Keaslian Penulisan Metode Penelitian

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Pemerintah, Peradilan dan Praktisi hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memutus dan menyelesaikan perkara-perkara yang sedang dihadapi b. Sebagai informasi bagi masyarakat terhadap pelarangan tindakan Kejahatan Perdagangan Orang atau Trafficking

D. Keaslian Penulisan

Penulisan ini tentang “Peran Kepolisian terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi di Poltabes Medan”. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi literature sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan yang membahas tentang permasalahan perdagangan orang atau Human Trafficking yang dimaksudkan penulis dalam penulisan ini, walaupun sepanjang yang kita ketahui ada judul yang juga berbicara tentang Human trafficking, namun judul dan objek pembahasan serta permasalahan yang dibicarakan tidaklah sama, dan apabila dikemudian hari ada judul skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Kejahatan dan Tindak Pidana

a. Pengertian Kejahatan

Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula 6 R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban . Kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat. Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat diantara para sarjana. 7 J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat . 8 M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum . 6 Syahruddin Husein, Kejahatan dalam Masyarakat dan upaya penanggulangannya, http:library.usu.ac.idmodules.php?op=modloadname=Downloadsfile=indexreq=getitlid=48 0, diakses tanggal 11 maret 2008 7 Ibid 8 Ibid Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya 9 W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan . 10 Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan negara bertindak . 11 J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku baik aktif maupun pasif, yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu . 12 Edwin: H. Sutherland menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut . 13 9 Ibid 10 Ibid 11 Ibid 12 J.E Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro, Paradoks dalam Kriminogi, Buku Obor, jakarta 1995, hal 14 13 Edwin H. Sutherland, Principles of Criminology, Nova, 1989, hal 189 . Unsur-unsur tersebut adalah : Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian. 2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana 3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan 4. Harus ada maksud jahat mens rea 5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan 6. Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri. 7. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang. Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing 14 a. Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan : 14 Syahruddin Husein, Op.cit, hal 2 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan. b. Pengertian secara religius : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukman api neraka terhadap jiwa yang berdosa. c. Pengertian dalam arti juridis : misalnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP. Walaupun KUHP sendiii tidak membedakan dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tapi KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam 2 buku yang berbeda. Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah pembedaan antara rechtsdelicten delik hukum dan wetsdelicten delik undang-undang. Pelanggaran termasuk dalam wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hat yang terlarang. Misalnya mengendarai sepeda pada malam hari tanpa lampu merupakan suatu delik undang-undang karena undang-undang menyatakannya sebagai perbuatan yang terlarang. Sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten delik hukum, yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang. Contohnya adalah pembunuhan dan pencurian. Walaupun perbuatan itu misalnya belum diatur dalam suatu undang-undang, tapi perbuatan itu sangat Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan.

b. Pengertian Tindak Pidana

Sekalipun Hukum Pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku atau perbuatan manusia, khususnya karena perbuatan manusia merupakan penyebab utama terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuat undang-undang Belanda berbeda dengan pembuat undang-undang di Jerman, yaitu mereka tidak memilih istilah “perbuatan” “tindak” handeling melainkan “fakta” feit – Tindak Pidana. Alasan pilihan ini dapat kita baca dalam notulasi komisi – De Wal. Dalam catatran-catatan komisi tersebut, pengertian Feit mencakup omne quod fit, jadi keseluruhan kejadian perbuatan, termasuk kelalaian serta situasi dan kondisi lainnya yang relevan. 15 Untuk dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban toerekeningsvatbaar atau schuldfahig. 16 15 Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Gramedia, Jakarta, hal 85 16 Ibid Dengan cara diatas dapat merangkum pengertian tindak pidana dan pengertian ini dalam dirinya sudah memadai. Meskipun demikian, dengan tujuan merumuskan tindak pidana sebagaimana dimengerti dalam sistem hukum pidana Belanda, kita dapat Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 mengembangkan penjelasan yang ada. Untuk itu, tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia gedragingen: yang mencakup dalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat yang diperbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan didalamnya – perilaku mana dilarang oleh undang- undang dan diancam dengan sanksi pidana. Beranjak dari sini kita dapat mengabstraksikan syarat-syarat umum, yaitu sifat melawan hukum wederrechtelijkheid, kesalahan schuld dan kemampuan bertanggung jawab menurut hukum pidana toerekeningsvatbaarheid. Kita nanti akan melihat bahwa ketika undang-undang memformulasikan berbagai bentuk tindak pidana serta unsur-unsurnya, maka kita tidak akan menyinggung hal-hal diatas. Bahkan pokok diatas tidak diuraikan dalam bagian umum pada suatu undang-undang dalam hukum pidana, sekalipun untuk menyatakan bersalah menurut hukum pidana apalagi menjatuhkan sanksi pidana pada seseorang yang tidak memenuhi persyaratan umum diatas tentu akan sulit. Tetapi kita tetap dapat mengandaikan sistem unsur-unsur permusan tindak pidana pada pihak lain, sebagaimana diuraikan lebih lanjut melalui doktrin dan putusan-putusan pengadilan rechtspraak, dalam praktiknya berfungsi dengan cukup baik sehingga tidak menimbulkan banyak konflik. Berkenaan dengan ini kita akan melihat bahwa HR Heit Reeglement pada suatu masa mengakui bahwa kesalahan dalam arti ketercelaan tindakan tertentu merupakan unsur utama yang dipersyaratkan untuk menetapkan apakah seorang terdakwa dapat dipidana atau tidak. Dengan cara sama, HR Heit Reeglement tidak lagi membatasi penentuan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 ukuran dapat dipidananya suatu perbuatan hanya berdasarkan undang- uindang, melainkan menghendaki agar hal itu dinilai berdasarkan hukum, sekalipun ada beda pendapat tentang apa yang dimaksuskan dengan hukum. Namun dalam hal ini pun pada prinsipnya berlaku persyaratan bahwa agar suatu perbuatan dapat dipidana, unsur melawan hukum harus terkandung didalamnya.

2. Kebijakan Penaggulangan Kejahatan

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah ‘politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan: 17 a. penerapan hukum pidana criminal law application b. pencegahan tanpa pidana prevention without punishment c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media influencing views of society on crime and punishmentmass media Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur penal hukum pidana dan lewat jalur non penal bukandiluar hukum pidana. Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam b dan c dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal. 17 http:www.google.comsearch?q=cache:IgJ:www.traffickinginpersons.com+Hoefnagels+p eter=idct=clnkcd=3gl=id, diakses tanggal 12 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh- suburkan kejahatan. Beberapa aspek sosial yang diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan khususnya dalam masalah urban crime 18 a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan kebodohan, ketiadaan kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocokserasi; , antara lain: b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek harapan karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial; c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga; d. Keadaan-keadaan kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain; 18 Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan; f. Menurun atau mundurnya kualitas lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkunganbertetangga; g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya; h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas; i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian; j. Dorongan-dorongan khususnya oleh mass media mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan hak atau sikap-sikap tidak toleransi. Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan jelas merupakan masalah yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan penal. Disinilah keterbatasan jalur penal clan oleh karena ltu harus ditunjang oleh jalur non-penal. Salah satu jalur non-penal untuk mengatasi masalah-masalah sosial seperti yang dikemukakan diatas adalah lewat jalur kebijakan sosial. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan. Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB, bahwa pembangunan itu sendiri dapat bersifat kriminogen apabila pembangunan itu : a. Tidak direncanakan secara rasional, atau direncanakan secara timpang, tidak memadaitidak seimbang; b. Mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral; c. Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh integrasi. Salah satu aspek kebijakan sosial yang kiranya patut mendapat perhatian ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa social hygiene, baik secara individual sebagai anggota masyarakat maupun kesehatankesejahteraan keluarga termasuk masalah kesejahteraan anak dan remaja serta masyarakat luas pada umumnya. Soedarto pernah juga mengemukakan bahwa kegiatan Karang Taruna dan kegiatan Pramuka dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama merupakan upaya-upaya non-penal dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan 19 19 Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, penerbit Alumni, hal 27 . Peranan pendidikan agama dan berbagai bentuk media penyuluhan keagamaan adalah sangat penting dalam memperkuat kembali keyakinan dan kemampuan manusia untuk mengikuti jalan kebenaran dan kebaikan. Dengan pendidikan dan penyuluhan agama yang efektif, tidak hanya diharapkan terbinanya pribadi manusia yanag Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 sehat jiwarohaninya tapi juga terbinanya keluarga yang sehat dan lingkungan sosial yang sehat. Pembinaan dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat memang tidak berarti semata-mata kesehatan rohanimental, tapi juga kesehatan budaya dan nilai-nilai pandangan hidup kemasyarakatan. Ini berarti penggarapan kesehatan masyarakat atau lingkungan sosial yang sehat tidak harus berorientasi pada pendekatan religius tapi juga berorientasi pada pendekatan identitas budaya nasional. Disamping upaya-upaya non-penal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada didalam masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya non-penal itu digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif. Sumber lain itu misalnya media persmedia massa, pemanfaatan kemajuan teknologi dikenal dengan istilah techno-prevention dan pemanfaatan potensi efek-preventif dari aparat penegak hukum. Mengenai yang terakhir ini Soedarto menyatakan bahwa kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara kontinyu termasuk upaya non-penal yang mempunyai pengaruh preventis bagi penjahat pelanggar hukum. Sehubungan dengan hal ini, kegiatan raziaoperasi yang dilakukan pihak kepolisian di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat atau kegiatan komunikatif-edukatif dengan masyarakat perlu diefektitkan. Kegiatan operasi-operasi untuk pemberantasan kejahatan bukan merupakan hal yang baru di kepolisian, misalnya operasirazia pemilikan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 senjata api gelap, operasi penembakan pelaku kejahatan residivis dan lain-lain. Kegiatan ini mempunyai tujuan ganda yakni pertama sebagai upaya jangka pendek untuk dalam waktu singkat menekan peningkatan angka kejahatan dan kedua menciptakan pemenuhan kebutuhan warga masyarakat atas rasa aman. Kegiatan itu seringkali juga memperlihatkan tanggapan kelembagaan apart keamanan atas kecemasan bahkan rasa takut atas kejahatan fear of crime yang diyakini dalam proses pengendalian sosial. Keberhasilan dan efektivitas langkah-langkah operasional polisi jelas hanya dapat dicapai dengan dukungan kedua aspek lain yaitu lingkungan tempat polisi bekerja dan faktor intern polisi. Dalam hubungan itu, maka hubungan polisi dengan masyarakat harus senantiasa diperhitungkan kedalam rencana-rencana operasi dan dikonkritkan dalarn bentuk tim kerja ini memerlukan syarat telah berjalannya pengembangan gagasan mengenai tanggung jawab bersama atas bekerjanya tata peradilan pidana dan telah terciptanya pengertian bersama dengan masyarakat. Faktor intern polisi yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas serta efektivitasnya, yakni perbandingan rasional antara sumber daya yang dicapai. Persyaratan lainnya terletak pada unsur operasional, seperti stabilitas patroli dalam wilayah-wilayah geografsis yang rawan serta interaksi maksimal dengan masyarakat dan unsur-unsur organisasional seperti kesatuan supervisi dan peningkatan profesionalisme. Penghukuman yang merupakan pencegahan dari segi represif juga tidak boleh mengabaikan segi pembinaan dengan dasar pemikiran bahwa prilaku hanya mungkin melalui interaksi maksimal dengan kehidupan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 masyarakat dan pelaksanannya tidak dapat dipisahkan dari strategi perencanaan sosial yang lebih luas. Perlu juga kiranya penyuluhan hukum bagi masyarakat yang bertujuan untuk sedikit demi sedikit mengurangi proses stigmatisasi atau proses pemberian cap terhadap pelanggar hukum dan bekas narapidana. Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyarakat itu ada. Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun. Segala daya upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau mengurangi meningkatnya jumlah kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik. Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensidukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas dari setiap kita, karena kita adaIah bagian dari masyarakat.

3. Pengertian Polisi

Istilah Polisi pada mulanya berasal dari perkataan Yunani “Politeia” yang berarti pemerintahan Negara. Seperti yang diketahui bahwa dahulu sebelum masehi Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut “Polis”. Pada Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 waktu itu pengertian Polisi adalah menyangkut segala urusan Pemerintah atau dengan kata lain arti polisi adalah urusan pemerintahaan. 20 Di indonesia dapat diketahui pengertian polisi terdapat dalam undang- undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa : 21 Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrecht Overzee, halaman 270 yang dirumuskan oleh R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo sebagai berikut : Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. 22 a. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik warga negara. b. Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara. c. Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajiban- kewajiban publiknya dilaksanakan. d. Melakukan paksaan wajar kepada warga negara agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya tanpa bantuan peradilan. e. Mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya. 20 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PTIk, Jakarta; 1972, hal 13. 21 Undang-undang Kepolisian Negara Reublik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 22 R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Akabri. Pol, Sukabumi;1975,hal 12. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Menurut C.H. Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok polisi itu memiliki 2 dua fungsi utama yaitu : 23 a. Fungsi Preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi warga negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuata-perbuatan yang dapat dihukum dan perbuata-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum. b. Fungsi Represif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman. Menurut undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 24

4. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking

Perdagangan Orang Human Trafficking Belum ada rumusan yang memadai tentang Human Trafficking atau kejahatan Human trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk 23 Ibid, hal 19 24 Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomoe 2 Tahun 2002. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 menujukkan bahwa tindak pidana perdagangan manusia tersebut adalah sebuah kejahatan tersebut tersebar dalam berbagai undang-undang. Misalnya KUHP, Undang-undang Perlindungan anak, Undang-undang Buruh Migran, dan lain- lain. Karena itu, upaya memasukkan jenis kejahatan ini ke dalam perundang- undangan di indonesia adalah langkah yang positif. 25 Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Human Trafficking dikenal juga Human Trafficking Victims Protection ACT – TVPA yang Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang kejahatan trafficking atau perdagangan orang Human Trafficking yang terdapat dalam Undang-undang ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan: “Human Trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”. Sebelum lahirnya UU ini Pengertian Human trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan Orang yang umumnya paling banyak dipakai adalah pengertian yang diambil dari protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku Trafficking terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak selanjutnya disebut Protokol Trafficking. 25 www.Elsam.or.id, Perdagangan Manusia Dalam Rancangan KUHP Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 menyebutkan tentang Tindak Pidana Human trafficking berat atau tindak pidana perdagangan orang yang berat, yang meliputi 26 a. Perdagangan seks dimana tindakan seks komersial diberlakukan secara paksa dengan cara penipuan atau kebohongan atau dimana seseorang dimintai secara paksa melakukan suatu tindakan sedemikian, belum mencapai usia 18 tahun; atau : b. Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjeratan utang atau perbudakan. Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49166 mendefinisikan istilah “Human trafficking” 27 26 www.google.comsearch?q=cache:slnwf2l4mjcJ:indonesiaacts.com0023Fp3D7+mafia +perdagangan+incar+daerah+miskinhl=idct=clnkcd=1gl=id, diakses tanggal 10 mei 2008. 27 Chairul Bariah Mozasa, 2005, Aturan-aturan hukum Trafficking, USU Press, hal 9 : “Human Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largerly from developing countries and some countries with economies in transition, with the end goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and explotative situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well as other illegal activitise related to trafficking, such as forced domestic labour, false marriages, clandestine employment and false adoption.” Perdagangan Orang adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang dilintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja dibidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan illegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantau rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Global Alliance Against Traffic in Women GAATW mendefinisikan istilah perdagangan trafficking: “Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan domestik seksual atau reproduktif dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. Sesuai dengan definisi tersebut di atas bahwa istilah “Perdagangan orang” Human trafficking mengandung unsur-unsur sebagai berikut 28 a. Rekrutmen dan transportasi manusia; : b. Diperuntukkan bekerja atau jasa melayani c. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan Pengertian Human trafficking dari Protokol PBB pada Desember Tahun 2000 yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia, khusunya perempuan dan anak Protocol to prevent, suppress, and punish trafficking in persons especially women and children, supplementing the United Nations Convention against transnational organized crime, December 2000. Pemerintah indonesia telah menandatangani protokol ini. Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menipu, memperdaya termasuk membujuk dan mengiming-iming korban menyalahgunakan kekuasaanwewenang atau 28 Ibid, hal 10 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan, dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan izinpersetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga mengeksploitasi korban irwanto dkk.2001:9. Dari definisi diatas dapat disimpulkan: a. Pengertian Human Trafficking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau sanak keluarga. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud disini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri. b. Meskipun Human Trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekalli tidak menjadi relevan tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya misalnya karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi misalnya membiayai orang tua yang sakit, dubuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya. c. Tujuan Human Trafficking adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja dengan memeras habis-habisan tenaga yang diperkerjakan dan eksploitasi seksual dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan, Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks. Pengertian sindikat perdagangan manusia Human trafficking menurut Rebecca Surtees dan Martha Wijaya adalah “sindikat Kriminal”, yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas kriminal. Dari pengertian di atas, sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan lebih dari satu orang dan telah melakukan perbuatan tindak pidana dalam pelaksanannya. Dalam aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak ini kegiatannya selalu dilakukan secara terorganisir. Pengertian terorganisir menurut pendapat para sarjana adalah sebagai berikut 29 a. Donald cressey: kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang mempercayakan penyelengaraannya pada seseorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, di dalamnya terdapat seorang penaksir, pengumpul, dan pemaksa. : b. Michael Maltz: Kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan menimbulkan korban. 29 Chairul Bariah Mozasa,2005, Aturan-aturan hukum Trafficking, USU Press, hal 11 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 c. Frank hagan: Kejahatan terorganisir adalah sekumpulan orang yang memulai aktivitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran hukum untuk mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal serta mengikatkan aktivitasnya pada kegiatan pemerasan dan penyelewengan keuangan. Trafficking manusia untuk berbagai tujuan telah berlangsung cukup lama, sejak dahulu kala hingga abad 21 ini, dari kerajaan jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan kini, di alam kemerdekaan dan dalam era globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak. 30 Tujuan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking 30 Kebijakan Penghapusan Perdagangan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak, oleh Deputi Bandung Koordinator Pemberdayaan Perempuan Kementrian Koordinator Bandung Kesejahteraan Indonesia 2002:1. di Indonesia ialah perdagangan antardaerahpulau dan antar negara. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai ribuan pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehinga sangat memudahkan terjadinya trafficking dalam lingkup domestik, dari beberapa provinsi dimana kasus trafficking domesitik terjadi, tempat-tempat wisata yang berbatasan dengan negara lain, seperti Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jakarta, Bali dan Jawa Timur merupakan daerah tujuan. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris. Metode penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan law in book atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku manusia yang dianggap pantas. 31 2. Jenis Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa undang- undang, peraturan pemerintah dan sebagainya. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana perdagangan orang seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang terkait dengan tindak pidana perdangangan orang dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. 31 Amiruddin, Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 118. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 c. Bahan Hukum Tersier Semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain Sedangkan data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam Penulisan skripsi ini dipergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan Library Research Yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan, yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. b. Penelitian Lapangan Field Research Yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan. Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian ke Poltabes Medan dengan teknik wawancara dengan Panit Lindung Poltabes Medan Ipda Sah Udur S. 4. Analisis Data Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan skripsi ini, yaitu dengan apa yang diperoleh dari penelitian dilapangan yang kemudian dipelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009

G. Sistematika Penulisan