Overmacht Keadaan Memaksa atau Force Majeur Risiko dalam Perjanjian

26 Menurut Yahya Harahap, kerugian yang diderita kreditur dapat berupa kerugian ekonomis dan kerugian non ekonomis. Kerugian ekonomis adalah kerugian yang berkaitan dengan kebendaan sehingga penggantiannya hanya dimungkinkan dalam wujud sejumlah uang. Sedangkan kerugian non ekonomis adalah kerugian yang tidak berkaitan dengan kebendaan dan kerugian ini juga dapat dimintakan penggantiannya. Penggantian dari kerugian non ekonomis ini diwujudkan dalam suatu perhitungan yang berupa biaya pemulihan, misalnya biaya untuk pemulihan nama baik. 32

5. Overmacht Keadaan Memaksa atau Force Majeur

Salah satu pembelaan yang dapat digunakan oleh debitur yang dituduh lalai adalah dengan mengajukan tuntutan adanya overmacht. Mengenai apa yang dimaksud dengan overmacht, KUHPerdata tidak memberikan perumusan dengan tegas, melainkan hanya menyinggung sedikit tentang hal tersebut dalam Pasal 1244 yang berbunyi: jika ada alasan untuk itu, si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila la tidak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu disebabkan karena suatu hal yang tidak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya. Selain ketentuan pasal tersebut, pengertian overmacht dapat disimpulkan dari Pasal 1245 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut: tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa 1`atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang 32 Yahya Harahap, Segi-segi Nukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 67 27 diwajibkan atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan terlarang. Dari rumusan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan overmacht adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kesalahan debitur, yang mengakibatkan debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang dipejanjikan. Selanjutnya, dari Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata tersebut juga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya overmacht ini debitur yang dituduh lalai dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi.

6. Risiko dalam Perjanjian

Terjadinya overmacht mengakibatkan timbulnya risiko. Menurut R. Subekti, yang dimaksud dengan risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak . 33 Risiko dapat dibedakan menjadi dua yaitu risiko pada perjanjian sepihak dan risiko pada perjanjian timbal balik. Risiko pada perjanjian sepihak diatur dalam Pasal 1237 ayat 1 KUHPerdata yang menentukan Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan si berpiutang. Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa risiko pada perjanjian sepihak ada pada kreditur. 33 R. Subekti, op.cit, h. 59 28 Sedangkan mengenai risiko pada perjanjian timbal balik terdapat dua ketentuan yang berbeda. Risiko pada perjanjian tukar menukar dapat dilihat pada pasal 1545 KUHPerdata. Pasal tersebut menentukan bahwa: jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang telah ia berikan dalam tukar menukar. Dari ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko pada perjanjian tukar menukar adalah ada pada kedua belah pihak. Suatu hal yang bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah risiko pada perjanjian jual beli untuk barang tertentu yang diatur dalam Pasal 1460 KUHPerdata. Pasal tersebut pada pokoknya menentukan bahwa sejak saat terjadinya perjanjian, risiko barang yang diperjualbelikan adalah pada pihak pembeli debitur meskipun penyerahan belum dilakukan. Jadi, seandainya barang itu musnah sebelum terjadi penyerahan, pembeli debitur tetap harus membayar harganya. Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan tentang risiko yang saling bertentangan tersebut. R. Subekti berpendapat bahwa yang harus dijadikan pedoman adalah ketentuan dalam Pasal 1545 KUHPerdata karena ketentuan tersebut memang tepat dan memenuhi syarat keadilan. 34 Demikian juga halnya dengan Abdulkadir Muhammad. Beliau berpendapat bahwa Pasal 1545 KUHPerdata harus dianggap sebagai pedoman dalam menentukan pihak mana yang harus menanggung risiko karena pasal tersebut dapat diperlakukan secara umum dan adil. Diperlakukan secara 34 Ibid, h. 61. 29 umum mempunyai arti bahwa peraturan tersebut dapat diikuti oleh perbuatan hukum selain tukar menukar. 35 Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa risiko pada perjanjian timbal balik adalah ada pada masing-masing pihak.

7. Berakhirnya Perjanjian