BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah sistem yang sempurna bagi kehidupan, baik kehidupan pribadi, umat, kehidupan dengan semua seginya seperti pemikiran, jiwa, dan
akhlak. Juga pada segi kehidupan ekonomi, sosial maupun politik. Ekonomi adalah bagian dari Islam, ia adalah bagian yang dinamis dan bagian yang
sangat penting, tetapi bukan asas dan dasar bagi bangunan Islam, bukan titik
pangkal ajarannya, bukan tujuan risalahnya, bukan ciri peradabannya dan bukan pula cita-cita umatnya.
Ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri tetepi merupakan kebutuhan bagi manusia dan sarana yang lazim baginya agar bisa
hidup dan bekerja untuk mencapai tujuannya yang tinggi. Ekonomi merupakan sarana penunjang baginya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan
risalahnya.
1
Islam sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan sempurna memberi tempat sekaligus menyatukan unsur kehidupan lahir dan bathin
dengan memayunginya di bawah prinsip keseimbangan atau dengan bahasa Afzalur Rahm
ān mengkombinasikan keduanya secara harmonis.
2
Jelaslah bahwa Islam bukan ajaran tentang akhirat saja, yang menyuruh manusia hanya agar menyelamatkan jiwa mereka untuk akhirat
melalui ritual ibadah belaka, akan tetapi juga kebutuhan fisik harus terpenuhi. Ajaran tentang perlunya keseimbangan ini sesungguhnya tidak bisa dilepaskan
dari tujuan Islam itu sendiri, yaitu memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan adanya keseimbangan ini pula diharapkan manusia dapat mengambil
kerahmatan dari Islam. Sistem ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
1
Y ūsuf al-Qard}awi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, alih bahasa.
Didin Hafiduddin, Setiawan Budi Utomo, Aunurrafiq, Saleh Tahmid Jakarta: Rabbani Press, 1997, 28.
2
Afzalur Rahm ān, Doktrin Ekonomi Islam, Alih Bahasa Soeroyo dkk Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Wakaf, 1995, I: 14.
adalah sistem yang membawa bahagia bagi seluruh umat manusia dan memimpinnya kepada kesempurnaan.
3
Meskipun demikian, suatu kerahmatan pada dasarnya adalah sebuah potensi yang perlu diaktualisasikan. Islam tidak bisa menyebarkan
kemaslahatan atau kerahmatan tanpa diaktualisasikan oleh manusia itu sendiri dalam setiap aspek kehidupan.
Dalam kaitan ini, akan dikaji salah satu aspek kehidupan manusia, yaitu aspek hubungan dengan manusia yang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa
pada dasarnya setiap manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, tanpa adanya bantuan dari yang lain, hal ini disebabkan
karena manusia itu kodratnya sebagai makhluk sosial. Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya yang berjudul Asas-asas Hukum
Muamalat menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial disadari atau tidak selalu berhubungan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pergaulan hidup tempat setiap orang melaksanakan pergaulan perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain, dalam agama Islam disebut
dengan istilah muamalat.
4
Masalah muamalat senantiasa berkembang di dalam kehidupan masyarakat, tetapi dalam perkembangannya perlu sekali
adanya perhatian dan pengawasan, sehingga tidak menimbulkan kesulitan mudhar
āt, ketidakadilan, dan penindasan atau pemaksaan dari pihak-pihak
3
Hamka, Tafsir al-Azh ār Surabaya: Pustaka Islam, 1983, XVII: 149.
4
Ah ̣mad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat Hukum Perdata Islam
Yogyakarta: UII Press, 2000, 11.
tertentu sehingga prinsip-prinsip dalam bermuamalat dapat dijalankan.
5
Salah satu bentuk mu’amalat adalah jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai
aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai
khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Abdurrahman bin Auf adalah salah satu contoh sahabat Nabi SAW yang lahir sebagai seorang mukmin yang tangguh berkat hasil pendidikan di pasar. Dia
menjadi salah satu orang kaya yang amanah dan juga memiliki kepribadian ihsan.
Sejarah telah membuktikan, bahwa lantaran perdagangan, kekayaan dan kemakmuran bangsa Quraisy terus berkembang. Perdagangan merupakan
induk keberuntungan. Ia berkedudukan lebih tinggi dibanding pertanian, industri, dan jasa. Perdagangan merupakan pertanda baik dan kesejahteraan
yang akan menjadi tulang punggung untuk memperoleh kekayaan. Dunia perdagangan yang lengkap dengan seluk beluk di dalamnya,
memungkinkan untuk memperluas wawasan pergaulan dan gerakan geografis menjelajahi dunia serta persaingan ketat sehingga memberikan dorongan
untuk tidak menyerah.
6
5
Ah ̣mad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat Hukum Perdata Islam
Yogyakarta: UII Press, 2000, 17.
6
Buchari Alma, Ajaran Islam dalam Bisnis Bandung: CV. Alfabeta, 1993, 47.
Perdagangan merupakan jalan yang wajar dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ia adalah jalan penuh liku yang menghendaki
keuletan dan kepandaian untuk memperoleh keuntungan bersih dari pokok pembelian. Oleh karena itu ia memberlakukan kepintaran atau ilmu, karenanya
ia sama sekali tidak merampas hak-hak milik orang lain, melainkan dilakukan secara timbal balik antara masing-masing pihak.
7
ƒ ƒ ƒÈ È
ƒ
8
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” Seorang penjual berhak mendapatkan keuntungan dari usahanya,
sedang seorang pembeli berkewajiban untuk memberikan konpensasi bagi jasa yang telah ia terima dari penjual. Dalam keuntungan yang wajar, tidak saja
dimaksudkan untuk kebutuhan konsumtifnya saja tetapi juga ia mampu mengembangkan usahanya produktif.
9
7
Ibnu Khaldun, Ibnu Khaldun tentang Sosial dan Ekonomi, editor Rusan Jakarta: Bulan Bintang, 1993, 108.
8
Al-Nis ā 4: 29
9
Syarifuddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Jakarta: Haji Masagung, 1988, 113.
Y ūsuf al-Qard}awi dalam bukunya Peran Nilai dan Moral dalam
Perekonomian Islam mengemukakan di antara nilai transaksi yang terpenting adalah kejujuran. Ia merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang
paling menonjol dari orang-orang beriman. Bahkan, kejujuran merupakan karakteristik para nabi. Tanpa kejujuran kehidupan agama tidak akan berdiri
tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik. Sebaliknya, kebohongan adalah pangkal kemunafikan dan ciri-ciri orang munafiq. Cacat pasar
perdagangan di dunia kita ini dan yang paling banyak memperburuk citra perdagangan adalah kebohongan, manipulasi, dan mencampuraduk kebenaran
dengan kebatilan, baik secara dusta dalam menerangkan spesifikasi barang dagangan dan mengunggulkannya atas yang lainnya, dalam memberitahu
tentang harga belinya atau harga jualnya kepada orang lain maupun tentang banyak pemesanan dan lain sebagainya.
10
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.
ƒ
ƒ
10
Y ūsuf al-Qard}awi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, ahli bahasa.
Didin Hafiduddin, Setiawan Budi Utomo, Aunurrafiq, Saleh Tahmid Jakarta: Rabbani Press, 1997, 293.
Artinya : Telah menceritakan Abdullah bin Sabbah, meriwayatkan kepada kami Abu Ali al-Hanafi, dari Abdul Rahman bin Abdullah bin
Dinar berkata, meriwayatkan kepadaku Ayahku dari Abdullah bin Umar Ra.: Rasulullah Saw melarang jual beli hadiru libadin
transaksi orang kota dengan orang desa untuk menjualkan barangnya dengan harga yang lebih tinggi
ƒ
È
ƒ ƒ
Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Abu Bakar bin Abi Shaibah, telah meriwayatkan kepada kami Abdullah bin
Idris dan Yahya bin Said dan Abu Usamah, dari Ubaidillah. Dan telah meriwayatkan kepada kami Zuhair bin Harb,
meriwayatkan kepada kami
Yahya bin Said dari Ubaidillah,meriwayatkan kepadaku Abu al-Zanad dari al-
‘Araj, dari Abi Hurairah berkata: Melarang Rasulullah Saw jual beli al-Has}at dan jual beli gharar.
ƒ
ƒ
~ ƒ
n
Artinya : Telah menceritakan Musa bin Ismail kepada kami, telah
menceritakan Abd al-Aziz bin Muslim kepada kami, telah menceritakan Abdullah bin Dinar, Ia berkata aku mendengar dari
Ibn Umar Semoga Allah memberika Keridhoan kepada mereka berdua berkata, Seorang lelaki melaporkan kepada Rasulullah
saw. bahwa ia tertipu dalam jual beli. Maka Rasulullah saw. bersabda: Katakanlah kepada orang yang kamu ajak berjual-beli:
Tidak boleh menipu Sejak itu jika ia bertransaksi jual beli, ia berkata: Tidak boleh menipu
Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang pedagang harus berlaku jujur,menjelaskan cacat barang barang dagangan yang ia ketahui, yang tidak
terlihat oleh pembeli. Demikian juga kualitas produk harus sesuai dengan apa yang disampaikan produsen baik melalui informasi atau promosi.
11
Berdasarkan latar belakang inilah, penulis menganggap bahwa hadis- hadis tentang transaksi yang dilarang dalam jual beli perlu dikaji untuk
11
Ilfi Nur Diana, M.Si, Hadis-hadis Ekonomi, Malang, UIN Malang Press,2008 220.
mendapatkan jawaban tentang bagaimana pemaknaan hadis tersebut dan bagaimana relevansinya pada masa sekarang.
B. Rumusan Masalah