Kecermatan accuracy Keseksamaan precision Batas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQ

1 2     n X X SD SD = Standard deviasi X = Kadar dalam satu perlakuan X = Kadar rata-rata dalam satu sampel n = Jumlah perlakuan Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus: t hitung n SD X X   Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel Untuk mencari kadar sebenarnya, dapat digunakan rumus: µ =  X ± t 1- 1 2 α dk n SD Keterangan: µ = Kadar sebenarnya X = Kadar sampel n = Jumlah perlakuan t = Suatu harga tergantung pada derajat kebebasan dan tingkat kepercayaan dk = Derajat kebebasan

3.5.5 Metode Validasi

3.5.5.1 Kecermatan accuracy

Menurut Harmita 2004, akurasikecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Ditimbang 20 tablet kemudian ditentukan pada rentang spesifik 80, 100, dan 120 terhadap berat yang sama seperti pada penetapan kadar sampel yaitu setara 10 mg simvastatin. Misalnya untuk rentang 80 ditimbang serbuk yang mengandung 70 analit yaitu sebanyak 5,6 mg. Lalu dilakukan prosedur yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Ditimbang lagi serbuk yang mengandung 70 analit dan 30 bahan baku yaitu sebanyak 2,4 mg lalu dilakukan prosedur yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Dilakukan 3 kali replikasi untuk masing-masing rentang spesifik tersebut. Hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali recovery. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus: Perolehan kembali = A C A F C C  x 100 Keterangan: C F = konsentrasi analit yang diperoleh setelah penambahan bahan baku µgml C A = konsentrasi analit sebelum penambahan bahan baku µgml CA = konsentrasi bahan baku yang ditambahkan ke dalam sampel µgml

3.5.5.2 Keseksamaan precision

Menurut Rohman 2009, presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Untuk menguji data presisi RSD, diambil data- data dari data perolehan kembali 9 × replikasi, kemudian dihitung standar deviasi. Setelah itu, dihitung RSD dengan cara standar deviasi dibagi rata- rata dari perolehan kembali kemudian dikali 100. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau Relatif Standar Deviasi RSD dari serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan: 100 x X SD RSD  Keterangan: RSD = Relatif Standar Deviasi SD = Standar deviasi X = Kadar rata-rata sampel Nilai SD dihitung dengan: SD =     2 1    n X X Dimana: X = nilai dari masing-masing pengukuran X = rata-rata mean dari pengukuran n = banyaknya data

3.5.5.3 Batas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQ

Menurut Harmita 2004, batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon sigiunifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Limit Of Detection LOD dan Limit Of Quantitation LOQ dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Syx =     2 2    n Yi Y Slope x Sy x LOD 3  Slope x Sy x LOQ 10  Keterangan: Syx = Simpangan Baku Slope = Derajat Kemiringan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil

Analisis yang Optimum Penetapan kadar simvastatin dalam sediaan tablet ditentukan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Dalam USP 32 3009, penetapan kadar dilakukan menggunakan kolom tipe L1 25 cm × 4,6 mm dengan fase gerak acetonitril-larutan buffer 65:35 sedangkan pada penelitian ini digunakan kolom TC-C18 4,6 × 150 mm dengan metanol-air sebagai fase gerak. Adapun alasan menggunakan fase gerak tersebut dikarenakan harganya relatif lebih murah dibandingkan acetonitril, dan penggunaan buffer yang dapat merusak kolom. Penatapan kadar simvasattin secara KCKT telah dilaporkan oleh Guzik 2010, menggunakan sistem elusi gradien sedangkan pada penelitian ini menggunakan sistem elusi isokratik, dikarenakan instrument yang tersedia hanya dapat menggunakan sistem elusi isokratik. Untuk mendapatkan hasil yang baik, terlebih dahulu ditentukan kondisi kromatografi yang optimum meliputi perbandingan fase gerak dan laju alir. Orientasi dilakukan dengan variasi perbandingan fase gerak metanol-air yaitu perbandingan 70 : 30 pada laju alir 1,5 dan 1,7 mlmenit, perbandingan 80:20 pada laju alir 1,0 dan 1,5 mlmenit dan perbandingan 85:15 dengan laju alir 1,0 dan 1,5 mlmenit, suhu 40 o C dan dideteksi pada panjang