Pengarusutamaan Gender Model George C. Edwards III

26

II.1.3 Pengarusutamaan Gender

Kesamaan hak perempuan dan laki-laki dimulai dengan adanya emansipasi pada tahun 1950 dan 1960-an, serta diperkuat pula dengan adanya deklarasi yang merupakan hasil dari konferensi PBB pada tahun 1975 yang memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan. Berkaitan dengan itu, dikembangkanlah berbagai program pemberdayaan perempuan, yaitu mulai diperkenalkannya tema World In Development WID atau Perempuan dalam Pembangunan Departemen Kehutanan, dalam Marpaung, 2008:26. Mulai dikenalnya konsep WID dilanjutkan dengan dirumuskannya konvensi penghapusan segala tindak diskriminasi terhadap perempuan Convention for Eliminating Discrimination Againts Women atau CEDAW. World In Development WID atau Perempuan dalam Pembangunan, bermaksud mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. WID didasarkan pada suatu pemikiran mengenai perlunya kemandirian bagi perempuan agar pembangunan dapat dinikmati oleh semua pihak. Timbulnya pemikiran perempuan dalam pembangunan WID menjadi sangat menarik karena disadari bahwa perempuan merupakan sumber daya manusia yang sangat berharga sehingga perempuan yang posisinya acap sekali termarjinalkan perlu diikutsertakan ke dalam pembangunan. Istilah WID ini pertama sekali dicetuskan oleh Women’s Committee of the Washington D.C Chapter of the Society for International Development pada awal tahun 1970-an. Mulai pada saat itulah WID ini dipakai sebagai pendekatan terhadap isu-isu perempuan dan pembangunan 27 dimana sebagian besar ide, konsep dan solusinya didasarkan dari paradigma modernisasi Nugroho, 2008:138. Dalam pelaksanaannya akhirnya terlihat bahwa konsep WID gagal menghapus masalah diskriminasi terhadap perempuan. Masih banyak terlihat kasus-kasus diskriminasi terhadap kaum perempuan. Sebagai respon dari gagalnya konsep WID tersebut maka muncul konsep baru yang dikenal dengan konsep Gender dan Pembangunan Gender And DevelopmentGAD. Konsep ini lebih didasarkan kepada suatu pendekatan mengenai pentingnya keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam proses-prose pembangunan. Pendekatan ini juga lebih memusatkan pada isu gender dan tidak melihat pada masalah perempuan saja Nugroho, 2008: 140. Kata “gender” selalu diidentikkan dengan jenis kelamin, padahal makna yang sesungguhnya tidaklah demikian. Gender adalah pembagian peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial budaya. Peran dan tanggungjawab itu dapat dipertukarkan atau berganti sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan, diperlukan strategi. Gender mainstreaming GMS atau pengarusutamaan gender PUG merupakan suatu strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dalam kebijakan dan program pembangunan nasional untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam rangka menciptakan kesetaraan gender, mulai dari proses 28 pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, sampai dengan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing, sehingga dapat mencapai hasil dan dampak kesetaraan gender dalam pengelolaan dan pembangunan sektoral. Konsep pengarusutamaan gender pertama sekali muncul saat Konferensi PBB untuk perempuan ke IV di Beijing tahun 1995. PUG didesakkan sebagai strategi yang harus diadopsi oleh PBB, pemerintah dan organisasi yang relevan untuk memewujudkan kesetaraan gender. Komnas Perempuan diakses pada tanggal 18 Maret 2015 Dewan Ekonomi dan Sosial PBB ECOSOC mendefenisikan PUG sebagai: “Strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi dan sosial, sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan dan ketidakadilan tidak ada lagi.” Definisi PUG yang saat ini banyak diadopsi oleh negara dan lembaga- lembaga pembangunan adalah versi United Nations Economic and Social Council 1997 dalam Sinta 2006:13, yaitu : ”Mengarusutamakan perspektif gender adalah proses memeriksa pengaruh terhadap perempuan dan laki-laki setelah dilaksanakannya sebuah rencana, termasuk legislasi dan program-program, dalam berbagai bidang dalam semua tingkat. Ia sebuah strategi untuk membuat masalah dan pengalaman perempuan maupun laki-laki menjadi bagian yang menyatu dengan rencana, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian kebijakan dan program dalam semua aspek politik, ekonomi, dan sosial, supaya perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan manfaatnya dan ketidaksetaraan inequality tidak berlanjut. Tujuan akhirnya adalah kesetaraan gender ”. 29 Untuk menjadikan kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan dan upaya-upaya untuk mencapai Keseteraan dan Keadilan Gender KKG, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Pengarusutamaan Gender merupakan kebijakan nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender KKG. Meskipun begitu, usaha untuk mencapai KKG ternyata masih mengalami hambatan dan masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat pada umumnya, dan khususnya oleh perempuan. Program pengarusutamaan gender di Indonesia belum berjalan secara optimal. Karena selain dimensi permasalahannya yang sangat beragam, persepsi dan pemahaman masyarakat tentang gender masih sering berbeda dan rancu, mengingat istilah itu bukan berasal dari bahasa Indonesia. Di Indonesia, secara resmi PUG diadopsi menjadi strategi pembangunan bidang pemberdayaaan perempuan melalui Instruksi Presiden Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Dalam panduan pelaksanaan Inpres No. 9 Tahun 2000, disebutkan bahwa tujuan PUG ini, antara lain: membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif gender; memberikan perhatian khusus kepada kelompok- kelompok yang mengalami marjinalisasi, sebagai dampak dan bias gender; dan meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak, baik pemerintah maupun non pemerintah, sehingga mau melakukan tindakan yang sensitif gender di bidang masing-masing. 30 Adapun pengertian Pengarusutamaan Gender ini menurut Inpres No. 9 Tahun 2000 adalah strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan, dimana aspek gender terintegrasi dalam perumusan kebijakan dengan kegiatan melalui perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa PUG sebagai suatu strategi untuk menciptakan kondisi kesetaraan dan keadilan gender, harus dapat dibuktikan bahwa aspek gender benar-benar tercermin dan terpadu dalam 4 empat fungsi utama manajemen program setiap instansi, lembaga maupun organisasi, yaitu: a. Perencanaan: menyusun pernyataan atau tujuan yang jelas bagi perempuan dan laki-laki. b. Pelaksanaan: memastikan bahwa strategi-strategi yang dijelaskan mempunyai dampak, baik pada perempuan maupun laki-laki. c. Pemantauan: mengukur kemajuan dalam pelaksanaan program, dalam hal partisipasi dan manfaat bagi perempuan dan laki-laki. d. Penilaian: memastikan bahwa status perempuan maupun laki-laki sudah menjadi lebih baik sebagai hasil prakarsa tersebut. Melalui PUG, pemerintah diharapkan dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam memproduksi kebijakan-kebijakan publik yang adil dan responsif gender untuk perempuan dan laki-laki. Kebijakan dan pelayanan publik serta program dan perundang-undangan yang adil dan responsif gender akan membuahkan manfaat yang adil bagi mereka. Keadilan dan Kesetaraan Gender KKG menghendaki bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan 31 yang sama untuk ikut serta dalam proses pembangunan, akses yang sama terhadap pelayanan serta memiliki status sosial dan ekonomi yang seimbang. Sasaran utama dari PUG seperti yang tertuang dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 adalah lembaga pemerintah dengan kewenangan yang dimiliki. Sumber daya manusia yang tersedia mulai dari tingkat pusat sampai dengan lini lapangan berperan dalam membuat kebijakan, program dan kegiatan, dan perencanaan program mutlak harus mengarusutamakan gender dalam setiap langkahnya.

II.2 Defenisi Konsep