Rumah Tahanan Negara Sebagai Tempat Penahanan Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana

BAB IV PROSEDUR PENGELUARAN TAHANAN DEMI HUKUM

DARI RUMAH TAHANAN NEGARA

A. Rumah Tahanan Negara Sebagai Tempat Penahanan Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana

Rumah tahanan pada awalnya dikenal dengan istilah penjara sebagai suatu bentuk pidana yang dikenal dengan istilah pidana pencabutan kemerdekaan atau pidana kehilangan kemerdekaan yang berasal dari Inggris atas inisiatif Gereja Anglikan dalam tahun 1553 dan kemudian dilanjutkan dengan inisiatif untuk mendirikan sebuah penjara. Negara Belanda juga menganut sistem pidana kehilangan kemerdekaan dan pada tahun 1589 mendirikan penjara yang dikenal dengan istilah tuchthuis, yakni tempat hukuman bagi laki-laki dan spinhuis sebagai tempat hukuman bagi perempuan. Pada tuchthuis, si terhukum diberikan pekerjaan yang bermanfaat serta pendidikan mental sedangkan pada spinhuis si terhukum disuruh memintal kain dan menenun. 119 Sebelum Belanda menjajah Indonesia, pemerintahan dengan corak kerajaan di nusantara tidak menerapkan pidana pencabutan kemerdekaan atau pidana kehilangan kemerdekaan melainkan pidana pembuangan, pidana badan berupa pemotongan anggota badan atau dicambuk, pidana mati dan pidana denda atau berupa pembayaran ganti rugi. Sejak Belanda menjajah Indonesia, eksistensi pidana pencabutan 119 Bakhtiar Agus Salim, Pidana Penjara Dalam Stelsel Pidana di Indonesia, Medan: Penerbit Monora, 1986, hlm. 74 - 75. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 kemerdekaan diterapkan dan mengalami perkembangan dengan 3 tiga macam penjara, yaitu: 1. Bui sebagai tempat dibatas pemerintahan kota; 2. Ketingkwartier sebagai tempat untuk orang pembantaian; 3. Vrouwentuchthuis sebagai tempat menampung orang perempuan bangsa Belanda karena kasus pelanggaran terhadap kesusilaan. 120 Pada tahun 1918 mulai berlaku Reglemen penjara 1917 No. 708 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1918 berdasarkan Pasal 29 Wetboek Van Strafrecht WvS dalam Bab I ditentukan bahwa Reglement penjara berlaku diseluruh rumah tahanan negara yang dipergunakan atau akan dipergunakan untuk tempat tinggal orang terpenjara. Eksistensi rumah tahanan negara mendapat pengakuan dalam Pasal 22 KUHAP yang menentukan selain penahanan kota dan penahanan rumah, ada juga yang disebut dengan penahanan rumah tahanan negara. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan suatu kebijakan hukum pidana bahwa selama rumah tahanan negara belum ada pada suatu tempat maka penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian, di kejaksaan, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang mendesak dapat dilakukan di tempat lain. Eksistensi rumah tahanan negara semakin mendapat legitimasi dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP yang menentukan agar pada setiap kabupaten dan kota dibentuk 120 Andi Hamzah, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1983, hlm. 27. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 rumah tahanan negara. Bahkan apabila dipandang perlu, menteri dapat membentuk atau menunjuk rumah tahanan negara di luar tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang merupakan cabang dari rumah tahanan negara. Mengingat pembangunan rumah tahanan negara memerlukan modal yang cukup besar dan waktu yang relatif lama, maka diambil kebijaksanaan untuk menetapkan selain sebagai tempat untuk membina narapidana maka fungsi lain dari lembaga pemasyarakatan adalah sebagai pelayanan dan perawatan tahanan yang masih dalam proses pemeriksaan. Selain itu diambil kebijaksanaan menetapkan lembaga pemasyarakatan menjadi rumah tahanan negara. Kebijaksanaan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.3.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu Sebagai Rumah Tahanan Negara. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa ditetapkan beberapa ruangan dalam lembaga pemasyarakatan sebagai rumah tahanan negara sebagai tempat tertentu untuk menahan tersangka atau terdakwa yang sedang dalam proses pemeriksaan baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di sidang pengadilan. Semua tahanan di tempatkan dalam rumah tahanan negara yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan tingkat pemeriksaan. Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02.0410 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan menentukan pemasyarakatan adalah bagian dari tata peradilan pidana dalam bidang pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara dan bimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 dengan tujuan agar mereka setelah menjalani pidananya dapat kembali menjadi warga masyarakat yang baik. Ketentuan ini juga mendapat penegasan kembali malalui Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 yang intinya menggariskan pemasyarakatan bertujuan agar wagar binaan tidak mengulangi tidak pidananya sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Dari beberapa landasan yuridis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pemasyarakatan memiliki 2 dua fungsi yaitu sebagai tempat pembinaan narapidana dan sebagai tempat perawatan tahanan selama menjalani proses pemeriksaan. Sebagai organ yang membidangi pelayanan dan perawatan tahanan maka rumah tahanan negara merupakan unit pelaksana teknis dari lembaga pemasyarakatan yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Unit pelaksana teknis lainnya yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah Balai Pemasyarakatan sebagai unit untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Ini berarti, sistem pemasyarakatan memiliki 2 dua tujuan utama yakni: selain bertujuan dalam bidang pembinaan dan pembimbingan narapidana juga dalam bidang pelayanan dan perawatan baik tersangka atau terdakwa yang ditahan dan masih dalam proses pemeriksaan dalam sistem peradilan pidana. Secara garis besarnya, unit pelaksana teknis tersebut adalah: Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 a. rumah tahanan negara sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakat tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses peradilan. b. lembaga pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan untuk membina dan membimbing narapidana dewasa, wanita maupun anak. c. balai pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan bimbingan klien. Sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan, maka Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai merupakan instansi yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara. Selain berfungsi sebagai tempat untuk membina narapidana, maka Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai juga berfungsi sebagai rumah tahanan bagi terdakwa yang sedang menjalani proses pemeriksaan baik pada tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di depan pengadilan. Perawatan tahanan dalam rumah tahanan negara bagi tersangka atau terdakwa dimulai dari proses penerimaan pada saat pertama kali terdakwa masuk ke lembaga pemasyarakatan yang diawali dengan proses pendaftaran. Dalam Standard Minimum Rules, article 7 tentang pendaftaran disebutkan bahwa: 1. di setiap tempat di mana orang-orang dipenjarakan, hendaknya disediakan buku pendaftaran terjilid dengan halaman bernomor unit, dimana dicatat segala sesuatu tentang orang terpenjara yang diterima: a. keterangan-keterangan tentang identitasnya. b. alasan-alasan penahanannya serta dasar hukumnya. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 c. hari, jam masuk dan tanggal bebasnya. 2. tidak seorangpun boleh diterima tanpa adanya perintah penahanan yang sah, yang perintahnya dimasukan dalam daftar. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tidak menentukan tentang proses penerimaan tersangka atau terdakwa yang sedang dalam proses pemeriksaan melainkan menentukan tentang pendaftaran narapidana yang meliputi: a. pencatatan: 1. putusan pengadilan. 2. jati diri dan 3. barang atau uang yang dibawa. b. pemeriksaan kesehatan. c. pembuatan pasfoto. d. pengembalian sidik jari dan e. pembuatan berita acara serah terima terpidana. 121 Proses penerimaan tahanan dalam rumah tahanan negara berpedoman kepada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 jo Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983. Dari ketentuan ini maka dalam penerimaan tahanan harus diperhatikan 2 dua hal sebagai berikut: Pertama; mencatat tahanan dalam buku register daftar tahanan berdasarkan tingkat pemeriksaan. Ini berarti, rumah tahanan negara menyediakan buku register tahanan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Kedua; setiap tahanan harus disertai surat perintah 121 Lihat Pasal 11 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 penahanan. Rumah tahanan negara dilarang untuk menerima tahanan jika tidak disertai dengan surat perintah penahanan yang sah yang dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan. Ketiga; penggeledahan badan. Tindakan ini merupakan wewenang yang diberikan hukum tanpa memerlukan izin dari ketua pengadilan negeri. Oleh karenanya, rumah tahanan negara menyediakan buku register barang dari hasil penggeledahan. Keempat; membuat daftar bulanan tahanan. Laporan bulanan tahanan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan tembusannya disampaikan kepada kantor wilayah dan pejabat yang melakukan penahanan. Kelima; memberitahukan tahanan yang hamper habis masa penahanannya atau perpanjangan penahanannya. Pemberitahuan ini penting sehubungan dengan penjalinan kerjasama yang baik untuk menghindari kelalaian pihak yang bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan. Pelayanan dan perawatan terhadap tersangka atau terdakwa didasarkan pada 3 tiga pandangan, yakni: Pertama; tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun telah tersesat, tidak boleh selalu ditunjukkan pada narapidana bahwa itu penjahat sebaliknya ia selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia. Kedua; tiap orang adalah makhluk kemasyarakatan, tidak orang yang hidup diluar masyarakat narapidana harus kembali ke masyarakat sebagai warga yang berguna dan sedapat-dapatnya tidak terbelang dan pidana pada hakikanya hanya kehilangan kemerdekaan bergerak. 122 122 Muhammad Mustafa, Bantuan Hukum Untuk Terpidana Penjara warga Tersisih dari Buku Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum Ke arah Bantuan Hukum Struktural, Bandung: Alumni, 1981, hlm. 118 -119. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 Terdapat perbedaan perlakuaan antara tersangka atau terdakwa yang sedang dalam proses pemeriksaan dengan narapidana yang sedang menjalani pidana. Perbedaan tersebut pada prinsipnya bahwa narapidana mendapatkan perlakuan pembinaan maupun pembimbingan dan hak-hak lainnya sehubungan dengan pidana yang sedang dijalani. Secara lengkap, Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menentukan bahwa narapidana berhak: a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b. mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran. d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. menyampaikan keluhan. f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang lainnya yang tidak dilarang. g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan. h. menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya. i. mendapatkan pengurangan masa pidana remisi. j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k. mendapatkan pembebasan bersyarat. l. mendapatkan cuti menjelang bebas dan m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rancangan Undang-undang Sistem Pemasyarakatan Tahun 2005 juga menentukan hak narapidana. Dalam Pasal 28 ditentukan bahwa hak yang diberikan pada dasarnya sama dengan ketentuan pada Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 dengan menambahkan catatan pada penjelasan tentang berapa kali seorang narapidana dapat dikunjungi dalam sebulan. Berbeda dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tidak menentukan secara konkrit tentang kewajiban narapidana, maka dalam rumusan Rancangan Undang- Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 undang Sistem Pemasyarakatan Tahun 2005 ditentukan dalam Pasal 29 RUU bahwa narapidana mempunyai kewajiban: a. mengikuti program pembinaan yang meliputi kegiatan perawatan jasmani dan rohani serta kegiatan tertentu lainnya dengan tertib. b. mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. c. mengikuti kegiatan latihan kerja yang dilaksanakan selama 7 tujuh jam sehari. d. mematuhi peraturan tata tertib lapas selama mengikuti program kegiatan. e. memelihara sopan santun, bersikap hormat dan berlaku jujur dalam segala perilakunya, baik terhadap sesama penghuni dan lebih khusus terhadap seluruh petugas. f. menjaga keamanan dan ketertiban dalam hubungan interaksi sesama penghuni. g. melaporkan kepada petugas segala permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pembinaan narapidana, lebih khusus terhadap masalah yang dapat memicu terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. h. menghindari segala bentuk permusuhan, pertikaian, perkelahian, pencurian dan pembentukan kelompok-kelompok solidaritas diantara penghuni didalam lembaga pemasyarakatan. i. menjaga dan memelihara segala barang inventaris yang diterima dan seluruh sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pembinaan narapidana. j. menjaga kebersihan badan dan lingkungan dalam lapas. Perbedaan status tersebut menimbulkan perbedaan perlakuan antara tahanan dengan narapidana. Bagi tahanan tidak mendapatkan pembinaan dan pembimbingan serta hak-hak dari pidana yang sedang dijalani. Secara garis besarnya, hak tersangka atau terdakwa selama berada dalam rumah tahanan negara dibedakan dalam 2 dua kelompok yaitu hak bersifat umum dan hak yang bersifat khusus. Hak yang bersifat umum adalah hak tersangka atau terdakwa yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapinya. Hak-hak ini diatur dalam ketentuan Pasal 50 sampai dengan Pasal 63 yaitu: Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 1. hak untuk mendapatkan pemeriksaan dari penyidik serta berhak agar prosesnya disegerakan untuk dilakukan penuntutan dan pemeriksaan di muka pengadilan. 2. hak untuk mendapatkan bantuan hukum baik dari seorang maupun dari beberapa advokat dan berhak untuk menghubungi dan dihubungi oleh advokat selama berada dalam penahanan. 3. berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari dokter pribadi baik untuk kepentingan kesehatan maupun yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang dihadapi. 4. hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari keluarga, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk jaminan penangguhan penahanan. 5. hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan. Hak yang bersifat khusus adalah hak tersangka atau terdakwa atas perlakuan yang baik terhadap dirinya. Dalam Pasal 5 Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.061983 ditentukan bahwa tahanan dilakukan perawatan yang meliputi makanan, pakaian, tempat tidur, kesehatan, rohani dan jasmani. Pada prinsipnya, hak ini dikelompokkan kepada kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Pasal 8 Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.061983 Tahun 1983 menentukan bahwa: 1. pada setiap rumah tahanan negara ditugaskan dokter yang ditunjuk oleh menteri kehakiman. 2. dokter tersebut bertugas memelihara dan merawat kesehatan para tahanan. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 3. rumah tahanan negara dapat mengadakan kerjasama dengan dinas kesehatan atau dengan rumah sakit terdekat. Lebih lanjut Pasal 9 menentukan bahwa perawatan kesehatan bagi tahanan yang sakit keras dan fasilitas pengobatan dalam rumah tahanan negara tidak memadai, maka perawatan dapat dilakukan di rumah sakit di luar rumah tahanan negara setelah mendapatkan izin terlebih dahulu dari pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan. Perawatan kesehatan tahanan dilakukan secara terus menerus baik berupa pemeliharaan kesehatan para tahanan yang sehat dengan jalan melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik maupun perawatan kesehatan yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit. Jika menurut dokter dari rumah tahanan negara, perawatan tidak dimungkinkan karena berbagai sebab seperti fasilitas yang tidak memadai maka sesuai dengan Pasal 9 Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.061983 tersebut, perawatan dapat dilakukan di rumah sakit yang berada di luar rumah tahanan negara. Kata “perawatan” merupakan bentuk perlakuan yang lebih manusiawi dibandingkan dengan prinsip penjeraan dalam prinsip penjara yang telah menjurus ke arah yang lebih rasional. Yang paling tua ialah pembalasan revenge atau tujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan. Tujuan yang berlaku saat ini ialah variasi dari bentuk-bentuk penjeraan deterrent baik ditujukan kepada pelanggar hukum itu Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 sendiri maupun kepada mereka yang mempunyai potensi menjadi penjahat. 123 Secara umum, aliran tentang pemidanaan terdiri dari teori retributif atau teori absolut, teori relatif atau teori deterrence dan teori integratif atau teori penggabungan. Menurut teori pengayoman, tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksudkan secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak. Usaha mewujudkan pengayoman tersebut termasuk di dalamnya adalah: a. mewujudkan ketertiban dan keteraturan; b. mewujudkan kedamaian sejati; c. mewujudkan keadilan; d. mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. 124 Berbeda dengan sistem penjeraan yang dalam pelaksanaannya mengingkari martabat kemanusiaan, maka sistem pemasyarakatan dirasakan lebih manusiawi yang memandang manusia diciptakan menyandang aspek individualitas pribadi dan aspek sosialitas bermasyarakat. Kewajiban menghormati hak asasi tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dan 123 Andi Hamzah, Sistem Pemasyarakatan dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1985, hlm. 16. 124 Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum; Sebuah Sketsa, Bandung: PT. Refika Aditama, 2003, hlm. 28. Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009 USU Repository © 2008 batang tubuhnya yang termanifestasi dalam keseluruhan asas-asas pelaksanaan pembinaan narapidana tersebut. Dalam masyarakat Pancasila, kedua-duanya menduduki posisi yang seimbang. Keduanya saling melengkapi sekaligus saling membatasi. Keserasian antara dua kepentingan tersebut menjamin terwujudnya keadilan, ketenteraman dan keselarasan dalam masyarakat. 125

B. Mekanisme Yuridis Pengeluaran Demi Hukum Terhadap Terdakwa Atas Penahanan Yang Telah Habis