BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PENAHANAN DALAM SISTEM
PERADILAN PIDANA
A. Tinjauan Yuridis Tentang Penahanan
Secara yuridis, pengertian penahanan diatur dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP yang menentukan sebagai suatu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dari ketentuan tersebut, maka dapat diidentifikasi
beberapa elemen substansial sebagai berikut: a. penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu.
b. pihak yang berwenang melakukan penahanan adalah penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya.
c. penahanan dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang. Penempatan tersangka atau terdakwa dalam tempat tertentu dapat berupa penahanan
rumah tahanan negara, penahanan rumah dan penahanan kota
46
yang merupakan kewenangan dari penyidik, penuntut umum maupun hakim di sidang pengadilan untuk
kepentingan pemeriksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 KUHAP bahwa: 1.
untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan
46
Lihat Pasal 22 KUHAP.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
penahanan.
47
2. untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan. 3.
untuk kepentingan pemeriksaan, hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Tidak setiap tersangka atau terdakwa dapat dikenakan tindakan penahanan
melainkan jika telah terdapat beberapa syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Syarat- syarat tersebut meliputi: Pertama; adanya dugaan kuat seseorang telah melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti yang cukup. Kedua; penahanan dilakukan dengan surat perintah atau penetapan. Ketiga; penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang diatur
dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP. Keempat; Penahanan tidak melebihi masa tahanan yang telah ditentukan dalam undang-undang dan Kelima; penahanan tidak melampaui hukuman
yang dijatuhkan. J. E. Sahetapy merumuskan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang
mengandung konotasi tertentu yang merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau
tingkah laku baik aktif maupun pasif dinilai sebagai mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial
47
Perlu hati-hati membaca ketentuan ini karena apabila dicermati terdapat 2 dua elemen yakni: Pertama; penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik dan Kedua; penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. Pasal 11 menentukan penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat 1 kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan
dengan pelimpahan wewenang dari penyidik. Yang dimaksud dalam Pasal 20 tersebut sebenarnya adalah bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau peyidik pembantu apabila yang terakhir ini
mendapat perintah dari penyidik, mereka itu berwenang melakukan penahanan. Lihat P.A.F. Lamintang, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut
Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, Bandung: Penerbit Sinar Baru, 1984, hlm. 122.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.
48
Pompe merumuskan tindak pidana straafbaar feit sebagai suatu tindakan yang menurut sesuatu undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat
dihukum
49
sedangkan Vos merumuskan bahwa straafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
50
Satochid Kartanegara mengemukakan bahwa straafbaar feit harus memenuhi beberapa unsur, yaitu:
1. Suatu perbuatan manusia manselijk handelingen, dengan handeling dimaksudkan tidak saja een doen perbuatan akan tetapi juga een nalatten
mengakibatkan; 2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman dalam undang-undang;
3. Perbuatan itu harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, dapat dipersalahkan karena melakukan perbuatan.
51
Edwin H Sutherland mengemukakan 7 tujuh unsur kejahatan yang saling bergantung dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan
apabila tidak memuat semua unsur tersebut:
48
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 1993, hlm. 138.
49
P. A. F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Penerbit Sinar Baru, 1990, hlm. 174.
50
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997, hlm. 16.
51
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana; Kumpulan Kuliah, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Tanpa Tahun, hlm. 65.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian; 2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang atau harus
dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana; 3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang
disengaja atau kelalaian yang menimbulkan akibat kerugian; 4. Harus ada maksud jahat;
5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan;
6. Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang- undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri;
7. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.
52
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat yang essensil
agar suatu perbuatan dapat disebut sebagai tindak pidana adalah perbuatan tersebut secara tegas dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana oleh undang-undang atau peraturan yang
berlaku sehingga jika suatu perbuatan belum dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang maka tidak dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana.
53
Hukum pidana membedakan tindak pidana kepada kejahatan dan pelanggaran.
Pelaku tindak pidana dapat dikenakan tindakan penahanan hanya jika terdapat bukti yang cukup dan jika terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
54
Ini berarti, tindakan penahanan tidak dapat dilakukan sewenang-wenang melainkan secara objektif yakni jika telah terdapat bukti yang
52
Edwin H Sutherland, Asas-asas Kriminologi, Bandung: Alumni, 1969, hlm. 31
53
Para ahli menganut paham positivisme untuk menentukan suatu perbuatan agar dikualifikasikan sebagai tindak pidana. Positivisme hanya mempermasalahkan hukum sebagai das
sollen yang cenderung berpandangan yuridis-dogmatis. Sedangkan aliran Sosiologis memandang hukum sebagai kenyataan sosial yang memandang hukum sebagai das sein. Lihat, Teguh Prasetyo dan
Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum Filsafat Hukum, Yogyakarta: Penerbit Pustaka pelajar, 2007, hlm. 120 - 121.
54
Lihat Pasal 21 ayat 1 KUHAP.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
menunjukkan bahwa tersangka atau terdakwa bersalah. KUHAP tidak memberikan penjelasan tentang pengertian bukti yang cukup untuk menyatakan seseorang bersalah
melakukan perbuatan tindak pidana. Secara teknis peradilan, tiada yang berwenang untuk menyatakan seseorang bersalah kecuali hakim dalam persidangan yang memeriksa dan
mengad
etunjuk dan keterangan terdakwa yang memiliki persesuaian antara satu den
idana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak p
8 ayat 2 KUHAP yang menentukan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari alat bukti:
ilinya. Melalui Pasal 183 jis Pasal 184 dan Pasal 185 KUHAP dapat disimpulkan bahwa
hakim dapat menjatuhkan pidana kepada seseorang jika terdapat sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti yang sah dan mendapatkan keyakinan perbuatan pidana yang terjadi dilakukan oleh
terdakwa. Alat bukti yang sah tersebut terdiri dari 5 lima yakni: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, p
gan yang lain. Jika ketentuan yuridis tersebut dihubungkan dengan Pasal 186 jis Pasal 187, Pasal
188 dan Pasal 189 KUHAP maka agar suatu alat bukti dapat dinyatakan sebagai bukti yang cukup adalah jika terdapat sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti yang saling memiliki
persesuaian antara satu dengan yang lain yang diperoleh dari alat bukti keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa. Dari alat bukti tersebut diperoleh alat bukti petunjuk sebagai
perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak p
idana dan siapa pelakunya. Pelarangan memperoleh alat bukti petunjuk dari alat bukti keterangan ahli
disimpulkan melalui penafsiran secara a contrario dalam Pasal 18
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
a. keterangan saksi.
c. kete
ng berbeda
cekikan yang terdapat pada leher korban sama dengan sidik jari terdakwa. Dalam kasus ini, b. surat.
rangan terdakwa.
KUHAP tidak memberikan penjelasan alasan pelarangan memperoleh alat bukti petunjuk dari keterangan ahli. Pelarangan ini mengisyaratkan perlunya membatasi
kewenangan hakim mencari alat bukti petunjuk dari sumber yang terlalu luas sebab alat bukti keterangan ahli merupakan keterangan yang bersifat subjektif yang didasarkan oleh
keahliannya. Ini berarti, keterangan ahli merupakan keterangan yang dianggap kurang objektif. Hal ini menunjukkan bahwa pembuat undang-undang kurang setuju memperoleh
suatu petujuk yang objektif dari sumber yang subjektif. Dapat dimungkinkan terjadi 2 dua orang ahli memeriksa pada 1 satu objek menghasilkan 2 dua pendapat yang sali
karena dipengaruhi oleh latar belakang tingkat pendidikan dan pengalamannya.
55
Dalam keadaan tertentu yang bersifat kasuistis, beberapa keterangan ahli dapat dikategorikan sebagai syarat bukti yang cukup. Dalam suatu kasus pembunuhan, keterangan
ahli A sebagai ahli kedokteran kehakiman menerangkan kematian korban disebabkan dicekik dengan menggunakan tangan. Keterangan ahli B sebagai ahli sidik jari menerangkan bekas
55
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.
294 - 295.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
masing-masing keterangan ahli berasal dari 2 dua keahlian yang berbeda namun memiliki persesuaian karena itu telah memenuhi batas minimal pembuktian.
56
Jika terpenuhi alat bukti minimal tersebut maka secara yuridis telah ada bukti yang cukup untuk melakukan tindakan penahanan terhadap tersangka. Penahanan hanya dapat
dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang- undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dalam undang-undang.
57
Dalam tindakan penahanan, maka penyidik atau penuntut umum yang melakukan penahanan
dilakukan dengan mengeluarkan surat perintah penahanan sedangkan penahanan oleh hakim dilakukan dengan mengeluarkan surat penetapan yang tembusannya wajib disampaikan
kepada keluarga tersangka atau terdakwa
58
yang sekurang-kurangnya harus memuat: a. identitas tersangka atau terdakwa.
b. alasan penahanan.
c. uraian singkat tindak pidana yang dipersangkakan atau didakwakan. d. menjelaskan tempat penahanan.
Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP yang menentukan bahwa penahanan hanya dapat dikenakan terhadap
tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan
56
Ibid, hlm. 284.
57
Lihat Konsideran Umum Penjelasan KUHAP.
58
Lihat Pasal 21 ayat 2 dan 3 KUHAP.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
pidana penjara 5 lima tahun. Bagi tindak pidana yang diancam di bawah 5 lima tahun dapat dilakukan penahanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tindak pidana yang diatur dalam KUH Pidana meliputi tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 ayat 1, Pasal 351 ayat 1,
Pasal 353 ayat 1, Pasal 372 Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 .
59
b. tindak pidana yang diatur di luar KUH Pidana meliputi: 1. tindak pidana pelanggaran terhadap ordonansi bea dan cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonantie terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471. Saat ini, tindak pidana tersebut
diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Bea dan Cukai. 2. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4
Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8. Saat ini, tindak pidana
tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Bea dan Cukai.
59
Dengan dimasukkannya Pasal 506 tentang orang yang menarik keuntungan dari perbuatan cabul yang diatur dalam Buku III KUH Pidana tentang Pelanggaran yang ancamannya 3 tiga bulan
maka telah jelas bahwa tindakan penahanan tidak hanya ditujukan terhadap kejahatan namun juga pelanggaran. Mencermati Pasal 21 ayat 4 KUHAP maka dapat diketahui orang yang melakukan
percobaan dalam pasal-pasal tersebut dapat dikenakan tindakan penahanan namun, dapatkah orang yang melakukan percobaan terhadap Pasal 506 KUH Pidana dikenakan tindakan penahanan? Penulis
berpendapat bahwa ketentuan KUHAP tersebut tidak dapat diterapkan terhadap orang yang melakukan percobaan melakukan perbuatan menarik keuntungan dari perbuatan cabul Pasal 506 jo Pasal 53 KUH
Pidana karena dikesampingkan oleh Pasal 54 KUH Pidana yang menentukan bahwa percobaan untuk pelanggaran tidak diancam hukuman. Dengan demikian, ketentuan tersebut hanya dapat diterapkan
bagi perbuatan yang telah memenuhi seluruh unsur delik.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
3. tindak pidana penyalahgunaan narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086. Saat ini, tindak
pidana tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
60
Penahanan terhadap berbagai tindak pidana tersebut memiliki batas waktu sebagai suatu pembaharuan dalam hukum pidana yang tidak ada pengaturannya dalam HIR.
Pembatasan kewenangan penahanan diatur dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 KUHAP yang secara sistematis dapat diuraikan sebagai berikut:
a. penahanan oleh penyidik hanya diperkenankan untuk jangka waktu 20 dua puluh hari dan apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan dapat dimintakan perpanjangan
kepada penuntut umum untuk paling lama 40 empat puluh hari.
61
b. penahanan oleh penuntut umum hanya diperkenankan untuk jangka waktu 20 hari dan apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan dapat dimintakan perpanjangan
kepada ketua pengadilan negeri untuk paling lama 30 tiga puluh hari.
62
60
Dalam Penjelasan Pasal 21 ayat 4 KUHAP dinyatakan tersangka atau terdakwa pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan ditempat tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan.
Pemisahan tempat perawatan dan pembinaan pelaku penyalahgunaan narkotika dengan pelaku tindak pidana lainnya sedang dikembangkan di lembaga pemasyarakatan yang berada di bawah naungan
Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara.
61
Lihat Pasal 24 KUHAP.
62
Lihat Pasal 25 KUHAP.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
c. penahanan oleh hakim terdiri dari: 1. penahanan oleh hakim pengadilan negeri hanya diperkenankan untuk jangan waktu
30 tiga puluh hari dan apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dapat dimintakan perpanjangan kepada ketua pengadilan negeri untuk
paling lama 60 enam puluh hari.
63
2. penahanan oleh hakim pengadilan tinggi hanya diperkenankan untuk jangan waktu 30 tiga puluh hari dan apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan di
pengadilan dapat dimintakan perpanjangan kepada ketua pengadilan tinggi untuk paling lama 60 enam puluh hari.
64
3. penahanan oleh hakim pada mahkamah agung hanya diperkenankan untuk jangan waktu 50 lima puluh hari dan apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan di
pengadilan dapat dimintakan perpanjangan kepada ketua mahkamah agung untuk paling lama 60 enam puluh hari.
65
Batas waktu penahanan tersebut bersifat maksimal. Ini berarti, penahanan maupun perpanjangan penahanan dapat diberikan secara parsial atau sebahagian saja menurut
kebutuhan pemeriksaan. Meskipun batas waktu penahanan belum berakhir namun tersangka atau terdakwa dapat dimungkinkan keluar dari tahanan jika pemeriksaan telah dinyatakan
selesai.
63
Lihat Pasal 26 KUHAP.
64
Lihat Pasal 27 KUHAP.
65
Lihat Pasal 28 KUHAP.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
Tiada hukum tanpa pengecualian merupakan asas yang berlaku secara universal dalam hukum. Demikian pula dengan batas waktu dalam melakukan penahanan terdapat
pengecualian yakni dapat diperpanjang jika ada salah satu alasan berdasarkan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:
a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat yang harus dibuktikan dengan keterangan dokter; atau
66
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 sembilan tahun atau lebih.
Perpanjangan penahanan tersebut diberikan untuk paling lama 30 tiga puluh hari dan apabila masih diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan masih dapat diperpanjang lagi
untuk paling lama 30 tiga puluh hari. Dengan demikian, pengecualian perpanjangan penahanan dapat diberikan untuk paling lama 60 enam puluh hari namun harus diminta
atau diajukan secara bertahap. Pemberian pengecualian perpanjangan penahanan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan penuh tanggung jawab, dalam arti pemberian tersebut
harus ditinjau dari segala segi sesuai dengan penggarisan ketentuan undang-undang. Pengecualian perpanjangan penahanan tersebut diberikan oleh:
a. penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri. b. pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh ketua pengadilan tinggi.
66
Ketentuan ini menggunakan kata penghubung “atau” yang bersifat pilihan atau alternatif. Berbeda jika penghubung menggunakan kata “dan” yang bersifat gabungan atau kumulasi. Dengan
demikian, persyaratan ini tidak harus terpenuhi keduanya melainkan jika salah satu syarat telah terpenuhi maka dapat dijadikan alasan untuk meminta perpanjangan penahanan. Dalam prakteknya,
penahanan seperti ini sering disebut dengan istilah perpanjangan penahanan istimewa. Lihat Pasal 29 ayat 1 KUHAP.
Surung Pasaribu : Kepastian Hukum Bagi Terdakwa Yang Dikeluarkan Demi Hukum Dari Rumah Tahanan Negara Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai , 2009
USU Repository © 2008
c. pemeriksaan banding diberikan oleh mahkamah agung.
67
d. pemeriksaan kasasi
diberikan oleh ketua mahkamah agung. Syarat terakhir dalam melakukan tindakan penahanan adalah penahanan yang
dilakukan tidak melampaui hukuman yang dijatuhkan. Seseorang yang telah ditahan yang lamanya telah sama dengan pidana yang dijatuhkan harus segera dikeluarkan demi hukum
atau tanpa persyaratan. Penahanan melebihi pidana yang dijatuhkan dipandang secara yuridis sebagai penahanan tanpa disertai surat perintah yang dapat dituntut kerugian melalui sidang
praperadilan.
68
B. Urgensi Tindakan Penahanan Sebagai Penanggulangan Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana