1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menggariskan bahwa dalam suatu negara harus ada pemimpin sebagai penerus fungsi kenabian, hal ini untuk menjaga terselenggaranya ajaran
agama, mengatur negara, memegang kendali politik, membuat kebijakan yang dilandasi. Syariat agama dan menyatukan umat dalam kepemimpinan yang
tunggal. Imamah kepemimpinan negara adalah dasar bagi terselenggaranya dengan baik ajaran-ajaran agama dan pangkal bagi terwujudnya kemaslahatan
ummat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi aman sejahtera atau kemudian, dari kepemimpinan itu dibuat departemen-departemen dan pemerintahan daerah
yang mengurus bidang-bidang dan wilayah tersendiri secara khusus, dengan berpedoman pada tuntunan hukum dan ajaran agama, sehingga departemen dan
pemerintahan daerah itu mempunyai keseragaman yang solid dibawah kepemimpinan kepala negara
1
. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang sangat terkenal:
تيع ر نع وؤسم م لك و ع ار م لك
1
Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 14.
2
Artinya: “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya
tentang kepemimpinannya” HR. Al-Bukhâri dan Muslim. Terdapat pula sebuah hadits yang diriwayaktan dari Abu Daud yang
menyatakan :
اجر م يلع اورم اف ةث اث مت ك اذ او دودوب ا اور
Artinya: “Dan jika kalian bertiga, maka hendaklah salah seorang di antara kalian
memimpin” HR. Abu Dawud. Ada
pun secara „aqli, suatu tatanan tanpa kepemimpinan pasti akan rusak dan porak poranda. Ketaatan manusia rakyat kepada penguasa dan pemerintah
merupakan suatu keharusan untuk memberi kuasa kepada negara melaksanakan dan mewujudkan tujuan-tujuan yang terdahulu. Sebagai balasan atas ke-iltizam-
annya kepada syariah, pengikatan dirinya kepada syura, dan penanggung jawabannya terhadap anak-anak rakyat, maka rakyat wajib mentaati pemerintah
agar ia dapat mewujudkan hak, menjamin keamanan, menegakkan keadilan, serta membela umat, tanah air dan agama mereka. Hak yang dimilikinya ini dan rakyat
wajib melaksanakannya adalah ketaatan kepada perintah-perintah penguasa dalam batas-
batas syar‟iah dan kepentingan umum. Ketika seorang muslim memiliki loyalitas yang tinggi kepada agama,
maka darinya harus ada ketaatan kepada Allah, Rasul, dan pemimpin yang memiliki komitmen terhadap Islam. Sungguh ironi, jika seseorang yang telah
menyatakan dirinya muslim tidak memiliki ketaatan kepada pemimpinnya.
3
Sangat wajar dan manusiawi, jika pemimpin menginginkan orang yang dipimpinnya memiliki loyalitas yang tinggi terhadap dirinya. Posisi yang
diterimanya mempunyai konsekuensi bahwa ia mempunyai hak untuk didengar, dipatuhi oleh yang dipimpinnya.
Karena itu, kepatuhan kepada kepala negara terikat oleh suatu keadaan bahwa dia mematuhi perintah Tuhan, yakni penguasa yang melaksanakan
kebenaran dan keadilan.
2
Taat kepada penguasa muslim yang menerapkan hukum-hukum Islam di dalam pemerintahannya, meskipun zalim dan merampas
hak-hak rakyat, selama tidak memerintah untuk melakukan kemaksiatan dan tidak nampak kekufuran yang nyata, hukumnya tetap fardu bagi seluruh kaum
muslimin. Al-Zarqani mengutip pendapat Imam Malik dan Jumhur ahli Sunnah
mengatakan bahwa bila seorang pemimpin berbuat zalim terhadap yang dipimpinnya, maka ketaatan lebih utama dari pada menentangnya. Tindakan
menentang berimplikasi munculnya rasa takut, terjadinya pertumpahan darah, berkobarnya peperangan dan menyebabkan kerusakan, dalam hal ini dituntun
kesabaran terhadap ketidakadilan dan kefasikan. Bahkan Rasul dalam hadits lain mewajibkan taat dan patuh kepada
pemimpin walaupun ia hanya memikirkan kepentingannya dan tidak menjalankan
2
Qamaruddin Khan, kekuasaan Pengkhianatan dan Otoritas Agama, Telaah Kritis Teori Al- Mawardi Tentang Negara, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2000, h. 7,81.
4
tugasnya terhadap masyarakat dengan baik. Dengan alasan mereka akan menanggung akibat dari pelalaian tanggung jawab. Hak imam yang harus
dipenuhi oleh rakyat adalah untuk ditaati dan mendapatkan bantuan serta partisipasi secara sadar dari rakyat, maka kewajiban dari rakyat untuk taat dan
membantu serta dalam program-program yang digariskan untuk kemaslahatan bersama. Jadi, loyalitas kepada imam adalah penting dan wajib selagi imam itu
mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya serta tidak menyuruh kepada kemaksiatan.
Loyalitas yang diberikan kepada orang-orang mukmîn merupakan perwujudan wala` ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Islam telah melarang
kaum muslimin untuk memberikan wala` ketaatan nya kepada orang-orang selain mereka.
Sesungguhnya loyalitas adalah sifat dasar yang harus ada dalam setiap manusia, apalagi bila ia adalah seorang muslim. Loyalitas bisa mengarah kepada
komitmen dan teguh pendirian. Adapun mengenai komitmen akan berorientasi kepada sikap maka loyalitas cenderung mengarah kepada objek. Apakah itu
lembaga korps, kepercayaan religion, maupun terhadap seseorang. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik dan menganggap perlu
untuk pengkaji tentang loyalitas terhadap pemimpin menurut pemikiran politik Hasan al-Banna dan al-Mawardi sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk
skripsi yang berjudul:
“LOYALITAS RAKYAT TERHADAP PEMIMPIN MENURUT AL-MAWARDI DAN HASAN AL-BANNA
”.
5
B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah