Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai analisis kepastian hukum terhadap putusan hakim dikaitkan dengan dikeluarkannya terdakwa demi hukum oleh Lembaga Pemasyarakatan, belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka

Teori Kerangka teori yang digunakan dalam tesis ini mengacu kepada aliran analytical positivism yang dikemukakan oleh John Austin bahwa peraturan yang diadakan adalah untuk memberikan bimbingan kepada makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya. Dalam kaitan ini, hukum dipisahkan dari keadilan dan didasarkan tidak atas gagasan-gagasan tentang yang baik dan yang buruk yang didasarkan atas kekuasaan yang lebih tinggi. 9 9 W. Friedman, Teori Filsafat Hukum; Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum Susunan I, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993, hlm. 149. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Austin mengemukakan sebuah pernyataan yang sampai sekarang dianggap sebagai klaim utama para legal positivism 10 yang berbunyi the existence of law is one thing, its merit or demerit is another yakni hukum harus didefenisikan tanpa mengaitkannya dengan moral sehingga hukum disebut positif karena dipositifkan atau diberikan posisi tertentu oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas. Semua yang tidak merupakan perintah dari pemegang kedaulatan bukanlah hukum. Pendapat ini kemudian mempengaruhi pemikiran mengenai sumber hukum. Hukum dikatakan hukum, hanya apabila berasal atau dibuat oleh negara. Ajaran ini selanjutnya berkembang menjadi legisme yang menganggap hukum hanyalah undang-undang. 11 Lebih lanjut Austin mengemukakan bahwa hukum dibedakan kepada 2 dua hal, yakni: Pertama; hukum dalam arti yang sebenarnya hukum positif yang disebut law properly so called positive law yang memiliki command, sanction, duty, sovereignty. Ketentuan yang tidak mengandung 4 empat unsur tersebut tidak dapat disebut hukum positif namun hanya moralitas positif. Kedua; hukum yang tidak sebenarnya disebut law improperly so called yakni hukum yang tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum karena tidak ditetapkan atau dibuat oleh penguasa. Hukum didefenisikan sebagai a rule laid down for the quidance of intelligent being 10 Teori hukum merefleksikan perjuangan hukum di antara tradisi dan kemajuan, stabilitas dan perubahan, kepastian dan keleluasaan. Sepanjang objek hukum adalah menciptakan ketertiban maka pendekatannya diletakkan pada kebutuhan akan stabilitas dan kepastian. Pada umumnya, teori- teori hukum dan para ahli hukum cenderung untuk lebih menekankan pada stabilitas dari pada perubahan. Lihat, W. Friedman, Teori Filsafat Hukum; Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum Susunan II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993, hlm. 37. 11 Ricardo Simarmata, Socio-Legal Studies Dan Gerakan Pembaharuan Hukum, http:www.huma.or.iddocument, diakses tanggal 26 April 2009 Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 by an intelligent being having power aver him. Dari pembedaan ini, maka sumber hukum satu-satunya adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara sedangkan sumber lainnya adalah rendah. 12 Pendapat Austin yang menekankan hukum sebagai perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dari suatu negara dapat disejajarkan dengan teori kekuasaan dari Thomas Hobbes yang memandang negara sebagai kenyataan yang diterima begitu saja oleh orang-orang dalam wilayah tertentu. Negara timbul dan dipertahankan karena oleh kebanyakan bawahan mempunyai kebiasaan menaati peirntah. Austin dan Hobbes sama-sama memandang bahwa tiap undang-undang positif ditentukan secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi anggota dari suatu masyarakat yang berdaulat di mana pembentuk adalah yang tertinggi. 13 Pokok-pokok dari ajaran analytical positivism yang dikemukakan oleh Austin adalah: 1. ajarannya tidak berkaitan dengan soal atau penilain baik dan buruk, sebab peniliain tersebut berada di luar hukum. 2. walau diakui adanya hukum moral yang berpengaruh terhadap masyarakat, namun secara yuridis tidak penting bagi hukum. 3. pandangannya bertolak belakang dengan baik penganut hukum alam maupun mazhab sejarah. 12 Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2007, hlm. 64 - 65. 13 Ibid. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 4. hakekat dari hukum adalah perintah. Semua hukum positif adalah perintah dari yang berdaulatpenguasa. 5. kedaulatan adalah hal di luar hukum, yaitu berada pada dunia politik atau sosiologi karenanya tidak perlu dipersoalkan sebab dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dalam kenyataan. 6. teori ini kurang memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat. 14 Lili Rasyidi dengan mengutip pendapat Hart menguraikan ciri-ciri positivisme sebagai berikut: 1. hukum adalah perintah dari manusia command of human being; 2. tidak ada hubungan mutlak antara hukum law dan moral atau hukum sebagaimana yang berlaku dan hukum yang sebenarnya; 3. analisis konsepsi hukum adalah: a. mempunyai arti penting. b. harus dibedakan dari penyelidikan. c. historis mengenai sebab-musabab dan sumber-sumber hukum. d. sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya. e. penyelidikan hukum secara kritis atau penilain, baik yang berdasarkan moral, tujuan sosial, fungsi hukum dan lain-lainnya. 4. sitem hukum adalah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup dalam mana keputusan-keputusan hukum yang tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat 14 Lili Rasyidi dan Ira Rasyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT. Citra Adtya Bakti, 2001, hlm. 59 - 60. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan sosial, politik dan ukuran-ukuran moral. 5. pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian atau percobaan. 15 Pendapat Austin diikuti oleh Jeremy Bentham yang mengemukakan bahwa hukum dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan kebahagiaan. Teori ini dikenal dengan utilitarianism yang menekankan bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan sehingga pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual, disebabkan tujuan akhir dari perundang-undangan adalah kebahagiaan yang paling besar, yakni baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan dan berkurangnya penderitaan. 16 Pemikiran Bentham diikuti Roscoe Pound dalam teori engineering yang mengemukakan bahwa tugas utama dari hukum adalah social engineering untuk membangun suatu struktur masyarakat sedemikian rupa sehingga secara maksimum dicapai kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan dengan seminimum mungkin banturan 15 Ibid, hlm. 57 16 Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2003, hlm. 117 Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 dan pemborosan 17 yang menekankan pada rumusan dan penggolongan tentang kepentingan kemasyarakatan dengan menitikberatkan pada mengadakan keseimbangan pada kepentingan akan menghasilkan kemajuan hukum. Dalam kaitan ini ada 3 tiga penggolongan utama mengenai kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yakni: Pertama; kepentingan umum public interests. Kedua; kepentingan kemasyarakatan social interest dan Ketiga; kepentingan pribadi private interest. 18 Beberapa kepentingan yang dilindungi tersebut berorientasi kepada 3 tiga nilai dalam hukum, yakni kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan. Ketiga aspek ini saling memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam perspektif pidana, kepastian hukum bukan hanya ditujukan terhadap kepentingan korban namun juga untuk kepentingan terdakwa. Essensi dari perkara pidana merupakan perlindungan ketertiban umum. Oleh karena itu maka pada prinsipnya, kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Kepastian hukum dan ketertiban hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran perlu ditingkatkan sehingga benar-benar mampu menjadi pengayom masyarakat, memberi rasa aman, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kegairahan, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Kepastian 17 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 298. 18 Mr. Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1976, hlm. 75. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-peraturan umum atau kaedah-kaedah yang berlaku umum yang pelaksanaannya harus diabdikan untuk kepentingan masyarakat, serta kepastian hukum harus diwujudkan dalam tertib hukum. 19 Manfaat hukum berkaitan dengan peruntukkan hukum. Sebagai subyek hukum, maka peruntukkan hukum adalah untuk manusia. Jangan sampai dalam penegakan hukum justru akan terjadi sebaliknya, hukum menjadi penyebab keresahan di dalam masyarakat. Keadilan merupakan tujuan dari hukum. Keadilan merupakan tujuan akhir pembangunan nasional yang membawa konsekuensi, keadilan harus meliputi segala segi. 20 Secara sederhana keadilan merupakan suatu keadaan seimbang yakni suatu kondisi yang tidak berat sebelah. Beberapa hal yang mempengaruhi kepastian hukum dalam penerapan praktek hukum dikemukakan oleh Bagir Manan bahwa keadaan hukum the existing legal system pada saat ini adalah: 1. dilihat dari substansi hukum terdapat berbagai sistem hukum yang berlaku, yakni hukum adat, hukum agama dan hukum barat. Ketiganya merupakan akibat politik hukum masa penjajahan yang bertujuan untuk menimbulkan kekacauan dalam lingkungan hukum tradisional. 2. ditinjau dari segi bentuk maka sistem hukum yang berlaku lebih mengandalkan pada bentuk-bentuk hukum tertulis. Pemakaian kaidah hukum adat atau hukum Islam hanya dipergunakan dalam hal-hal yang secara hukum ditentukan harus diperiksa dan diputus menurut kedua hukum tersebut. Penggunaan Yurisprudensi dalam mempertimbangkan suatu putusan hanya sekedar untuk mendukung peraturan hukum tertulis yang menjadi tumpuan utama. 19 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1984, hlm. 55 20 T. Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992, hlm. 17 Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 3. hingga saat ini masih cukup banyak hukum tertulis yang dibentuk pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Hukum-hukum ini bukan saja dalam banyak hal tidak sesuai dengan alam kemerdekaan, tetapi telah pula ketinggalan orientasi dan mengandung kekosongan-kekososngan baik ditinjau dari sudut kebutuhan dan fungsi hukum maupun perkembangan masyarakat. 4. keadaan hukum saat ini menunjukkan banyak aturan kebijakan beleidsregel baik yang berasal dari administrasi negara maupun dari badan justisial yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Keadaan tersebut menimbulkan kerancuan dan ketidak pastian hukum. 5. terdapat inkonsistensi dalam penggunaan asas-asas hukum atau landasan teoretik yang dipergunakan. 6. perundang-undangan yang berlaku sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman out of date. Kekurangan ini dapat diatasi apabila para penegak hukum berperan aktif mengisi berbagai kekososngan atau memberikan pemahaman baru suatu kaidah. 21 Kondisi hukum saat ini sangat menyedihkan dan mengalami keterpurukkan yang luar biasa. Penciptaan berbagai peraturan tidak saja membawa perbaikan tetapi justru timbul kondisi “hiperregulated” membuat masyarakat lebih apatis. Institusi dan aparatur hukum hanya mengedepankan formal justice semata tanpa memperdulikan substansial justice. Secara lengkap Achmad Ali menyatakan bahwa: Semakin rendahnya tingkat kepercayaan warga masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum, disebabkan warga secara kasat mata menyaksikan dan mengetahui sendiri betapa “sandiwara hukum” dan lebih khusus lagi “sandiwara peradilan” masih terus berlangsung. Serentetan kasus-kasus hukum dan peradilan yang muncul di media massa. Seperti berita kasus suap menyuap kelas kakap masih berlangsung ditubuh Mahkamah Agung, berita perintah penundaan penuntutan tiga konglomerat dan lain-lain sebagai akibat tidak profesionalnya aparat penegak hukum teramat mengecewakan rakyat banyak. Kesemuanya makin menurunkan citra penegakan hukum. 22 21 Bagir Manan, Dasar-Dasar Konstitusional Peraturan Perundang-undangan Nasional, Jakarta: Sinar Grafika, 1993, hlm. 23. 22 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, Jakarta: Penerbit Ghalia, 2001, hlm. 10 - 11. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan tersebut maka untuk menganalisis kepastian hukum terhadap putusan hakim dikaitkan dengan proses penjatuhan pidana harus diletakkan pada tujuan untuk mencapai kepastian hukum, keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia khususnya terdakwa. Oleh karena itu, hal-hal spesifik harus ditata kembali untuk menjamin efektivitas proses peradilan dalam rangka ”Integrated Criminal Justice System”. Misalnya, upaya untuk menjamin dakwaan jaksa yang didasarkan pada hasil penyidikan yang akurat sehingga tidak mudah dipatahkan dalam proses peradilan. Menjamin agar dakwaan jaksa tidak begitu mudah ditolak atau tidak dapat diterima oleh suatu Majelis Hakim. Untuk itu perlu ada sistem atau cara untuk menerobos ketentuan KUHAP yang menjadi dinding pemisah yang terlalu ketat antara hakim, jaksa dan polisi. 23 Lobby Loqman membedakan pengertian sistem peradilan pidana dengan proses pidana. Sistem adalah suatu rangkaian antara unsur atau faktor yang saling terkait satu dengan lainnya sehingga menciptakan suatu mekanisme sedemikian rupa sehingga sampai tujuan dari sistem tesebut sedangkan proses peradilan pidana merupakan suatu proses sejak seseorang diduga telah melakukan tindak pidana, sampai orang tersebut dibebaskan kembali setelah melaksanakan pidana yang telah dijatuhkan kepadanya. 24 23 Muladi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, Jakarta: The Habibie Center, 2002, hlm. 29. 24 Loebby Loqman, Hak Asasi Manusia HAM dalam Hukum Acara Pidana HAP, Jakarta: Datacom, 2002, hlm. 22. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Peradilan pidana dikatakan sebagai sistem karena didalam sistem tersebut bekerja subsistem-subsistem yang mendukung jalannya peradilan pidana. 25 Pengertian yang lebih umum dari Sistem Peradilan Pidana dikemukakan oleh Muladi yang mengatakan bahwa: Sistem peradilan pidana adalah suatu jaringan peradilan yang menggunakan hukum pidana materiel, hukum pidana formal maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun, jika sifatnya terlalu formal, yaitu dilandasi tujuan hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan. 26 Pemikiran bahwa setiap subsistem harus saling berkaitan dan terpadu, melahirkan pemikiran tentang suatu sistem peradilan pidana terpadu integrated criminal justice system sebagai suatu sistem 27 yang dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut: a. titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan; b. pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana; c. efektifitas sistem penanggulangan kejahatan lebih diutamakan daripada efisiensi penyelesaian perkara; 25 Marjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Peran Penegak Hukum Melawan Kejahatan, Jakarta: Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1994, hlm. 1. 26 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995, hlm. 1 - 2. 27 Marjono Reksodiputro, Op. Cit., hlm. 84 - 85. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 d. penggunaan hukum sebagai instrumen untuk memantapkan ”the administration of justice”. 28 Integrated mengandung pengertian the achievement of unification through shared norm values yang harus tampak dalam penyelenggara dan oknum penyelenggara peradilan pidana sedangkan the administration of justice merupakan administrasi peradilan yang dapat dibedakan dalam 2 dua hal, yakni: Pertama, court administration meliputi pengelolaan yang berkaitan dengan organisasi, administrasi dan pengaturan finansial badan-badan peradilan. Kedua, administration of justice yang mencakup proses penanganan perkara case flow management dan prosedur serta praktik litigasi dalam kerangka kekuasaan mengadili judicial power. 29 Kekuasaan mengadili berhubungan erat dengan proses penegakan hukum sebagai tanggung jawab yudisial yang mengandung 3 tiga dimensi, yakni: a. tanggung jawab administratif yang menuntut kualitas pengelolaan organisasi, administrasi dan pengaturan finansial; b. tanggung jawab prosedural yang menuntut ketelitian atau akurasi hukum acara yang digunakan; c. tanggung jawab substatantif yang berhubungan dengan ketepatan pengkaitan antara fakta dan hukum yang berlaku. 30 28 Romli Atmasasmita, Op. Cit, hlm. 9 - 10. 29 Ibid., hlm 36. 30 Ibid., hlm. 38. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Administrasi peradilan hanya akan berperan maksimal dan bermakna terhadap sistem peradilan pidana terpadu apabila dapat mengelola jati dirinya sebagai pendukung prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, dan berhasil memproklamasikan serta melindungi hak asasi manusia dalam administrasi peradilan pidana. Ide dasar konsep kekuasaan lembaga peradilan dalam arti luas adalah merupakan kekuasaan negara untuk menegakkan hukum dan keadilan demi terselenggaranya Negara Republik Indonesia. Hal ini berarti kekuasaan kehakiman tidak hanya mencakup kekuasaan mengadili tetapi juga meliputi kekuasaan menegakkan hukum dalam seluruh proses penegakan hukum.” 31 Untuk memahami konsep sistem peradilan terpadu maka V.N. Pillai mengemukakan sebagai berikut: It is necessary to be clear about what we mean by an “integrated” criminal justice administration. Greater integration does not envisage the entire system working as one unit or department or as different sections of one unified service. Rather, it might be said to work on the principle of unity in diversity, some what like that under which the armed forces function. Each of three main armed services, the army, navy and airforce, in most states has its own distinctive roles in the defence of a country, each its own operational methods. However, in times of need all of them have a common purpose and work towards a common objective. They are able to combine their operations to achive this end without conpromissing their individual roles. Perhaps the war against crime could be considered in a somewhat similar light as a combined operation by all the branches of the criminal justice system, each component playing a specific part with its own personnel and its own resources, but concerned essentially with carrying out over-all criminal policies for a common national objective. 32 31 Barda Nawawi Arief, “Pokok-pokok Pikiran Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka”, Makalah sebagai Bahan Masukan untuk Penyusunan Laporan Akhir Tim Pakar Departemen Kehakiman Periode 19981999”, hlm. 3. 32 V.N. Pillai, The Administration of Criminal Justice: Unity in Deversity; dalam Criminal Justice in Asia: The Quest for an Integrative Approach, Tokyo: UNAFEI, 1982, hlm. 20. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Dari pendapat Pillai tersebut dapat disimpulkan bahwa makna keterpaduan dalam sistem peradilan pidana bukanlah diterjemahkan sebagai suatu sistem yang bekerjasama dalam satu unit atau departemen atau menyatu dalam lembaga tersendiri. Keterpaduan dalam sistem peradilan pidana lebih ditujukan sebagai kerjasama dan koordinasi antara sub sistem yang satu dengan sub sistem yang lainnya dengan prinsip unity in diversity. Setiap sub sistem dalam sistem peradilan pidana memainkan peranan yang spesifik dalam menanggulangi kejahatan, dengan mengerahkan segenap potensi anggota dan sumber daya yang ada di lembaga- lembaga masing-masing. Namun aktivitas sub sistem harus diarahkan pada pencapaian tujuan bersama sebagaimana yang telah ditetapkan dalam desain kebijakan penanggulangan kejahatan. Pendekatan keterpaduan ini bertujuan untuk menciptakan strategi upaya setiap elemen dapat meningkatkan efektivitas kerjanya dan sekaligus bersatu padu dengan elemen yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Konsekuensi logisnya adalah elemen yang satu dengan elemen lainnya harus saling berhubungan secara struktural dan mempertahankan kesinambungan tugas mereka. Tak terjalinnya kerjasama yang erat dan tidak ditemukannya satu persepsi yang sama mengenai tujuan yang ingin dicapai bersama, maka sistem peradilan pidana terpadu tidak akan dapat menanggulangi kejahatan. 33 33 Harkristuti Harkrisnowo, Mendorong Kinerja Polri Melalui Pendekatan Sistem Managemen Terpadu, Jakarta, Pidato pada Dies Natalis Ke - 57 PTIK dalam rangka Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian Angkatan XXXVIIIArygya Hwardaya, 2003, hlm. 4. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan sistem yang digunakan untuk mengkaji peradilan pidana ini mempunyai implikasi sebagai berikut: 1. semua sub sistem akan saling tergantung interdependent, karena produk output suatu sistem merupakan masukan input bagi sub sistem lainnya; 2. pendekatan sistem mendorong adanya konsultasi dan kerjasama antar sub sistem yang akhirnya akan meningkatkan upaya penyusunan strategi sistem tersebut secara keseluruhan; 3. kebijakan yang diputuskan dan dijalankan oleh satu sub sistem akan berpengaruh pada sub sistem lainnya. 34 Berdasarkan teori dan semua pemikiran yang telah dikemukakan, hasil pembahasan dalam penelitian ini akan diarahkan pada hakikat hukum yakni menjadi sarana bagi penciptaan suatu aturan yang pasti dan masyarakat yang adil dengan didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut: 35 1. semua orang ingin mewujudkan suatu aturan masyarakat yang adil. semua orang mempunyai kemauan mewujudkan suatu masyarakat yang adil sehingga keadilan dan kepastian itu menjadi focus tujuan utama pembentukan undang-undang, yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan di satu pihak dan di pihak lain dengan tujuan yang sama maka didirikan pengadilan. Pengadilan itu tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang timbul dari akibat perbedaan pandangan antara warga negara, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. 34 Ibid. 35 Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 88. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 2. Pada umumnya hukum mempunyai kewibawaan . Pada umumnya hukum mempunyai kewibawaan sehingga secara psikologis berpengaruh terhadap orang-orang yang berada dibawah hukum tersebut. Wibawa hukum itu tidak terletak dalam kekuasaan pemerintah yang menciptakannya. Jika demikian halnya, hukum ditakuti, bukan dihormati. Seharusnya, wibawa ada pada hukum, sebab hukum itu mengatur dan membimbing kehidupan bersama manusia atas dasar prinsip-prinsip kepastian hukum dan keadilan.

2. Konsepsional