Penjelasan Makna dengan Padanan

C. Penjelasan Makna dengan Padanan

Padanan adalah satuan leksikal bahasa sasaran yang mempunyai makna leksikal yang sama dengan masing-masing satuan leksikal bahasa sumber. Satuan leksikal yang dimaksud adalah padanan. Padanan berbeda dengan terjemahan. Terjemahan atau penerjemahan adalah proses pengalihan bahasa untuk mendapatkan hasil yang sama yang hampir mendekati bentuk aslinya di dalam bahasa sumber dan yang memiliki makna yang sama dengan bahasa sasarannya. 28 Sedangkan padanan bukanlah proses, melainkan hasil dari suatu proses penerjemahan dari bahasa sumber Bsu ke bahasa sasaran Bsa. Padanan juga merupakan kumpulan sinonim dalam bahasa asing, baik sebagai kata tunggal yang mengacu pada obyek yang sama maupun kalimat-kalimat, penjelasan-penjelasan yang dianggap sebagai padanan penjelasan dari kata kepala. Di sini penulis akan membagi padanan berdasarkan jenis penggunaannya dalam kamus dwibahasa sebagai berikut: 1. Padanan PenerjemahanSinonim ﺟﺮﺘﻟا فداﺮ ﻟا Padanan penerjemahan adalah satuan leksikal yang bisa langsung digunakan pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Contoh padanan dalam kamus Inggris- Perancis, yaitu kata boy yang diberi padanan garcon. Padanan ini dapat langsung dimasukan ke dalam kalimat bahasa sasaran, karena maknanya benar-benar sepadan dengan makna boy yaitu anak laki-laki. 29 Padanan penerjemahan terkadang disebut juga padanan sinonim. 30 28 Zgusta ladislav, Manual of Lexicography, h. 312 29 Al-Kasimi, Linguistic and Bilingual Dictionary, Leiden: E.J Brill,1967, h. 60 30 Sunaryo, Metode Penyusunan Kamus, Jakarta: t.pn, 1984, h.17 Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno yang terdiri dari sin “sama” atau “serupa” dan akar kata onim “nama” yang bermakna “sebuah kata yang dikelompokan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum”. 31 Dengan perkataan lain : sinonim adalah kata- kata yang mengandung makna pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai rasa. Atau secara singkat sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasinya. Secara semantik Verhaar 1978 mendefinisikan sebagai ungkapan bisa berupa kata, frase, atau kalimat yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. 32 Pada definisi yang diungkapkan oleh Verhaar, kita melihat adanya penggunaan urutan kata, yang lebih sama maknanya. Hal itu memang beralasan, karena kesamaan maknanya tidak berlaku secara sempurna. Artinya, meskipun maknanya sama, tetapi memperlihatkan perbedaan-perbedaan, apalagi jika yang dihubungkan dengan pemakaian kata-kata tersebut. Itu sebabnya Lyons 1981:148 membedakan kata yang bersinonim sempurna dengan kata yang bersinonim secara absolut. Suatu kata dikatakan bersinonim secara sempurna apabila kata-kata tersebut mengandung makna deskriftif, ekspresif, dan sosial yang sama, sedangkan suatu kata disebut bersinonim secara absolut, apabila kata-kata tersebut mempunyai distribusi yang sama dan bermakna secara sempurna di dalam kehadirannya pada semua konteks. Contoh: kata meninggal dan kata mati memperlihatkan kesamaan makna, tetapi pemakiannya berbeda. Kata meninggal hanya digunakan untuk manusia, dan tidak untuk binatang atau tumbuh- 31 H.G . Tarigan, Pengajaran Sematik, Bandung: Angkasa, 1995, Cet. Ke-3, h. 17 32 Abdul Chaer, Pengantar Sematik Bahasa Indonesia, h. 82 tumbuhan. Tidak mungkin orang mengatakan “pohon saya meninggal kemarin.” Atau “sapi saya baru saja meninggal.” Kita hanya dapat mengatakan, “ si Ali mati kemarin.” Atau “si Ali meninggal kemarin.” Derajat makna kata mati dan meninggal pada kalimat-kalimat ini pun berbeda, dalam arti kata meninggal lebih halus jika dibandingkan dengan kata mati. 33 Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagi faktor, antara lain: Pertama, faktor waktu. Misalnya kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan . Namun, keduanya tidak mudah dipertukarkan karena kata hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, atau arkais. Sedangkan kata komandan hanya cocok untuk situasi masa kini modern. Kedua, faktor tempat atau daerah. Misalnya kata saya dan beta adalah bersinonim. Tetapi kata beta hanya cocok untuk digunakan dalam konteks pemakaian bahasa Indonesia Timur Maluku; sedangkan kata saya dapat digunakan secara umum di mana saja. Ketiga, faktor sosial. Misalnya kata aku dan saya adalah dua buah kata yang bersinonim; tetapi kata aku hanya dapat digunakan untuk teman sebaya dan tidak dapat digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang status sosialnya lebih tinggi. Keempat, faktor keformalan, misalnya kata uang dan duit adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata uang dapat digunakan dalam ragam formal dan tak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal. 33 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 224 Kelima, bidang kegiatan. Umpamanya kata matahari dan surya adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata matahari bisa digunakan dalam kegiatan apa saja, atau dapat digunakan secara umum; sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus. Terutama ragam sastra. Keenam, faktor nuansa makna. Umpamanya kata hotel bersinonim dengan kata penginapan; tetapi kata penginapan lebih luas maknanya dari kata hotel. Sebab di dalam penginapan termasuk juga hotel, losmen, dan motel. 34 Dari keenam faktor yang dibicarakan di atas, bisa disimpulkan dua buah kata yang bersinonim tidak akan selalu dapat dipertukarkan. 2. Padanan Penjelasan ﺴﻔﺘﻟا فداﺮ ﻟا يﺮ Padanan penjelasan adalah satuan leksikal yang tidak dapat selalu langsung digunakan pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Al-Kasimi memberi contoh pada dalam kamus Inggris-Perancis dengan kata boyhood yang diberi padanan etat de garcon. Padanan ini tidak dapat langsung digunakan dalam teks karena selain berbentuk penjelasan, kata boyhood dalam bahasa inggris maknanya terbatas pada arti masa remaja untuk laki-laki belasan tahun saja, sedangkan makna kata Perancis etat de garcon tidak, maknanya masih bersifat umum yakni masa laki-laki. Untuk menyesuaikannya maka penyusun kamus dapat memberikan padanan boyhood dengan kata adolescenel jeunesse yang berarti masa remaja untuk anak laki-laki atau anak perempuan belasan tahun. 35 Sehingga padanan kata boyhood yang tepat yaitu adolescence d’un garcon yang berarti masa remaja untuk laki-laki belasan tahun. Dengan demikian barulah padanan tersebut 34 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 298 35 Ali Al-Qasimi, Ilm al-Lughah wa Shina’at al-Mu’jam, Riyadh: Jamiat al-MalikSu’ud, 1991, h. 92 dapat digunakan di dalam teks di karenakan maknanya sudah sepadan dan berterima di dalam bahasa sasaran. Zgusta membedakan padanan secara khusus nenjadi padanan sisipan dan padanan deskriptif. Padanan sisipan mempunyai kelebihan dalam hal kemampuannya untuk dapat langsung digunakan kedalam kalimat serta dapat juga langsung disisipkan kedalam konteks kalimat bahasa sasaran. Sebaliknya padanan deskriptif mempunyai kelebihan dalam memberikan penjelasan atau informasi yang lebih lengkap terhadap satuan leksikal bahasa sasaran. Zgusta juga menerangkan bahwa pada dasarnya terdapat padanan yang dapat dikombinasikan. Padanan kombinasi padanan gabungan yang dimaksud adalah padanan penerjemahan sisipan atau padanan penjelasan deskriptif yang dapat disertai keterangan penjelas. Padanan gabungan ini timbul akibat kedua padanan terdahulu terkadang tidak mampu untuk memberikan makna padanan yang jelas. Sehingga untuk mencegah keambiguan makna. Maka munculah padanan-padanan yang disertai dengan keterangan penjelas. 36 Padanan berdasarkan ketepatan makna dapat terbagi menjadi dua yaitu padanan mutlak dan padanan sebagian. Padanan mutlak sempurna adalah padanan yang membutuhkan makan leksikal dari suatu satuan makna leksikal yang mutlak sama dalam semua komponennya seperti penunjukan designation, konotasi connotation, dan ruang lingkup pelaksanaan range of application. Salah satu hal yang dapat menyebabkan mengapa padanan sempurna ini sulit ditemukan, karena adanya anisomorfisme. Anisomorfisme adalah jika makna leksikal dari satuan leksikal masing-masing bahasa sasaran hanya serupa sebagian 36 Zgusta ladislav, Manual of Lexicography, h. 319 padanannya dalam bahasa sumber, oleh karena itu padanan tersebut dinamakan padanan tak sempurna padanan sebagian. 37 Jika terdapat padanan kategori dari bagian-bagian ujaran bahasa sumber yang tidak dapat ditemukan dalam bahasa sasaran, maka penyusun kamus dapat beralih ke makna leksikal dasar padanan. 38 Al-Kasimi menambahkan bahwa hal itu dapat diatasi dengan cara meminjam satuan leksikal bahasa sumber dengan pengucapannya yang disesuaikan dalam bahasa sasaran menciptakan istilah baru yang maknanya sama. 39 3. Antonimi Kata antonim berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang artinya ‘nama’, dan anti yang artinya ‘melawan’. 40 Maka, antonim adalah kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata yang lain. Verhaar 1983:133 mengatakan “Antonim adalah ungkapan biasanya kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.” 41 Antonim dan antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya: kata buruk berantonim dengan kata baik; kata mati berantonim dengan kata hidup; kata guru berantonim dengan kata murid ; dan kata membeli berantonim dengan kata menjual. 42 37 Zgusta ladislav, Manual of Lexicography, h. 312 38 Ali Al-Qasimi, Ilm al-Lughah wa Shina’at al-Mu’jam, h. 314 39 Al-Kasimi, Linguistic and Bilingual Dictionary, h. 61 40 H.G. Tarigan, Tarigan, Pengajaran Sematik, h. 41 41 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 207 42 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 299 Dalam buku-buku pelajaran Indonesia, antonim biasanya disebut lawan kata. Banyak orang yang tidak setuju dengan istilah itu sebab pada hakikatnya yang berlawanan bukakn kata-kata itu, melainkan makna dari kata-kata itu. 4. Hiponimi Hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti ‘nama’, dan hypo berarti ‘di bawah’. Secara harfiyah berarti ‘nama yang termasuk di bawah nama lain’. Verhaar 1983:131 mengatakan “ hiponimi adalah ungkapan biasanya berupa kata, tetapi kiranya bisa juga berupa frase atau kalimat yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.” 43 Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya terucap dalam bentuk makna ujaran yang lain. Misalkan: kata warna adalah hiponimi, sedangkan merah, hijau, kuning, biru, putih adalah hipernimi. Jadi merah berhiponim terhadap warna, maka warna berhiponimi terhadap merah . 44 5. Homonimi Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’, dan homo yang artinya ‘ sama’. Homonimi adalah kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung arti dan pengertian berbeda. 45 Verhaar 1978 memberi definisi homonimi sebagai ungkapan berupa kata, frase, atau kalimat yang bentuknya sama dengan ungkapan lain juga berupa kata, frase, atau kalimat tetapi maknanya tidak sama. 46 43 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h.98 44 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 305 45 H.G. Tarigan, Pengajaran Sematik, h. 30 46 H.G. Tarigan, Pengajaran Sematik, h. 93 Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentukya ‘kebetulan’ sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Misalnya: kata pacar yang bemakna ‘inai’, dan makna pacar yang bermakna ‘kekasih’. 47 Homonimi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu homofon dan homograf. Homofon merupakan dua ujaran yang sama lafalnya tetapi berlainnan tulisannya. Seperti kata bank dan bang, sangsi dan sanksi. Sedangkan homograf merupakan dau ujaran yang sama ejaannya tetapi berlainan lafalnya. Seperti kata gang dan gang . 48 47 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 302 48 J.D. Parera, Teori Semantik , h. 82

BAB III Wawasan Tentang Kamus

Al-Munawwir dan Al-‘Ashri Bab III ini hanya terdiri dari dua sub bab. Pada bab ini, penulis mencoba menelusuri sinopsis kamus Al-Munawwir yang disusun oleh Ahmad Warson Al Munawwir dan sinopsis kamus Al-‘Ashri yang disusun oleh KH. Atabik Ali dan Drs. A. Zuhdi Muhdlor.

A. Sinopsis Kamus Al-Munawwir

Kamus ini termasuk kamus yang banyak pemakaiannya di Indonesia. Para santri dan pelajar menjadikannya sebagai rujukan utama. Sejak diterbitkannya kamus ini pada tahun 1984, para pelajar, santri dan peminat bahasa Arab menjadi sangat terbantu dalam belajar bahasa Arab. Penyusun, Ahmad Warson Al Munawwir, dalam pendahuluannya yang ditulis dalam bahasa Indonesia menyebutkan dasar penyusunan kamus ini adalah semata-mata didorong oleh hasrat keinginan untuk ikut serta mengisi kekurangan akan buku-buku bahasa Arab atau buku-buku pembantu dalam mempelajari bahasa Arab, dan untuk membantu mereka yang bermaksud menggali mutiara-mutiara berharga dalam kitab-kitab berbahasa Arab. Penyusunan kamus ini merupakan upaya pengembangan buku-buku ilmiah Pondok Pesantren “Al-Munawwir” Krapyak Yogyakarta yang pelaksanaannya dilakukan oleh Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan. Walaupun proses pengadaan kamus ini hanya dibantu kemampuan peralatan yang minim dan hanya diolah sendiri oleh keluarga pesantren, namun hasilnya sungguh diluar dugaan, 30