Pemeriksaan Terdakwa Setelah Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pra peradilan tersebut telah memberikan putusan yang amarnya menyatakan permohonan pra peradilan terdakwa HS tidak dapat diterima untuk seluruhnya dengan memberikan pertimbangan hukum bahwa seharusnya terdakwa HS mengajukan permohonan pra peradilan bukan ditujukan terhadap Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai namun ditujukan terhadap Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai dalam kapasitasnya selaku Kepala Rumah Tahanan Negara. Selain itu, dalam pertimbangan hukum dinyatakan bahwa Kepala Lembaga Pemasyarakatan tidak dapat dijadikan pihak dalam permohonan pra peradilan.

B. Pemeriksaan Terdakwa Setelah Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara

Pemeriksaan terdakwa di persidangan pengadilan merupakan bahagian dari rangkaian sistem peradilan pidana yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran materil. Kebenaran materil didapatkan berdasarkan tahapan proses pembuktian di mana hakim mendapatkan keyakinannya melalui sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti yang sah. Secara umum, rangkaian tersebut merupakan bahagian tugas utama dari hukum yakni social engineering untuk membangun suatu struktur masyarakat sedemikian rupa sehingga secara maksimum dicapai kepuasan akan kebutuhan- kebutuhan dengan seminimum mungkin banturan dan pemborosan 92 yang 92 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 298. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 menekankan pada rumusan dan penggolongan tentang kepentingan kemasyarakatan dengan menitikberatkan pada mengadakan keseimbangan pada kepentingan akan menghasilkan kemajuan hukum. 1. tujuan penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan sprituil berdasarkan Pancasila. Sehubungan dengan ini maka penggunaan hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan penyegaran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat; 2. perbuatan yang diusahakan untuk mencegah atau menanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang dikehendaki yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian materil dan sprituil atas warga masyarakat; 3. penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil; 4. penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas. 93 Dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana, maka tujuan hukum pidana adalah: a. mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan; b. menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; c. mengusahakan agar orang yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulanginya. 94 93 Djoko Prakoso, Masalah Pemberian Pidana Dalam Teori dan Praktek Pengadilan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 32 94 Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1994, hlm. 84. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Wiryono Prodjodikoro mengemukakan bahwa tujuan dari hukum pidana adalah untuk memenuhi rasa keadilan. Di lain pihak, dikemukakan bahwa tujuan hukum pidana adalah sebagai berikut: 1. untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara menakut-nakuti orang banyak generale preventie maupun secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi speciale preventie; 2. untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan sehingga menjadi orang yang baik tabiatnya dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hal ini hukum pidana berfungsi sebagai berikut: a. untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara, masyarakat dan penduduk; b. untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna; dan c. untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana. 95 Hukum terdiri dari aturan atau kebiasaan yang telah mengalami proses kelembagaan, artinya kebiasaan-kebiasaan dari lembag-lembaga kemasyarakatan tertentu diubah sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya yang memang dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga- lembaga hukum berbeda dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya atas dasar 2 dua kriteria, yakni: Pertama; lembaga-lembaga hukum memberikan ketentuan- ketentuan tentang cara menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam hubungannya dengan tugas-tugas kemasyarakatan lainnya. Kedua; lembaga-lembaga hukum mencakup 2 dua jenis aturan, yakni penetapan kembali daripada aturan-aturan 95 Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 67. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 lembaga-lembaga non hukum dalam hal ini disebut dengan hukum substantif dan aturan yang mengatur aktivitas daripada lembaga-lembaga hukum itu sendiri dalam hal ini disebut hukum ajektif. Dengan demikian, sifat yang penting dari gejala hukum adalah fakta bahwa aturan dan lembaga-lembaga hukum mengatur hampir seluruh perilaku sosial dalam masyarakat. 96 Dalam kaitannya dengan cara penyelesaian dalam perkara pidana, KUHAP menentukan 3 tiga acara pemeriksaan, yakni acara biasa, cepat dan singkat. Dalam pemeriksaan acara biasa dan acara cepat, KUHAP menganut asas bahwa pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa. Ini berarti, kehadiran terdakwa merupakan keharusan. Namun, tiada hukum tanpa pengecualian merupakan asas yang berlaku universal dalam ilmu hukum. Pengecualian ini hanya terbatas dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi yang dikenal dengan istilah peradilan in absentia atau persidangan tanpa hadirnya terdakwa, yakni sejak persidangan dinyatakan terbuka untuk umum terdakwa tidak pernah hadir hingga dibacakan putusan oleh hakim. Peradilan in absentia dibolehkan dalam kondisi tertentu jika negara dipandang telah cukup melakukan usaha untuk menginformasikan terdakwa tentang proses peradilan yang akan berlangsung sehingga memungkinkan melakukan persiapan pembelaan. Pengecualian terhadap asas bahwa pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa berlaku bagi pemeriksaan dengan acara singkat seperti 96 Ibid. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan. KUHAP tidak mewajibkan terdakwa menghadap secara langsung di sidang pengadilan namun dapat menunjuk wakilnya. Beberapa hal yang bisa dijadikan bahan perumusan standar hukum dan pedoman peradilan in absentia adalah sebagai berikut: a. dalam tindak pidana tertentu, pada dasarnya setiap tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk diadili the right to be tried in his presence, kecuali yang bersangkutan secara sukarela melepaskan haknya, atau yang bersangkutan melarikan diri, atau dengan sengaja yang bersangkutan memilih untuk tidak bersedia hadir. b. persidangan in absentia hanya dapat dilakukan atau diperbolehkan demi kepentingan keadilan, apabila terdakwa yang telah diberi informasi sebelumnya secara patut, tidak mau atau mundur dari haknya untuk hadir. c. proses pemidanaan pada dasarnya merupakan penghukuman secara formal formal condemnation setelah terjadi penyelidikan, seleksi dan evaluasi yang akurat terhadap alat-alat bukti yang mendukung sedangkan dakwaan hanya merupakan tuduhan yang belum terbukti unproved charge dan bukan merupakan konklusi final tentang kesalahan. Dengan demikian peradilan in absentia harus sudah melalui eksaminasi permulaan yang cukup terhadap alat-alat bukti yang dapat mendukung dakwaan. d. peradilan in absentia bisa mensyaratkan bahwa terdakwa pada permulaan pernah hadir initial presence, tetapi bisa juga tanpa syarat tersebut asal tidak diragukan lagi bahwa terdakwa telah memutuskan secara sukarela dengan kesadaran penuh untuk tidak melaksanakan haknya untuk hadir. e. sekalipun peradilan in absentia dilaksanakan, maka terdakwa harus dapat diwakili oleh penasehat hukum yang diberinya kuasa. Dengan alat-alat komunikasi modern memungkinkan penasehat hukun berkomunikasi dengan terdakwa setiap saat. f. apabila pelbagai persyaratan peradilan in absentia tidak dipenuhi, maka harus dimungkinkan peradilan ulangan retried dengan kehadiran terdakwa, sebab bagaimanapun juga keterangan terdakwa secara pribadi tetap merupakan alat bukti penting. 97 Dari asas bahwa pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa maka terhadap perkara tindak pidana yang diperiksa dengan acara biasa dan 97 Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, Jakarta: The Habibie Center, 2002, hlm. 304 - 305. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 cepat, tidak dibenarkan diperiksa secara in absentia melainkan kehadiran terdakwa bersifat keharusan. Asas ini menimbulkan problematika hukum dalam penerapannya ketika seorang terdakwa yang pada awalnya dikenakan tindakan penahanan namun dikeluarkan demi hukum sebelum pemeriksaan selesai. Ketidakhadiran terdakwa untuk menghadap di persidangan dapat dibedakan dalam 2 dua hal, yakni dengan alasan yang sah dan dengan alasan yang tidak sah. Alasan yang sah merupakan alasan yang dibenarkan menurut hukum seperti berhalangan hadir di persidangan karena sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter atau terdakwa mendapatkan musibah yang dibuktikan dengan keterangan lurah. Dalam keadaan yang demikian, maka sidang harus ditunda untuk memenuhi asas pemeriksaan dalam perkara pidana dengan hadirnya terdakwa dengan cara hakim memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk memanggil terdakwa namun jika terdakwa tidak datang menghadap dipersidangan lagi, maka hakim melakukan penundaan sidang kembali dan memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa secara paksa. 98 Ketidakhadiran terdakwa untuk menghadap di persidangan dapat terjadi bagi terdakwa yang telah dikeluarkan demi hukum dari rumah tahanan negara. Dalam keadaan terdakwa tidak hadir namun seluruh proses pemeriksaan telah selesai diperiksa atau acara persidangan hanya membacakan putusan pengadilan, maka hakim dapat menunda persidangan dan selanjutnya memerintahkan jaksa penuntut 98 Lihat Pasal 154 ayat 6 KUHAP. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 umum untuk memanggil terdakwa kembali. Jika terdakwa tetap tidak hadir untuk menghadap di persidangan, maka pembacaan putusan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa. 99 Acara pemeriksaan yang demikian tidak dapat dikualifikasikan sebagai persidangan in absentia karena terdakwa telah pernah hadir. Bagi perkara yang terdakwanya lebih dari seorang namun tidak semua terdakwa hadir dipersidangan sedangkan acara pemeriksaan masih beberapa tahapan lagi, maka hakim bebas untuk menentukan melanjutkan persidangan atau menempuh prosedur pemanggilan terhadap terdakwa yang tidak hadir. Jika hakim memilih sikap untuk melanjutkan persidangan, maka pemeriksaan dapat dilangsungkan sebatas untuk memeriksa terdakwa yang hadir saja. 100 Bagi terdakwa yang tidak hadir dilakukan pemanggilan dengan ketentuan jika dalam persidangan selanjutnya tetap tidak hadir maka hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa secara paksa. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan sebagai hakikat dari penegakan hukum. Penegakan hukum yang berintikan kepastian hukum akan menjadikan ketertiban dalam masyarakat tercapai. 101 Namun harus disadari bahwa dalam proses penegakan hukum untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat terdapat 99 Lihat Pasal 196 ayat 2 KUHAP. 100 Lihat Pasal 154 ayat 5 KUHAP. 101 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004 hlm. 181 - 182. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 ketidaksempurnaan hukum. Dalam kaitan ini, KUHAP tidak mengatur tentang ketidakhadiran terdakwa setelah dilakukan upaya secara paksa karena terdakwa tidak ditemukan atau melarikan diri. M. Yahya Harahap mengemukakan bagi terdakwa yang telah pernah hadir tapi belum cukup diperiksa dan didengar keterangannya tidak boleh dijatuhkan putusan namun harus dilanjutkan pemeriksaannya. Cara lain dapat diambil kebijaksanaan dengan persetujuan dari jaksa penuntut umum agar namanya dikeluarkan dari berkas perkara untuk diajukan secara terpisah. 102 Plato memprediksi kemungkinan munculnya praktik penegakan hukum yang sekalipun sejalan dengan suatu undang-undang tetapi bertentangan dengan hak asasi manusia atau bertentangan dengan rasa keadilan. Namun dibalik ketidaksempurnaan hukum tersebut, eksistensi hukum tetap merupakan satu perangkat untuk mengatasi kekuasaan tiranik karena kekuasaan tiranik senantiasa mengancam kehidupan individu warga negara dan masyarakat. 103 Inti dari pendapat ini menempatkan perangkat hukum sebagai instrumen yang secara nyata memberikan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat. Perlindungan hukum bagi kepentingan masyarakat dapat dilihat sebagai bagian penting dari proses penegakan hukum. RUU KUHAP juga tidak menentukan perihal ketidakhadiran terdakwa setelah dilakukan upaya secara paksa karena terdakwa tidak ditemukan atau melarikan diri 102 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 115. 103 Karen G. Turner, et.al.eds, The Limits of the Rule Of Law in China, Washington: University of Washington Press, 2000, hlm. 5. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 namun hanya menentukan proses pemeriksaan dengan mengambilalih ketentuan dari KUHAP. Dalam Pasal 147 RUU KUHAP ditentukan bahwa: 1. hakim membuka sidang perkara atas nama terdakwa dengan menyebut identitasnya dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. 2. ketentuan ayat 1 tidak berlaku terhadap perkara kesusilaan, terdakwa dibawah umur, dan tindak pidana yang menyangkut rahasia negara. 3. meminta Penuntut Umum membawa masuk terdakwa ke ruang sidang. 4. hakim ketua menanyakan identitas terdakwa. 5. sesudah hakim menanyakan identitas terdakwa, hakim mempersilakan Penuntut Umum membacakan dakwaannya. 6. jika dalam pemeriksaan terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua meneliti apakah terdakwa telah dipanggil secara sah. 7. jika ternyata terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua menunda sidang dan memerintahkan dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya. 8. jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. 9. hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. 10. panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 6 dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang. Jika dicermati maka dapat diketahui bahwa RUU KUHAP juga tidak mengatur lebih lanjut bagaimana terhadap terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya tetap tidak dapat dihadirkan pada sidang berikutnya. Lilik Mulyadi mengemukakan bahwa apabila sidang tetap dilanjutkan terhadap terdakwa yang tidak hadir tersebut maka akan berpotensi terhadap pelanggaran hak asasi manusia dalam due process of law. Oleh karena itu, bagi terdakwa yang tidak hadir atau tidak dapat dihadirkan walau telah dilakukan dengan paksa pada sidang Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 berikutnya hendaknya terdakwa tersebut dikeluarkan dari berkas perkara sehingga apabila terdakwa tersebut dapat ditemukan maka akan diadili dalam perkara tersendiri. 104 C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Batas Waktu Penahanan Habis Sebelum Pemeriksaan Selesai Batas waktu penahanan yang telah habis dapat terjadi dalam setiap tingkat pemeriksaan baik dalam penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan. Batas waktu penahanan yang telah habis bukan saja terhadap penahanan yang tidak dilakukan perpanjangan namun meliputi penahanan yang tidak mungkin lagi dilakukan perpanjangan penahanannya dan penahanan yang telah sama dengan pidana yang dijatuhkan. Pembahasan penelitian ini dibatasi hanya terhadap faktor- faktor penyebab terdakwa dikeluarkan demi hukum dari tahanan karena batas waktu penahanan yang telah habis dalam tingkat pemeriksaan di pengadilan. Rangkaian tingkat pemeriksaan dalam sistem peradilan pidana merupakan suatu upaya untuk menegakkan hukum karena telah terjadi suatu peristiwa hukum atau perbuatan pelanggaran hukum. 105 Dalam prakteknya, timbul permasalahan atau 104 Lilik Mulyadi, RUU KUHAP Dari Perspektif Seorang Hakim, http:pn- kepanjen.netartikel , diakses tanggal 26 April 2009. 105 Ini berarti penegakan hukum dapat juga terjadi dalam keadaan normal atau bukan karena pelanggaran hukum. Hal ini disebabkan karena hukum berfungsi sebagai alat perlindungan kepentingan manusia seperti harus terpenuhinya syarat-syarat meletakkan jaminan untuk peminjaman uang di bank atau harus terpenuhinya syarat-syarat bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1999, hlm. 145. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 kendala yang mempengaruhinya penegakan hukum. Soerjono Soekanto 106 mengatakan bahwa secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah- kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memilihara dan mempertahankan kedamaian hidup. Pelaksanaannya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada faktor-faktor tersebut, yakni: 1. faktor hukumnya sendiri, yakni peraturan perundang-undangan; 2. faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, ciptadan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Friedman menyatakan bahwa penegakan hukum dipengaruhi oleh sub sistem hukum itu sendiri yang terdiri dari materi hukum substance of law, struktur hukum structure of law dan budaya hukum legal culture. Urutan penyebutan sub sistem ini tidak menunjukkan prioritas namun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat 106 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 5 - 8. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 dipisahkan karena tiap sub sistem saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Substance of law adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan-perbuatan serta hubungan-hubungan hukum atau seperangkat aturan, norma, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substance of law dapat pula diartikan sebagai produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum itu dalam bentuk keputusan yang dikeluarkan seperti putusan hakim. Structure of law adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya yakni memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Sistem hukum terus berubah namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya. Struktur sistem hukum terdiri dari beberapa unsur, yakni: jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksi dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lain. Legal culture adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum. Dibelakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan terlihat juga faktor ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat mengenai hukum. Budaya hukum mengandung potensi untuk dipakai sebagai sumber informasi guna menjelaskan sistem hukum. 107 107 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung: Angkasa, 1984, hlm. 166 - 167. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Dari penelitian yang dilakukan, maka dalam kaitannya dengan terdakwa yang dikeluarkan demi hukum dari tahanan namun pemeriksaannya belum selesai dapat diidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhinya, yakni: 1. faktor struktur hukum, yakni penundaan sidang karena tuntutan pidana terhadap terdakwa belum selesai sehingga persidangan tidak dapat dilanjutkan. 108 2. faktor budaya hukum, yakni: pengunduran sidang hingga beberapa kali karena saksi tidak hadir. 109 Jika ditelaah secara yuridis normatif maka dapat dicermati bahwa KUHAP sebagai pedoman hukum acara pidana hanya mengatur tentang batas waktu penahanan namun tidak mengatur tentang batas waktu pemeriksaan di pengadilan. Tiadanya pengaturan ini menimbulkan akibat terjadinya ketidakpastian hukum dalam rangkaian proses pemeriksaan dalam perkara pidana sehingga dapat dimungkinkan seorang masih berstatus sebagai terdakwa selama bertahun-tahun lamanya karena pemeriksaannya belum selesai. Kekosongan kevakuman pengaturan ini juga meliputi terhadap tiadanya pengaturan batas waktu pemeriksaan dalam tingkat penyidikan oleh kepolisian dan penuntutan oleh kejaksaan. Mencermati pengaruh dari faktor ini maka harus dilakukan pembaharuan hukum pidana dengan mengkaji ulang KUHAP sebagai substances of law khususnya terhadap pentingnya pengaturan batas 108 Hasil wawancara dengan Oloan Exodus Hutabarat, S.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai pada tanggal 16 April 2009. 109 Hasil wawancara dengan PDE. Pasaribu, S.H., M.H., Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Pada Kejaksaan Negeri Tanjung Balai pada tanggal 16 April 2009. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 waktu pemeriksaan di penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di sidang pengadilan yang bersifat kasuistis secara berimbang proporsional. 110 Pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan dan penilaian kembali reorientasi dan reevaluasi nilai-nilai sosio politik, sosio filosofik dan sosio kultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum pidana yang dicita-citakan 111 yang bertujuan sebagai berikut: 1. usaha-usaha yang terdiri atas kegiatan-kegiatan memperbaiki, mengurangi, menambah hukum yang berlaku atau menggantikannya dengan yang baru sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di Indonesia. 2. memenuhi persyaratan tertentu yang menunjang pengembangan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan rakyat berdasarkan UUD 1945 sebagai pengamalan Pancasila. 3. pengembangan landasan filosofis, etis, dan yuridis tertentu. 4. pengembangan bahasa yang tepat dalam peraturan perundang-undangan, agar dapat dipahami dan dihayati oleh banyak orang sebagai subyek dan obyek hukum, sehingga mendukung penerapannya. 5. pengadaan dan partisipasi alat penegak hukum yang memahami dan menghayati makna hukum sebagai sarana dan dasar pembangunan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan. 6. pemahaman dan penghayatan reformasi hukum sebagai suatu bentuk perwujudan pelayanan kesejahteraan manusia. Hukum harus dapat mendukung pelayanan terhadap sesama manusia yang mempunyai permasalahan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan. 112 110 Menurut Oloan Exodus Hutabarat, S.H., yang diperlukan adalah agar KUHAP mengatur batas waktu jaksa penuntut umum untuk mengajukan tuntutan pidana. Hasil wawancara dengan Oloan Exodus Hutabarat, S.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai pada tanggal 16 April 2009. 111 Tongat, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2001, hlm. 22. 112 Arief Gosita, “Reformasi Hukum Yang Berpihak Kepada Rakyat dan Keadilan Beberapa Catatan,” Jurnal Keadilan Lembaga Kajian Hukum dan keadilan, Vol 1 No. 2 Desember 2000, hlm. 51. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Adanya pengaturan batas waktu proses pemeriksaan tersebut akan menjadikan institusi yang berada dalam sistem peradilan pidana bekerjasama secara terpadu. Pengaturan ini akan menjadikan struktur hukum menjalankan fungsinya secara efektif. Dengan adanya pengaturan tersebut maka internal kejaksaan harus menyesuaikan pengaturan tentang tenggang waktu mengajukan rencana tuntutan oleh kejaksaan negeri sampai dengan kepada kejaksaan tinggi maupun kejaksaan agung dalam perkara tertentu. Lambatnya tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum dikemukakan berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut: Sering dilakukan pengunduran sidang karena tuntutan pidana dari jaksa penuntut umum belum siap. Biasanya dalam perkara tertentu seperti tindak pidana narkotika, psikotropika, illegal logging, perkara minyak tanah dengan alasan rencana tuntutan pidana dari kejaksaan agung belum diterima padahal batas waktu penahanan akan habis. Ternyata setelah dilakukan pengunduran sidang, rencana tuntutan pidana dari kejaksaan agung juga belum diterima jaksa penuntut umum sampai dengan batas waktu penahanan habis. 113 Pemeriksaan dalam sidang pengadilan dilakukan melalui beberapa tahapan yang telah ditentukan dalam KUHAP. Terdakwa yang didampingi oleh penasihat hukum, sering menggunakan hak untuk mengajukan eksepsi keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Dalam kaitan ini, meskipun telah dilakukan penundaan sidang selama 2 dua minggu agar jaksa penuntut umum menyiapkan tanggapan atas eksepsi keberatan tersebut, namun ada dijumpai jaksa penuntut umum belum menyiapkannya sehingga dilakukan penundaan lagi. Keadaan ini 113 Hasil wawancara dengan Oloan Exodus Hutabarat, S.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai pada tanggal 16 April 2009. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 dilanjutkan lagi ketika mengajukan tuntutan pidana dengan alasan rencana tuntutan pidana dari kejaksaan agung belum diterima. 114 Selain faktor yang berasal dari materi dan struktur hukum, faktor budaya hukum masyarakat yang berstatus sebagai saksi juga sangat mempengaruhi terhadap rangkaian proses pemeriksaan di sidang pengadilan. Masyarakat yang menjadi saksi dalam perkara pidana sangat dibutuhkan sebagai alat bukti yang penting untuk mencari kebenaran materil namun beberapa kali ditemukan bahwa saksi tidak hadir dipersidangan sampai dengan dikeluarkannya surat perintah membawa. Kehadiran saksi tersebut sangat diperlukan karena kesaksiannya merupakan “kunci” dari peristiwa hukum yang didakwakan. Apabila keterangan dalam berita acara penyidikan dibacakan tanpa saksi periksa di persidangan, terdakwa atau penasihat hukumnya menyatakan keberatan dengan alasan kesaksian tersebut bukan alat bukti yang sah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penundaan sidang untuk beberapa kali. 115 Beberapa faktor tersebut pada hakikatnya merupakan kendala-kendala dalam penegakan hukum yang menuntut syarat adanya ketundukan, kepatuhan atau ketaatan dari masyarakat kepada hukum yang memiliki keterkaitan dengan 3 tiga sub sistem hukum. Hal tersebut akan terwujud jika hukum yang ada mampu mengakomodasi rasa keadilan masyarakat, didukung oleh sistem penegakan hukum yang baik dan tumbuhnya kesadaran hukum masyarakat. Dalam kaitannya dengan sistem peradilan 114 Hasil wawancara dengan Oloan Exodus Hutabarat, S.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai pada tanggal 16 April 2009. 115 Hasil wawancara dengan Oloan Exodus Hutabarat, S.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai pada tanggal 16 April 2009. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 pidana sebagai upaya penanggulangan kejahatan melalui sarana penal yang berfungsi untuk menyelesaikan konflik yang membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat, maka hanya akan efektif apabila memiliki 4 empat syarat, yaitu: 1. kepercayaan masyarakat akan memperoleh keadilan sebagaimana yang diharapkan. 2. kepercayaan sebagai lembaga yang mengekspresikan nilai-nilai kejujuran, mentalitas yang tidak korup dan nilai-nilai utama lainnya. 3. kepercayaan dari masyarakat bahwa waktu dan biaya yang dikeluarkan tidak akan sia-sia. 4. kepercayaan sebagai tempat untuk memperoleh perlindungan hukum. 116 Beberapa faktor tersebut secara umum telah terjadi dalam penegakan hukum sebagaimana hasil penelitian dalam Buku Reformasi Hukum di Indonesia yang menyatakan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia disebabkan: a. kurangnya rasa hormat masyarakat pada hukum. b. tidak adanya konsistensi penerapan peraturan oleh aparat pengadilan. c. mekanisme pengadilan tidak efektif. d. penegakan hukum yang korupsi dan keberpihakan yang menguntungkan pemerintah. 117 116 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung: Penerbit Alumni, 1986, hlm. 107. 117 Sunarmi, Membangun Sistem Peradilan di Indonesia, http:library.usu.ac.id, diakses tanggal 26 April 2009. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Dalam perspektif budaya hukum, maka kepatuhan masyarakat tidak akan terwujud tanpa adanya kepercayaan. Kepercayaan masyarakat dipengaruhi oleh wibawa hukum yang tercermin dari substansi hukum dan performa aparat penegak hukum. Hukum akan memiliki wibawa di hadapan masyarakat jika substansi hukum yang ada mampu mengakomodasi nilai-nilai keadilan masyarakat dan ditegakkan oleh aparat hukum yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi. 118 118 Muhammad Endriyo Susila, Reaktualisasi Supremasi Hukum Pasca Reformasi Dalam Perspektif Hukum Pidana, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2002, hlm. 6. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008

BAB IV PROSEDUR PENGELUARAN TAHANAN DEMI HUKUM