Ruang Lingkup Ketaatan Kepada Pemimpin dan Penguasa

33 meninggalkan dan Takhwif menakut-nakuti. Sedangkan Zamhsyari dan Baidawi berpendapat bahwa batasan taat kepada pemimpin yaitu pemerintah hendaknya berasal dari kalangan mereka, yaitu kaum Muslimin. Bahkan sebagian ahli tafsir berpendapat “diantara kamu” minkum maksudnya para pemimpin kebenaran. Adapun ketaatan seorang Muslim yang berdiam di negara non Muslim adalah suatu permasalahan lain yang diputuskan dan ditetapkan pertimbangan- pertimbangan lain, seperti menempati janji dan tuntutan politik syariah, atau pertimbangan-pertimbangan selain ini tentang keberadaan seorang individu atau kelompok umat Islam yang berada dalam naungan negara bukan Islam, baik para penguasa maupun mayoritas rakyatnya. Dengan demikian, al- Qur‟an dan Sunah telah memastikan bahwa taat kepada ulil amri menjadi wajib selama berada dalam ketaatan kepada Allah. Siapapun tidak boleh ditaati selama bertentangan dengan kitabullah dan sunah Rasul-Nya. 28

4. Ruang Lingkup Ketaatan Kepada Pemimpin dan Penguasa

Berdasarkan pada teks-teks agama nusus terdahulu dapat dipahami bahwa rakyat berkewajiban mentaati penguasa dan pemimpin mereka hanya apabila syari ‟ah Allah diterapkan dan keadilan ditegakkan dalam kehidupan masyarakat, tidak menentang Allah dan tidak pula mengajak rakyat melakukan maksiat terhadap Allah SWT. Dengan demikian jelas bagi kita, bahwa hanya 28 Sa‟id Hawwa, Al-Islam, Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat, 2002, h. 98. 34 boleh bagi penguasa memerintahkan rakyat atau individu, masyarakat hal-hal yang wajib, mustahab yang disukai menurut syara‟, hal-hal yang mubah boleh dilakukan menurut syara‟ serta masalah-masalah ijtihadiah ketika tidak diketemukan nashnya dari al-Quran maupun sunnah Nabi saw atau pemahaman nash yang memungkinkan adanya pentakwilan. Seperti kasus mengenai para personil pasukan yang dikemukakan terdahulu yakni mereka mentaati komandan mereka mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api dan ini adalah urusan yang mubah hukumnya. Akan tetapi perintah mencampakkan diri ke dalam api tidak dapat mereka patuhi sebab yang demikian haram hukumnya jika ditaati. Jika dicermati kata-kata Ibnu Hajar dalam keterangannya mengenai hadits Ubadah bin ash Shâ mit, “kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang nyata yang terdapat keteranganny a dari Allah,” yakni nash ayat al-Quran atau berita sahih yang tidak dimungkinkan dapat di takwil. Maka konsekuensi hukumnya adalah bahwa tidak boleh menentang penguasa selama perbuatannya mengandung kemungkinan dapat di takwil. Dengan demikian maka haram bagi rakyat atau individu masyarakat menentang pemerintah pemimpin Muslim apabila masalah ini bersifat ijtihadiah meskipun bertentangan dengan pendapatnya. Dan tidak sepatutnya memberi peluang bagi godaan setan agar tidak mempengaruhi kebenaran pendapatnya, dan kesalahan pendapat imam serta wajib atau boleh menentang perintahnya, lalu keluar dari jamaah umat Islam dan dengan demikian menempatkan diri pada posisi yang rawan kemurkaan Allah SWT. 35 Rasulullah Saw bersabda: Artinya: “Barangsiapa menemukan pemimpinnya sesuatu yang ia tidak sukai maka hendaklah ia bersabar sebab barangsiapa yang meninggalkan jama‟ah satu jengkal saja kemudian meninggalkan dunia, maka matinya mati jahiliyah”. Muttafaq „alaih 29 Apabila setiap orang membiarkan untuk dirinya hak meremehkan komitmen pada pendapat imam dan penentang fanatik pada pendapatnya serta berusaha menghimpun massa disekelilingnya maka yang demikian adalah benih- benih yang menimbulkan keretakan dalam kesatuan umat Islam serta konflik antara individu masyarakat. Dengan demikian kekuatannya menjadi pudar dan wibawanya dihadapan musuh menyusut. Allah SWT berfirman dalam surat Al- Anfal ayat 46: Artinya: “Dan janganlah saling berbantah-bantahan yang menyebabakan kamu gentar dan hilang kekuatan”. QS. Al-Anfal : 46 Islam dengan sungguh-sungguh melakukan terapi terhadap masalah- masalah penting seperti ini, dimana tindakan keras diambil terhadap siapa pun 29 Salîm bin Ied Al-Hilal Bahjatun Nadirin, Syarah Riyâdus Sâlihin, no. 672 36 yang mencoba mengahancurkan loyalitas pada pemimpin dan memecah belah jama‟ah. Imam Muslim meriwayatkan dari „Arjafah berkata bahwa “Sungguh akan ada keburukan dan keburukan. Maka barangsiapa hendak memecah belah urusan umat ini dalam keadaan menyatu, maka penggallah dengan pedang siapa pun orangnya” Secara singkat Islam memandang bahwa loyalitas dari rakyat kepada pemimpin adalah suatu kewajiban dan prinsip pemerintahan dalam Islam yang mana kehidupan politik tidak dapat tegak kecuali dengannya. Akan tetapi kewajiban taat kepada para pemimpin tidak bersifat mutlak melainkan terkait dengan penerapan syariah Islam dan penegakkan keadilan di tengah kehidupan manusia dan tidak mengajak rakyat mereka melakukan kemaksiatan. 30 30 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam, h. 52. 37

BAB III SKETSA BIOGRAFI AL-MAWARDI DAN HASAN AL-BANNA