2.7. Faktor risiko konstipasi
Pengenalan dini faktor-faktor risiko pencetus konstipasi dapat membantu untuk mencegah konstipasi itu sendiri. Pengembangan faktor-faktor risiko
yang dapat mencetus konstipasi mencakup berbagai segi studi penelitian.
Tabel 2.1. Faktor-fator risiko konstipasi pada anak
17
Faktor risiko konstipasi pada anak
17
A. Jenis kelamin B. Tingkat pergerakan
C. Asupan serat harian D. Asupan cairan harian
E. Penggunaan kamar mandi F. Kondisi fisiologis: 1. Gangguan metabolik
2. Gangguan bentuk panggul 3. Gangguan neuromuskular
4. Gangguan endokrin 5. Gangguan abdominal
6. Kolorektal G. Kondisi psikologis: 1. Gangguan psikiatri
2. Gangguan belajar atau demensia H. Medikasi: 1. Anti emetik:
2. Obat-obatan penghambat saluran kalsium 3. Suplemen besi
4. Analgetik: analgetik non-opioid, opioid 5. Antikolinergik: anti kejang, anti depresi, anti Parkinson, anti spasmodik
6. Kemoterapi sitotoksik: agen sitotoksik, agen alkaloid Vinca
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konstipasi fungsional melibatkan faktor non farmakologi dan faktor farmakologi.
18
Secara umum tatalaksana konstipasi fungsional meliputi:
Universitas Sumatera Utara
1. Evakuasi tinja
Evakuasi tinja adalah proses yang dilakukan untuk mengeluarkan massa tinja atau skibala yang teraba pada pada palpasi regio abdomen bawah.
Evakuasi skibala ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan. Evakuasi tinja dapat dilakukan dengan obat oral atau rektal.
4,19-21
Tabel 2.2. Anjuran obat yang diberikan untuk evakuasi tinja pada anak
Obat-obatan
20
1. Bayi di bawah 1 tahun
Gliserin supositoria Enema: 6 mlkgBB, maksimal 135 ml
2. Anak – anak di atas 1 tahun Evakuasi tinja secara cepat
Enema: 6 mlkg maksimal 135 ml setiap 12 sampai 24 jam 1 sampai 3 kali Minyak mineral
Fosfat Pengobatan kombinasi: enema,supositoria, dan pencahar
Hari 1: enema setiap 12 sampai 24 jam Hari 2: Bisakodil supositoria 10 mg setiap 12 sampai 24 jam
Hari 3: Bisakodil tablet setiap 12 sampai 24 jam PEG secara oral atau NGT: 25 mlkgBBjam maksimal 1000 mljam selama 4 jam
perhari
Evakuasi tinja secara lebih lambat
Minyak mineral secara oral: 15 sampai 30 mltahun usiahari untuk 3 atau 4 hari Senna oral: 15 ml setiap 12 jam untuk 3 dosis
Magnesium sitrat maksimal 300 ml
2. Terapi rumatan
Segera setelah berhasil melakukan evakuasi tinja, terapi ditujukan untuk mencegah kekambuhan. Terapi rumatan meliputi intervensi diet,
modifikasi perilaku, edukasi pada orang tua, konsultasi dan pemberian
Universitas Sumatera Utara
obat- obatan untuk menjamin interval defekasi yang normal dengan evakuasi tinja yang sempurna.
4,23-25
Terapi rumatan mungkin diperlukan selama beberapa bulan. Bila defekasi telah normal, terapi rumatan dapat
dikurangi untuk kemudian dihentikan. Pengamatan perlu dilakukan karena angka kekambuhan tinggi, dan pada pengamatan jangka panjang banyak
anak yang masih memerlukan terapi rumatan sampai dewasa.
Tabel 2.3. Anjuran obat untuk terapi rumatan pada anak.
2,7,26,27 2
Obat- obatan Lubrikan:
minyak mineral: 1 sampai 3 mlkgBBhari Laksatif osmotik:
Laktulosa Mg hidroksida konsentrasi 400 mg5ml 1 sampai 3 mlkgBBhari dosis terbagi
Mg hidroksida konsentrasi 800 mg5ml 0,5 mlkgBBhari dosis terbagi PEG 17 gr240 ml air 1 grkgBBhari dosis terbagi
Sorbitol: 1 sampai 3 mlkgBBhari dosis terbagi
Laksatif stimulan: Sirup senna
Bisakodil tablet: 1 sampai 3 tabhari Pemberian melalui rektal:
Gliserin supositoria Bisakodil supositoria
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Konseptual
: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian
Posisi BAB
- Jongkok - Duduk
Edukasi Perubahan tingkah laku
Pencahar Obat-obatan
Penderita Konstipasi
Kriteria Rome III
Asupan serat harian Asupan cairan harian
Feses keras Frekuensi
≤ 2 xminggu
3 episode dalam satu periode waktu selama
3 bulan mempengaruhi
aktivitas anak sehari-hari
Kondisi fisiologis Kondisi psikologis
Medikasi
Universitas Sumatera Utara
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain
Desain penelitian ini adalah studi cross sectional untuk megetahui hubungan posisi anak saat buang air besar dengan kejadian konstipasi
fungsional.
3.2. Tempat dan waktu
Penelitian dilakukan di SLTP Harapan di Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara selama bulan November 2010.
3.3. Populasi dan sampel
Populasi target adalah anak pelajar SLTP yang menderita konstipasi. Populasi terjangkau adalah anak pelajar SLTP di Kotamadya Medan
Provinsi Sumatera Utara. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.
3.4. Perkiraan besar sampel