Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
7. Aspek lain yang meliputi:
a. Ketentuan Umum Pasal 1
b. Ketentuan Peralihan Pasal 64
c. Ketentuan Penutup Pasal 65-67
D. Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking menurut
Peraturan Daerah Perda Nomor 6 Tahun 2004 Propinsi Sumatera Utara.
Ada beberapa definisi tentang trafiking in person perdagangan perempuan dan anak, tetapi yang paling banyak diadopsi pengertiannya di Indonesia adalah
dari Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafiking in Persons Especially Women and Children, supplementing the United National Convention Againt
Transnational Organiced Crime yang menyatakan bahwa:
72
“Trafiking in person adalah rekruitmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang retan, ataupun
penerimaanpemberian bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, untuk dieksploitasi,
minimalnya dieksploitasi untuk prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang
menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ tubuh”.
72
www.biropemberdayaanperempuan.com, hal 1
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Masalah perdagangan perempuan dan anak sebenarnya sudah cukup lama berlangsung, namun belum menjadi perhatian yang serius. Kasus tersebut
belakangan ini semakin merebak dan semakin tidak berperikemanusiaan dalam bentuk-bentuk eksploitasi korban seperti perbudakan dan pengambilan organ tubuh.
Tindakan ini jelas illegal dan melanggar hak-hak azasi manusia. Disamping itu dampaknya sangat besar dan berjangka panjang, seperti gangguan fisik dan mental,
rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan tidak dikehendaki, infeksi HIVAIDS dan penyakit-penyakit menular seksual lainnya dan sebagainya.
Mengingat rantai perdagangan perempuan dan anak ini panjang, kuat, terorganisir, lintas daerahnegara, maka upaya pemberantasannya memerlukan
kebijakan, strategi dan program yang komprehensif, responsif gender, berbasis HAM dan faktor penyebab, terintegrasi, multisektor dan berkelanjutan.
73
Trafficking merupakan perbudakan modern di Abad 21, banyak korban trafiking menderita dan dampak negatif dari kegiatan itu. Oleh karenanya harus
dihapuskan karena: a.
Trafiking melanggar Hak Azasi Manusia HAM. b.
Trafiking untuk industri seks selain menimbulkan dampak kemanusiaan, biaya sosial maupun ekonomi yang tinggi, juga menyebarkan penyakit
kelamin dan HIVAIDS. c.
Trafiking untuk tujuan pelacuran anak, merampas hak, masa depan dan merusak SDM.
73
Ibid hal 2
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
d. Trafiking sering terjadi karena dokumen imigrasinya tidak lengkap,
dipalsukan, dirampas agen atau majikan, korbannya mendapat perlakuan hukuman.
e. Trafiking banyak memasukkan migran yang kurang berkualitas,
f. Perempuan dan Anak adalah yang paling banyak menjadi korban Trafiking,
menjadikan mereka beresiko jelek, mengancam kualitas penerus bangsa. Dalam menyikapi masalah trafiking perempuan dan anak, Pemerintah
Indonesia telah menyatakan komitmen, yang salah satunya adalah lahirnya RAN Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan
Anak dan Pembentukan Gugus Tugas Nasional yang tertuang dalam Keppres No. 88 Tahun 2002, serta berbagai kebijakan lainnya yang bertujuan untuk
menyelamatkan perempuan dan anak dari berbagai bentuk ketindasan. Disamping itu terdapat pula kebijakan koordinasi penanganan korban kekerasan secara nasional
seperti adanya Kesepakatan Bersama antara Meneg PP, Menkes, Mensos dan Kapolri tentang pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap perempuan dan anak
termasuk korban kekerasan-trafiking. Rancangan Undang-undang tentang trafiking atau perdagangan orang juga sudah lama bahas di DPR-RI dan kini semakin
diintensifkan guna percepatan penetapannya. Di Sumatera Utara hasil dari perjuangan dan kerja keras bersama dari
segenap pihak telah dapat menerbitkan 2 Perda antara lain Perda No. 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi
anak dan Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Perempuan dan Anak. Kita semua berharap kedua Perda ini dapat dijadikan payung dan kekuatan hukum untuk mencegah dan menindak pelaku-pelaku trafiking.
Pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan dan anak ini harus melibatkan semua pihak : Pemerintah, keluarga dan lingkungan terdekat,
masyarakat tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, ormas, organisasi profesi, juga penyelenggara negara lainnya legislatif dan yudikatif yang
dilaksanakan secara terpadu dan terencana dengan baik. Dalam rangka pengajuan konsep Ranperda, sebelumnya Biro
Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu bekerjasama dengan Instansi terkait dan LSM telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk penyusunan Draft Ranperda
tentang penghapusan trafiking. Penulisan kata “trafiking” dalam Perda ini yang berasal dari bahasa Inggris
yaitu “trafficking” yang sudah direduksi ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata trafiking sebagaimana yang tercantum dalam Keppres No. 88 Tahun 2002 tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak. Hal tersebut untuk membedakan antara perdagangan orang dan perdagangan
barang. Istilah perdagangan adalah untuk perdagangan barang yaitu sale sedang perdagangan perempuan dan anak disebut trafiking
Secara garis besar, maksud dan tujuan Ranperda tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak ini diajukan diusulkan adalah:
74
74
Ibid hal 3
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
a. Sebagai respon terhadap komitmen global dan nasional mengenai upaya
pencegahan dan penghapusan segala bentuk perdagangan orang sekaligus respon atas permasalahan trafiking yang terjadi di Sumatera Utara
b. Agar Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Pemerintah Kab Kota,
masyarakat, LSM, dan organisasi sosial lainnya menyelenggarakan upaya pencegahan, penghapusan dan penanggulangan terjadinya segala bentuk
trafiking perempuan dan anak. c.
Peraturan Daerah ini nantinya akan menjadi dasar pelaksanaan kegiatan Gugus Tugas Daerah dalam rangka upaya pencegahan, penghapusan dan
penanggulangan trafiking perempuan dan anak. d.
Untuk melakukan tindakan segera dan berkesinambungan dalam upaya pencegahan, penghapusan dan penanggulangan trafiking perempuan dan
anak mengingat semakin meningkatnya korban trafiking di Sumatera Utara membina dan membangun kerjasama dan koordinasi pada tingkat pusat,
antar propinsi, antar instansi lintas sektor, organisasi masyarakat dan pemerintah kab kota
Secara kronologis, perjalanan Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak adalah sebagai
berikut:
75
Pada awal beroperasi Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu pertengahan 2002 kami langsung dihadapkan dengan Rapat Regional untuk
penyusunan Draft RUU Trafficking yang diselenggarakan di Medan oleh
75
Ibid
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI. Sejak itu kami mengamati fenomena trafficking di Sumatera Utara dan berkeinginan kuat untuk mencegah dan
menanggulanginya. Akan tetapi kami masih sangat minim data informasi mengenai hal tersebut.
Ternyata di lapangan, rekan-rekan LSM antara lain Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA dan Pusaka Indonesia telah melakukan penyusunan
konsep Perda Trafiking dan mendiskusikannya dengan instansi pemerintah yang dianggap relevan seperti Biro Bina Sosial Setdapropsu dan Dinas Pemuda dan Olah
Raga Propsu. Dalam perjalanan waktu selanjutnya, akhirnya kami bertemu dimana pihak
PKPA dan Pusaka Indonesia membawa konsep tersebut untuk kami bahas dan usulkan bersama-sama. Akhirnya kami membentuk Tim Kecil yang terdiri dari LSM
secara terbatas dan instansi pemerintah yang juga terbatas. Dalam pembahasan awal ini yang paling alot adalah menyamakan persepsi,
setelah sama maka selanjutnya pekerjaan ini menjadi lebih mudah dan lancar. Salah satu faktor yang menguntungkan disini adalah bahwa pada dasarnya semua pihak
sependapat dan berkomitmen untuk membuat Perda tersebut, sehingga perbedaan persepsi, pendapat dan sudut pandang yang didebatkan dengan alot tetap menuju
jalan searah sehingga tidak menjadi “pemecah” dalam Tim, bahkan menjadi penguat jaringan kerja karena semakin mengenal satu sama lain.
Pembahasan demi pembahasan dilakukan oleh Tim bertempat di Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu. Hasil kerja Tim ini diajukan ke pertemuan
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
besar dengan mengundang berbagai elemen secara luas, baik instansi pemerintah maupun LSM
Semenjak disyahkannya Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak pada tanggal 6 Juli 2004 dan
diundangkan di Medan pada tanggal 26 Juli 2004, maka Propinsi Sumatera Utara telah mempunyai perangkat hukum tentang penghapusan dan menentang trafiking
sekaligus sebagai upaya pencegahan. Kegiatan yang dilakukan dapat dikelompokkan dalam 3 pilar yang saling
berkaitan, yaitu peningkatan kapasitas, penyadaran masyarakat dan penguatan jaringan kerja. Seluruh kegiatan diarahkan untuk upaya : pencegahan, penanganan
kasuspelayanan korban hukum, psikis dan medis, reintegrasi korban dan pasca
kasusmasa depan korban.
Kebijakan Pempropsu dalam Penghapusan Human Trafficking terhadap Perempuan dan Anak
Gambaran Umum Kasus Trafficking di Sumatera Utara
Penyebaran kasus Trafficking hampir merata di seluruh wilayah Indonesia baik di kota-kota besar maupun di pedesaan. Perempuan dan anak adalah kelompok
yang paling banyak menjadi korban Trafiking, hal ini akan mengancam kualitas penerus bangsa serta memberi dampak negatif bagi bangsa yang mengalaminya
dimata dunia.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam masalah Trafficking ini, Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah asalpengirim sekaligus daerah transit dan daerah tujuan.
76
Secara menyeluruh kegiatan penanganan trafiking di Sumatera Utara dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat dan lembaga
donor, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam satu rangkaian programkegiatan yang disusun secara terpadu. Kegiatan yang dilakukan dapat
dikelompokkan dalam 3 pilar yang saling berkaitan, yaitu peningkatan kapasitas, Hal ini berkaitan dengan
posisi geografis daerah Sumatera Utara yang strategis dan mempunyai aksesibilitas tinggi ke jalur perhubungan dalam dan luar negeri serta kondisi perkembangan
daerah Sumatera Utara yang cukup baik di berbagai bidang. Bentuk paktek Trafiking yang berkembang dan ditangani di Provinsi
Sumatera Utara sebagian besar untuk kepentingan prostitusi dan bentuk pekerjaan terburuk seperti buruh perkebunan, pekerja anak di sektor perikanan lepas pantai,
pekerja rumah tangga, tempat hiburan malam, pengemis jalanan, serta penculikanpenjualan bayi. Korban Trafiking ini pada umumnya berasal dari
keluarga miskin, berpendidikan rendah dari pinggiran kota dan pedesaan. Modus operandinya sebagian besar adalah bujukan atau iming-iming, yang merupakan
pembohongan atau penipuan.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang di Sumatera Utara
76
http:www.Trafficking.co.idarc2007614Sumutdaerah-rafficking, diakses tanggal 04 maret 2008
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
penyadaran masyarakat dan penguatan jaringan kerja.
77
a. Upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan, antara lain :
Seluruh kegiatan diarahkan untuk upaya : pencegahan, penanganan kasuspelayanan korban hukum, psikis dan
medis, reintegrasi korban dan pasca kasusmasa depan korban.
1. Penerbitan Peraturan Daerah No.5 tahun 2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak. 2.
Penerbitan Peraturan Daerah No.6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak.
3. Penerbitan Peraturan Gubernur No.24 tahun 2005 tentang Rencana Aksi
Provinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak; serta pembentukan Gugus Tugas Provinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking
Perempuan dan Anak. 4.
Sosialisasi Peraturan Daerah tersebut dan Peraturan yang berkaitan seperti prosedur berkerja ke luar negeri, dll kepada aparat dan masyarakat.
5. Sosialisasi dan kampanye trafiking ke dan melalui tokoh agama, tokoh
masyarakat, organisasi kemasyarakatanLSM dan masyarakat luas secara langsung atau tatap muka.
6. Penyebarluasan informasi melalui leaflet dan poster.
7. Dialog interaktif baik langsung maupun melalui radio dan televisi.
8. Publikasi di berbagai event dan media, baik langsung maupun mendorong
insan pers untuk melakukannya melalui himbauan, pelibatan, pendekatan personal hingga perlombaan.
77
http:googlekebijakan-pempropsu-dalam-penghapusan-trafficking.com, diakses tanggal 04 maret 2008
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
9. Membuat pola koordinasi penanganan trafiking dan engimplementasikannya
10. Membentuk dan mengoperasikan Tim Pengarusutamaan Gender dan Tim
Pengendalian Pemberangkatan dan Pemulangan TKI. 11.
Melakukan rapat-rapat koordinasi antar stakehorldersanggota Tim dalam rangka upaya pencegahan, termasuk dalam peningkatan pemeriksaan dan
proses dokumen dan keberangkatan. 12.
Melakukan kerjasama kegiatan dan memperkuat sinergitas serta penyamaan persepsi dalam upaya pencegahan.
13. Mendorong KabupatenKota dan pihak berwenang dalam pemantauan
aktivitas keluar masuk orangbarang baik pada jalar-jalur resmi maupun tidak resmitradicional, terutama pada sepanjang pantai selat Malaka.
14. Memperluas jaringan kerja ke luar daerahnegara untuk koordinasi,
konsultasi dan kerjasama. 15.
Melaksanakan dan mengikuti berbagai pertemuan dalam dan luar daerahnegara untuk peningkatan pengetahuan dan perluasan jaringan kerja.
16. Melakukan kegiatan pengembangan ketrampilanpelatihan bagi anak remaja
putus sekolah. 17.
Meningkatkan kegiatan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil serta upaya peningkatan angka partisipasi sekolah.
b. Upaya yang dilakukan dalam rangka penanganan kasuspelayanan korban, antara
lain :
78
78
www.ifip.orgpenanggulanganpenyelamatan-perlindungankorban, diakses tanggal 04 maret 2008
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
1. Penegakan hukum penindakan pelaku ; penyelamatan, perlindungan dan
pendampingan korban 2.
Pelayanan bantuan hukum, psikologis dan medis 3.
Perlindungan dan penampungan sementara, 4.
Pelatihansimulasi penanganan korban bagi stakeholders anggota Tim 5.
Sosialisasi, seminar, kampanye, konfrensi, dll, guna mengajak partisipasi masyarakat dan semua pihak untuk menanggulangi masalah trafiking
melaporkan, membantu aparat, membantu korban, dll 6.
Melakukan koordinasi antar stakeholders dalam dan luar daerahnegara dalam upaya penanganan kasus dan pelayanan korban
c. Upaya yang dilakukan dalam rangka reintegrasi korban, antara lain :
1. Penguatan terhadap korban
2. Penguatan terhadap korban
3. Sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka upaya penerimaan korban
kembali ke masyarakatkeluarga. 4.
Pendekatan terhadap keluarga korban untuk kesiapan keluarga untuk menerima korban kembali.
5. Melakukan pemulangan korban ke daerah asalkeluarga.
6. Melakukan kerjasama antar stakeholders dalam upaya reintegrasi korban
d. Upaya yang dilakukan dalam rangka penataan masa depan korban, antara lain
1. Pelatihan ketrampilan bagi korban
2. Bantuan modal usahaperalatan
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
3. Melakukan koordinasi dan kerjasama dalam upaya membantu korban untuk
menata kehidupannya. Kegiatan-kegiatan tersebut diatas semuanya telah dilakukan, namun belum
mampu menjangkau semua masyarakat dan semua korban, karena keterbatasan- keterbatasan yang ada diberbagai bidang, baik SDM maupun dana, sarana dan
prasarana. Oleh karena itu Provinsi Sumatera Utara terus berupaya mengembangkan jaringan lebih luas lagi agar dapat melakukan kegiatan penanganan trafiking dengan
lebih luas pula.
BAB IV PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ORANG HUMAN TRAFFICKING STUDI DI POLTABES MEDAN
A. Peran dan Tanggung Jawab Polisi dalam penanggulangan tindak pidana
Perdagangan Orang Human Trafficking di Wilayah Hukum Kota Medan
Pada dasarnya Tindak Pidana Perdagangan Orang ini meliputi berbagai ruang lingkup penegak hukum yang dimulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan hingga
berakhir di pengadilan melalui putusan Hakim. Tapi dalam kenyataanya yang sangat berperan besar dalam mengungkap, mencari dan menemukan kasus-kasus Tindak