16
Oleh karena itu, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul: Konflik Agraria dalam Perspektif HAM Studi Kasus: Konflik antara Masyarakat Desa Padang Halaban,Kec.
Aek Kuo, Kab. Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu “Mengapa konflik agraria kerap mengakibatkan pelanggaran
HAM khususnya yang terjadi di Desa Padang Halaban, Kec. Aek Kuo, Kab. Labuhan Batu Utara?”
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan usaha-usaha bagaimana untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang hendak diteliti. Dimana
batasan masalah berfungsi untuk mengidentifikasi faktor mana yang tidak masuk ke dalam ruang penelitian, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1.
Apa sebab-sebab terjadinya konflik di Desa Padang Halaban, Kec. Aek Kuo, Kab. Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART?
2. Bentuk pelanggaran apa yang dialami oleh masyarakat tani di Desa
Padang Halaban Kec. Aek Kuo, Kab. Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART?
Universitas Sumatera Utara
17
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui penyebab konflik agraria yang terjadi lebih lanjut antara
masyarakat tani di Desa Padang Halaban dengan PT. SMART. 2.
Memahami dan menganalisa bagaimana Penyelesaian konflik agraria
1.5 Signifikansi Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang sungguh
diharapkan mampu memberikan sebuah sumbangsih pemikiran mengenai konsep-konsep dan Teori Konflik dan konsep HAM terutama dalam
bentuk konflik agraria. 2.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam ilmu politik,
khususnya dalam konflik agraria, HAM di Indonesia dan menjadi referensikepustakaan Departemen Ilmu Politik FISIP USU.
1.6 Kerangka Teori
1.6.1 Teori Konflik
Teori konflik sebenarnya suatu sikap kritis terhadap Marxisme yang membicarakan tentang konflik antara kelompok-kelompok terkoordinasi dan
tentang elit dominan, pengaturan kelas dan manajemen pekerja. Keadaan permasalahan masyarakat tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis dan
saling memenuhi, tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan yang melibatkan dunia kelompok-kelompok terkoordinasi
Universitas Sumatera Utara
18
imperatively coordinated association dan mewakili peran-peran organisasi yang dapat dibedakan.
17
Menurut teoritisi konflik bahwasanya masyarakat disatukan oleh” ketidakbebasan yang dipaksakan”. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat
mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Otoritas .Dahrendorf memusatkan perhatiaanya pada struktur social yang lebih luas.Inti
tesisnya adalah gagasan bahwa berbagai posisi dalam suatu masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda. Menurut Dahrendorf, tugas pertama
analisi konflik adalah mengidentifikasi berbagai peran otoritas didalam masyarakat.karena memusatkan perhatian kepada struktur bersekala luas seperti
peran otoritas. Dahrendorf ditentang oleh para peneliti yang memusarkan perhatiannya tingkat individual. Dahrendorf, menyatakan bahwa masyarakat
tersusun dari sejumlah unit yang ia sebut asosiasi yang dikoordinasikan secara inperatif. Masyarakat terlihat sebagai asosiasi individu yang dikontrol oleh
hierarki posisi otoritas.Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi, karena itu hanya ada dua, kelompok konflik yang dapat terbentuk didalam setiap asosiasi.
Kelompok yang memegang posisi otoritas dan kelompok subordinat yang memiliki kepentingan tertentu Ada sebuah konsep kunci lain dalam teori konflik
Dahrendorf , yakni kepentingan. Kelompok yang berada diatas dan yang berada sibawah.Didifinisikan berdasarkan kepentingan bersama.Untuk tujuan analisis
sosiologis tentang kelompok konflik konflik kelompok, perlu menganut orientasi structural dari tindakan pemegang posisi tertentu. Dengan analogi terhadap
orientasi kesadaran Subjektif tampaknya dapat dibenarkan untuk
17
Bernard Raho. Teori Sosiologi Modern.Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.2007 hal 87
Universitas Sumatera Utara
19
mendiskripsikan ini sebagai kepentingan, asumsi kepentingan objektif yang diasosiasikan dengan posisi social tidak mengandung rimifikasi atau implikasi
psikologis ini adalah termasuk dlam level analisi Sosiologis .Dalam setiap asosiasi , orang yang berbeda pada posisi dominant berupaya mempertahankan Status
Qou, sedangkan orang yang berbeda berada dalam posisi subordianat berupaya bagaimana bisa menciptakan perubahan.adapun konflik kepentingan akan selalu
ada sepanjang waktu. Konflik kepentingan ini tidak perlu selalu disadari oleh pihak subordinat dan
superordinat.karena individu tidak perlu selalu menginternalisasikan harapan itu atau tidak perlu menyadari dalam rangka bertindak untuk sesuai dengan harapan
itu.Karena harapan yang disadari ini menurut Dahrendorf, disebut kepentingan tersembunyi.Kepentingan nyata adalah kepentingan tersembunyi yang telah
disadari.Dahrendorf melihat analisi hubungan antara kepentingan tersembunyi dan kepentingan nyata.ini sebagai tugas utama teori konflik.Karena walau
bagaimanapun actor tidak perlu menyadari kepentingan mereka untuk bertindak sesuaidengan kepentingan itu.
Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan kekuasaan power, dengan beberapa kelompok peranan mempunyai kekuasaan memaksakan dari yang
lainnya.Saat kekuasaan merupakan tekanan coersive satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi
legitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan authority, dimana
Universitas Sumatera Utara
20
beberapa posisi mempunyai hak normatif untuk menentukan atau memperlakukan yang lain.
Dasar Teori Konflik adalah penolakan dan penerimaan sebagian serta perumusan kembali teori Karl Marx yang menyatakan bahwa kaum borjuis adalah
pemilik dan pengelola sistem kapitalis, sedangkan para pekerja tergantung pada sistem tersebut.Pendapat yang demikian mengalami perubahan karena pada abad
ke-20 telah terjadi pemisahan antara pemilikan dan pengendalian sarana-sarana produksi. Kecuali itu, pada akhir abad ke-19 telah menunjukkan adanya suatu
pertanda bahwa para pekerja tidak lagi sebagai kelompok yang dianggap sama dan bersifat tunggal karena pada masa itu telah lahir para pekerja dengan status
yang jelas dan berbeda-beda, dalam arti ada kelompok kerja tingkat atas dan ada pula kelompok kerja tingkat bawah.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini.Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat.Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat
tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-
ketegangan.Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat.Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas
yang berbeda-beda.Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi.Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat
menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.
Universitas Sumatera Utara
21
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu supaya terciptanya perubahan sosial.Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa
perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, didalamnya teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya
konflik-konflik kepentingan.Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama.Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-
negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”.Maksudnya, keteraturan yang
terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan koersi.Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power.
Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam suatu sistem sosial mengharuskan adanya otoritas, dan relasi-relasi kekuasaan yang menyangkut
pihak atasan dan bawahan akan menyebabkan timbulnya kelas. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas antara pihak yang berkuasa
dengan pihak yang dikuasai.Keduanya itu mempunyai kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan. Selanjutnya, kepentingan kelas objektif dibagi
atas adanya kepentingan manifest dan kepentingan latent maka dalam setiap sistem sosial yang harus dikoordinasi itu terkandung kepentingan latent yang
sama, yang disebut kelompok semu yaitu mencakup kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.
Universitas Sumatera Utara
22
Teori Konflik yang dikemukakan juga membahas tentang intensitas bagi individu atau kelompok yang terlibat konflik.Dalam hal ini, intensitas diartikan
sebagai suatu pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik.Ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi intensitas konflik, yaitu 1 tingkat keserupaan konflik, dan 2 tingkat mobilitas.Selain itu juga membicarakan tentang kekerasan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.Konsep tentang kekerasan, yaitu menunjuk pada alat yang digunakan oleh pihak-pihak yang saling bertentangan untuk mengejar
kepentingannya.Tingkat kekerasan mempunyai berbagai macam perwujudan, dalam arti mulai dari cara-cara yang halus sampai pada bentuk-bentuk kekerasan
yang bersifat kejasmanian.
18
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat
menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan
Perlu diketahui salah satu faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dalam konflik kelas, yaitu tingkat yang
menyatakan bahwa konflik itu secara tegas diterima dan diatur.Pada hakikatnya konflik tidak dapat dilenyapkan karena perbedaan di antara mereka merupakan
sesuatu yang harus ada dalam struktur hubungan otoritas. Konflik yang ditutup- tutupi, cepat atau lambat pasti akan muncul, dan apabila upaya penutupan itu
secara terus-menerus maka dapat menyebabkan ledakan konflik yang hebat.
18
Ralf Dahrendorf,.”The modern social conflict: an essay on the politics of liberty”. University of California Press, 1990. Hal 34
Universitas Sumatera Utara
23
melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial di sekelilingnya. Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang
sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Di dunia internasional kita dapat melihat bagaimana, apakah dalam bentuk tindakan militer atau di meja
perundingan mampu menetapkan batas-batas geografis nasional.Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, oleh karena konflik kelompok-kelompok baru dapat
lahir dan mengembangkan identitas strukturalnya dalam pengukuhan sebagai kelompok.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan antara konflik realistis dan non-realistis akan lebih sulit
untuk dipertahankan. Semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk
menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan.Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat
relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat
pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga
menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
24
1.6.2. Peraturan PertanahanAgraria di Indonesia
Konsep dasar tentang kasus-kasus pertanahan platform dari filosofis konstitusional tercermin dalam perumusan sila ke lima Pancasila
yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Selanjutnya kebijakan dan regulasi di bidang pertanahan ditegakkan pada landasan
konstitusi negara yaitu pada pasal 33 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara untuk diperuntukkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Peraturan Pelaksanaan dari ketentuan tersebut diatur
lebih lanjut dam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104
atau disebut juga Undang-undang Pokok Agraria UUPA, serta dijabarkan dalam berbagai peraturan organik dalam bentuk Peraturan
Pemerintah PP, Keputusan Presiden Kepres, Peraturan MentriPejabat dan lain-lain.
19
Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada subjek hukum diatur dalam pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria UUPA yang terdiri
dari: 1 Hak Milik, 2 Hak Guna Usaha, 3 Hak Guna Bangunan, 4 Hak Pakai, 5 Hak Sewa, 6 Hak Membuka Tanah, 7 Hak Memungut Hasil
Hutan, 8 Hak-hak lain serta hak-hak yang sifatnya sementara. Hak-hak lain misalnya Hak Pengelolaan, sedangkan Hak yang sifatnya sementara
19
Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-Kasus pertanahan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003, cet I, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
25
adalah Hak Gadai, Hak Guna Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Tuntutan Masyarakat atas areal perkebunan PT. Smart Cooporation adalah ganti rugi atas tanah rakyat yang telah diambil alih dan dilakukan
penggusuran atas tanah-tanah rakyat tersebut oleh Perkebunan Padang Halaban ditahun 19691970 seluas 3000 Ha. Selain itu adanya tuntutan
masyarakat atas dasr Hak Ulayat Masyarakat Adat dan masyarakat lainnya menjadi salah satu faktor penyebab kasus pertanahan di Sumatera Utara,
termasuk di Perkebunan Padang Halaban sampai sekarang belum dapat diselesaikan secara tunas karena permasalahan yang dihadapi sangat rumit
sejalan dengan sejarah keberadaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku di Sumatera Utara khususnya mengenai sengketa
tanah perkebunan. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan tersebut antara lain sebgai berikut:
1. Undang-undang darurat Nomor 8 Tahun 1954 Tentang
Pemakaian Tanah oleh Rakyat 2.
Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 3.
Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah yang berhak atau kuasanya
4. Pedoman Menteri Agraria Nomor I Tahun 1960 Tentang
Penyelesaian Sengketa Pemakaian Tanah Perkebunan Di Sumatera Timur
Universitas Sumatera Utara
26
5. Pedoman Menteri Pertanian dan Agraria Nomor II Tahun 1963
Tentang Penyelesaian Tanah Jaluran 6.
Surat Keputusan Badan Pekerja Panitia Landreform Kabupaten Labuhan Batu Nomor 2KII121968 Tentang penyelesaian
persoalan tanah-tanah garapan yang berada diatas areal Perkebunan Padang Halaban
7. Surat Keputusan Kepala Agraria Daerah Kabupaten Labuhan
Batu Nomor 94II12LR-69 Tentang Pembayaran Bantuan Ganti Rugi atas tanah Garapan yang terletak di atas areal
Perkebunan Padang Halaban 8.
Peraturan Menteri Pertaniaan dan AgrariaKepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak
Ulayat Masyarakat Hukum adat 9.
SK BPN Nomor 42HGUBPN2002 10.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 11.
PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,dan Hak Pakai atas tanah
1.6.3. Hak Azasi Manusia HAM
Istilah HAM pada hakekatnya memiliki pengertian yang hampir sama, meskipun masing-masing negara menggunakan bahasa yang
berbeda-beda. Misalnya, HAM dalam bahasa inggris dikenal sebagai human rights atau fundamental rights, sedangkan bahasa perancis disebut
Universitas Sumatera Utara
27
sebagai des droits de I’Homme.Hak asasi manusia dalam hal ini merupakan seperangkat hak yang melekat pada keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dinjunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar
yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kodratnya. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik, dan hak-
hak dasar lain yang melekat pada diri manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain.
20
Dalam salah satu dokumen yang diterbitkan oleh PBB, dapat ditemukan defenisi HAM yang lebih singkat, sebagaimana dikutip
Bahrudin Lopa dalam menegaskan, yaitu: “Human Rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and
without which we cannot live as human beings”. Dalam konteks ini , HAM dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang melekat inherent, yang
secara alamiah manusia tidak dapat hidup tanpa adanya hak-hak tersebut. Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Maha Pencipta sebagai hak kodrat.Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat
mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar fundamental bagi hidup
20
Arkal Salim, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Press, 2000, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
28
dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrat yang tidak bias terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
21
• Undang-Undang Dasar 1945, yang diuraikan dalam pembukaan
UUD 1945 pada alinea pertama, yaitu dinyatakan tentang kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia maka oleh
sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan.
Berbagai instrument Hak asasi Manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia, yakni:
• Ketetapan MPR-RI Nomor XVIIMPR1998 tentang Hak Asasi
Manusia, yang diuraikan dalam lampiran ketetapan ini berupa naskah HAM pada angka I huruf D butir I menyebutkan bahwa
Hak Asasi Manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati,
universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
• Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dalam pasal 1 Ayat 1 bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Lalu Menurut
pasal 1 Ayat 6 dijelaskan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja maupun tidak atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan
atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapat atau
21
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Penerbit Tim ICCE UIN,2003,hal. 130.
Universitas Sumatera Utara
29
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
22
Menurut ajaran Hak Asasi Manusia, penyelenggaraan Negara sesungguhnya memiliki kewajiban untuk :
i menghargai hak asasi manusia rakyatnya; ii melindungi hak asasi manusia rakyatnya; dan
iii memenuhi hak asasi manusia rakyatnya. Kewajiban pertama, untuk menghargai, mensyaratkan
penyelenggara negara sendiri tidak melangggar hak-hak asasi rakyatnya.Hal ini mencakup tindakan negara untuk memberlakukan
hukum-hukum baru yang berlaku yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjaminnya hak-hak korban pelanggaran HAM di masa lampau pada masa
kini, dan dengan demikian dapat menyelesaikan pelanggaran hak di masa lampau itu.Kewajiban kedua, untuk melindungi, mempersyaratkan
penyelenggara negara mencegah dan menindak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihak bukan negara dengan menegakkan aturan-aturan
hukum yang diberlakukan pada pelanggar itu.Kewajiban ketiga, untuk memenuhi, mempersyaratkan penyelenggara negara mengkaji ulang
prioritas kerjanya, membuat perubahan-perubahan aturan, administrasi,
22
Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 96.
Universitas Sumatera Utara
30
anggaran, peradilan dan hal yang diperlukan lainnya untuk mewujudkan hak-hak tertentu rakyatnya.
23
Menurut Hadari Nawawi
1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1. Jenis Penelitian
24
Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat penggambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan bagaimana basis konflik agrarian yang terjadi di
Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dari bab ke bab dan akan menggambarkan konflik agrarian di desa
ini keterkaitannya dengan perspektif HAM. Disamping itu juga penelitian , metode penelitian deskriptif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang,
lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau sebagai mana adanya. Penelitian deskriptif
melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.
23
Stephen A. Hansen, Thesaurus of Economic, Social and Cultural Rights: Terminology and Potential Violation, Washington: American Association for Advancement of Science, 2000. Halaman 6-7 dalam bentuk
PDF.
24
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987, hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
31
ini menggunakan teori-teori, data-data dan konsep-konsep sebagai sebuah kerangka acuan dari pengamatan langsung yang diperoleh di lapangan
untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti.Oleh karenanya jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif.
1.7.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi
Sumatera Utara.
1.7.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data informasi yang dibutuhkan maka penulis, melakukan teknik pengumpulan data primer dan data sekunder.
25
1. Data Primer
Teknik pengumpulan data tersebutyakni sebagai berikut:
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini nyakni metode wawancara interview. Teknik pengupulan data melalui
wawancara ialah dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek
penelitian serta melakukan Tanya jawab secara langsung kepada informan yang terkait dengan penelitian ini.Dalam hal
25
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Erlangga,2009, hal. 105.
Universitas Sumatera Utara
32
ini peneliti mengambil informan yang berkaitan dengan konflik yang terjadi di Desa Padang Halaban seperti ketua
kelompok tani di desa tersebut dan masyarakat tani yang tinggal di daerah tersebut, pihak PT. SMART, dan dari pihak
aktivis HAM dan aktivis pertanahan.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data informasi melalui buku-buku, internet, jurnal, dan
lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.Selain itu penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui
perundang-undangan, artikel-artikel dalam majalah, Koran dan sebagainya.
1.7.4. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan tidak berarti apa-apa tanpa dianalisa. Tujuan dari analisa data adalah untuk memperoleh
keluaran output dari hasil yang ingin dicapai dari proses penelitian. Dalam analisa data ini, data yang sudah terkumpul akan
diolah dan kemudian dianalisis untuk dapat diambil kesimpulan sebagai hasil penelitian. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis
Universitas Sumatera Utara
33
konflik agraria yang terjadi di Desa Padang halaban dalam perspektif HAM, dimana para petani yang lahannya diambil oleh
PT. SMART dan petani dalam memperjuangkan tanahnya mengalami tindakan represifitas dan tidak mendapat perlindungan
yang seharusnya terjadi pada para petani.
Universitas Sumatera Utara
34
1.8 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan Latar belakan masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : PROFIL LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan gambaran umum dari lokasi penelitian di Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten
Labuhan Batu Utara, menguraikan profil kelompok tani di desa tersebut dan juga profil PT. SMART.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini menguraikan hasil penelitian berupa apa yang menjadi penyebab konflik agraria yang terjadi di Desa
Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dan menganalisisnya dengan kajian teori Marx
tentang perjuangan kelas dan mengungkapkan bentuk pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat petani di
Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini akan berisi kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
35
BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN
Pada Bab II ini peneliti akan coba mendeskripsikan profil-profil dari lokasi yang menjadi tempat penelitian peneliti. Dimana peneliti akan mendeskripsikan
desa penelitian yaitu Desa Padang halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara. Peneliti akan menguraikan bagaimana kondisi desa, baik itu
dilihat dari sejarah desa, demografi, kondisi sosial maupun kondisi ekonomi di desa tersebut dan kondisi pemerintahan desa sekarang, baik itu pembagian
wilayah desa dan struktur pemerintahan organisasi masing-masing desa. Peneliti juga akan mendeskripsikan tentang Kelompok tani yang ada di
Desa Padang Halaban, dimana peneliti akan menjelaskan latar belakang didirikannya kelompok tani di desa tersebut dan yang akhirnya diberi nama
“Serikat Petani Padang Halaban” atau yang sering disingkat dengan STPHL. Peneliti juga memaparkan daerah-daerah mana saja yang ada dibeberapa
Kecamatan dengan luas tuntutan para petani penggarap yang tergabung pada “Serikat Petani Padang Halaban” .
Terkait konflik yang bertikai antara para petani dengan pihak PT. Smart Cooporation. Tbk maka peneliti juga mendeskripsikan tentang PT. Smart
cooporation Tbk, baik itu dari sejarah PT. Smart Cooporation Tbk sendiri, profil bisnis perusahaan PT. SMART, operasional kinerja PT.SMART, dan struktur
organisasi PT. SMART. Di akhir bab II setelah peneliti mendeskripsikan profil dari lokasi
penelitian, peneliti juga mencoba menyimpulkan bagaimana keadaan di Desa Padang Haladaban sebenarnya dan menunjukkan bahwa betapa tertinggalnya
Desa Padang Halaban baik itu dilihat dalam bidang pendidikan, dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
36
2.1 Desa Padang Halaban