Analisa Tegangan Dua Dimensi pada Balok Tinggi dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Metode HEFT 240

(1)

ANALISA TEGANGAN DUA DIMENSI PADA BALOK

TINGGI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN

HINGGA DAN METODE HEFT 240

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun oleh :

090404126

OVIT SAMUEL PURBA

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

ABSTRAK

Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi

lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Ada

banyak cara dalam menganalisis sebuah balok tinggi, misalnya metode finite

difference, metode elastisitas dua dimensi, metode analisis tegangan. Secara eksak nilai tegangan dapat dicari tetapi membutuhkan waktu yang lama dan pendalaman pada rumus yang dipakai. Salah satu metode lain yang bisa dipakai untuk mencari

tegangan pada balok tinggi dapat menggunakan metode elemen hingga ( finite

element method ). Untuk melakukan analisis ini dipergunakan elemen segitiga yaitu dengan membuat garis fiktif yang sedemikian rupa sehingga membentuk elemen-elemen segitiga dan masing-masing nodal diberi nomor-nomor yang berurutan. Tetapi dalam perhitungannya akan mejadi lama jika dilakukan secara manual, maka penulis memakai program Microsoft Excel dalam menyelesaikan perhitungan yang nantinya nilai tegangan yang didapat akan dibandingkan dengan menggunakan metode Heft 240.Metode Heft 240 dipergunakan untuk mendapatkan tegangan dengan prosedur dan tabel-tabel yang sudah ditetapkan untuk berbagai kondisi perletakan dan pembebanan.Ada dua tipe elemen yang paling umum digunakan yaitu elemen berbentuk segi empat dan berbentuk segitiga, Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pemakaian elemen segitiga dengan dua beban terpusat sebesar 400 kN. Hasil analisis dengan metode elemen hingga bahwa balok tinggi dengan balok biasa mempunyai karakteristik tengangan yang sangat berbeda, karena pada balok biasa tidak diperhitungkan tegangan normal ( tegangan vertikal ). Akibatnya melalui pengaruh tegangan normal menghasilkan distribusi tegangan lentur menjadi tidak linier dan juga diagram tegangan geser tidak membentuk parabola. Nilai perbandingan yang

didapat dari hitungan metode Heft 240 sebesar -313,6 kN/m dan elemen segitiga

sebesar -310,143kN/m. Maka dapat disimpulkan pendekatan ini relevan dan dapat digunakan untuk menentukan jumlah tulangan pada balok tinggi.

Kata kunci :balok tinggi, elemen diskrit, finite difference , generalized, metode


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyatakan kasih dan rahmatNya kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.Karena kasihNya-lah yang masih tetap mengizinkan saya menyelesaikan tugas akhir ini dan masih memberi kesempatan yang berharga ini kepada saya.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul :

ANALISA TEGANGAN DUA DIMENSI PADA BALOK TINGGI DENGAN

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DAN METODE HEFT 240”

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pemimbing saya yang telah banyak memberikan dukungan, selalu bersabar memberikan masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik


(4)

4. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

5. Untuk keluargaku yang selalu mendoakanku pada masa studi ini saya

menyadari

6. Untuk rekan-rekan seperjuangan yang sudah saya anggap sebagai saudara:

John , Mariance, Maria, Sumihar, Plani, Desi, Elisa, Manna Grace, Elgina, Erin, Grace, Sandy, Sahala, Wahyu, Frengky, Jimmy, Jostar, Hasoloan, Agrifa, Suparta, Edwin,Junwesdi, Abraham yang telah banyak sekali membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini.

7. Dan untuk seluruh rekan-rekan stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan

satu persatu. Rekan-rekan seperjuangan yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan bahkan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

8. Adik-adik angkatan 2012 juga semua, terimakasih buat dukungannya.

9. Adik KK saya Semen Fidei ( Frans, David, Albert, Yohana ), dan Reinforced

Faith ( Erick, Hendra, Fanny , Sintong ) yang telah mendukung saya dalam doa seiring di pelayanan dan mengerjakan tugas akhir ini.

10. Kepada adik PIPA yang dikasihi Kristus, Penda, Maria, Lilis Dwi dan Ria,

terimaksih juga karena turut menanyakan perkembangan tugas akhir saya dan mendoakannya.

11. Teman KTB saya kepada bang Aria Leo Bimantara, Agrifa, dan John yang


(5)

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Februari 2014 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... 6

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... 6

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 2

1.1 Umum ... 2

1.2 Latar Belakang Masalah ... 9

1.3 Aplikasi ... 11

1.3.1 Transfer girder ... 11

1.3.2 Bangunan bentang lebar tanpa kolom ... 12

1.3.3Pemasangan Dinding Precast Pada Bangunan Tanpa Kolom ... 13

1.4 Tujuan ... 14

1.5 Batasan Masalah ... 14

1.6 Metode Pembahasan ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Umum ... 16

2.2 Pengenalan Balok Tinggi ... 16

2.2.1 Perbedaan Antara Balok Tinggi Dengan Balok Biasa ... 17

2.2.2 Contoh Bangunan Memakai Balok Tinggi ... 18

2.3 Konsep Tegangan Dua Dimensi ... 20

2.3.1 Kesesuaian persamaan antara Regangan/perpindahan ... 21

2.3.2 Hubungan antara tegangan dan regangan ... 23

2.4 Sejarah Metode Elemen Hingga ... 27

2.5 Konsep Metode Elemen Hingga ... 28

BAB III METODE ANALISA DAN APLIKASI ... 30

3.1. Metode perhitungan tegangan dengan Matriks CST ( Constant Strain Triangular Element ) ... 30

3.1.1 Memilih tipe elemen ... 30

3.1.2 Memilih fungsi perpindahan ... 31

3.1.3 Penjabaran hubungan antara regangan-perpindahan dan tengangan-regangan ... 35

3.1.3.1 Hubungan regangan-perpindahan ... 35

3.1.3.2 Hubungan tegangan – regangan ... 37 3.1.4 Menurunkan matriks kekakuan elemen dan persamaannya . 38


(7)

3.1.5 Mengumpulkan Persamaan Elemen Untuk Mendapat

Persamaan Global dan Membuat Kondisi Batas ... 41

3.1.6 Mencari Perpindahan Tiap-Tiap Titik ... 41

3.1.7 Mencari Tegangan Yang Terjadi Pada Elemen Struktur ... 42

3.2 Metode analisa dengan cara Heft 240 ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Umum ... 46

4.2 Elemen Segitiga ... 47

4.2.1 Langkah Pertama : Diskretisasi ( Perjanjian Tanda ) dan Penefenisian Persamaan Matriks Global ... 49

4.2.2Langkah Kedua : Menentukan Matriks Kekakuan Lokal ... 51

4.2.3 Langkah Ketiga : Menggabungkan Matriks Kekakuan Lokal ... 54

4.2.4 Langkah Keempat : Mencari Perpindahan tiap-tiap titik ... 55

4.2.5 Langkah Kelima : Menghitung Tegangan-Tegangan Yang Terjadi ... 57

4.2.5.1 Tegangan pada potongan A---A (Elemen 1,3,5,7,9,11) ... 58

4.2.5.2 Tegangan σx pada potongan B—B ( Elemen 2,4,6,8,10,12 ) ... 64

4.2.5.3 Tegangan pada potongan C—C ( 14,16,18,20,22,24 ) ... 70

4.2.5.4 Tegangan pada potongan D—D ( 25,27,29,31,33,35) ... 75

4.2.5.5 Tegangan pada potongan E –E ( Elemen26,28,30,32,34,36) ... 82

4.2.5.6 Tegangan Pada potongan potongan F—F (elemen 37,39,41,43,45,47 ) ... 88

4.2.5.7 Tegangan Pada potongan potongan 1-- 1 (elemen 15,54,36,48,60,75) ... 97

4.2.5.8 Tegangan Pada potongan potongan 2-- 2 (elemen 7,19,31,43,55,63) ... 104

4.2.5.9 Tegangan Pada potongan potongan 3-- 3 (elemen 1,13,25,37,49,61 ) ... 110

4.3 Dengan metode Heft 240 sebagai control ... 117

4.4 Grafik dan perbandingan ... 120

4.5 Kontrol Lendutan ... 124

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

5.1 Kesimpulan ... 127

5.2 Saran ... 128


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 ringkasan nama dan sistem perletakan berserta gambarnya ... 45

Tabel 3.2hasil kekuatan tarik pada suatu balok tinggi dengan dua tumpuan ... 45

Tabel 4.1 ringkasan nama dan sistem perletakan berserta gambarnya ... 117

Tabel 4.2hasil kekuatan tarik pada suatu balok tinggi dengan dua tumpuan ... 118

Tabel 4.3 tegangan yang terjadi pada 6 titik ... 121

Tabel 4.4 tegangan yang didapat dengan rumus tegangan utama ... 122

Tabel 4.2 perbandingan tegangan dalam tiga metode ... 122


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan ... 2

Gambar 1.2 regangan bidang pada (a) dam yang mengalami beban horizontal (b) pipa yang mengalami beban vertikal ... 3

Gambar 1.3 keadaan tegangan dua dimensi ... 3

Gambar 1.4 model elemen segitiga ... 5

Gambar 1.5 keadaan tegangan antara balok biasa dengan balok tinggi ... 9

Gambar 1.6 model balok tinggi ... 10

Gambar 1.7 pembagian elemen segitiga ... 11

Gambar 1.8 penomoran elemen ... 11

Gambar 1.9Brunswick Building ... 12

Gambar 1.10(a) Biological Station of Garducho(b) penulangan balok tinggi memanjang (c) melintang ... 13

Gambar 1.11 pemasangan dindingprecast ... 13

Gambar 1.12pemasangan struktur precast ... 14

Gambar 2.1 (a) Struktur balok tinggi pada bangunan (b) gambar sederhana balok tinggi ... 18

Gambar 2.2 Brunswick Building ... 18

Gambar 2.3detail gaya yang terjadipada transfer girder ... 19

Gambar 2.4gaya tekan pada setiap kolom perimeter dengan (a) balok tingi transfer girder dengan ukuran besar ( tinggi 24,1 kaki ) (b) sebuah balok dengan kedalaman 1/10 dari balok tinggi ( tinggi 2,41 kaki ) ... 19

Gambar 2.5elemen diferensial bidang yang mengacu pada tegangan ... 21

Gambar 2.6elemen diferensial sebelum dan setelah deformasi ... 21

Gambar 2.7Elemen yang mengalami tegangan normal yang bertindak dalam tigaarah yang saling tegak lurus ... 24

Gambar 3.1(a) Pelat yang mengalami tegangan (b) Diskretisasi pelat menggunakan elemen segitiga ... 28

Gambar 3.2elemen dasar segitiga yang memperlihatkan derajat kebebasan ... 31


(10)

Gambar 4.1 model balok tinggi ... 46

Gambar 4.2 Diskretisasi dan penomoran balok tinggi ... 47

Gambar 4.3 Penomoran bidang segitiga ... 49

Gambar 4.4 Pengambilan nilai tegangan pada potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 57

Gambar 4.5 Pengambilan nilai tegangan pada potongan memanjang (1,2,3) ... 96

Gambar 4.6 Pemodelan tinggi lengan ... 119


(11)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Tegangan σx pada potongan potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 94

Grafik 4.2 Tegangan σy pada potongan potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 94

Grafik 4.3 Tegangan τxy pada potongan potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 95

Grafik 4.4 Tegangan τxy pada potongan potongan memanjang (1,2,3) ... 116

Grafik 4.5 Tegangan σx pada atas perletakan ( potongan A—A) ... 108

Grafik 4.6 Lendutan yang terjadi pada atas ( 1—1 ), tengah (2 –2 ), dan bawah (3 – 3 )... 123


(12)

DAFTAR NOTASI

�� : regangan normal pada bidang x-y (mm/mm)

�� : regangan normal pada bidang x-y (mm/mm)

�� : regangan normal pada bidang x-y (mm/mm)

��� : regangan geser padax-z

��� : regangan geser paday-z

dx : elemen kecil dari sisi x

dx : elemen kecil dari sisi y

�� : tegangan normal pada sumbu x(kg/cm2)

�� : tegangan normal pada sumbu y (kg/cm2)

�� : tegangan normal pada sumbu z (kg/cm2)

��� : gaya geser pada permukaan vertikal yang berperan pada tepi sumbu y

(kg/cm2)

��� :gaya geser pada permukaan vertikal yang berperan pada tepi sumbu x

(kg/cm2)

� : Tegangan Beton (MPa)

�1,�2 : tegangan utama

���� : tegangan maksimum(kg/cm2)

���� : tegangan minimum(kg/cm2)

�� : sudut utama (radian )

u : perpindahan arah x (mm)

v : perpindahan arah y (mm)

Fx : gaya pada arah x( N )

Fy : gaya pada arah y( N )

[k] : matriks kekakuan struktur

t : tebal elemen (mm)

� : luasan elemen (mm 2)

[B] : matriks gabungan

[D] : matriks elastisitas.

� : poisson’s ratio


(13)

� : Modulus geser

α, β, ϒ : koordinat luas

di : penurunana pada arah x (mm )

dj : penurunana pada arah y (mm )

dm : penurunana pada arah m (mm )

h : tinggi balok ( meter )

� : panjang bentang ( meter )

P : Beban (kN)

� : Momen ( Nm )

I : Inersia ( cm4)

V : Gaya lintang ( N )

ΔL : pertambahan panjang (mm)

�� :operator virtuil ( maya ) terhadap u

�� :operator virtuil ( maya ) terhadap x

�� :operator virtuil ( maya ) terhadap v

ϒxy : regangangeser

�’ : turunan pertama regangan pada sumbu x

�’′ : turunankedua regangan pada sumbu x

�� : perpindahan arah x pada koordinat titik i

�� : perpindahan arah x pada koordinat titik j

�� : perpindahan arah x pada koordinat titik m

�� : perpindahan arah ypada koordinat titik i

�� : perpindahan arah ypada koordinat titik j

�� : perpindahan arah ypada koordinat titik m

�� : perpindahan arah y pada koordinat titik i

�� : perpindahan arah y pada koordinat titik j

�� : perpindahan arah y pada koordinat titik m

a1, a2 a3: variabel koordinat

[N] : fungsi bentuk

Π : ( fungsional ) energi potensial

Πp : total energi potensial


(14)

Ωb : energi potensial dari gaya bidang

Ωs : energi potensial dari beban merata yang bergerak melalui perpindahan

masing-masing permukaan

�� : Energi potensial dari beban merata ( atau daya tarik permukaan )

bergerak melalui perpindahan masing-masing permukaan

� : fungsi perpindahan keseluruhan

� : matriks berat bidang/atau satuan volume atau kerapatan massa (kN/m2 )

�� : daya tarik permukaan (kN/m2)


(15)

ABSTRAK

Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi

lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Ada

banyak cara dalam menganalisis sebuah balok tinggi, misalnya metode finite

difference, metode elastisitas dua dimensi, metode analisis tegangan. Secara eksak nilai tegangan dapat dicari tetapi membutuhkan waktu yang lama dan pendalaman pada rumus yang dipakai. Salah satu metode lain yang bisa dipakai untuk mencari

tegangan pada balok tinggi dapat menggunakan metode elemen hingga ( finite

element method ). Untuk melakukan analisis ini dipergunakan elemen segitiga yaitu dengan membuat garis fiktif yang sedemikian rupa sehingga membentuk elemen-elemen segitiga dan masing-masing nodal diberi nomor-nomor yang berurutan. Tetapi dalam perhitungannya akan mejadi lama jika dilakukan secara manual, maka penulis memakai program Microsoft Excel dalam menyelesaikan perhitungan yang nantinya nilai tegangan yang didapat akan dibandingkan dengan menggunakan metode Heft 240.Metode Heft 240 dipergunakan untuk mendapatkan tegangan dengan prosedur dan tabel-tabel yang sudah ditetapkan untuk berbagai kondisi perletakan dan pembebanan.Ada dua tipe elemen yang paling umum digunakan yaitu elemen berbentuk segi empat dan berbentuk segitiga, Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pemakaian elemen segitiga dengan dua beban terpusat sebesar 400 kN. Hasil analisis dengan metode elemen hingga bahwa balok tinggi dengan balok biasa mempunyai karakteristik tengangan yang sangat berbeda, karena pada balok biasa tidak diperhitungkan tegangan normal ( tegangan vertikal ). Akibatnya melalui pengaruh tegangan normal menghasilkan distribusi tegangan lentur menjadi tidak linier dan juga diagram tegangan geser tidak membentuk parabola. Nilai perbandingan yang

didapat dari hitungan metode Heft 240 sebesar -313,6 kN/m dan elemen segitiga

sebesar -310,143kN/m. Maka dapat disimpulkan pendekatan ini relevan dan dapat digunakan untuk menentukan jumlah tulangan pada balok tinggi.

Kata kunci :balok tinggi, elemen diskrit, finite difference , generalized, metode


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Balok tinggi adalah elemen struktur yang dibebani sama seperti balok biasa dimana besarnya beban yang signifikan dipikul pada sebuah tumpuan dengan gaya tekan yang menggabungkan pembebanan dan reaksi. Sebagai hasilnya, distribusi tegaangannyatidak lagi linier dan deformasi geser menjadi signifikan jika dibandingkan pada lenturan murni.

Ada banyak cara dalam menganalisis sebuah balok tinggi, misalnya

metode finite difference, metode elastisitas dua dimensi, metode analisis tegangan.

Metode elemen hingga (finite element method ) dapat digunakan untuk

menganalisis tegangan yang timbul dan menghitung deformasi pada balok tinggi. Tegangan-tegangan yang dihasilkan dapat dipakai sebagai gambaran untuk menempatkan tulangan pada perencanaan balok tinggi.

Menurut Daryl L. Logan (2007), tegangan bidang didefensisikan sebagai keadaan yang mana tegangan normal dan tegangan geser yang mengarah tegak lurus terhadap bidang diasumsikan sama dengan nol. Sementara regangan bidang

didefenisikan sebagai keadaan yang mana regangan normal pada bidang x-y, �

dan regangan geser , ���dan , ��� diasumsikan sama dengan nol. Asumsi dari

regangan bidang secara realistis pada bidang yang memanjang kearah x dengan potingan melintang konstan dan diberi pembebanan yang bereaksi hanya pada arah x dan/ atau arah y dan tidak bervariasi pada arah z.

Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan


(17)

Gambar 1.2 regangan bidang pada (a) dam yang mengalami beban horizontal (b) pipa yang mengalami beban vertikal (Daryl L. Logan : 2007)

Konsep dari kondisi tegangan dan regangan dua dimensi dan hubungan antara tegangan/regangan untuk tegangan bidang dan regangan bidang perlu diketahui pada penyusunan dan aplikasi dari matriks kekakuan untuk tegangan/ regangan bidang dengan elemen segitiga.

Pertama sekali dilustrasikan keadaan tegangan dua dimensi berdasarkan gambar berikut :

Gambar 1.3 keadaan tegangan dua dimensi (Daryl L. Logan : 2007)

Elemen sangat kecil dengan sisi dx dan dy yang telah mengalami tegangan

normal � dan � masing-masing berperan pada arah sumbu x dan y ( disini pada

permukaan vertikal dan horizontal). Sedangkan gaya geser ���berperan pada tepi

sumbu y ( permukaan vertikal ) dalam arah y dan gaya geser ���berperan pada

tepi sumbu x( permukaan vertikal ) dalam arah y. Momen keseimbangan dari

elemen menghasilkan ��� yang sama besarnya dengan ���. Oleh karena itu tiga


(18)

{�} =� �� �� ���

Tegangan yang diberikan dari persamaan diatas akan dinyatakan dalam derajat kebebasan perpindahan pada suatu titik. Oleh karena itu setelah

perpindahan nodal ditentukan maka tegangan- tegangan dapat langsung dievaluasi.

Berdasarkan konsep tegangan, tegangan-tegangan utama dimana tegangan minimum dan maksimum pada bidang dua dimensi dapat diperoleh dari

persamaan berikut :

�1 =

�� +��

2 +��

�� − ��

2 �

2

+���2 =

���

�1 =

��+��

2 − ��

�� − ��

2 �

2

+���2 =

���

Juga sudut utama � yang mendefinisikan keadaan normal yang arahnya

tegak lurus terhadap bidang dimana tegangan maksimum atau minimum berperan dapat dicari melalui persamaan :

���2� = 2��� ��− ��

Metode elemen hingga dapat dipandang sebagai perluasan metode perpindahan ( yang dikenal pada konstruksi rangka ) ke masalah kontinum

berdimensi duadan tiga, seperti plat, stuktur selaput (shell) dan lain-lain.Dalam

metode ini, kontinum sebenarnya diganti dengan sebuah struktur ideal ekivalen yang terdiri dari elemen – elemen diskrit.

Pada dasarnya struktur dengan system diskrit ini sama dengan system

generalized, yaitu bilajumlah elemen-elemen yang membangun struktur tersebut mendekati tak berhingga. Pemecahan sistem iniberupa persamaan aljabar yang

dinyatakan dalam bentuk matiks, sedangkan untuk sistem generalized pemecahan


(19)

Ada dua tipe elemen yang paling umum digunakan yaitu elemen berbentuk segi empat dan berbentuk segitiga, Dalam tulisan ini akan dibahan mengenai pemakaian elemen segitiga.

Gambar 1.4 model elemen segitiga

Masing – masing titik pada elemen mempunyai 2 derajat kebebasan (two

degree of freedom ) . maka untuk elemen segitiga total derajat kebebasannya

menjadi 6 ( u1, v1, u2, v2, u3, v3 ). Serta gaya- gaya yang sesuai adalah ( Fx2,

Fy1, Fx2, Fy2, Fx3, Fy3 )

Berdasarkan JR William Weaver dan Paul R Johnston. (1993), Matriks

Kekakuan elemen segitiga (Constant Strain Triangle) dapat dinyatakan sebagai :

[�] =�� [�]�[�][�]

Dimana :

[k] = matriks kekakuan struktur,

t = tebal elemen,

�= luasan elemen,

[B] = matriks gabungan, [D] = matriks elastisitas.


(20)

Dalam tulisan ini yang akan dihitung adalah tegangan bidang dan asusmsi yang digunakan adalah :

�� = ��� = ��� = 0 Hubungan antara tegangan dan regangan adalah :

�� = (1− �� 2)���+����

�� = (1− �� 2)��� +����

��� = 2(1− �) =��� =����

Dimana : E = merupakan modulus elastisitas bahan

v = angka poisson.

G = modulus geser

Matriks elastisitas [D] didapat dari kondisi tegangan dan regangan dua dimensi, didapat matriks :

{�} = [�]{�}

[�] = � 1− �2�

1 � 0

� 1 0

0 0 1− � 2

Matriks gabungan [B] didapat dari hubungan antara regangan/ perpindahan dan tegangan / regangan. Regangan yang berhubungan dengan perpindahan dengan elemen dua dimensi dinyatakan dalam matriks dibawah ini :


(21)

{�} = 1 2� �

�� 0 ��

0 � 0 �� �� ��

0 � 0

�� 0 �� �� �� �� � ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧� �� �� �� ��⎭ ⎪ ⎬ ⎪ ⎫ Atau : {�} = [�]� �� �� �� � Dimana :

[�] = 1 2��

�� 0

0 � �� ��

� ���� =21� �� 0

0 � �� ��

� [�] = 1 2��

�� 0

0 � �� �� �

Kemudian matriks diatas disederhanakan menjadi :

{�} = [�]{�} [�] =��

Sehingga hubungan dari matriks kekakuan elemen segitiga dapat dijabarkan menjadi : [�] =�� [�]�[�][�] [�] =�� ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡�0

�� 0 �� 0 �� �� �� 0 �

�� 0 0 �� �� ��⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ �

�� 0 �� 0 � 0

0 � 0 � 0 �

�� �� �� �� �� ��

� �1− �� 2� �

1 � 0

� 1 0

0 0 1− � 2

Dimana: [k] = sebuah fungsi variasi dari koordinat titik x dan y, dan dapat

disimbolkan dengan �dan �.

E = merupakan modulus elastisitas bahan .


(22)

Setelah kita mendapatkan matriks kekakuan [k], maka nilai kekakuan setiap elemen dapat digabungkan kedalam matriks kekakuan global.

{�} = [�]{�}

Dimana: {�} = matriks gaya

{�} = matriks perpindahan

Dengan didapatkannya nilai perpidahan, maka kita bisa mencari nilai tegangan, melalui persamaan matriks :

{�} = [�][�]{�}

Secara umum, penjabaran persamaan diatas menjadi

� �� �� ���

�= �

(1− �2)

1 � 0

� 1 0

0 0 1− � 2

� � �21�� ��1

0 �3 0 �2 0 0 �1 0 �3 0 �2

�1 �1 �3 �3 �2 �2

� ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎧�1�

�1�

�3�

�3�

�2�

�2�⎭

⎪ ⎪ ⎬ ⎪ ⎪ ⎫


(23)

1.2 Latar Belakang Masalah

Dalam menghitung tegangan pada balok tinggi dapat dikerjakan melalui berbagai metode.Secara eksak nilai tegangan dapat dicari tetapi membutuhkan waktu yang lama dan pendalaman pada rumus yang dipakai. Salah satu metode lain yang bisa dipakai untuk mencari tegangan pada balok tinggi dapat

menggunakan metode elemen hingga ( finite element method ).

Untuk melakukan analisis ini dipergunakan elemen segitiga yaitu dengan membuat garis fiktif yang sedemikian rupa sehingga membentuk elemen-elemen segitiga dan masing-masing nodal diberi nomor-nomor yang berurutan. Tetapi dalam perhitungannya akan mejadi lama jika dilakukan secara manual. Maka diperlukan alat bantu yang dapat mempermudah pekerjaan dalam menyelesaikan perhitungan tersebut, oleh karena itu penulis memakai program Microsoft Excel yang nantinya nilai tegangan yang didapat akan dibandingkan dengan

menggunakan metode Heft 240.

Metode Heft 240 dipergunakan untuk mendapatkan tegangan dengan prosedur dan tabel-tabel yang sudah ditetapkan untuk berbagai kondisi perletakan dan pembebanan.


(24)

Dibawah ini adalah model balok tinggi yang akan dianalisis :

3000 mm

3000 mm 500 mm

400 kN

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

400 kN

Gambar 1.6 model balok tinggi

Kemudian struktur diatas akan dihitung dengan menggunakan elemen segitiga.


(25)

3000 mm 500 mm

400 kN

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 400 kN

Gambar 1.7 pembagian elemen segitiga

3000 mm 500 mm

400 kN

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 6 12 13 14 400 kN 15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 20 26 27 28 29 30 31 32 33 35 36 37 38 39 34 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49


(26)

1.3 Aplikasi

1.3.1 Transfer girder

Balokgirderadalah balok diantara dua penyangga (pier atauabutment )

yang berfungsi untuk mendukung balok lainnya yang lebih kecil dalam suatu

konstruksi, umumnya merupakan balok I, tetapi juga bisa berbentuk box, ataupun

bentuk lainnya. Pada balok tinggi sebagai transfer girder adalah ketika balok

tinggi mengambil peranan balok girder ini dengan menyalurkan pembebanan

yang dipikul dari struktur diatasnya ke perletakan.

Contoh bangunannya adalah Brunswick Building, dimana setiap beban

pada kolom-kolom perimeter yang berjarak disalurkan melalui balok tinggi pada

sebuah kolom berasr berjarak pada lantai dasar.

Gambar 1.9Brunswick Building

1.3.2 Bangunan bentang lebar tanpa kolom


(27)

(c)

Gambar 1.10(a) Biological Station of Garducho(b) penulangan balok tinggi

memanjang (c) melintang

1.3.3 PemasanganDinding Precast Pada Bangunan Tanpa Kolom


(28)

Gambar 1.12 pemasangan struktur precast

1.4 Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk membandingkan perhitungan

tegangan pada balok tinggi dengan metode elemen hingga (finite element method )

dengan hasil metode heft 240.

1.5 Batasan Masalah

Pada analisa ini, penulis membatasi permasalahan untuk penyederhanaan sehingga tujuan dari penulisan tugas akhir ini dapat dicapai, yaitu :

1. Model struktur bangunan adalah balok tinggi ( h= L )dengan panjang 3 meter,

lebar3 meter dan tebal 0,5 meter.

2. Beban yang bekerja adalah beban vertikal statis ekivalen sebesar 400 kN yang

bekerja pada balok dengan perletakan sederhana ( sendi-rol).

3. Menganalisa tengangan yang terjadi akibat beban terpusat.

Analisa struktur yang dilakukan adalah dengan finite element method

untuk dua dimensi.

4. Sebagai perbandingan dari nilai tegangan yang diperoleh dengan metode


(29)

1.6 Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah analisa dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku yang berhubungan dengan pembahasan tugas akhir ini serta masukan – masukan dari dosen

pembimbing. Perhitungan dan pemasukan matriks – matriks finite element

method dilakukan dengan bantukan program Microsoft Excel 2010. Sedangkan sebagai perbandingan nilai tegangan yang didapatkan dengan menggunakan metode Heft 240.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Balok tinggi merupakan struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/ lebar yang besar, dan angka perbandingan bentang geser / tinggi efektif tidak melebihi 2 sampai 2,5 dimana bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata. Lantai beton yang mengalami beban horizontal , dinding yang mengalami beban vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami beban vertikal balok berbentang pendek yang mengalami beban yang sangat berat.

Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berprilaku dua dimensi, bukan satu dimensi, dan mengalami tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola yang digunakan pada balok biasa.

2.2 Pengenalan Balok Tinggi

Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi

lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Balok

tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih Ln tidak lebih

dari empat kali tinggi balok ( h ) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi

efektif balok ( 2d ) dari permukaan perletakan untuk balok dengan pembebanan

terpusat. Balok tinggi yang berfungsi sebagai transfer girder banyak digunakan


(31)

2.2.1 Perbedaan Antara Balok Tinggi Dengan Balok Biasa

Perbedaan Antara balok tinggi dengan balok biasa secara umum berdasarkan asumsi dalam mendesain, yaitu sebagai berikut :

- Perilaku dua dimensi, karena pada dimensi balok tinggi bertindak sebagai

perilaku dua dimensi ( two dimensional action ) lebih dari pada berprilaku

satu dimensi ( one dimensional action ).

- Potongan bidang tidak mewakili bidang, asumsi dari potongan bidang

mewakili bidang tidak dapat digunakan pada desain balok tinggi. Distribusi regangannya tidak lagi linier.

- Deformasi geser tidak dapat diabaikan sama seperti balok biasa. Distribusi

tegangannya tidak lagi linier bahkan pada kondisi elastis. Pada batas kerja ultimit, bentuk dari tegangan tekan beton tidak lagi berbentuk parabola. Balok tinggi memegang peranan yang sangat bermakna dalam desain besar dan sama halnya pada struktur yang kecil. Kadang untuk tujuan arsitektural, bangunan didesain tanpa kolom pada bentang yang panjang. Seperti pada beberapa kondisi, jika balok biasa digunakan, dapat menyebabkan kegagalan seperti kegagalan lentur ( flexural failure ).

Untuk mencegah masalah dalam knstruksi dari beberapa koridor bentang yang sangat panjang atau bangunan bentang panjang yang lain, konsep balok tinggi sangat efektif dan tahan lama.


(32)

(a) (b)

Gambar 2.1(a) Struktur balok tinggi pada bangunan (b) gambar sederhana balok tinggi

Terlihat pada gambar 2.1 beban-beban kolom Po dan P langsung dipikul balok tinggi sehingga ruang dilantai dasar jauh lebih lapang tanpa banyak kolom pendukung lantai dasar.

2.2.2Contoh Bangunan Memakai Balok Tinggi

Transfer Girder padaBrunswick Building (Chicago Illinois, tahun 1965, dengan tinggi bangunan474ft )


(33)

Gambar 2.3detail gaya yang terjadipada transfer girder

Struktur dari Brunswick Building terdiri dari balok tinggi transfer didekat

lantai dasar.Gambar 2.2 menunjukkan bagaimana balok tinggi mengarahkan beban gravitasi dari kolom berjarak diatasnya ke kolom lebar berjarak yang di lantai dasar. Untuk mempelajari efek dari kedalaman balok tinggi, dibuat dua analisis untuk untuk dua sistem anjungan yang ekivalen, pertamana menggunakan dimensi actual balok tinggi, dan yang lain dengan kedalaman balok tinggi sebagai sepersepuluh dari kedalaman actual balok tinggi. Sebagai representasi dari gaya tekan melalui setiap bagian struktur ditunjukkan melalui gambar dibawah ini :

(a) (b)

Gambar 2.4gaya tekan pada setiap kolom perimeter dengan (a) balok tinggi

transfer girder dengan ukuran besar ( tinggi 24,1 kaki ) (b) sebuah balok dengan kedalaman 1/10 dari balok tinggi ( tinggi 2,41 kaki )


(34)

Ditunjukkan dalam gambar 2.3 (b) terjadi penurunan gaya aksial secara bertahan hingga kolom dasar, sementara pada gambar 2.3 (a) beban hampir terbagi sama rata diantara 13 kolom yang terpasang diatasnya karena semua gaya tekan pada kolom mempunyai besar yang sama yang digambarkan pada diagram dengan ketebalan garis yang serupa. Ini menunjukkan bahwa kedalaman balok tinggi mempunyai efek yang besar pada cara yang mana gaya-gaya pada kolom-kolom dengan jarak yang berdekatan diatas balok tinggi didistribusikan ke kolom-kolom lebar di lantai dasar.

2.3 Konsep Tegangan Dua Dimensi

Tegangan normal dan geser pada balok dan batang dpat dihitung dengan

rumus dasar tegangan, sebagai contoh, rumus σ =My/I dan τ =VQ/Ib. Dalam

pembahasan tegangan bidang yang harus diingat adalah hanya ada satu keadaan tegangan yang ada di satu titik di benda yang mengalami tegangan. Menurut Thimosenko dan Gerer (1972), kondisi tegangan pada batang yang dianalisis yang mengalami tarik, tekan, atau torsi serta di balok adalah contoh-contoh

keadaan tengangan yang disebut tegangan bidang. Teori elastisitas dapat menjadi

dasar konsep memahami masalah tegangan bidang. Seperti pada suatu pelat tipis dibebani gaya dalam arah sejajar dengan bidang pelat, dimana tegangan dan deformasi yang terjadi pada pelat tersebut merupakan tegangan bidang.

Persamaan dasar dari teori elastisitas untuk tegangan bidang menggunakan persamaan diferensial kesetimbangan yang dirumuskan dalam tegangan yang bekerja pada suatu titik dalam bidang yang dianlisis. Untuk mempermudah, pada awal dipertimbangkan kesetimbangan elemen bidang menglami tegangan

normalσx dan σy , pada tegangan geser τxy ( dalam satuan gaya per satuan luas ),

dan gaya pada bidang Xb dan Yb ( dalam satuan gaya per satuan volume ). Dalam

gambar dibawah ditunjukkan bahwa tegangan diasumsikan konstan karena bertindak dalam lebar setiap muka masing-masing.

Meskipun tegangan diasumsikan memiliki nilai yang bervariasi dari satu

muka ke muka sebaliknya, sebagai contoh untuk tegangan σx yang bekerja pada


(35)

sebelah kanan.Elemen ini diasumsikan memiliki ketebalan satuan. Penjumlahan gaya pada arah x didapatkan :

∑ �� = 0 =���+������ ��(1)− ����(1) +������(1) + ���� +���� ��� ���� (1)− ������(1) = 0

Gambar 2.5elemen diferensial bidang yang mengacu pada tegangan (Daryl L. Logan :

2007)

2.3.1 Kesesuaian persamaan antara Regangan/perpindahan

Pertama sekali didapatkan hubungan regangan-perpindahan atau diferensiasi kinematis untuk kasus dua dimensi. Elemen diferensial yang akan ditunjukkan dalam gambar 2.3 dimana keadaan tidak terdeformasi diwakili oleh garis putus-putus dan bentuk terdeformasi ( setelah peregangan mengambil kedudukannya ) diwakili oleh garis nyata.

Gambar 2.6 elemen diferensial sebelum dan setelah deformasi (Daryl L. Logan : 2007)


(36)

Dengan mempertimbangkan elemen garis AB pada arah x, dapat dilihat

bahwa kedudukannya berubah menjadi A’B’ setelah terdeformasi, dimana u dan v

mewakili perpindahan pada arah x dan y. dengan defenisi rekayasa regangan

normal ( yaitu perubahan panjang dibagi panjang awal dari sebuah batang )

� =∆� �� = �

−��

��

Dimisalkan AB = dx

Dan (�′�′)2 = (��+��

����)2 + ( �� ����)2

Kemudian, dalam mengevaluasi nilai A’B’ menggunakan teorema

binomial dan mengabaikan persamaan dengan derajat yang lebih tinggi ���

���

2

dan

������2pendekatan yang konsisten dengan asumsi nilai regangan yang kecil ), maka

didapat :

(�′�′) = (��+�� �� ��)

Dengan menggunakan persamaan (2.2) dan persamaan (2.4) kedalam persamaan (2.1), didapat :

�� =

(��+��

����)− ��

��

�� = ����

Dengan cara yang sama dengan menganggap elemen garis pada AD pada arah y, didapat :

�� = ����

…… Pers. (2.1)

…… Pers. (2.2)

…… Pers. (2.3)

…… Pers. (2.4)

…… Pers. (2.5)


(37)

Regangan geser ϒxydidefenisikansebagai perubahan sudut diantara keuda

garis, dalam hal ini adalah garis AB dan AD yang semula membentuk sudut tegak

lurus. Oleh sebab itu dari gambar 2.3, dapat dilihat bahwa ϒxy adalah jumlah dua

sudut dan dinyatakan sebagai berikut :

ϒ�� = ��

��+ �� ��

Maka persamaan (2.5) – (2.7) mewakili hubungan regangan –perpindahan untuk perilaku dalam bidang.

2.3.2 Hubungan antara tegangan dan regangan

Pembentukan persamaan hubungan antara tegangan dan regangan diambil dari pengembangan pada sebuah bidang isotropis. Dianggap bidang tersebut mengalami pembebanan tekan. Secara terkhusus kita dapat menamakan setiap pembebanan yang terjadi kedalam 3 koefisien arah x.y. dan z yaitu, σx, σy , dan σz. Diasumsikan dasar dari superposisi yang berperan; yaitu, mengasumsikan resultan regangan pada sebuah sistem pada saat beberapa gaya pada jumlah aljabar dari efek sendiri.

Berdasarkan gambar 2.4 (b), tegangan pada sumbu x menghasilkan

regangan positif :

�’ = �� �

Dimana berdasarkan hukum Hooke, �= ��, digunakan dalam menuliskan

persamaan (2.7), dan E dinyatakan sebagai modulus elastisitas.

…… Pers. (2.6)


(38)

Gambar 2.7 Elemen yang mengalami tegangan normal yang bertindak dalam tiga arah yang saling tegak lurus (Daryl L. Logan : 2007)

Dengan berdasaran pada gambar 2.4 (c), tegangan positif pada arah

ymenghaslkan regangan negative pada arah x, sebagai hasil dari efek Poisson

adalah :

�’′ = −��� �

Dimana v merupakan rasio Poisson. Dengan cara yang sama berdasarkan

gambar 2.4 (d), tegangan pada arah z mengahasilkan regangan negative pada arah

x melalui persamaan :

�’′′ = −��� �

Dengan menggunakan superposisi dari persamaan (2.6)-(2.8), didapatkan :

�� = �� − �� �� − �� �

Regangan pada arah y dan z dapat ditentukan dengan metode yang sama

yang digunaan untuk mendapatkan persamaan (2.10 untuk arah x. Didapatkan :

…… Pers. (2.8)

…… Pers. (2.9)


(39)

�� = −���+�� − ��� �� = −��� − ��� +�

Dengan menggunakan persamaan (2.10)-(2.12) untuk tegangan-tegangan normal, didapat :

�� =(1+)(12)���(1− �) +��� +����

�� = (1 +)(12)���� + (1− �)�� +���� �� = (1 +)(12)���� +��� + (1− �)���

Hukum Hooke, �=��, digunakan untuk tegangan normal tetapi juga

dapat diaplikasikan untuk tegangan dan regangan geser yaittu:

� =��

Dimana G adalah modulus geser, oleh karena itu, penjelasan untuk

penempatan tiga regangan geser yang berbeda penempatan adalah:

��� = ��� ��� =��� ��� = ���

Melalui persamaan diatas, maka didapat nilai tegangan geser:

��� =���� ��� = ���� ��� =����

Jika disusun kedalam bentuk matriks , maka persamaan (2.13) dan (2.16) menjadi :

…… Pers. (2.11)

…… Pers. (2.12)

…… Pers. (2.13)

…… Pers. (2.14)

…… Pers. (2.15)


(40)

⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧� �� ��� ��� ���⎭⎪ ⎬ ⎪ ⎫ = �

(1+�)(1−2�)�

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡1− � 1− �� � 00 00 00

1− � 0

1−2� 2

0 0 0 0

���������

1−2�

2 0

1−2� 2 ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧� �� ��� ��� ���⎭ ⎪ ⎬ ⎪ ⎫

Dengan catatan nilai modulus geser adalah :

� = �

2(1 +�)

Ini digunakan dalam persamaan (2.17) , matriks persegi empat pada sebelah kanan persamaan (2.17) dinamakan matriks tegangan/regangan atau

pembentuk dan dinotsikan sebagai D,

[�] = � (1+�)(1−2�)�

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡1− � 1− �� � 00 00 00 1− � 0

1−2� 2

0 0 0 0 ���������

1−2�

2 0

1−2� 2 ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

dimana D adalah :

Maka untuk analisa tegangan dua dimensi, komponen tegangan normal

dan tegangan geser bekerja dalam dua arah saja, tidak pada sumbu z, sehingga :

�� = ��� = ��� = 0 Maka hubungan tegangan dan regangan menjadi :

�� = (1− �� 2)[�� +���]

…… Pers. (2.17)

…… Pers. (2.18

…… Pers. (2.19)


(41)

�� = (1− �� 2)��� +����

��� = 2(1− �2)��� = ����

Dengan memisahkan �

(1−�2) dan persamaan diatas disusun dalam matriks,

sehingga :

� �� �� ���

� = �

(1−�2)

1 � 0

� 1 0

0 0 1−� 2

� � �� �� ���

� {�} = [�]∗{�}

[�] = � 1−�2�

1 � 0

� 1 0

0 0 1−� 2

2.4 Sejarah Metode Elemen Hingga

Perkembangan FEM diawali atas jerih payah Alexander Hrennikoff

(1941) dan RichardCourant (1942). Pendekatan yang dilakukan oleh para

pioneer ini benar-benar berbeda, namun mereka mempopulerkan satu nilai yang esensial, yaitu: Diskretisasi Jaringan / Pembagian Jaringan pada sebuah bidang

pengaruh (domain) yang menerus menjadi kumpulan sub-domain yangberbeda.

Hrennikoff menbagi-bagi domain dengan menggunakan analogi kisi-kisi, sedangkan pendekatan yang dilakukan Courant adalah mengubah domain menjadi

sub-region dengan bentuk segitigasegitiga terbatas (eng: finite triangular subregions) sebagai solusi untuk permasalahan lanjutan yaitu Persamaan

Differensial Parsial Elips (eng: Elliptic Partial Differential Equations / PDEs)

yang muncul pada permasalahan dibidang torsi pada sebuah silinder. Kontribusi

Courant berevolusi, penggambaran hasil awal PDEs dibuat oleh Rayleigh, Ritz

dan Galerkin.

Perkembangan FEM secara sungguh-sungguh diawali pada pertengahan sampai dengan akhirdekade 1950an untuk bidang airframe dan analisa struktur

…… Pers. (2.21)

…… Pers. (2.22)


(42)

dan meraih banyak energi tambahan untuk berkembang pada University of

California, Berkeley pada dekade 1960an dibidang teknik sipil. Di tahun 1973,

Strang dan Fix melalui tulisannya „An Analysis of The FiniteElement Methode“

mengatakan bahwa FEM menawarkan solusi matematis yang setepat-tepatnya. Dan pada kelanjutannya FEM digunakan pula pada bidang aplikasi matematika

untuk bidang modeling numerik pada sistem fisik (physical system) untuk

berbagai bidang engineering, seperti pada elektro magnetik dan mekanika fluida.

Perkembangan FEM di mekanika struktur sering didasari pada prinsip

energi, seperti pada prinsip pekerjaan virtual (eng: virtual work principle) atau

prinsip energi potensial total minimum (minimum total potential energy), dimana

FEM menyediakan secara keseluruhan intuisi dan basis fisik yang dapat menjadi bahan pertimbangan yang baik bagi para insinyur struktur.

2.5 Konsep Metode Elemen Hingga

Pada dasarnya, elemen hingga merupakan bagian-bagian kecil dari struktur actual. Dan untuk memformulasikan suatu elemen, kita harus mencari gaya-gaya

titik simpul (nodal forces) yang menghasilkan berbagai ragam deformasi

elemen.(D Cook, Robert. 1990). Metode matiks merupakan alat yang perlu

digunakan dalam metode elemen hiingga dengan tujuan untuk mempermudah formulasi dari persamaan- persamaan elemen kekakuan, untuk solusi yang panjang dalam masalah yang bervariasi dan yang paling penting untuk pemrograman. Oleh sebab itu notasi matriks merepresentasikan notasi yang sederhana dan mudah untuk digunakan dalam penulisan dan menyelesaikan sebuah persamaan aljabar simultan.

Menurut Daryl L. Logan (2007), matriks merupakan deretan persegi dari nilai yang disususun dalam baris dan kolom yang sering digunakan utnuk

membantu dalam merumuskan dan menyelesaikan sistem persamaan aljabar.

Sebagai contoh, matriks yang dideskripsikan dalam komponen gaya ( F1x,

F1y,F1z, F2x,F2y,F2y,….,Fnx,Fny,Fnz) yang bekerja pada titik-titik yang bervariasi (1,2,…..n) dalam sebuah struktur dan deretan perpindahan titik (d1x,d1y,d1z,d2x,d2y,dz,…..,dnx,dny,dnz) dapat dinyatakan dalam matriks :


(43)

{�} =� = ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎧�1�

1�

�1�

�2�

�2�

�2.� .. ��� ��� ���⎭ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎫ {�} =� = ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎧�1�

�1�

�1�

�2�

�2�

�2.� .. ��� ��� ���⎭ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎫

Tulisan pada bagian sebelah kanan dari F dan d masing-masing

mengidentifikasikan titik dan arahh dari gaya atau penurunan. Misalnya, F1x

menunjukkan gaya pada titik 1 direrapkan dalam arah x.matriks pada persamaan

2… dikatakan matriks kolom dan memiliki ukuran n x 1. Notasi penjepit akan

digunakan untuk seluruh koefisien untuk menujukkan kolom matriks. Seluruh rangkaian gaya atau penurunan dalam kolom matriks dengan mudah dapat

direpresentasikan dengan {F} atau {d}. Sebuah notasi yang lebih padat ini

digunakan pada seluruh koefisien untuk mewakili deretan persegi adalah variable

yang digarisbawahi, yaitu F dan d menunjukkan matriks umum ( dapat berupa

matriks kolom atau matriks persegi ).

Kasus yang lebih umum dari matriks persegi akan diindikasikan dengan penggunaan notasi dlam kurung [ ]. Misalnya matriks elemen dan struktur

kekakuan global [k] dan [K] , matriks ini masing-masing dikembangkan melalui

penulisan untuk tipe elemen yang bervariasi seperti dalam persamaan dibawah ini

[�] =� = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢

⎡�11 �11 … �1�

�21 �22 … �2� .

.. ��1

.. . ��2 …

.. . ���⎥ ⎥ ⎥ ⎤ [�] =�= ⎣ ⎢ ⎢ ⎢

⎡�11 �11 … �1�

�21 �22 … �2� .

.. ��1

.. . ��2 …

.. . ���⎥ ⎥ ⎥ ⎤

…… Pers. (2.24)

…… Pers. (2.25)


(44)

BAB III

METODE ANALISA DAN APLIKASI

3.1. Metode Perhitungan Tegangan dengan Matriks CST ( Constant Strain

Triangular Element)

Dalam mengilustrasikan tahapan dan perkenalan dari persamaan dasar

yang sering digunakan pada elemen pelat segitiga (plane triangular element ).

Gambar 3.1 (a) Pelat yang mengalami tegangan 3.1 (b) Diskretisasi pelat menggunakan

elemen segitiga (Daryl L. Logan : 2007)

3.1.1 Memilih Tipe Elemen

Untuk menganalisa pelat yang diilustrasikan dalam gambar diatas,

dimisalkan elemen dasar segitiga dengan setiap titik dinamakan titik i,j dan m.

dengan menggunakan elemen segitika, setiap batas-batas dalam bidang dengan bentuk tidak teratur dapat diperkirakan dengan teliti, dan persamaan yang

berkaitan dengan elemen segitiga lebih mudah jika dibandingkan dengan metode lain.

Selanjutnya akan dibahas rumusan yang berdasarkan titik-titik yang ditentukan dengan penomoran diikuti dengan sistem berlawanan arah, walaupun perumusan yang berdasarkan penomoran yang mengikuti sistem searah jarum jam juga dapat digunakan. Prosedur penomoran yang konsisten untuk semua bidang yang dianalisa sangat penting untuk mencegah masalah dalam perhitungan seperti jika didapati elemen suatu bidang yang bernilai negatif.


(45)

Gambar 3.2 elemen dasar segitiga yang memperlihatkan derajat kebebasan Dari gambar kita dapatkan koordinat nodal dari titik i,j dan m, yaitu (xi, yi),

(xj, yj),dan, (xm, ym). Perpindahan nodal dapat dirumuskan sebagai berikut:

{�} =� �� �� ��

�= ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧�

�� �� �� ��⎭

⎪ ⎬ ⎪ ⎫

3.1.2 Memilih Fungsi Perpindahan

Fungsi perpindahan linear untuk setiap elemen dapat dituliskan :

�(�,�) =�1+�2�+�3� �(�,�) =�4+�5�+�6�

Dimana u(x,y) dan v(x,y) menggambarkan perpindahan yang terjadi dalam

suatu titik dalam (xi, yi) dari elemen. Fungsi linear memastikan bahwa keserasian

hasilnya dapat terpenuhi. Fungsi linear dengan titik akhir yang spesifik hanya mempunyai satu garis yang akan dilalui, yaitu melalui 2 titik. Oleh karena itu, fungsi linear memastikan bahwa perpindahan sepanjang sisi dan pada titik yang

dibagi dengan elemen-elemen yang berdekatan seperti sisi i dan j dari dua elemen

yang ditunjukkan dalam gambar 3.2 (b) adalah sama. Dengan menggunakan

persamaan sebelumnya, fungsi perpindahan keseluruhan yang meliputi fungsi u

dan v, dapat dituliskan sebagai berikut :

…… Pers. (3.1)


(46)

{�} =��1 + �2� + �3� 4 + �5� + �6��

= �1 � � 0 0 0

0 0 0 1 � ��

⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧�12

�3

�4

�5

�6⎭

⎪ ⎬ ⎪ ⎫

Untuk mendapatkan nilai-nilai koefisien a dalam persamaan 3.2 dengan

mensubtitusikan titik koordinat nodal kedalam persamaan perpindahan :

�� = �(��,��) =�1 +�2��+�3��

�� = ����,���= �1+�2�� +�3��

�� =�(��,��) =�1+�2�� +�3��

�� = �(��,��) =�4+�5�� +�6��

�� =����,���= �4+�5�� +�6��

�� =�(��,��) =�4+�5�� +�6��

Kemudian persamaan diatas kita susun dalam bentuk matriks:

����� ��

� =�

1 � 1 � 1 �

� ���12

�3

Maka penyelesaian nilai a dengan aturan matriks adalah :

{�} = [�]−1{}

Dimana x merupakan matriks 3 x 3, dan untuk mencari invers dari matiks

x diselesaikan dengan metode kofaktor :

[�]−1 = 1 2��

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �

dimana2�= �

1 � 1 � 1 �

…… Pers. (3.3)

…… Pers.( 3.4)

…… Pers. (3.5)

…… Pers. (3.6)

…… Pers. (3.7)


(47)

matriks diatas merupakan determinan dari [x] dimana dari hasil perkalian kofaktor :

2�=�(�− �) +�(� − �) +��� − �

Disini, nilai A adalah luas dari segitiga dan koefisien pada persamaan 3.7 adalah :

�� = ���� − ������ =���� − ������ = ���� − ���� �� = ��−���� =�� − ���� =��− ��

�� =�� − ���� =�� − ���� =�� − ��

Maka penyelesaian matiks a dapat dituliskan kembali :

���12

�3

�= 1 2��

�� �� �� �� �� �� �� �� ��

� ����� ��

Untuk 3 koordinat selanjutnya, dengan cara yang sama dalam persamaan (3.4) didapat :

���45

�6

�= 1 2��

�� �� �� �� �� �� �� �� ��

� ����� ��

Selanjutnya akan diturunkan fungsi perpindahan keseluruhan di x yaitu

u(x,y) dengan syarat variable pada koordinat x dan y, diketahui adalah αi, αj,….

Ƴm dan perpindahan titikui,uj, dan um . Dimulai dengan persamaan (3.5) , titik tersebut dibuat kedalam matriks :

{�} = [1 � �]� �1

�2

�3

Subtitusi pers. (3.11) kedalam (3.13), kita mendapat :

…… Pers.( 3.9)

…… Pers. (3.10)

…… Pers. (3.11)

…… Pers. (3.12)


(48)

{�} = 1

2�[1 � �]�

�� �� �� �� �� �� �� �� ��

� ����� ��

Persamaan (3.14) dapat diperluas menjadi :

{�} = 1

2�[1 � �]�

���� + ���� + ���� ���� + ���� + ���� ���� + ���� + �

Jika kedua matriks dalam pers. (3.15) dikalikan dan disusun sedemikian, akan didapat bentuk berikut:

�(�,�) = 1

2��(��+���+���)�� + (�� +���+���)�� + (�� +���+

���)��}

Dengan cara yang sama kita mengganti nilai ui menjadi vi, uj menjadi vj, um

menjadi vm kedalam persamaan (3.16), didapat perpindahan pada arah y :

�(�,�) = 1

2��(�� +���+���)�� + (�� +���+���)�� + (�� +���+

���)��}

Dalam bentuk yang lebih sederhana dari persamaan (3.16) dan (3.17)

untuk nilai u dan v dapat dirumuskan :

�� = 21(�� +���+���) �� =

1

2�(�� +���+���) �� =

1

2�(�� +���+���)

…… Pers. (3.14)

…… Pers. (3.15)

…… Pers. (3.16)

…… Pers. (3.17)


(49)

Kemudian, dengan menggunakan rumus (3.18), dapat dituliskan kembali persamaan (3.16) dan (3.17) menjadi :

�(�,�) =�� +� +�� �(�,�) =��+� +�

Jika persamaan diatas diubah dalam bentuk matriks, didapat :

{�} =��(�,�) �(�,�)�=�

���� +���� +���� ���� +���� +�����

Dengan memisahkan perkalian kedalam 5 susunan matriks antara N

dengan perpindahan (u,v):

{�} =��� 0 �� 0 �� 0 0 � 0 � 0 �

⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧� �� �� �� ��⎭ ⎪ ⎬ ⎪ ⎫

Secara ringkas maka bentuk diatas menjadi :

{�} = [�]{�}

Dimana [N] merupakan fungsi bentuk yaitu Ni,Nj, Nmyang mewakili

bentuk dari fungsi digambarkan di seluruh permukaan daru sebuah elemen.

3.1.3 PenjabaranHubungan antara Regangan-Perpindahan dan Tengangan-Regangan

3.1.3.1 Hubungan Regangan-Perpindahan

Regangan yang berhubungan dengan elemen dua dimensi dapat dirumuskan menjadi :

{�} =� �� �� ��� �= ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧ ���� �� �� �� �� + �� ��⎭⎪ ⎬ ⎪ ⎫

…… Pers. (3.19)

…… Pers. (3.20)

…… Pers. (3.21)

…… Pers. (3.23) …… Pers. (3.22)


(50)

Dengan menggunakan persamaan (3.19), untuk perpindahan, maka dapat dirumuskan:

��

�� = �,� = ��� (����+���� +����)

Dengan mengintegralkan fungsi u didapat :

�,� = ��,��� +��,��� +��,���

Dimana tanda koma diikuti oleh sebuah variabel yang menunjukkan

penurunan dengan berdasarkan pada variabel tersebut. Digunakan ui,x = 0 karena

ui = u(xi,yi) adalah nilai konstan yang bersamaan dengan nilai uj,x = 0 dan um,x = 0. Dengan menggunakan persamaan (3.18), dapat dievaluasi penjabaran dari

turunan fungsi bentuk (shape function )dalam persamaan (3.55) sebaagai berikut:

��,� = 1 2� � ��(��+���+���) = �� 2�

Begitupun nilai �, = ��

2� dan ��,� =

��

2�

Kemudian dengan menggunakan persamaan (3.56) dan (3.57) dalam persamaan (3.55), didapat :

��

�� =

1

2�(����+���� +����) ��

��=

1

2�(����+���� +����) ��

�� +

��

�� =

1

2�(���� +���� +�������� +���� +����)

Persamaan (3.58) dan (3.59) digunakan kedalam persamaan (3.53) didapat :

{�} = 1 2��

�� 0

0 �

�� 0

0 �

�� 0

0 � �� �� �� �� �� �� � ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧�� �� �� �� ��⎭ ⎪ ⎬ ⎪ ⎫

Atau dapat disederhanankan menjadi :

…… Pers. (3.24)

…… Pers. (3.25)

…… Pers. (3.26)

…… Pers. (3.27)

…… Pers. (3.28)

…… Pers. (3.29)


(51)

{�} =��� �� ��� � �� �� ��

Dimana :

����=21� �� 0

0 � �� ��

� ����=21� �� 0

0 � �� ��

� ����=21

�� 0

0 � �� �� �

Maka dalam bentuk matriks yang lebih sederhanan, persamaan (3.51) dapat dituliskan menjadi :

{�} = [�]{�}

Dimana : �= [�� �� ��]

Matriks Badalah koordinat bebas dari x dan y, serta hanya bergantung pada

koordinat titik elemen seperti yang terlihat dalam persamaan (3.35) dan (3.10) . Regangan seperti dalam persamaan (3.33) akan konstan; oleh sebab itu, elemen ini

disebut constant-strain triangle (CST).

3.1.3.2 Hubungan Tegangan – Regangan

Pada umumnya, dalam hubungan tegangan/regangan dinyatakan sebagai berikut :

� �� �� ���

�= [�]� �� �� ���

Dimana [D] berasal dari analisis tiga dimensi untuk hubungan

tegangan-regangan yang dapat disederhanakan pada kondisi tegangan-regangan geser ϒxz = ϒyz = 0,

tetapi nilai regangan pada arah sumbu z, εz≠ 0. Maka didapat matriks elastisitas

untuk kondisi bidang yang mengalami tegangan. Dengan memasukkan nilai persamaan (3.33) kedalam persamaan (3.35), didapat tegangan bidang dengan titik derajat kebebasan yang belum diketahui :

{�} = [�][�]{�}

Dimana tegangan {�}juga bernilai konstan pada setiap elemen.

…… Pers. (3.31)

…… Pers. (3.32)

…… Pers. (3.33)

…… Pers. (3.34)

…… Pers. (3.35)


(52)

3.1.4 Menurunkan Matriks Kekakuan Elemen dan Persamaannya

Dengan menggunakan prinsip minimal energi potensial, dapat dihasilkan persamaan untuk elemen segitiga rengangan konstan biasa. Dengan mengingat bahwa untuk tegangan bidang dasar, total energi potensial adalah sebuah fungsi dari perpindahan tiik ui,vi,uj, …., vm , (fungsi perpindahan, {d}), dengan demikian diambil hubungan :

πp= πp ( ui, vi, uj, ……, vm ) Disini, total energi potensial dapat diberikan menjadi :

πp =U + Ωb+ Ωs Dimana energi regangan didapat dari persamaan

�= 1

5� � �{�}

� �

{�}��

Dari persamaan (3.35) , {�} = [�]{�} � =1

5∫ ∫ ∫{�}

� [�]{�} ��

Karena bentuk dalam matriks [�]adalah simetris maka jika ditranspos

[�]�nilainya sama, maka energi potensial dari gaya bidang itu sendiri dinyatakan

sebagai :

�� =− � � �{�}� �

{�} ��

Dimana {�}adalah fungsi perpindahan keseluruhan, dan {�}adalah matriks

berat bidang/atau satuan volume atau kerapatan massa ( biasanya dalam satuan pound/ inch5 atau kN/m5 ).

Energi potensial dari beban merata ( atau daya tarik permukaan ) bergerak melalui perpindahan masing-masing permukaan, didefenisikan menjadi :

�� = −{�}�{�}

Dimana matriks {�} mewakili perpindahan titik pada biassanya, dan {�}

mewakili beban luar tepusat.

Energi potensial dari beban terbagi rata yang bergerak melalui perpindahan permukaan masing-masing dinyatakan dalam :

…… Pers. (3.37)

…… Pers. (3.38)

…… Pers. (3.39)

…… Pers. (3.40)

…… Pers. (3.41)


(53)

�� = − ∫ ∫ {��}�{��} ��

Dimana {�} adalah daya tarik permukaan ( biasanya dalam satuan pound/

inch5 atau kN/m5 ).{�}adalah medan dari perpindahan permukaan pada saat

dimana daya tarik permukaan bekerja, dan S adalah permukaan disepanjang mana

daya tarik {�}bekerja.

Dari persamaan (3.51) , yaitu : {�} = [�]{�} dan dari persamaan (3.33) :

{�} = [�]{�} , untuk regangan yang terjadi dalam persamaan (3.40) – (3.43), didapat :

�� =

1

2� � �{�}

� �

[�]�[�][�]{�}�� − � � �{�}�

[�]�

{�}�� −{�}{�}− ∬ {�}�[�]�{�}��

Perpindahan titik {d} secara bebas dapat terjadi dari titik koordinat x-y

secara keseluruhan, jadi {d} dapat dikeluarkan dari integral dalam persamaan

(3.44), maka:

�� =

1 2{�}

� � �[]� �

[�][�]��{�}−{�}�� � �[�]�

{�}�� −{�}�{�}−{�}�� [�]�{�}��

Dari persamaan (3.41) – (3.43) dapat dilihat bahwa dari tiga kondisi di persamaan (3.45) mewakili total gaya yang bekerja pada sistem dalam sebuah elemen {f} :

{�} =� � �[�]� �

{�}��+ {�} +� � �[�]� �

{�}��

Dimana pada kondisi pertama, kedua, dan ketiga di sebelah kanan persamaan (3.46) masing-masing mewakili gaya bidang, gaya titi terpusat, dan daya tarik

permukaan. Dengan menggunakan persamaan (3.46) kedalam persamaan (3.45), didapat : �� =12{�}�∫ ∫ ∫ [�]�[�][�]��{�}−{�}�{�}

…… Pers. (3.43)

…… Pers. (3.44)

…… Pers. (3.45)

…… Pers. (3.46)


(54)

Dengan mengambil variasi pertama, atau dengan penyetaraan, digunakan diferensiasi parsial terhadap πp=πp(d) ,

���

�{�}=�∫ ∫ ∫[�]

� [�][�]���{�}−{�} = 0

∫ ∫ ∫ [�]�[�][�]��{�}−{�} = 0

Dimana turunan parsial berkaitan dengan matriks {d} yang sebelumnya

untuk memperkecil πp, diambil variasi dari πpyang pada fungsi perpindahan titik di

secara umum dapat dinyatakan :

��� =����

1��1+

���

��2��2+⋯+

��� ������

Untuk nilai-nilai dalam persamaan ���

�{�}tidak akan nol. Oleh karena itu untuk

dapat menyamakan nilai ��= 0, setiap koefisien yang berkaitan dengan ��harus

bernilai nol.Maka : ���

��� = 0 (� = 1,2,3, … ,�) ���� ��� �{�}= 0

Berdasarkan kondisi kesetimbangan statis dari struktur maka persaman (3.49 ) dpat disamakan kedalam kekakuan suatu struktur :

[�] =∫ ∫ ∫ [�]�[�][�]��

Untuk elemen dengan ketebalan kostan, t, persamaan (3.53) menjadi :

[�] =∫ ∫ ∫ [�]�[�][�]����

Dimana integral bukan merupakan fungsi dari x atau y untuk elemen

regangan segitiga konstan dan kemudian dapat dikeluarkan dari integral dan menghasilkan :

[�] =��[�]�[�][�]

Dimana A berdasarkan persamaan (3.9) merupakan luasan segitiga,

5�= ��� − ��+�(� − �) +��� − �� � =1

5������ − ���+��(�� − ��) +�����− ����

…… Pers. (3.48)

…… Pers. (3.49)

…… Pers. (3.50)

…… Pers. (3.51)

…… Pers. (3.52)

…… Pers. (3.53)

…… Pers. (3.54)


(55)

[B] berdasarkan persamaan (3.34), dan [D]dari persamaan (5.55). Diasumsikan elemen dari ketebalan konstan ( asusmsi ini konvergen dengan situasi aktual bersamaan dengan menurunnya ukuran elemen ).

Dari persamaan (3.55) dapat dilihat bahwa [k] adalah fungsi dari korrdinat

titik dan dari keterangan mekanis E dan v ( yang mana [D] adalah sebuah fungsi

). Bentuk perluasan dari persamaan (3.55) dapat ditulis :

[�] =�

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

Dimana submatriks 5x5 adalah :

[���] = [�]�[�][�]�� �����= [��]�[�]������

[���] = [�]�[�][�]��

Dan juga muncul dalam persamaan (3.57) [Bi],[ Bj], dan [Bm] dijabarkan

dalam persamaan (3.35). matriks [k] akan menjadi matriks 6x6 ( sama dengan

jumlah derajat kebebasan per titik, dua, dikali jumlah total titik per elemen, tiga).

3.1.5 Mengumpulkan Persamaan Elemen Untuk Mendapat Persamaan Global danMembuat Kondisi Batas

Untuk mendapatkan matriks global dari sbuah struktur, persamaannya dapat menggunakan rumus metode kekakuan langsung seperti :

[�] =���(�)�

� �=1

Dan,

{�} = [�]{�}

Syarat batas yang digunakan dilihat pada kondisi perletakan pada struktur yang mana akan dianggap bernilai nol karena diasumsikan tidak terdeformasi.

3.1.6 Mencari Perpindahan Tiap-Tiap Titik

…… Pers. (3.56)

…… Pers. (3.57)

…… Pers. (3.58)


(56)

Perpindahan titik dapat ditentukan dengan persamaan (3.59) dengan

mencari perkalian dari invers matriks [K] dengan matriks {F} .

{�} = [�]−1{�}

3.1.7 Mencari Tegangan Yang Terjadi Pada Elemen Struktur

Setelah mencari nilai perpindahan, dapat dicari nilai tegangan pada arah x

dan y pada elemen dengan menggunakan persamaan :

{�} = [�][�]{�}

Kemudian nilai tegangan maksimum dan minimumnya bida didapatkan melalui persamaan :

{�1} =��+�� 2 +��

��−��

2 � 2

+���2 =

���

{�2} = ��+�� 2 − ��

��−��

2 � 2

+���2 =

���

…… Pers. (3.60)

…… Pers. (3.61)


(57)

3.2 Metode Analisa dengan Cara Heft 540

Gambar 3.3 Keadaan tegangan antara balok biasa dengan balok tinggi (M.

Rὄsler, 5005)

Penggambaran dinding seperti tali disepanjang mistar adalah rasio ketinggian bentang dan sistem statis tergantung.

• Sistem rentang tunggalℎ

� ≥ 0,5

• Dua sistem lapangan, panel akhirℎ

� ≥0,4

• Melalui sistem bidang internalℎ

� ≥0,3

• Kragsystemℎ

� ≥ 1,0

Penentuan memotong kekuatan dan ketegangan , setelah berbagaiMetode ini dapat dilakukan:

• pendekatan teori piringan dengan menggunakan FEM dengan elemen pelat.

• menentukan kekuatan tarik memanjang atas dasar teori piringan. Nilai tabel

dalam Buku 540 DafStb.

• Penentuan kekuatan tarik longitudinal dengan metode pendekatan untuk

persoalan 540 DafStb.


(58)

Dengan semua prosedur yang dihasilkan gaya kompresi dan dapat dihitung, kemudian mengarah pada penilaian struktur.Tegangan yang dihasilkan cukup untuk perkuatan penampang yang ditambahkan. Hasil yang didapatkan dari gaya tekan tersebut adalah tegangan tekan yang dapat dicatat buktinya didalam

struktur beton. Pencatatan maksimum pada tegangan tekan beton σRd mak berbeda

tergantung dari kondisi batas yang dditetapkan. �� =��.��� �� =��.���.���

���.��� = 1,0.�1���untuk zona kompresi beton uncracked

���.��� = 0,75.�1���untuk retak sejajar dengan topangan

���.��� = 0,6.�1���untuk retak cenderung strut ���.��� = 1,1.�1���beton di bawah tekanan multiaksial

Beban dengan model seperti dinding terbagi rata harus ditentukan sebagai penyimpan statis tak tentu berdasarkan teori piringan. Yaitu dengan

memperhitungkan kekakuan dari komponen beban penahan. Jika tidak , gaya-gaya reaksi pada akhirnya mendukung sistem yang kontinu meningkat. Dalam aturan desain,

• perkuatan minimum adalah per sisi dan arah dari tulangan penampang sebesar

0,075 % dari potongan beton dan dan 1,5 cm ² / m sisipan.

• Spasi maksimum dari suatu batang adalah 30 cm atau dua kali ketebalan

dindingmasing-masing.

• Bidang penguatan adalah untuk melanjutkan dukungan dan sengkang 80 %

dari kekuatan tarik . Ini adalah puncak dari penyebaran . Sebagai sengkang badantanpa penggunaan kait.

• Dukungan perkuatan harus dijalankan sampai 50%; secara mengejutkan ,

dalam pertiga dari rentang terjadi.

• Menyediakan penguatan keliling pada bagian tepi dengan sanggurdi.


(59)

Tabel-tabel yang akan dipergunakan dalam metode Heft 540 adalah sebagai berikut :

`

Tabel 3.1 ringkasan nama dan sistem perletakan berserta gambarnya(M. Rὄsler, 5005)

Tabel 3.2 hasil kekuatan tarik pada suatu balok tinggi dengan dua tumpuan (M. Rὄsler,

5005)

Dari tabel yang ditentukan kita akan mencari nilai tegangan sebagi perbandingan dengan hasil anaslisa yang didapatkan dari metode elemen hingga. Dengan mendefenisikan lebar penyangga dan lebar balok tinggi itu sendiri, serta gaya yang bekerja. Kemudian kita mendapatkan nilai ZF/P dan Z’s/P berdasarkan perbandigan antara tinggi dengan lebar balok ( d/L ) dan lebar penyangga dengan lebar balok (c/L ).


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Model matriks yang akan dianalisa :

3000 mm

3000 mm 500 mm

400 kN

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

400 kN

Gambar 4.1 model balok tinggi

Data-data yang diperlukan adalah :

5. Model struktur bangunan adalah balok tinggi ( h= L )dengan panjang 3 meter,

lebar 3 meter dan tebal 0,5 meter.

6. Beban yang bekerja adalah beban vertikal statis ekivalen sebesar 400 kN yang

bekerja pada balok dengan perletakan sederhana ( sendi-rol).

7. Menganalisa tengangan yang terjadi akibat beban terpusat.

Analisa struktur yang dilakukan adalah dengan finite element method


(61)

8. Sebagai perbandingan dari nilai tegangan yang diperoleh dengan metode elemen hingga akan dikontrol dengan metode Heft 540.

4.2 Elemen Segitiga

3000 mm 500 mm

400 kN

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

500 mm

1 2

3 4

5

7 8

9 10

11

6 12

13 14

400 kN

15 16

17 18

19

21 22

23 24

25

20 26

27 28

29 30

31 32

33

35 36

37 38

39

34 40

41 42

43 44 45 46 47 48 49


(62)

Gambar 4.3 Penomoran bidang segitiga

Data-data yang telah diketahui :

Beban yang bekerja (P) = 400 kN

Panjang (L) = 3 meter

Lebar (h) = 3meter

Mutu beton (R'c) = k350

Modulus Elastisitas beton (E) = 47000�(350�0,083 =

25332,0844 �/��2= 25332084.4kN/m2

Poisson's ratio (v) = 0.3

Perletakan = Sendi - rol

tebal (t) = 0.5 meter

1 2 3 4 21 22 23 24 5 6 7 8 9 10 11 12 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 13 14 15 16 17 18 19 20


(63)

4.2.1 Langkah Pertama : Diskretisasi ( Perjanjian Tanda ) dan Penefenisian Persamaan Matriks Global

3000 mm 500 mm

400 kN

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm

500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 6 12 13 14 400 kN 15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 20 26 27 28 29 30 31 32 33 35 36 37 38 39 34 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 1 2 3 4 21 22 23 24 5 6 7 8 9 10 11 12 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 13 14 15 16 17 18 19 20


(1)

4.5 Kontrol Lendutan

Secara eksak, perhitungan lendutan dengan menggunakan momen sebagai muatan :

P = 400 kN P = 400 kN

100 cm 100 cm 100 cm

A B C D

MA = P x 100 cm = 400 kN x 100 cm = 4 x 107 Ncm

MC = P x 100 cm = 400 kN x 100 cm = 4 x 107 Ncm

Lendutan yang terjadi pada bidang dibawah gaya P akibat gaya (�1) adalah : �1 = �

�� =

��∗100−15∗100∗ ��∗100�13∗100

5531����5∗ 1

15∗(50)(300 3)

�1 =4 � 10

5 � ∗1001

5∗100∗4 � 10

5 ��� ∗1001 3∗100 5531000 �

��5∗

1

15∗(50)(300 3)

�1 =0.004 � 10

10 6,667 1010 5,85 � 1014

�1 =− 6,663 � 10 10

5,85 � 1014 = −0,0005356 �� �


(2)

138 �5 =

� �� =

1

5��∗300∗100− ��∗100� 1 5∗100 5531 ��

��5∗

1

15∗(50)(300 3)

�5 =

4 � 107 ��� ∗300∗100−4 � 107 ��� ∗100�1 3∗100 5531����5∗ 1

15∗(50)(300 3)

�5 =

1,5� 1015−0,133 � 1015 5,85 � 1014

�5 =

1,067 � 1015

5,85 � 1014 = 0,0037�� Sehingga besar lendutannya adalah :

�= �1 − �5 = −0,0005356 �� −0,0037�� = −0,003933 ��

Jadi besarnya lendutan adalah : −0,003933 ��

Kontrol nilai lendutan yang terjadi :

Secara eksak(cm ) Elemen segitiga (cm ) Keterangan

−0,003933 - 0,004973 Titik tinjau = 57

−0,003933 - 0,004905 Titik tinjau = 41

Tabel 4.6kontrol nilai lendutan secara eksak dan metode elemen segitiga


(3)

Grafik 4.7 Perbandingan nilai secara eksak dengan metode elemen hingga

0

-0.003933 -0.003933

0 0

-0.004973 -0.004902

0

-0.006 -0.005 -0.004 -0.003 -0.002 -0.001 0

0 50 100 150 200 250 300 350

le

ndut

a

n (

c

m

)

panjang bentang (cm )


(4)

140 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dalam tugas akhir ini didapat suatu perbandingan perhitungan secara manual dan dengan menggunakan program Microsoft Excel . Besarnya tegangan yang didapat dengan pembagian sebanyak 75 elemen segitiga dan 49 tiik global. Nilai perbandingan yang didapat dari hitungan metode Heft 240 sebesar -313,6 kN/m dan elemen segitiga sebesar -310,143kN/m. Pendekatan bidang tegangan segi empat pada metode Heft 540 dapat relevan dengan nilai

tegangan yang dicari dengan metode elemen hingga, dan dapat dipergunakan untuk menentukan jumlah tulangan yang diperlukan pada balok tinggi. 2. Hasil analisis dengan metode elemen hingga seperti terlihat pada gambar

terlihat bahwa balok tinggi dengan balok biasa mempunyai karakteristik tengangan yang sangat berbeda, karena pada balok biasa tidak diperhitungkan tegangan normal ( tegangan vertikal ). Akibatnya melalui pengaruh tegangan normal menghasilkan distribusi tegangan lentur menjadi tidak linier dan juga diagram tegangan geser tidak membentuk parabola. Pada balok biasa tegangan pada arah – y tidak ada sementara pada balok tinggi terdapat tegangangan akibat adanya tegangan normal.

3. Kontrol nilai lendutan yang terjadi secara eksak dengan metode elemen hingga menghasilkan selisih nilai sebesar 26 % untuk titik tinjau 57 dan 25 % untuk titik tinjau 41. Ini membuktikan bahwa hasil perhitungan Antara dua metode ini masih relevan.

4. Penggunaan balok tinggi ini dapat diaplikasikan bada struktur bangunan tinggi maupun kecil, sebagai transfer girder yang dapat menyalurkan beban secara merata dari struktur atas ke kolom lantai dasar sehingga didapat variasi strukur yang juga dapat disesuaikan dari segi arsiterkurnya.


(5)

5.5 Saran

1. Pembebanan yang ditinjau pada analisis ini adalah dua gaya terpusat sebesar 400 kN, sementara refrensi uang ada menggunakan beban terbagi rata, jadi perlu dianalisis lagi untuk pengaruhnya pada setiap variasi pembebanan. 2. Dibutuhkan ketelitian yang tinggi untuk mengerjakan metode elemen hingga,


(6)

142

DAFTAR PUSTAKA

D Cook, Robert. 1990. Konsep dan Aplikasi Metode Elemen Hingga. Terjemahan Ir. Bambang Suryoatmono. Bandung: PT ERESCO.

Haryanto Budiman 1998. Jurnal : Analisis Balok Tinggi Dengan Metode Elemen Hingga. Jurnal Teknik Sipil FT. UNTAR / No. 5 Tahun ke IV – Juli / 5000

Logan L. Daryl 5007. A Firsr Course in the Finite Element Method. Platteville : Thompson

Lumantarna Benjamin dan Benny santoso. 5000. Jurnal: Aplikasi Visual untuk Program

Elemen Hingga dengan Elemen Segitiga dan Segiempat Subparametrik

dan Isoparametrik. Dimensi Teknik Sipil, Vol.5, No.5, Sepetember 5000 (77-85)

Rὄsler M., 5005, Wandartige Träger . Beuth Hochschule für Technik , Berlin Sofia W. Alisjahbana. 1998. Jurnal: Elemen Segitiga untuk Masalah Elastisitas Dua

Dimensi.

Jurnal Teknik Sipil F.T. UNTAR/No.1 Tahun Ke IV – Maret/ 1998. FEM (Metode Elemen Hingga)

(sumber: Terjemahan oleh geoteknik.wordpress.com dari artikel Wikipedia Inggris: “Finite

Element Method” versi Mei 5007), senin, 30 september 5013, pukul 14:53 WIB.