Sejarah Singkat Pemberitaan di Sumatera Utara Sebelum Berdirinya Stasiun TVRI Medan

3.3 Sejarah Singkat Pemberitaan di Sumatera Utara Sebelum Berdirinya Stasiun TVRI Medan

Perkembangan Pers yang bertujuan sebagai Media pemberitaan di Sumatera Utara selalu bergerak kearah perkembangan sesuai dengan situasi nasional. Pers memberitakan segala kondisi yang terjadi di Sumatera Utara dan juga yang terjadi di luar Sumatera Utara. Pers menjadikan informasi menjadi hal yang mengglobal. Untuk mendapatkan sejumlah keterangan yang terjadi di suatu tempat yang sangat jauh dari tempat, ataupun peristiwa yang sama sekali tidak kita tahu maka melalui Pers kejadian yang sebenarnya akan kita peroleh. Media akan menghantarkan peristiwa tersebut kehadapan kita. Pekerjaan sebagai media informasi telah lama dilakukan oleh Pers di seluruh penjuru dunia, termasuk di Sumatera Utara, sebelum Stasiun TVRI Medan berdiri. Surat Kabar telah mengawali pekerjaan penyebaran informasi ini sejak penjajahan Belanda di Sumatera Utara. Masa pendudukan Belanda di Sumatera Utara, media yang sangat berkembang adalah suarat kabar. Surat kabar pertama yang mengawali pemberitaan di Sumatera Timur dinamakan dengan Deli Courant. Perusahaan surat kabar Belanda ini menjadi bahan tiruan bagi penerbitan surat kabar untuk wilayah Sumatera Timur. Surat Kabar Deli Courant, merupakan media yang sifatnya adalah sebagai kegiatan bisnis dan juga kegiatan perdagangan. Surat kabar menjadi bacaan kelompok-kelompok tertentu yang ekonominya tergolong maju. Masyarakat yang Universitas Sumatera Utara membaca surat kabar ini adalah kelompok pengusaha yang mengerti bahasa Belanda, bukan semua kalangan masyarakat. Kelompok nasionalis segera mempelajari bagaimana proses pembuatan berita dan juga menerbitkan surat kabar, maka pada babakan selanjutnya surat kabar yang bernuansa nasional segera lahir yang dinamakan dengan Surat Kabar Pewarta Deli. Surat kabar ini membuat berita yang ditujukan untuk kalangan nasional sebagai perlawanan terhadap surat kabar asing yang hanya memberikan berita hanya dari satu sudut yaitu kepentingan para pengusaha. Akibat yang sering dialami oleh para wartawan dan kelompok penerbit lainnya adalah tekanan dari pihak kolonial, baik berupa penghentian terhadap surat kabar, memukul hancur mesin cetak yang mencetak surat kabar tersebut. Seperti yang dialami Pewarta Deli saat dipimpin oleh Mr. Iwa Kusuma sumantri yang dibuang ke Indonesia Timur akibat dari perlawanan yang dilakukan lewat surat kabar dengan Belanda. Puncak dari penderitaan surat kabar terjadi saat penjajahan Jepang di Indonesia, ketika pasukannya menduduki Medan sejak tahun 1942. surat kabar tidak boleh terbit walaupun dalam bahasa atau dari kelompok manapun. Hal ini terjadi di awal penjajahannya. Surat kabar yang terbit pada akhir penjajahan Jepang bernama Sumatera Sinbun, yang akhirnya menjadi Sumatera Baru, setelah dipegang oleh Indonesia pada akhir penjajahan Jepang di Indonesia. Awal kemerdekaan menjadikan satu langkah kebebasan baru kepada kelompok nasionalis untuk menerbitkan surat kabar. Universitas Sumatera Utara Selain surat kabar, sistem pemberitaan lewat radio juga mulai dilakukan. Pemancar radio yang bebas dari deteksi Jepang dan penjajahan Belanda adalah Radio Rimba Raya, yang berada di hutan Aceh. radio ini sengaja didirikan di tengah hutan yang bertujuan menghilangkan jejak dari kekejaman masa penjajahan. Peran yang paling besar dari pemancar radio Rimba Raya adalah berita Proklmasi dan berita kekalahan Jepang kepada Sekutu lewat bom yang dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki, pada tahun 1945. para kelompok penjajah mendapat sejumlah informasi dari siaran luar negeri yaitu Australia, dan diberitakan lagi lewat Radio Rimba Raya kepada masyarakat Sumatera Utara dan Aceh. Tentunya yang dapat menerima informasi ini adalah masyarakat yang memiliki pesawat radio. Pada masa kemerdekaan, pers juga sempat mengalami gangguan kelancaran, lewat kedatangan sekutu kembali ke Sumatera Utara. Surat Kabar Waspada yang diterbitkan oleh Muhammad Said bersama istrinya Ani Idrus melakukan perlawanan terhadap surat kabar milik Belanda dengan bahasa Pers. Surat Kabar Waspada menjadi sasaran kemarahan dari pasukan Belanda setelah serah terima kepada sekutu bulan Oktober 1946. Kemarahan Belanda terhadap setiap surat kabar yang ada di wilayah Sumatera dapat dilihat dari beberapa tindakannya, yaitu dengan melakukan penghentian penerbitan surat kabar, penangkapan atau pembuangan terhadap mereka yang melawan pada pihak Belanda dan itu terjadi pada Mr. Iwa Kusuma Sumantri dari Surat Kabar Pewarta Deli dan tidak hanya sampai disitu saja tindakan yang dilakukan oleh Belanda. Tapi mereka juga melakukan Universitas Sumatera Utara penghancuran dan perusakan terhadap kantor-kantor berita juga beserta isinya, seperti mesin-mesin cetak yang mencetak surat kabar tersebut dengan pandangan sepihak tanpa memperhatikan kesalahan yang dilakukan oleh Belanda sendiri. Surat kabar yang selalu dibredel oleh pasukan Belanda tidak mampu membuat Surat Kabar Waspada berhenti dan menyerah, dan bahkan Surat Kabar Waspada selalu maju tanpa mengenal kata berhenti dan menyerah terhadap setiap rintangan yang ada. Pengalaman pahit itupun telah berlalu, setelah pengakuan kedaulatan. Maka peran-peran terhadap gejolak sosial yang datangnya dari dalam negara Indonesia sendiri seperti peristiwa pembubaran Negara Sumatera Timur, Pemberontakan Maluddin Simbolon dan GAM tahun 77, membuat Surat Kabar Waspada secara terbuka melakukan perlawanan lewat pemberitaan. Dengan adanya tindakan seperti itu maka semakin membuat Surat Kabar Waspada menjadi lebih maju dan berkembang dengan cepat, sehingga secara lambat-laun dapat membuat masyarakat semakin mengurangi kebutuhannya akan penggunaan radio. Salah satu contoh radionya adalah Radio Republik Indonesia, ada beberapa hal yang membuat masyarakat lebih banyak meminati surat kabar dari pada siaran radio sebagai sumber informasinya yaitu: • Sinyal siaran radio susah didapatkan apabila berada di daerah-daerah, • Masyarakat belum banyak yang memiliki pesawat radio karena harganya yang mahal dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya, • Siaran radio tidak bisa diulang kembali dan terbatas. Sedangkan, Universitas Sumatera Utara • Surat kabar isi beritanya bisa dibaca berulang kali dan lebih lengkap, dan • Masyarakat lebih mudah mendapatkan surat kabar. Media elektronik seperti radio semakin kalah dengan kehadiran Media Televisi sejak tahun 1970, walaupun radio lebih dulu hadir dibanding dengan televisi. Media televisi ini semakin membuat masyarakat lupa akan kehadiran radio sebagai salah satu media elekronik yang pernah ada dan radio juga tidak terlalu banyak memberikan kenangan terhadap para pendengarnya. Universitas Sumatera Utara BAB IV STASIUN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA TVRI MEDAN Dalam perjalanannya media informasi selalu mengalami perkembangan, seperti yang dijelaskan sebelumnya, sebab sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat luas. Buta informasi maka kita akan kehilangan segalanya dan tidak bisa mengikuti zaman sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Urutan dari pemberitaan bisa digolongkan unik dan menarik, yaitu mulai dari pemberitaan hanya dengan tulisan dan kadang bergambar yaitu surat kabar, sampai kepada radio yang hanya suara dan akhirnya sampai ke Televisi yang menyaksikan informasi secara life Hidup. Seiring dengan perkembangan medianya, maka masyarakat juga semakin mudah mendapatkan informasi. Kelompok masyarakat hanya tinggal menunggu dan duduk di kursi pada pagi hari maka surat kabar, suara radio dan siaran televisi yang terlihat hidup akan menjelaskan apa yang sedang terjadi di luar sana. Perkembangan televisi juga terus meningkat dari satu siaran yaitu TVRI menjadi beberapa siaran yang ditambah oleh kelompok televisi swasta lainnya. Bahkan televisi sampai ke berbagai daerah yang tergolong pelosok seperti yang dilakukan Stasiun TVRI Medan sejak tahun 1970.

4.1 Sejarah Berdirinya Stasiun Televisi Republik Indonesia TVRI Medan