Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking dalam Instrumen

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009

BAB III PERATURAN-PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK

PIDANA PERDAGANGAN ORANG HUMAN TRAFFICKING

A. Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking dalam Instrumen

Internasional Instrumen Internasional Terdapat berbagai instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah “human trafficking”. Instrumen-instrumen tersebut adalah 49 49 WpjSIMNmRjkJ:thinkprogress.org20060222legally requiredinvestigation+Intternational +regulation+of+human+traffickinghl=idct=clnkcd=1gl=id, diakses tanggal 17 mei 2008 hal 1 : • Universal Declaration of Human Rights; • International Covenant on Civil and Political Rights; • International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights; • Convention on the Rights of the Child and its relevant Optional Protocol; • Convention Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forums of Child Labor ILO No. 182 • Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women; • United Nations Protocol to Suppress, Prevent and Punish Trafficking in Persons especially Women and Children supplementing the Convention against Transnational Organized Crime; Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 • SAARC Convention on Combating Trafficking in Women and Children for Prostitution. Dalam Article 4 Universal Declaration of Human Rights UDHR disebutkan bahwa “no shall be held in slavery or servitude: slave trade shall be prohibited in all their forms”. Ketentuan dalam Article 4 secara jelas melarang perbudakan dan perdagangan budak. Larangan perbudakan juga terdapat dalam The International Covenant on Civil and Political Rights ICCPR. Dengan kalimat yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Article 4 UDHR, Article 8 ICCPR secara jelas menyatakan bahwa “no one shall be held in Slavery: Slavery and the slave-trade in all their forms shall be prohibited” 50 50 Ibid, hal 9 . Dengan demikian jelas bahwa perbudakan merupakan suatu larangan. Dalam UDHR dan ICCPR, tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan “slavery”. Pengertian “slavery”, menurut Convention of Slavery 1926 adalah “the status or condition of a person over whom any or all of the powers attaching to the rights of ownership are exercised”. Dalam pengertian ini termasuk pula membeli, menjual, dan mengadakan transportasi terhadap orang -orang dengan maksud untuk melakukan eksploitasi, guna memperoleh keuntungan. Hukum Humaniter Internasional, menentang dan melarang segala bentuk“slavery”. Bahkan, masalah yang berkaitan dengan “slavery” dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional, selain kejahatan perang war crime dan kejahatan terhadap kemanusiaan crimes against humanity. Oleh karena itulah, masalah ini menjadi masalah yang penting bagi setiap negara untuk melakukan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 pelarangan dalam hukum nasionalnya, sekalipun dalam keadaan perang ataupun keadaan darurat. Perkembangan secara internasional, telah membawa masalah “slavery” ini ke dalam permasalahan international. “Slavery” telah berkembang sebagai jus cogens. 51 Demikian pula dalam International Criminal Court ICC Statute, “enslavenent” dan “sexual slavery” dikatakan sebagai kejahatan. Menurut ICC, “enslavement” diartikan sebagai “the exercise of any or all of the powers attaching to the right of ownership over a person. International Criminal Tribunal for The Former Yugoslavia ICTY telah memutuskan bahwa “enslavement” termasuk dalam pengertian “crimes against humanity”. 52 Termasuk dalam hal ini adalah “the exercise of such power in the course of Trafficking in persons, in particular women and children. 53 Dalam kaitannya dengan “sexual slavery”, ICC memberikan batasan sebagai berikut 54 1. The perpretator exercised any or all of the powers attaching to the right of ownership over one or more persons, such as by purchasing, selling, landing, or bartering such a person or persons or by imposing on them a similar deprivation of liberty Para pelaku melakukan beberapa usaha dengan mencabut : 51 Jus cogens diartikan sebagai: a norm accepted and recognized by the international community as a whole as a norm from which no derogation is permitted and which can be modified only by a subsequent norm of general international law having the same character”. Article 53 Vienna Convention . 52 Article 7 2 © International Criminal Court. 53 Consideration Of The Issue of Persons, Background Paper, 11 – 12 November 2002, New Delhi, India . 54 Ibid, hal 16 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 hak dari seseorang seperti pembelian, penjualan, perdagangan atau penukaran dari seorang dengan orang yang lain atau dengan memperdayakan mereka dengan mencabut kebebasan yang mereka miliki. 2. The perpretator caused such person or persons to engage in one or more acts of sexual nature Para pelaku menyebabkan beberapa orang yang menjadi korban perdagangan orang tersebut dipesan sebagai pelaku dari pekerja seksual. Selain masalah yang berkaitan dengan perbudakan, terdapat beberapa instrumen internasional yang memberikan perlindungan bagi wanita dan anak-anak. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women CEDAW, merupakan konvensi yang dimaksudkan untuk melindungi wanita dari segala bentuk kekerasan, yang mungkin dapat terjadi karena dia adalah seorang wanita. Dalam Article 6, secara jelas menyatakan bahwa “States Parties shall take all appropriate measures, including legislation, to suppress all forms of traffic in women and exploitation of prostitution of women”. Ketentuan dalam Article 6 ini merupakan himbauan agar negara-negara lebih memperhatikan masalah yang berkaitan dengan “human trafficking”, khususnya yang berkaitan dengan wanita. Masalah “traffic in woman” dan “prostitution of woman” sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan sangat berbahaya bagi individu yang bersangkutan serta keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itulah, negara peserta harus memberikan sanksi pidana kepada setiap orang yang 55 55 Pasal 6 atau Article 6 CEDAW : 1 mencari, memindahkan, ataupun mengajak orang lain, dengan tujuan untuk aktivitas prostitusi, meskipun orang yang bersangkutan menyetujui; Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 2 mengeksploitasi orang lain sebagai prostitusi, meskipun orang tersebut menyetujui. Konvensi ILO nomor. 29 Tahun 1930 mencantumkan pengertian “force or compulsory labour” sebagai “all work or service which is exacted from any person under the manace of any penalty, and for which the said person has not offered himself voluntarily”. Lebih dari 25 tahun kemudian, ILO menyetujui instrumen tambahan, yang kemudian disebut sebagai Abolition of Forced Labour Convention No.105 1957. Dalam konvensi tersebut, yang dimaksud dengan “suppression of forced labour” adalah “political coercion, labour discipline, or rasial, national or religious discrimination; as a method of mobilizing and using labour for purposes of economic development; an as punishment for having participated in strikes”. 56 Permasalahan yang berkaitan dengan anak, tidak lepas dari perhatian masyarakat internasional. Isue-isue yang berkaitan dengan tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan masalah-masalah yang perlu mendapatkan perhatian. Pendek kata, segala bentuk eksploitasi anak haruslah mendapatkan perhatian dari semua negara. Penindasan dari pekerja paksa adalah kekerasan politik, disiplin pekerja, atau rasis, perbedaan kewarganegaraan atau agama; termasuk didalamnya mobilisasi dan penggunaan pekerja untuk tujuan mengembangkan perekonomian; dan penghukuman bagi mereka yang berpartisipasi atau ikut dalam pemogokan atau melanggar peraturan. 56 Force Labour, Child Labour and Human Trafficking In Europe: An ILO Perspective, Technical Paper for the EUIOM STOP “European Conference on Preventing and Combating Trafficking In Human Beings”, 18-20 September 2002, Brussels, Belgium Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Convention on the Rights of the Child CRC, merupakan salah satu konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Dalam Article 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “child”, adalah“every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier. Berdasarkan ketentuan ini, selanjutnya ditentukan adanya keharusan bagi negara untuk memperhatikan segala bentuk kekerasan terhadap anak. Melihat ketentuan yang terdapat dalam CRC nampak bahwa CRC belum mengatur secara lengkap hal-hal yang berkaitan dengan anak. Anak, seharusnya dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomis, eksploitasi seksual, maupun dari segala bentuk “sexual abuse”. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam CRC kemudian dilengkapi dengan Optional Protocol to the Convention on the Rights of The Child. Protocol ini memperluas pengertian yang berkaitan dengan “sale of child”, “child prostitution”, dan “child pornography”. Larangan “Trafficking” dan eksploitasi anak, mendapat perhatian pula di dalam ILO Convention on the Worst Form of Child Labour. Berkaitan dengan pekerja anak-anak, ILO menyetujui instrumen yang berkaitan dengan Minimum Age Convention No. 138. Seiring dengan perkembangan pekerja anak-anak, kemudian dibentuklah Worst Forms of Child Labour Convention No. 182, tahun 1999. Worst Forms of child Labour diartikan sebagai “all forms of slavery or practices similar to slavery, such as the sale and trafficking in children, debt bondage and selfdom and forced or compulsory labour, including forced or compulsory recruitment of children for armed conflict”. Bentuk paling buruk dari Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 pekerja anak diartikan sebagai segala bentuk dari perbudakan atau beberapa praktek yang sama dengan perbudakan seperti penjualan dan perdagangan anak, lilitan hutang dan tekanan terhadap dirinya atau paksaan yang diwajibkan kepada si pekerja, termasuk paksaan yang diwajibkan dalam hal perekrutan anak dalam konflik perang. Hukum internasional, juga memberikan perlindungan kepada individu- individu, sebagai migrant atau pekerja migrant. Instrumen internasional yang berkaitan dengan hal tersebut adalah Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families. Dalam konvensi ini dinyatakan bahwa “The right to life of migrant workers and members of their families shall be protected by law”. Perlindungan hukum tidak hanya dari negara penerima saja tetapi juga dari negara di mana pekerja tersebut berasal. Perlindungan terhadap migrant workers, merupakan perluasan dari hak-hak asasi manusia yang perlu mendapatkan perlindungan hukum. Yang menjadi masalah adalah illegal migrant worker, sebagaimana dikemukakan oleh Leonard M. Hammer, bahwa “the situation of illegal migrant workers is especially problematic, “exemplify[ing] the jurisdictional struggle between state sovereignty and its control over immigration versus obligation on the State to uphold the human rights of all individuals found within a State’s territory. 57 57 Leonard M. Hammer, Migrant Workers in Israel: Towards proposing a Framwork of Enforceable Customary International Human Rights, Netherlands Quaterly of Human Rights, 1999, hal. 5. Situasi dari pekerja migrant ilegal pada khususnya merupakan suatu problema, “Sebagai contoh adalah dalam hal perjuangan juridiksi antara suatu kedaulatan negara dan hal itu dapat mengendalikan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 imigran pada masa globalisasi disuatu negara untuk lebih menghargai hak-hak hidup dari setiap individu tanpa melihat dari mana asalnya atau wilayahnya. Selain memiliki hak untuk dilindungi secara hukum, “migrant worker” pun memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan guna mendapatkan perlindungan. Hal-hal apa yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut : 1. No migrant worker or member of his or her family shall be held in slavery or servitude. Bukan pekerja migran atau anggota keluarganya baik laki-laki maupun wanita akan digunakan sebagai budak atau kerja paksa. 2. No migrant worker or member of his or her family shall be required to perform forced or compulsory labour. Bukan pekerja migran atau anggota keluarganya baik laki-laki maupun wanita akan dipaksa atau diwajibkan sebagai pekerja. Konvensi tersebut dimaksudkan agar migrant workers terbebas dari segala bentuk perbudakan, serta tekanan-tekanan. Negara harus memberi sanksi kepada setiap orangkelompok orang yang melakukan kekerasan kepada migrant workers. Menyimak apa yang telah dipaparkan di atas, nyatalah bahwa “human trafficking” sangat penting untuk diperhatikan dan ditangani bersama. Untuk itu, lembaga-lembaga internasional telah pula mengatur masalah tersebut dalam instrumen internasional. Dalam Article 3 Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons, Especially Women And Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, “trafficking” diartikan sebagai berikut : Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 “Trafficking in persons” shall mean the recruitment, transportation,transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. “Perdagangan orang” berarti perekrutan, pengangkutan, pergantian, pengiriman atau penerimaan orang, baik dengan menggunakan ancaman ataupun paksaan atau bentuk dan cara lain dari kekerasan, abdosi, penipuan atau tipu muslihat, atau dengan kekerasankekasaran dari kekuatan pada suatu posisi yang pada akhirnya menimbulkan luka atau dengan memberikan atau menerima pembayaran dan keuntungan untuk mencapai izin sehingga bisa mengendalikan seseorang yang satu dengan yang lainnya, untuk tujuan mengeksploitasi dan pelacuran dan segala bentuk dari eksploitasi seksual, paksaan terhadap pekerja dan pelayanan, perbudakan dan berbagai praktek yang sama dengan perbudakan, kerja paksa ataupun penjualan organ tubuh. Pengertian “Trafficking in persons” memiliki berbedaan dengan apa yang disebut sebagai “smuggling”, yang diartikan sebagai berikut : “Smuggling of migrants” shall mean the procurement, in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit, of the illegal entry of a person into a State Party of which the person is not a national or permanent resident. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dari paparan pengertian tersebut di atas, terdapat peerbedaan yang cukup tajam antara “Trafficking in persons” dengan “smuggling”. “Smuggling” lebih menekankan pada pengiriman secara illegal orang-orang dari suatu negara ke negara lain, yang menghasilkan keuntungan bagi “smuggler”. Dalam pengertian “smuggling” tidak terkandung adanya eksploitasi terhadap orang -orang. Mungkin akan terjadi bahwa akan terdapat korban dalam pengiriman itu, tetapi itu bukanlah merupakan hal yang mendasar. Inti dari pengertian “smuggling”adalah adanya pengiriman transport orang -orang secara illegal dari suatu negara ke negara lain. Sedangkan “Trafficking” memiliki target khusus, yaitu orang -orang yang dikirim merupakan obyek ekploitasi. Dengan demikian, sejak awal telah terdapat keinginan untuk mengekploitasi orang -orang. Adanya unsur “deception” dan “coercion” merupakan unsur yang esensiil dalam “Trafficking in persons”. 58 Satu instrumen lagi yang perlu mendapatkan perhatian adalah South Asian Association for Regional Cooperation SAARC Convention on Preventing and Combating Traffiking in Women and Children for Prostitution. 59 58 Frank Laczko, Amanda Klekowski von Koppenfels dan Jana Barthel, Trafficking in Women from Central and Eastern Europe: A Review of Statistical Data, European Conference On Preventing AndCombating Trafficking In Human Beings: Global Challenge For 21 st Century, Brussels, Belgium, September 2002, hal. 2. 59 SAARC diadopsi pada Bulan Januari 2002, dengan negara anggota: Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka. SAARC dimaksudkan untuk mencegah dan membasmi perdagangan wanita dan anak, dengan tujuan untuk prostitusi. Sangat disadari bahwa di wilayah Asia Selatan telah banyak terjadi perdagangan wanita dan anak, dengan tujuan untuk prostitusi, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisasi. Oleh karena itu, negara-negara yang tergabung dalam SAARC, diharuskan untuk melakukan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking Studi Di Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 pemberantasan dan pencegahan terhadap aktivitas ini, dengan cara menetapkan aktivitas ini sebagai kejahatan yang dapat dipidana.

B. Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking menurut KUHP