Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan.
b. Pengertian Tindak Pidana
Sekalipun Hukum Pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku atau perbuatan manusia, khususnya karena perbuatan manusia
merupakan penyebab utama terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuat undang-undang Belanda berbeda dengan pembuat undang-undang
di Jerman, yaitu mereka tidak memilih istilah “perbuatan” “tindak” handeling melainkan “fakta” feit – Tindak Pidana. Alasan pilihan ini
dapat kita baca dalam notulasi komisi – De Wal. Dalam catatran-catatan komisi tersebut, pengertian Feit mencakup omne quod fit, jadi keseluruhan
kejadian perbuatan, termasuk kelalaian serta situasi dan kondisi lainnya yang relevan.
15
Untuk dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan
dengan hukum dan yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus
merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban toerekeningsvatbaar atau schuldfahig.
16
15
Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Gramedia, Jakarta, hal 85
16
Ibid
Dengan cara diatas dapat merangkum pengertian tindak pidana dan pengertian ini dalam dirinya sudah
memadai. Meskipun demikian, dengan tujuan merumuskan tindak pidana sebagaimana dimengerti dalam sistem hukum pidana Belanda, kita dapat
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
mengembangkan penjelasan yang ada. Untuk itu, tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia gedragingen: yang mencakup dalam
hal ini berbuat maupun tidak berbuat yang diperbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan didalamnya – perilaku mana dilarang oleh undang-
undang dan diancam dengan sanksi pidana. Beranjak dari sini kita dapat mengabstraksikan syarat-syarat umum, yaitu sifat melawan hukum
wederrechtelijkheid, kesalahan schuld dan kemampuan bertanggung jawab menurut hukum pidana toerekeningsvatbaarheid.
Kita nanti akan melihat bahwa ketika undang-undang memformulasikan berbagai bentuk tindak pidana serta unsur-unsurnya, maka
kita tidak akan menyinggung hal-hal diatas. Bahkan pokok diatas tidak diuraikan dalam bagian umum pada suatu undang-undang dalam hukum
pidana, sekalipun untuk menyatakan bersalah menurut hukum pidana apalagi menjatuhkan sanksi pidana pada seseorang yang tidak memenuhi persyaratan
umum diatas tentu akan sulit. Tetapi kita tetap dapat mengandaikan sistem unsur-unsur permusan tindak pidana pada pihak lain, sebagaimana diuraikan
lebih lanjut melalui doktrin dan putusan-putusan pengadilan rechtspraak, dalam praktiknya berfungsi dengan cukup baik sehingga tidak menimbulkan
banyak konflik. Berkenaan dengan ini kita akan melihat bahwa HR Heit Reeglement pada suatu masa mengakui bahwa kesalahan dalam arti
ketercelaan tindakan tertentu merupakan unsur utama yang dipersyaratkan untuk menetapkan apakah seorang terdakwa dapat dipidana atau tidak.
Dengan cara sama, HR Heit Reeglement tidak lagi membatasi penentuan
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008.
USU Repository © 2009
ukuran dapat dipidananya suatu perbuatan hanya berdasarkan undang- uindang, melainkan menghendaki agar hal itu dinilai berdasarkan hukum,
sekalipun ada beda pendapat tentang apa yang dimaksuskan dengan hukum. Namun dalam hal ini pun pada prinsipnya berlaku persyaratan bahwa agar
suatu perbuatan dapat dipidana, unsur melawan hukum harus terkandung didalamnya.
2. Kebijakan Penaggulangan Kejahatan