mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
26
Pembiayaan dalam perbankan syariah menurut dapat dibagi tiga: a.
Bentuk pembiayaan yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung resiko kerugian dan nasabah juga memberikan
keuntungan. b.
Bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang lebih ditunjukan kepada orang yang membutuhkan, sehingga tidak ada keuntungan
yang dapat diberikan. c.
Bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan keuntungan.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak
– pihak yang merupakan deficit unit.
27
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua:
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
26
Undang – undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, cet. Ke-1, h.87
27
Rifaat Rahmat Abdul Karim, „‟the impact of basle capital adequacy ratio regulation on the
financial strategi of Islamic bank‟‟ dalam proceeding of 9 th expert level conference on Islamic banking, disponsori oleh bank Indonesia dan internasinal association of Islamic bank, 7-8 april 1995, Jakarta.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal:
a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi.
Dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utilitiy of place dari suatu barang.
28
b. Pembiayaan investasi, yaiu untuk memenuhi kebutuhan barang–barang modal
capital goods serta fasilitas –fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
2. Prinsip–Prinsip Pembiayaan
Prinsip perkreditan ini disebut pula konsep 5 C, pada dasarnya konsep 5 C ini dapat memberiakan informasi mengenai itikad baik dan kemampuan
membayar nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bungannya. Prinsip perkreditan tersebut adalah:
a. Character
Penilaian karakter nasabah merupakan masalah yang cukup kompleks karena berkaitan dengan watak dan prilaku seseorang baik secara individual
maupun secara komunitas atau lingkungan usahanya. Dalam melakukan penilaian karakter debitur perlu memperhatikan terutama sifat
–sifat kejujuran, ketulusan, kecerdasan, kesehatan, kebiasaan
–kebiasaan, temperamental, kaku, membanggakan diri secara berlebihan. Informasi lain yang juga sangat krusial
28
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press,2001, Cet.Ke-1, h.160
untuk diketahui adalah apakah calon debitur tersebut masuk dalam daftar orang tercela atau daftar hitam. Untuk mendapatkan informasi tambahan
mengenai pribadi calon debitur disamping dapat diketahui dari biodatanya juga dapat diperoleh melalui lingkungan usahannya, misalnya asosiasi usaha.
b. Capacity
Capacity berkaitan dengan kemampuan peminjam mengelola usahanya secara sehat untuk kemudian memperoleh laba sesuai yang diperkirakan.
Penilaian kemampuan tersebut perlu untuk mengetahui sejauh mana hasil usaha debitur dapat membayar semua kewajibannya tepat pada waktunya
sesuai dengan perjanjian kredit. Selanjutnya untuk mengukur capacity debitur harus dilakukan penelitian terhadap kemampuannya di bidang manajemen,
bidang keuangan, pemasaran, dan kemampuan di bidang teknis. c.
Capital Penilaian modal dilakukan untuk melihat apakah debitur memiliki
modal yang memadai untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Semakin besar jumlah modal yang ditanamkan oleh debitur
kedalam usahanya yang akan dibiayai dengan dana bank semakin menunjukkan keseriusan debitur menjalankan usahanya tersebut. Di samping
itu, besarnya modal akan memperkuat daya tahan usaha nasabah menghadapi siklus atau fluktuasi bisnis. Penilaian terhadap modal ini penting mengingat
kredit yang diberikan bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai keseluruhan dana atau modal yang dibutuhkan debitur.
Karena itu idealnya, jumlah kredit bank tidak melebihi jumlah modal yang ditanamkan debitur. Modal yang dimaksudkan di sini dapat berupa barang
– barang bergerak dan tidak bergerak.
d. Collateral
Penilaian barang jaminan yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit bank yang diperolehnya adalah untuk mengetahui sejauh mana
nilai barang jaminan atau agunan tersebut dapat menutupi risiko kegagalan pengembalian kewajiban
–kewajiban debitur. Fungsi jaminan disini adalah sebagai alat pengaman terhadap kemungkinan tidak mampunya debitur
melunasi kewajibannya. Dalam hubungan ini suatu proyek yang akan dibiayai mungkin feasible namun belum tentu bankable atau memenuhi syarat untuk
memperoleh kredit bank akibat misalnya tidak memadainya jaminan. e.
Condition of economy Prinsip yang terkhir adalah kondisi ekonomi yaitu berkaitan dengan
keadaan perekonomian suatu saat secara langsung mempengaruhi kegiatan usaha debitur. Begitu pula peraturan
–peraturan dan kebijakan pemerintah yang mungkin akan berdampak pada perekonomian secara regional, nasional
dan internasional terutama yang berhubungan dengan sector usaha debitur. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain mencakup yaitu pertama
masalah pemasaran yang meliputi perkiraan permintaan, daya beli masyarakat, pasar luas. Kedua persaingan barang substitusi, dan ketersediaan
bahan baku. Ketiga keberadaan pasar modal dan pasar uang, kredit penjual, kredit pembeli dan perubahan suku bunga dan sebagainya.
29
3. Tujuan dan fungsi pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan pembaiayaan untu tingkat
mikro.
30
Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk: a.
Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat mengaksesnya. Dengan
demikian diharapkan dapat meningkatkan taraf kehidupan ekonominya. b.
Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan usaha membutuhkan dan tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh melalui
aktifitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak yang minus dana, sehingga dapat tergulirkan.
c. Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan peluang
bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya meningkatkan produksi tidak akan dapat terlaksana tanpa adanya dana.
d. Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor–sektor usaha
tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah dan membuka lapangan kerja baru.
29
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Keempat, Jakata: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, h. 171 - 173
30
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: Unit Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005, cet.I, h.16
e. Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif mampu
melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat,
jika ini berhasil maka akan terjadi distribusi pendapatan. Adapun sektor mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
a. Upaya memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan
tertinggi, yaitu memaksimalkan laba usaha. Untuk menghasilkan laba maksimal, maka perlu pendukung dana yang cukup.
b. Upaya memaksimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu
menghasilkan laba maksimal, maka para pengusaha harus mampu meminimalkan resiko. Resiko kekurangan modal dapat diatasi dengan
tindakan pembiayaan. c.
Pendayagunaan ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya
manusia serta sumber daya modal pembiayaan.
D. Konsep Usaha Kecil Menengah
1. Pengertian dan karakteristik usaha kecil menengah
Pengertian tentang UKM sangatlah beragam, tergantung konsep yang digunakan oleh tiap
–tiap Negara. Beragamnya pemahaman mengenai usaha kecil menjadi salah satu faktor yang membuat sektor ini termarginalkan. Padahal hal
tersebut menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat, terutama di Negara berkembang.
31
Mengacu pada UU No. 9 tahun 1995 yang dikutip dalam buku Ekonomi Skala KecilMenengah Koperasi, untuk kriteria usaha kecil dilihat dari segi
keuangan dan modal yang dimilikinnya adalah sebagai berikut :
32
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha b.
Memiliki hasil penjualan paling banyak 1 M tahun Untuk kriteria usaha menengah adalah:
a. Untuk sektor industri memiliki total aset paling banyak 5 M
b. Untuk non industri memiliki asset paling banyak 5 M tidak termasuk tanah
dan bangunan c.
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 3 M Anderson mengemukakan definisi pengelompokkan kegiatan usaha
ditinjau dari jumlah pekerja yang dikutip dalam buku Ekonomi Skala KecilMenengah Koperasi sebagai berikut:
33
Usaha kecil Kecil I-kecil
Kecil II-kecil 1
– 9 pekerja 10
– 19 pekerja Usaha menengah
Besar-kecil Kecil-menengah
Menengah-menengah 100
– 199 pekerja 201
– 499 pekerja 500
– 999 pekerja
31
Tiktik Sartika Partomo, Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala KecilMenengah Koperasi, Bogor, Ghalia Indonesia, 2004 cet, ke- II, hal. 15.
32
Ibid, h. 15-16
33
Ibid, h. 16