikan titik-titik potongan secara arbriter dalam suatu skala kontinum.Kelas-kelas itu memiliki keberadaan yang riil sebagai kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan-kepentingan terorganisir bukan semata-mata untuk konstruk-konstruk dalam perspektif pengamat. Sebaliknya kelas tidak dapat direduksi ke dalam oposisi dikotomis antara kelompok kaya dan kelompok miskin ataupun golongan penindas dan golongan tertindas. Yang tidak boleh dilupakan dalam pendekatan Marx adalah bahwa jumlah kelas, sekalipun kecil, pasti lebih banyak dan kompleks daripada pemilihan dua kelas di atas yang terkesan menyederhanakan realitas karena bila tidak, tidak ada ruang bagi aliansi kelas untuk memainkan suatu peran penting dalam teorinya tentang perjuangan kelas.

Menurut Marx akan terlihat bahwa dalam setiap masyarakat terdapat kelas yang berkuasa dan kelas yang dikuasai. Marx berbicara tentang kelas-kelas atas dan kelas-kelas-kelas-kelas bawah. Sebagai catatan pendahuluan perlu diperhatikan bahwa menurut Marx masyarakat kapitalis terdiri dari tiga kelas, bukan pada dua kelas, sebagaimana anggapan pada umumnya. Tiga kelas itu adalah :

1. Kaum buruh (mereka hidup dari upah) 2. Kaum pemilik modal ( hidup dari laba) 3. Para tuan tanah ( hidup dari rente tanah).12

12

Suseno, Franz Magnis. 2010. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 113.


(39)

Tetapi karena dalam analisis keterasingan tuan tanah tidak dibicarakan dan pada akhir kapitalisme para tuan tanah akan menjadi sama dengan para pemilik modal sehingga kelas itu terbagi menjadi dua kelas sosial yang berlawanan yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas para majikan memiliki alat-alat kerja: pabrik, mesin dan tanah. Kelas buruh melakukan pekerjaan, tetapi karena mereka sendiri tidak memiliki tempat dan sarana kerja, mereka terpaksa menjual tenaga kerja mereka kepada kelas pemilik itu. Buruh dan kelas pemilik (majikan) keduanya saling membutuhkan. Buruh hanya dapat bekerja apabila pemilik membuka temapt kerja baginya dan majikan hanya bergantung dari pabrik-pabrik dan mesin-mesin yang dimilikinya apabila ada buruh yang mengerjakannya. Tetapi saling ketergantungan ini tidak seimbang. Buruh tidak dapat hidup kalau mereka tidak bekerja sedangkan pemilik (majikan) tidak mempunyai pendapatan kalau pabriknya tidak berjalan, tetapi ia masih dapat bertahan lama. Ia dapat hidup dari modal yang dikumpulkannya selama pabriknya bekerja dan ia dapat menjual pabriknya.

Dengan demikian kelas pemilik (majikan) adalah kelas yang kuat dan para pekerja adalah kelas yang lemah. Para pemilik dapat menetapkan syarat-syarat bagi mereka yang mau bekerja dan bukan sebaliknya kaum buruh yang mati-matian mencari pekerjaan dan terpaksa menerima upah dan syarat-syarat kerja lain yang disodorkan oleh kapitalis. Hubungan antara kelas majikan (kelas atas) dengan buruh (kelas bawah) merupakan hubungan kekuasaan yang satu berkuasa atas yang lain. Kekuasaan itu yang pada hakikatnya berdasarkan kemampuan


(40)

majikan untuk meniadakan kesempatan buruh untuk bekerja dan memperoleh nafkah dipakai untuk menindas kaum buruh untuk menguasai pekerjaan mereka sendiri, untuk tidak dihisap agar kaum buruh bekerja seluruhnya demi mereka. Karena itu kelas atas secara hakiki merupakan kelas penindas. Pekerjaan upahan, jadi pekerjaan dimana seseorang menjual tenaga kerjanya demi memperoleh upah, merupakan pekerjaan kaum tertindas: harapan dan hak mereka dirampas.

Karl Marx mengatakan bahwa negara secara hakiki merupakan negara kelas, artinya negara dikuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas-kelas yang menguasai bidang ekonomi. Karena itu menurut Marx negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih melainkan merupakan alat dalam tangan kelas-kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka. Jadi negara pertama-tama tidak bertindak demi kepentingan umum melainkan untuk kepentingan kelas atas.

Negara bertujuan untuk mempertahankan syarat-syarat kehidupan dan kekuasaan kelas berkuasa terhadap kelas yang dikuasai secara paksa. Maka kebanyakan kebijakan negara akan menguntungkan kelas-kelas atas. Negara dapat saja bertindak demi kepentingan seluruh masyarakat, tetapi tindakan ini pun demi kepentingan kelas atas, karena kelas atas pun tidak dapat mempertahankan diri, apabila kehidupan masyarakat pada umumnya tidak berjalan. Karena itu negara dianggap merupakan kelas yang mendukung kepentingan kelas- kelas penindas sehingga dalam perspektif Marx negara termasuk lawan bukan kawan orang kecil.


(41)

Orang kecil hendaknya tidak mengharapkan keadilan atau bantuan yang sungguh-sungguh dari negara, karena negara adalah justru wakil kelas-kelas yang menghisap tenaga kerja orang kecil. Negara memungkinkan kelas atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka sebagai kepentingan umum. Oleh sebab itu tidak jarang para buruh melakukan demonstrasi, pemogokan bahkan penutupan pabrik karena para buruh tidak memiliki jalan keluar untuk memperjuangkan nasib mereka13.

F. Metodologi Penelitian

F.1. Metode Penelitian

Metodologi penelitian adalah sebagai suatu usaha atau proses untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan atau masalah dengan cara yang sabar, hati-hati, terencana, sistematis atau dengan cara ilmiah dengan tujuan untuk menemukan fakta atau prinsip-prinsip, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmiah suatu pengetahuan.

Metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1992:21-22) dalam buku Pengantar Metodologi Penelitian karya Jusuf Soewadji, MA menjelaskan bahwa penelitian kualitatif diatikan sebagai salah satu prosedur

13

Elster, Jon. 2000. Karl Marx Marxisme- Analisis Kritis : Sebuah Analisis Kritis Tokoh Historis Pengguncang Dunia Perlukah Kita Menolak Komunisme. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. hal. 186.


(42)

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan Kualitatif ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang diamati dari suatu individu, kelompok masyarakat dan atau organisasi tertentu dalam suatu koneks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistik.14

F.2. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Jalan Ahmad Yani No. 102 Pematangsiantar,Sumatera Utara.

F.3. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data serta digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui atau dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Sehingga penelitian kualitatif ini dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan dengan metode kuantitatif.15

14

Soewadji, Jusuf. Pengantar Metodologi Penelitian. 2012. Jakarta: Mitra Wacana Media. hal.52 15


(43)

F.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder.

a. Data primer akan dilakukan dengan cara:

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada responden. Metode wawancara yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (indepth-interview). Dalam metode ini peneliti akan memberikan sejumlah pertanyaan baik lisan maupun tulisan dari pihak-pihak yang terkait untuk mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang telah diolah baik dalam bentuk angka maupun uraian. Data dapat diperoleh dari literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, makalah, peraturan, internet serta Undang-Undang, internet dan sumber-sumber lain yang dapat memberikan informasi mengenai masalah penelitian.


(44)

F.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses tersebut.16 Peneltian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa hasil wawancara dari para narasumber maupun data tertulis. Setelah data primer dan data sekuder terkumpul kemudia dilakukan analisis data secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi. Setelah semua informasi dikumpulkan secara lengkap maka dilakukan analisis deskriptif dan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan untuk lebih mempermudah dan terarah dalam penulisan karya ilmiah. Agar mendapatkan gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi penulisan skripsi ini kedalam 4 (empat) bab. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah:

16

Burhan, Bungin. 2009. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta : Kencana, hal.153.


(45)

BAB I Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh. (Studi Analisis Terhadap Udang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Pada bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Profil dari Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Dalam bab II akan memaparkan tentang Undang-Undang No.13 Tahun 2003 dan memaparkan tentang profil berdirinya Serikat Buruh Solidaritas Indonesia yang berada di Pematangsiantar, Sumatera Utara.

BAB III Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003.

Pada bab III akan menyajikan analisis terhadap penelitian tentang implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 dan melihat pengaruh Undang-Undang tersebut dalam mewujudkan


(46)

kesejahteraan para buruh melalui pemberian upah yang layak dalam Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara.

BAB IV PENUTUP

Pada bab IV berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data serta implikasi teoritis.


(47)

BAB II

PROFIL SERIKAT BURUH SOLIDARITAS INDONESIA DEWAN PERWAKILAN CABANG PEMATANGSIANTAR

A. Profil Serikat Buruh / Pekerja Solidaritas Indonesia

Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia Dewan Perwakilan Cabang Federasi Transportasi dan Angkutan- SBSI Kabupaten Simalungun yang bersekretariat di Jalan Ahmad Yani No.102 Pematangsiantar yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Simalungun Nomor : 207-SP/SB-TK/2012 dan terdaftar di Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Simalungun No : 93/ Kesbangpol-Linmas/IX/2012 dengan struktur kepengurusan sebagai berikut :

Ketua : Ramlan Sinaga

Wakil Ketua I : Liber Simanjuntak Wakil Ketua II : Iswanto

Sekretaris : Richard Siburian

Wakil Sekretaris I : Nella Purba Wakil Sekretaris II : Ira Setiani

Bendahara : Nurlela Pakpahan

Dalam konstruksi negara demokrasi modern, Serikat Buruh merupakan Pilar Demokrasi Keempat. Pilar demokrasi pertama adalah partai politik. Pilar kedua adalah pers, pilar ketiga adalah masyatakat sipil (civil society). Kehadiran


(48)

Sarikat Buruh (SBSI) adalah indikator negara demokrasi. Negara tanpa serikat buruh adalah negara yang tidak demokratis. Pandangan ini sampai sekarang dianggap benar karena dua alasan penting :

Pertama, Serikat Buruh (SBSI) adalah alat distribusi perekonomian yang sangat efektif pada masyarakat industri, secara khusus pada sektor transportasi dan angkutan. Hak berunding secara kolektif yang dimiliki Serikat Buruh seperti membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) menghindarkan buruh dari ekspolitasi pengusaha. Dengan adanya PKB di suatu perusahaan, hak dan kewajiban pengusaha dan buruh anggota Serikat Buruh tertata dengan baik sehingga produktifitas da kualitas kinerja masing-masing menjadi tolak ukur keberhasilan suatu undustri untuk memakmurkan buruh.

Kedua, Sarikat Buruh menjadi satu-satunya wadah buruh yang paling representatif dari semua institusi formal yang ada. Beberapa institusi non Serikat Buruh mencoba menenggarai masalah perburuhan tetapi tidak efektif. Masalah perburuhan sangat kompleks. Dari semua fakta yang ada, hanya Serikat Buruhlah sebagai wadah buruh yang mampu menyelesaikan masalah perburuhan yang efektif dan fleksibel. Penyelesaian permasalahan perburuhan yang sangat kompleks membutuhkan institusi modern dan profesional. Fakta menunjukkan, negara industri yang maju dan partai buruh pun sangat membutuhkan kehadiran Serikat Buruh untuk membangun perekonomian yang modern dan demokratis. Inilah yang dijadikan sebagai konsideran politik (political considerance) mendirikan Serikat Buruh.


(49)

B. Prinsip Universalitas SBSI

Kehadiran Serikat Buruh (SBSI) didisain sebagai lembaga yang berbeda dengan semua lembaga yang eksis saat ini. Sekalipun ada masa dimana Serikat Buruh “tergoda” dalam berbagai pengelompokkan ideologi, agama, ras, atau kepentingan sesaat yang melakukan pengkhianatan terhadap konstituen buruh, gerakan Serikat Buruh tetap dan selalu mendapat koreksi dari anggotanya. Harus disadari, mitra terbesar yang permanen dari kepentingan suatu Serikat Buruh adalah buruh itu sendiri. Tanpa dukungan politik, representasi, dan iuran, Seriakt Buruh pasti akan kehilangan legitimasi. Serikat Buruh yang mengabaikan kepentingan anggota dan mencoba melakuan jalan pragmatis yang berkolusi dengan rezim pemerinta, pengusaha atau kelompok lain di luar Serikat Buruh, terbukti kehilangan legitimasi dan hancur. Sejarah ini menjadi sumbangan penting merumuskan prinsip universalitas Serikat Buruh.

Ciri-Ciri Prinsip Universalitas SBSI : 1. Independen

Prinsip yang bebas dari campur tangan pihak lain secara politik, kepentingan dan keuangan. Pihak lain yang dimaksud adalah pemerintah, pengusaha, militer, kekuatan asing, dan segala institusi non unionist yang ada pada masyarakat. SBSI harus bebas menentukan sikap dan renaca kerja tanpa pengaruh pihak lur. Permasalahan klasik yang dialami Serikat buruh, yaitu ketidakmampuan keuangan sering menjadi kendala sehingga Serikat Buruh


(50)

terjebak dari campur tangan pihak luar. SBSI harus hati-hati menentukan kerjasama untuk menjaga independensi dan tidak tergantung kepada pihak luar.

2. Non Partisan

Prinsip ini bermakna, SBSI adalah gerakan terbuka untuk semua kepentingan, secara khusus kepentingan buruh yang bergerak pada transportasi dan angkutan. Bebas dari kepentingan pihak luar dan kelompok non unionist. SBSI adalah organisasi yang murni bergerak membela nasib buruh dan tidak menjadi gerakan politik praktis. Kalaupun ada motif politik dan terlibat politik, semata-mata untuk perubahan nasib buruh agar lebih makmur. Serikat Buruh (SBSI) tidak berkeinginan merebut pemerintahan atau menajdi pengusaha atau majikan. Prinsip ini berlaku untuk aktivis SBSI yang tidak bercita-cita menjadi pejabat pemerintahan atau pengusaha.

3. Non Diskriminasi

SBSI harus berprinsip tidak membeda-bedakan buruh, baik karena perbedaan ideologi, politik, jenis kelamin dan ras. Semua buruh berhak menjadi anggota, mendapat pelayanan organisasi, menduduki kepengurusan dan mengikuti kegiatan organisasi. Bagi buruh yang telah bergabung ke SBSI di luar dari sektor yang telah ditentukan akan disalurkan ke federasi yang begabung dengan SBSI.


(51)

4. Demokratis

Prinsip ini bermakna SBSI adalah wadah perjuangan buruh yang harus bertanggung jawab memenuhi beberapa syarat demokrasi, seperti anggota pemilik kedaulatan tertinggi organisasi dan perwujudannya dilakukan secara representatif. Adapun pertanggung jawaban publik, transparan, ada mekanisme pergantian kepengurusan secara periodik. Kebersamaan adan bersatu dalam kemajemukan (unity within diversity). Prinsip yang mengedepankan nilai kesetiakawanan dan tolong-menolong dalam segala aspek perjuangan, baik aksi lokal, nasional, atau internasional. Perkembangan globalisasi dan dampaknya kepada buruh di seluruh dunia membuat prinsip ini menjadi sangat penting sekalipun berbeda negara, pekerjaan dan sektor kerja. Solidaritas akan melampaui batas-batas tersebut.

C. Visi dan Misi SBSI

Berdasarkan tujuan berdirinya organisasi SBSI, sebagaimana yang diatur pada Anggaran Dasar Pasal 8 : mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia di dalam pembangunan nasional sebagai Pengamalan Pancasila dan UUD 1945 dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi buruh dengan hak berorganisasi secara kolektif untuk menyatakan pendapat, hak mengadakan perjanjian perburuhan, dan hak memperoleh perlindungan. Menumbuh kembangkan rasa kebersamaan buruh sebagai anggota SBSI serta mewujudkan rasa persatuan antar sesama buruh.


(52)

Mencapai kesejahteraan buruh, anggota SBSI dan keluarga dengan syarat dan kondisi kerja untuk mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Untuk ini, visi yang sesuai dengan SBSI adalah “ Buruh yang ramah dan makmur”. Untuk mencapai visi SBSI yang sesuai dengan kalimat “ Buruh yang ramah dan makmur” hanya dapat dicapai apabila kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara berada dalam tatanan yang demokratis, berkeadilan, hak Azasi manusia terjamin dan adanya kepastian hukum. Untuk merealisasikan visi SBSI (lima) tahun ke depan (2012-2017) sesuai dengan realitas Serikat Buruh/ Serikat Pekerja terkait situasi global saat ini, misi SBSI “ Kesempatan Kerja dan Pekerjaan yang Layak pada Sektor”.

Misi ini menyiratkan:

1. Mewujudkan kesempatan kerja bagi angkatan kerja rakyat Indonesia 2. Mewujudkan lapangan kerja yang layak dengan hubungan kerja tetap,

upah layak, dan jaminan sosial ketenagakerjaan yang memadai. 3. Terpenuhi K-3 di tempat kerja, bebas intimidasi dan diskriminasi. 4. Kebebasan berserikat dan berunding bersama terjamin.

5. Memberikan pelayanan yang baik bagi para buruh di segala sektor.

D. Dasar Pemikiran Dan Strategi Perjuangan SBSI

Sesungguhnya setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam berbangsa dan bernegara. Buruh adalah bagian integral yang memiliki hak sama dengan seluruh warga negara. Demikian juga dengan kebebasan berkumpul,


(53)

berserikat, dan mengeluarkan pendapat yang dijamin UUD 1945 Pasal 28. Dengan kebebasan berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat yang dijamin dalam UUD 1945 pasal 28. Dengan demikian, keberadaan buruh beserta peran pentingnya dalam produksi dan jasa, mutlak harus dilindungi. Perlindungan tersebut tertuang pada TAP MPR No.IC/MPR 1999 tentang GBHN, 8 Konvensi ILO yang diratifikasi dan telah diundangkan pada Undang-Undang perburuhan yang mengatur pokok-pokok ketenagakerjaan.

Kenyataan, perwujudan hak buruh tersebut seakan terlepas dari berbagai hal yang menyangkut pola hubungan antara majikan dengan buruh belum bersifat partnership. Dominan kepentingan pengusaha dan penguasa sering menjadi hambatan mewujudkan hak buruh. Kelebihan tenaga kerja tidak sebanding dengan lapangan kerja sehingga posisi tawar buruh lemah. Kelemahan ini dapat dilihat dari sistem hubungan kerja dan pengupahan yang merugikan buruh dan tetap masih dipraktikkan sekarang. Kebijakan pemerintah dan pengusaha membuat upah murah, di samping pengawasan yang lemah mengakibatkan rawan konflik yang berdampak bagi kehidupan buruh yang layak menjadi tidak terjamin. Pada sisi lain, dampak dan akibat kebijakan pemerintah secara politis membuka ruang meluasnya outsourching, buruh kontrak, dan buruh harian lepas membuat posisi buruh yang sangat lemah. Berdasarkan kenyataan posisi buruh lemah diatas, SBSI memandang perlu dibuat strategi perjuangan yang ideal yang berdasarkan semangat Pancasila dan UUD 1945 serta Konvensi ILO dimana strategi perjuangan dibuat atas potensi dasar yang dimiliki.


(54)

a. Bidang Politik

SBSI harus terus berjuang menyadarkan dan memberi pemahaman politik bagi anggota dan masyarakat. SBSI berpendirian, manusia Indonesia yang berkualitas harus tahu dan sadar akan hak dan kewajibannya secara politis. Untuk itu, SBSI perlu membangun berbagai instrument yang mendukung proses demokratisasi dalam berbangsa dan bernegara. SBSI harus tetap berjuang agar kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat atau aspirasi politik melalui saluran politik alternatif yang tidak menjadi subordinasi dengan sistem kekuasaan. SBSI berjuang agar institusi politik dan non-politis : DPR, MPR, MA, BPK, partai politik, oganisasi keagamaan, dan organisasi formal dan non formal masyarakat benar-benar mandiri dan independen serta berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga dapat menghindarkan masyarakat mencari saluran politik yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

SBSI harus memposisikan organisasi gerakan yang membangun system pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan mendesak segenap aparatur negara bekerja jujur, bersih, efisien dan efektif berlandaskan sikap pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara dalam pembangunan dan pemerintahan yang bertanggung jawab. SBSI secara internal memandang perlu proses demokratisasi dapat mewadahi aspirasi dan pembelajaran politik bagi buruh. Semua anggota dan kader harus memiliki pemahaman tentang situasi politik sehingga mandiri menentukan penyampaian aspirasi dan pilihan politis.


(55)

b. Bidang Ekonomi, Hubungan Kerja dan Kesejahteraan

Pembangunan Perekonomian Nasional sampai saat ini belum mampu memakmurkan buruh dan kebanyakan rakyat Indonesia. Pengangguran usia produktif masih ditemukan dimana-mana. Dampak dari penganguran karena lapangan kerja yang kurang memadai dan akibat outsourching, banyak tenaga kerja yang produktif mencari jalan pintas memasuki lapangan kerja pada sektor transportasi dan angkutan umum tanpa bekal kemampuan dan keahlian yang dimiliki.

Untuk memperlancar roda perekonomian nasional, yang paling efektif menggerakkan sumber daya manusia di semua bidang kegiatan dan alat transportasi segala bahan baku dan bahan pembantu produk industri, pertanian, perkebunan, pertambangan dan perniagaan. Kenyataan, pemerintah dan banyak pihak yang menggelutinya belum maksimal memikirkan sistem transportasi yang efisien dan efektif termasuk membuat tata kelola sumber daya manusia penggerak transportasi dan angkutan agar sarana transportasi dan sumber daya manusia yang menggerakkan roda perekonomian tidak terjerat dengan perekonomian biaya tinggi dari tindakan destruktif operator yang justru membuat pelayanan menjadi bias.

Pada sisi lain, hubungan kerja bidang transportasi dan angkutan belum sepenuhnya terakomodir dan terselesaikan sebagaimana yang diatur pada UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hubungan kerja terkesan didesain menjadi hubungan kerja yang unik. Hubungan kerja yang seharusnya hubungan


(56)

permanen dipoles menjadi “ hubungan kemitraan” dibius rasa ketakutan kehilangan pekerjaan mengakibatkan posisi hak menjadi urutan terakhir. Permasalahan hak buruh ini diperparah dengan kesadaran buruh untuk berorganisasi melalui Serikat Buruh masih lemah dan Serikat Buruh yang ada belum mampu sepenuhnya merekrut buruh menjadi anggota Serikat Buruh.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, SBSI bertekad secara aktif dengan seluruh Serikat Buruh turut menata sistem transportasi nasional sehingga kemakmuran yang diperoleh buruh diperoleh dengan baik dan perusahaan tempat bekerja buruh lebih produktif, efisien, dan ekonomis melayani konsumen pengguna jasa transportasi dan angkutan. Untuk itu SBSI secara nyata berjuang melakukan hal sebagai berikut :

1. Meminta pemerintah Indonesia melakukan clean governance system dengan tidak melakukan kewenangannnya berubah menjadi kekuasaan.

2. Untuk menekan biaya tinggi, pemerintah wajib memberi kemudahan bagi pengusaha agar alat produksi yang diimpor dibebaskan dari bea masuk, PPN, keringanan pajak tahunan, pembebasan biaya keur, izin usaha,izin operasi, dan pemberian subsidi BBM dan spare parts kendaraan (udara, laut, dan darat) sehingga sarana bisa dijadikan sebagai stabilisator dan dinamisator pembangunan nasional jangka panjang.


(57)

3. Perlindungan khusus bagi buruh dengan kewajiban membuat PKB di setiap perusahaan yang telah berdiri Serikat Buruh

4. Mendesak pemerintah dengan semangat otonomi untuk bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan usaha di setiap wilayah Indonesia. 5. Mengupayakan dan menjamin keamanan investor nasional dan

internasional mendirikan usaha untuk menjamin lapangan kerja tercukupi untuk tenaga kerja.

C. Bidang Hukum

SBSI bersama-sama dengan seluruh SB/SP mewujudkan reformasi hukum perburuhan, meliputi :

1. Menjamin penyelesaian perselisihan buruh yang murah, cepat, tepat dan adil.

2. Memberi kepastian hukum dengan ketentuan melarang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak sampai ada keputusan pengadilan perburuhan mem-PHK buruh.

3. Mengkampanyekan terwujudnyademokrasi hukum yang menjamin perlindungan HAM untuk buruh dan rakyat Indonesia.

D. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan organisasi, untuk meningkatkan kemampuan anggota dan ketrampilan pengurus, DPN SBSI memfasilitasi memberikan pendidikan dari


(58)

level Batra, BTC, LTC, TFT dan pendidikan khusus. Pendidikan unionist professional sejalan dengan perkembangan organisasi, keterampilan pengurus dan staf, DPN SBSI memberi pendidikan meliputi :

1. Advokasi 2. Public Relation 3. Arbitrase 4. Hakim buruh

5. Penelitian/ data base 6. Manajemen organisasi 7. Civic education

8. UU No.22/ 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan.

E. Hukum dan HAM

DPN SBSI berupaya mewujudkan program hukum dan HAM, meliputi :

1. Legislasi, memperbaharui semua produk peraturan perundang-undangan bidang perburuhan.

2. Membantu penyelesaian masalah perburuhan yang dialami anggota dan pengurus.

3. Memberi pendidikan paralegal untuk PK dan DPC SBSI untuk membela hak dan kepentingan anggota.


(59)

F. Aliansi/ Jaringan Kerja

SBSI berupaya meningkatkan peran serta dengan lembaga perburuhan internasional.

Membangun kerja sama dengan kalangan SB/SP dalam hal : 1. Legislasi

2. Pengupahan/ Kesejahteraan anggota dan pengurus. 3. Tripartit nasional

4. Hubungan Internasional

E. Pokok-Pokok Program

Konsolidasi

Sejalan dengan pengembangan SBSI, rencana konsolidasi (2012-2017) : 1. Mendirikan dan memperkuat Cabang SBSI yang mandiri di setiap

wilayah.

2. Memiliki data base organsasi SBSI yang lengkap secara keseluruhan. 3. Bekerjasama dengan Serikat Buruh lain meningkatkan media komunikasi

internal dan eksternal sebagai sarana sosialisasi organisasi.

4. Melakukan kegiatan organisasi dengan membahas agenda penting untuk kepentingan anggota dan organisasi.


(60)

F. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Buruh Solidaritas Indonesia

BAB I

NAMA, KEDUDUKAN, STATUS, BENTUK dan KEDAULATAN Pasal 1

NAMA

Organisasi ini bernama Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia disingkat SBSI.

Pasal 2 KEDUDUKAN

Organisasi ini berkedudukan di Jakarta tempat kantor Pusat Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia dn dapat membentuk perwakilan maupun mempunyai cabang di seluruh wilayah Indonesia.

Pasal 3 STATUS

Organisasi ini adalah organisasi buruh/pekerja yang berdaulat, demokratis, independen, mandiri, dan tidak menjadi bagian dari suatu organisasi politik.

Pasal 4 BENTUK

Organisasi ini memiliki cabang di Daerah Tingkat I atau Tingkat II atau gabungan dari beberapa Daerah Tingkat II.


(61)

Pasal 5 KEDAULATAN

Kedaulatan tertinggi organisasi ini berada pada anggota yang dilakukan sepenuhnya pada Kongres Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

BAB II

AZAS, LANDASAN, TUJUAN, FUNGSI dan USAHA Pasal 6

Azas

Organisasi ini berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7

Landasan Konstitusional Organisasi adalah Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga SBSI.

Pasal 8 TUJUAN Organisasi ini didirikan berdasarkan tujuan :

1. Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia di dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan UUD 1945 dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

2. Menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi buruh dengan hak

berorganisasi secara kolektif untuk mengutarakan pendapat, hak mengadakan perjanjian kerja bersama dan hak memperoleh perlindungan hukum.


(62)

3. Menumbuh-kembangkan rasa solidaritas sesama buruh/pekerja seluruh Indonesia serta mewujudkan rasa persatuan dan persaudaraan antar sesama kaum buruh untuk mencapai kemakmuran buruh, anggota Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia serta syarat dan kondisi kerja untuk mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

4. Mengupayakan kemakmuran buruh anggota Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang demokratis, berkeadilan dan sesuai dengan HAM.

5. Menghimpun seluruh komponen bangsa tanpa memandang latar belakang pendidikan, sosial, suku, ras, ekonomi, maupun di bidang agama agar dapat memahami secara mendalam latar belakang perjuangan buruh dalam rangka mengisi kemerdekaan.

6. Mendorong an meningkatkan peran serta masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam pembangunan Indonesia seutuhnya.

7. Melakukan pemberdayaan kepada masyarakat Indonesia di Bidang Hukum dan Hak Azasi Manusia, diantaranya mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) khususnya di bidang perburuhan.


(63)

Pasal 9 FUNGSI

Untuk mencapai tujuan organisasi ini berfungsi: menegakkan keadilan, demokrasi serta membela dan melindungi hak, kepentingan, serta aspirasi buruh anggota Serikat/ Pekerja Solidaritas Indonesia, membangun rasa solidaritas untk mencapai kemakmuran bagi buruh/pekerja dan keluarganya.

Pasal 10 USAHA

Untuk mencapai tujuannya organisasi ini melakukan usaha :

1. Berperan aktif daam mempengaruhi kebijakan Pemerintah pada bidang perburuhan.

2. Mengupayakan penyadaran dan pembelaan hukum untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi anggota Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

3. Menyelenggarakan pendidikan perburuhan secara sistematis, berkesinambungan dan terpadu bagi anggota dan pengurus Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

4. Memperjuangkan syarat kerja yang mencerminkan keadilan sosial serta mempertinggi mutu pengetahuan, ketrampilan dan pekerjaan serta kemampuan berorganisasi bagi anggota Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.


(64)

5. Membina hubungan dan kerjasama dengan Serikat Buruh Nasional dan Internasional.

6. Mengupayakan kerjasama dengan Poliklinik untuk menjamin

kesehatan keluarga dan anggota Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

7. Menciptakan peluang usaha yang berorientasi padat karya.

8. Bekerjasama dengan pihak asuransi menyelenggarakan asuransi ketenagakerjaan untuk keluarga dan anggota Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

9. Mendirikan koperasi untuk kepentingan buruh SBSI. BAB III

BENDERA, LAMBANG, TRIDARMA Dan LAGU Pasal 11

BENDERA

Bendera organisasi SBSI dengan warna dasar putih dan lambang organisasi berada di tengah bendera dan di dalam lingkaran tertulis kata SBSI.

Pasal 12 LAMBANG Lambang organisasi terdiri dari :

1. Lingkaran biru gerigi mencerminkan bahwa Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia adalah suatu kesatuan yang tak terpisahkan dalam rasa solidaritas.


(65)

2. Warna merah mencerminkan keberanian buruh/pekerja dalam kejujuran.

3. Tulisan SBSI yang berwarna merah latar belakang putih mencerminkan kesucian para Buruh Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia berjiwa patriot, jujur, bersih.

4. Jabatan tangan dan tulisan solidaritas mencerminkan kesepakatan solidaritas sesama dan kerja sama yang baik dalam menyelesaikan masalah.

5. Timbangan adalah mencerminkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

6. Tulisan SBSI adalah singkatan dari Serikat Buruh Solidaritas Indonesia.

Pasal 13 TRI DARMA, LAGU 1. Tri Darma SBSI

2. Lagu organisasi adalah Mars SBSI BAB IV

KEANGGOTAAN ORGANISASI Pasal 14

ANGGOTA

Yang menjadi anggota organisasi adalah buruh yang wajib menaati dan menerima Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan keputusan Organisasi Seriakt


(66)

Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia Anggota Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia terdiri dari :

a. Anggota Biasa b. Anggota Luar Biasa c. Anggota Kehormatan

Pasal 15 HAK ANGGOTA Anggota Biasa :

Mempunyai hak suara, hak memilih dan dipilih, memperoleh segala pelayanan yang dilakukan oleh organisasi.

Anggota Luar Biasa :

Mempunyai hak bicara dan menyampaikan pendapat. Anggota Kehormatan :

Mempunyai hak bicara dan menyampaikan pendapat.

Setiap anggota SBSI mempunyai hak : mendapatkan pendidikan, pengetahuan perburuhan untuk meningkatkan Ketrampilan Mendapatkan Pembelaan hukum terhadap setiap masalah perburuhan yang dihadapinya memperoleh hasil usaha organisasi.

Pasal 16

KEWAJIBAN ANGGOTA

1. Wajib mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Keputusan Organisasi SBSI.


(67)

2. Membela dan menjungjung tinggi nama baik organisasi. 3. Membayar iuran anggota setiap bulan.

4. Ikut aktif dalam melaksanakan keputusan organisasi. 5. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.

Pasal 17 SANKSI

Sanksi adalah tindakan hukuman yang dikenakan pada anggota atau pengurus SBSI berupa :

1. Peringatan lisan atau tertulis. 2. Penon-aktifan tugas.

3. Dipecat.

BAB V

PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 18

KEPUTUSAN

Keputusan sidang/rapat organisasi pada semua jajaran dan tingkatan pada dasarnya diambil atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat. Bila tidak tercapai mufakat, ditempuh melalui pemungutan suara (voting).

Pasal 19

TINGKAT KEPUTUSAN

Organisasi ini mempunyai tingkat keputusan yang hirarkis sebagai berikut : 1. Keputusan Badan Pendiri


(68)

2. Keputusan Kongres

3. Keputusan Rapat Kerja Nasional 4. Keputusan Dewan Pimpinan Nasional. 5. Keputusan Konferensi Daerah.

6. Keputusan Dewan Pimpinan Daerah 7. Keputusan Konferensi Cabang. 8. Keputusan Dewan Pimpinan Cabang 9. Keputusan Rapat Pimpinan Komisariat. 10.Keputusan Pimpinan Komisariat

11.Keputusan yang lebih rendah tunduk kepada keputusan yang lebih tinggi sesuai dengan tingkat keputusan organisasi.

BAB VI

KONGRES, KONGRES LUAR BIASA dan RAPAT KERJA NASIONAL Pasal 20

KONGRES

1. Kongres adalah badan tertinggi pengambilan keputusan dalam organisasi SBSI.

2. Kongres SBSI berlangsung sekurang-kurangnya 1 kali dalam lima tahun. 3. Kongres Serikat Buruh Solidaritas Indonesia dilaksanakan untuk : Menilai

pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh/ Pekerja Solidarias Indonesia.


(69)

4. Menetapkan anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

5. Menetapkan prinsip dan strategi perjuangan Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

6. Memilih dan menetapkan Majelis Penasehat Organisasi. 7. Memilih dan menetapkan Badan Pemeriksa Keuangan.

8. Memilih dan meneapkan Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia.

9. Menetapkan GBHO SBSI. 10. Membuat keputusan organisasi.

Kongres Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah seluruh delegasi yang telah ditentukan. Pemberitahuan Kongres kepada federasi- federasi SBSI selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sebelum pelaksanaan.

Pasal 21

KONGRES LUAR BIASA

Kongres Luar Biasa hanya dapat dilaksanakan jika Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia dinilai telah menyimpang dan tidak dapat melaksanakan amanat kongres.


(70)

Pasal 22

RAPAT KERJA NASIONAL

Rapat Kerja Nasional Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia diadakan satu kali dalam dua tahun.

BAB VI Pasal 23

KONFERENSI DAERAH

Konferensi Dewan Pimpinan Daerah Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia adalah forum pengambilan keputusan tertinggi tingkat daerah.

BAB VII

KONFERENSI CABANG Pasal 24

KONFERENSI DEWAN PENGURUS CABANG

Konferensi Dewan Pimpinan Cabang Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia adalah forum pengambilan keputusan tertinggi tingkat cabang.

Pasal 25

RAPAT PENGURUS KOMISARIAT

Rapat Pimpinan Komisariat Serikat Buruh/ Pekerja Solidaritas Indonesia adalah forum pengambilan keputusan tertinggi tingkat komisariat.


(71)

BAB VIII

ALAT KELENGKAPAN ORGANISASI Pasal 26

ALAT KELENGKAPAN ORGANISASI SBSI Organisasi ini mempunyai kelengkapan:

1. Badan Pendiri Organisasi.

2. Majelis Penasehat Organisasi SBSI. 3. Badan Pemeriksa Keuangan DPN SBSI. 4. Dewan Pimpinan Nasional SBSI. 5. Komite DPN SBSI.

6. Dewan Pimpinan Daerah SBSI. 7. Dewan Pimpinan Cabang SBSI. 8. Pimpinan Komisariat SBSI.

BAB IX

BADAN PENDIRI MAJELIS PENASEHAT ORGANISASI (BP, MPO) Pasal 27

BADAN PENDIRI

1. Badan Pendiri adalah para penggagas dan Pemrakarsa berdirinya organisasi ini.

2. Badan Pendiri berjumlah tetap.

3. Badan Pendiri sebagai Dewan Tertinggi dalam organisasi, memiliki kewenangan untuk menjaga kebutuhan, mengawasi serta keselarasan dan


(1)

ini. Lapangan kerja yang sedikit membuat buruh menerima konsekuensi dari pengusaha sekalipun upah sangat rendah.

Peran pemerintah yang sangat rendah dalam memperjuangkan buruh menjadi salah faktor undang-undang No.13 Tahun 2003 tidak berjalan dengan sebagaimana seharusnya. Kurangnya pengawasan terhadap pengusaha menyebabkan banyak pengusaha yang tidak terlalu mengikuti Undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah.

Undang-undang No.13 Tahun 2003 diharapkan dapat memberikan jaminan kepada buruh untuk mendapatkan posisi yang lebih baik sehingga tidak mendapatkan perlakukan yang semena-mena dari pengusaha, namun dalam pengimplementasiannya undang-undang ini masih banyak dilanggar oleh pengusaha. Pemerintah yang seharusnya mengeluarkan kebijakan untuk membela hak buruh malah terkesan berbalik dan mendukung pihak pengusaha.

Tugas pemerintah adalah sebagai pembuat kebijakan (regulasi) dan pengawasan, oleh sebab itu pemerintah harus mampu memlihat kondisi kebutuhan para buruh sehingga regulasi yang dibut lebih bersifat mengikat dan negara harus dapat menawasi segala tindakan pengusaha sebab buruh merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang berhak untuk mendapatkan penghidupan yang layak.

Undang-undang No.13 tahun 2003 sudah memberikan aturan yang cukup rinci tentang ketenagakerjaan di Indonesia, namun dalam pelakasanaan teknisnya,


(2)

pemerintah praktis hanya membuat regulasinya saja sedangkan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha. Hal ini yang menyebabkan undang-undang ini belum dapat berjalan dengan baik.

Dalam masalah buruh dengan pengusaha dibutuhkan peran dari Serikat Buruh. Serikat Buruh ini dapat membantu pemerintah dalam mengawasi jalannya undang-undang ini. Sebab dalam pengimplementasiannya. Undang-undang ketenagakerjaan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pengusaha. Oleh sebab itu, Serikat buruh berusaha membantu buruh apabila terdapat perlakukan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam masalah buruh ini, bukan tugas pemerintah dan Serikat buruh saja, namun dalam hal ini dibutuhkan juga partisipasi dari masyarakat, aktivis dan juga akademisi.

B. Saran

Dalam menetapkan sebuah kebijakan sebaiknya pemerintah harus meningkatkan pemgawasan terhadap berjalannya undang-undang tersebut sehingga undang-undang tersebut dapat diimplementasikan dengan baik dan hasilnya dapat maksimal.

Dalam mengatasi masalah buruh, sebaiknya dibutuhkan komunikasi antara pemerintah dengan buruh, dan juga pemerintah dengan pengusaha serta dengan Serikat Buruh sehingga tuntutan-tuntutan yang diminta buruh dapat lebih terealisasi.


(3)

Dalam menjalankan undang-undang ketenagakerjaan ini, pemerintah harus dapat bertindak tegas apabila ada pengusaha yang tidak mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah sehingga tidak hanya berfungsi sebagai pembuat kebijakan saja. Sebab kebijakan tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya campur tangan dari pemerintah.

Dalam menyelesaikan masalah buruh, diharapkan adanya partisipasi dari semua masyarakat. Sebab pemerintah berfungsi untuk membuat kebijakan, namun pemerintah tidak dapat melakukannya tanpa aanya partisipasi dan bantuan dari segenap lapisan masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Abdul, Solichin. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Malang : Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format- Format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press.

Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Airlangga University Press.

Black, A. James. 2009. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung : Refika Aditama.

Brewer, Anthony. 1999. Kajian Kritis Das Kapital Karl Marx. Jakarta : Teplok Press.

Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Edwards, George. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Lukman Offset.

Elster, Jon. 2000. Karl Marx Marxisme- Analisis Kritis Sebuah Analisis Kritis Tokoh Historis Pengguncang Dunia Perlukah Kita Menolak Komunisme. Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya.

Gaus, F. Gerald. 2012. Handbook Teori Politik. Jakarta : Penerbit Nusa Media. Horison, Santi. 2009. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta : Prenada Media


(5)

Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model Dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gava Media.

Marx, Karl. 2004. Kapital Sebuah Kritik Ekonomi Politik. Jakarta : Hasta Mitra. Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta :

Rineka Cipta.

Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Strauss, Anselm. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sabarguna, Boy. 2008. Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suseno, Franz Magnis. 2010. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Sutrisno, Mudji. 2000. Revolusi Dan Kontra Revolusi. Yogyakarta : Penerbit Jendela.

Undang-Undang :


(6)

Jurnal-Jurnal :

Tjandraningsih. Herawati & Suhadmadi. 2010. Diskriminatif dan Eksploitatif : Praktek Kerja Kontrak dan Outsourcing Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia Menuju Upah Layak , Hujan Batu Buruh Kita.

Jurnal Sosial Demokrasi. Buruh dan Politik : Tantangan dan Peluang Gerakan Buruh Indonesia Pasca Reformasi.

Sumber Internet

Sumber lainnya :

Buku Panduan Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Serikat Buruh Solidaritas Indonesia.