Pengertian Pesan Dakwah LANDASAN TEORI

Dalam buku membumikan Al- Qur’an, Quraisy Syihab berpendapat bahwa pesan dakwah adalah Al Islam yang bersumber pada Al- Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, ibadah, dan akhlak. Dasar dari pembagian tersebut merujuk pada tujuan pokok diturunkannya Al- Qur’an yaitu sebagai petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia serta petunjuk mengenai akhlak dengan jarak menerangkan norma-norma agama dan susila. 12 Sebelum suatu pesan dakwah dapat dikonstruksikan untuk disampaikan kepada komunikan dengan tujuan mempengaruhi dan mengajak, di situ harus terdapat materi atau pesan dakwah yang dirumuskan sesuai dengan ajaran Islam. Perlu diingat juga bahwa pengertian komunikasi dakwah tidak ditekankan pada aspek tujuannya saja, tetapi juga menekankan efek yang muncul kepada komunikan sebagai akibat dari penyampaian suatu pesan. Lebih lanjut, jika ditinjau dari prosesnya, dakwah adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri dari dua manusia, yakni da ’i sebagai komunikator, dan mad’u sebagai komunikan. Proses tersebut berlangsung dalam kegiatan dakwah, yaitu proses penyampaian pesan dakwah kepada mad’u. Selain itu, komunikasi dalam proses dakwah tidak hanya ditujukan untuk memberikan pengertian, mempengaruhi sikap, membina hubungan sosial yang baik, tetapi tujuan terpenting dalam komunikasi dakwah adalah mendorong mad’u untuk 12 Quraisy Syihab, Membumikan Al- Qur’an, Bandung: Mizan, 1997, h. 40 bertindak melaksanakan ajaran-ajaran agama terlebih dahulu memberikan pengertian, mempengaruhi sikap, dan membina hubungan baik. 13 Dakwah dikatakan berhasil apabila semua unsur dalam dakwah dipenuhi dan bisa dioperasikan dengan baik. Adapun unsur-unsur dakwah tersebut adalah: a Da’i Seorang da’i hendaknya memiliki kepribadian yang baik bagi seorang da’i. Kepribadian itu bisa bersifat ruhaniah, psikologis, yang meliputi sikap, sifat dan kemampuan diri seorang da’i. Sifat dari pribadi da’i diantaranya, iman kepada Allah, ikhlas yang tidak mementingkan kepribadian, ramah dan penuh pengertian, tawadhu’ rendah diri, sederhana dan jujur, tidak egois, sabar. 14 Seorang da’i menyampaikan dakwah secara sengaja untuk mengajak setiap manusia ke jalan kebenaran sesuai dengan Al- Qur’an dan Hadits. b Mad’u Mereka yang menerima dakwah mad’u lebih tepat disebut mitra dakwah daripada sebutan objek dakwah, sebab sebutan yang kedua lebih mencerminkan kepasihan penerima dakwah, padahal sebenarnya dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan 13 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010, h. 25 14 Enung Asmaya, Aa Gym Sejuk Dalam Masyarakat Majemuk, Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004, h. 37 berfikir tentang keimanan, syari ’ah, dan akhlak kemudian untuk diupayakan dihayati dan diamalkan bersama-sama. 15 c Maddah Maddah materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i pada mad’u dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah adalah membahas ajaran Islam itu sendiri, sebab semua ajaran Islam yang sangat luas itu bisa dijadikan maddah dakwah Islam. Akan tetapi, ajaran Islam yang dijadikan maddah dakwah itu pada garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu, aqidah, akhlak dan syari’ah. 16 1. Aqidah Aqidah secara etimologi diambil dari kata ”aqad” yakni ikatan yang kuat. Dapat berarti juga teguh, permanent, saling mengikat, dan rapat. Dalam eksiklopedi Islam, aqidah dalam I’tiqad bersifat yang mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan rukun iman. 17 Pengertian aqidah secara terminologi yaitu, wajib dibenarkan hati dan jiwa menjadi tentram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Akidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian akidah dalam agama 15 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 90 16 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: Rajawali, 1996, h. 71 17 Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, Jakarta: PT. Wijaya, 1971, h. 1 maksudnya berkaitan dengan keyakinan, buakan perbuatan seperti akidah dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul. 18 Akidah dalam Islam adalah bersifat I’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan iman. 19 a Iman kepada Allah b Iman kepada Malaikat-Nya c Iman kepada Kitab-kitab-Nya d Iman kepada Rasul-rasul-Nya e Iman kepada hari akhir f Iman kepada qadha dan qadha 2. Akhlak Kata akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, dalam bentuk jamak dari khula yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara linguistik kata akhlak merupakan isim dari jaid. Maka akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang datang dari pencipta Allah SWT. Ada pula yang mengatakan akhlak yaitu perkataan jama’ dari bahasa Arab yang berarti khulk, sedangkan didalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan didalam Da’iratul Ma’arif dikatakan akhlak ialah sifat manusia yang terdidik. 20 Sedangkan menurut Al-Ghazali akhlak diartikan sebagai 18 AA. Hamid Al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, Jakarta: Naga Swadaya, 2004, h. 34 19 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 60 20 Asamaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1992, h. 1 suatu sifat yang tetap pada seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan yang mudah tanpa membutuhkan sebuah pemikiran. Secara garis besar akhlak terbagi menjadi: a Akhlak kepada Allah b Akhlak terhadap sesama manusia 3. Syariah Secara etimologis berarti jalan. Syariah adalah segala yng diturunkan oleh Allah SWT. Kepada nabi Muhammad SAW. Berbentuk wahyu di dalam Al- Qur’an dan Sunnah. Sedangkan secara terminologi syariah ialah ketentuan norma Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan ibadah dan hubungan manusia dengan sesamanya muamalah. 21 Syariah yang mencakup pengertian dalam hukum-hukum yang berdalil pasti dan tegas yang tertera dalam Al- Qur’an dan Hadits shahih atau ditetapkannya dengan ijma’. a Ibadah dalam arti sempit seperti, thaharah, sholat, zakat, shaum puasa, haji bila mampu. b Muamalah dalam arti luas meliputi: Al-Qununul Khas hukum perdata; muamalah hukum niaga, munakahat hukum nikah, waratsah hukum waris dan sebagainya. Kemudian Al- Qununul’am hukum publik, hinayah hukum pidana, khilafah hukum negara, jihad hukum perang dan damai dan sebagainya. 21 M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, h. 343 d Media Dakwah Media berasal dari bahasa Latin y aitu “median” yang berarti alat perantara. Pengertian media secara istilah segala sesuatu yang dapat dijadikan alat perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 22 Media adalah alat atau perantara dalam menyampaikan dakwah, saat ini para juru dakwah da’i sudah menggunakan teknologi. Dengan cara berdakwah melalui berbagai media, seperti media cetak yaitu melalui buku, koran, majalah dan novel. Melalui media elektronik yaitu radio, televisi, hingga dakwah melalui internet. e Metode Dakwah Metode dakwah adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut Thariq. 23 Metode dakwah dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang dipakai oleh seorang juru dakwah untuk menyampaikan materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi jika disampaikan lewat metode yang tidak benar, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Terkait dengan aktivitas dakwah, metode dakwah yang dapat digunakan antara lain: 22 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993, h. 165 23 Hasanudin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 35 1. Metode bil-Hikmah, artinya pernyataan yang tegas lagi benar dengan disertai dalil atau bukti yang kuat untuk menjelaskan yang haq dan menghilangkan yang bathil atau subyhat. 2. Metode Mau’idhah Hasanah, artinya dakwah dengan nasihat dan pengajaran dengan disertai contoh-contoh yang baik sesuai dengan tingkat pemikiran objek dakwah. 3. Metode Mujadalah bil-Lati Hiya Ahsan. Artinya perdebatan yang dilakukan dengan cara yang baik, yakni dengan menggunakan dalil-dalil rasional tanpa mencaci maki atau memusuhi orang yang didebat. Perdebatan disini dimaksudkan untuk memberikan kepuasan kepada mereka yang menentang kebenaran ajaran Islam dan bukan untuk mencari kemenangan dan popularitas. Dengan katalain, mujadalah dalam aktivitas dakwah dapat diartikan sebagai usaha memperkuat pernyataan yang diperselisihkan dengan menggunakan argumentasi, metode dan etika yang sebaik- baiknya untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kebathilan. 4. Metode bil Qalam, artinya metode dakwah dengan cara melalui tulisan. Dakwah dengan tulisan misalnya dapat berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, pamflet, dan lain sebagainya. 5. Metode bil Hal, dapat berbentuk perilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, ulet, sabar, semangat, kerja keras, menolong sesama manusia, misalnya mendirikan rumah sakit, memelihara anak yatim piatu, mendirikan lembaga pendidikan, mendirikan lembaga -lembaga pekerjaan seperti: pabrik, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. 24 Metode komunikasi dakwah merupakan teknik, jalan yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesan-pesannya terhadap komunikannya. Pada setiap komunikasi dakwah yang dilakukan, komunikator mempertimbangkan secara cermat kondisi dan kemampuan komunikannya, misalnya dalam kemampuan berpikir, setiap individu ada yang senang berpikir mendalam, namun ada yang senang berpikir sedang, dan ada yang tidak senang berpikir mendalam. Metode dakwah sangat penting agar suatu dakwah dapat mencapai sasarannya secara akurat. Jadi, bukan asal telah melaksanakan dakwah saja, melainkan harus bisa dilihat keluarannya. Suatu pesan yang jelas al-balagh al-mubin memrlukan perincian, pesan mana yang disenangi dan cocok buat suatu kelompok masyarakat sehingga memperoleh sambutan, serta pesan mana yang kurang mengena dan tidak disenangi karena tidak memperoleh efek positif. Metoode tertentu yang diambil akan menampakkan perolehan hasil sesuai dengan target dan sasaran yang diharapkan, serta akan membantu mengefisienkan 24 http:id.shvoong.comsocial-scienceseducation2204303-metode dakwahixzz3CiVs3vRd gerakan dakwah karena perilaku manusia lahir pada hakikatnya merupakan ekspresi dan aktualisasi dari situasi jiwa.

C. Pengertian Novel

1 Pengertian Novel Novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan dari kata “novies” yang berarti baru. Menurut Henry Tarigan dalam bukunya Prinsip-Prinsip Dasar Sastra dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa narasi, bersifat imajinatif, ceritanya lebih panjang dari cerpen, merupakan peniruan dari kehidupan manusia, dan melibatkan banyak tokoh. 25 Novel adalah salah satu karya yang berbentuk prosa, dimana sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. 26 Novel merupakan jenis prosa fiksi. Prosa fiksi adalah karya sastra yang khasnya mempunyai elemen-elemen seperti: plot, tokoh, setting, dan lain-lain. Dalam sebuah novel juga cenderung menitikberatkan munculnya kompleksitas. Novel merupakan produk masyarakat kota 25 Ismail Kusmayadi, Think Smart Bahasa Indonesia, Bandung: Media GrafindoPratama 2006, h. 45 26 Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, h. 99 yang terpelajar, mapan, kaya, cukup waktu luang untuk menikmatinya. Di Indonesia, masa perkembangan terjadi pada tahun 1970-an. 27 2 Pengertian Novel Islam Novel Islam merupakan novel yang berisikan kisah cerita yang memiliki nilai-nilai dakwah. Dalam alur cerita novel tersebut, menyisipkan unsur dakwah. Nilai-nilai dakwah yang dimasukkan dalam isi cerita novel Islam sengaja dimasukkan oleh pengarang novel. Biasanya nilai-nilai dakwah yang dimasukkan seperti aqidah, akhlak, dan syari’ah. Menurut Sunarwoto Prono Legsono dalam buku Menandai Kebangkitan Fiksi Islam, mengartikan sastra Islami dalam 3 bagian: 1 Sastra Islami adalah karya sastra yang menampilkan persoalan tema dan latar belakang dunia Islam. Tidak hanya dalam konteks Indonesia, tetapi dunia Islam secara universal. 2 Sastra Islami adalah karya yang menampilkan tokoh-tokoh Islam. Para pelaku cerita adalah orang-orang Islam yang berjuang atau memperjuangkan ke-Islamannya. 3 Para penulis adalah orang-orang Islam. 27 Jacob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1970-1977, Bandung: Alumni, 1999, h. 12

D. Novel Sebagai Bentuk Sastra

Karya sastra adalah karya yang kreatif, sehingga ada hal yang baru muncul, sastra mempunyai intensitas terhadap realitas bukan sekedar meletakkan kembali realitas tersebut. 28 Dalam hal ini beberapa para ahli yang mengungkapkan pengertian dari sastra: 1 Menurut M. Atar Semi, bahwa sastra adalah bentuk seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. 29 2 Panuti Sujiman mengemukakan, sastra adalah karya lisan dan tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, karakteristik, keindahan dalam isi dan ungkapannya. 30 3 Menurut Jan Van Luxembrug, pada dasarnya sastra adalah seni kreatif. Hal ini lahir karena adanya objek peristiwa dari kegiatan manusia itu sendiri. Dan sastra merupakan ciptaan sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi. 31 Segala yang berhubungan dengan sastra adalah sesuatu yang bisa dipahami dan mengerti. Dan sebuah karya sastra selalu mengandung banyak pesan di dalamnya, yang dirangkai dengan kata-kata indah. 28 Goenawan Muhammad, Sejarah Sastra Indonesia, Perkembangan Yang Tak Pernah Mengagetkan, Prisma no. 8tahun 1998, h. 53 29 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, 1998, h. 8 30 Panuti Sujiman, Kamus Istilah Sastra, Jakarta: UI Press, 1990, h. 71 31 Jan Van Luxembrug, Pengantar Ilmu Sastra, Terjemahan Dick Hartoko ,Jakarta: PT. Gramedia, 1989, h. 112