keadaannya dan belum mampu untuk diserahkan saat itu. Maka, transaksi ini termasuk dalam transaksi gharar, karena ada unsur penipuan.
48
5. Muhaqalah, Mukhadarah, Mulamasah, Munabadzah, dan Muzabanah
ƒ • •ƒ • ƒ •
ƒ• ƒ
49
Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Said bin ‘Ufair, ia berkata meriwayatkan kepadaku al-Laits, ia berkata meriwayatkan kepadaku
‘Uqail, dari Ibn Sh}ihab, ia berkata mengkhabarkan kepadaku ‘Amir bin Sa’ad, bahwasanya Rasulullah Saw melarang munabadzah, yaitu penjual menjajakan
pakaian yang dimiliki untuk dijual dan pembeli tidak memegang atau melihat barang tersebut, dan Rasulullah Saw juga melarang mulamasah, yaitu penjual
48
Ibn Hajar al-Asqalani Abul-Fadl Ahmad ibn Ali ibn Muhammad, Fath al-Bari Sharh Sahih al-Bukhari, Juz VI Beirut: D
ār al-Fikr 472.
49
Abi Abdill āh Muhammad ibn Ismāil ibn Ibrāhim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-
Bukh āri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz II Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H 1981 M, h. 85. Lihat juga
di; A mad ibn Shu`ayb ibn Alī ibn Sīnān Abū `Abd ar-Ramān al-Nasāī, Sunan al-Kubra al-
Nas āī, Riyadh, Dar al-Ma’arif hadis no. 4639
dan pembeli menyentuh pakaian yang dijual atau barangnya tanpa perlu memeriksa atau membukanya.
ƒ
È
ƒ• ƒ ƒ•ƒ• ƒ•
50
Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Ishaq bin Wahb, meriwayatkan kepada kami ‘Umar bin Yunus, ia berkata meriwayatkan kepadaku
ayahku, ia berkata meriwayatakan kepada Ishaq bin Abi Thalhah al-Anshari, dari Anas bin Malik Ra. Bahwasanya melarang Rasulullah Saw muhaqalah,
mukhadarah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah.
ƒ •
ƒ
51
Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Abdullah bin Yusuf, mengkhabarkan kepada kami Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin ‘Umar Ra
50
Abi Abdill āh Muhammad ibn Ismāil ibn Ibrāhim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-
Bukh āri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz II Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H 1981 M, h. 180
51
Abi Abdill āh Muhammad ibn Ismāil ibn Ibrāhim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-
Bukh āri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz II Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H 1981 M, h. 159. Lihat
juga di; Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi Al-Naisaburi, al-Jami‘ al- Sahih, Juz II Beirut: Dar al-Fikr, [t.t. hadis no. 1534, h. 714
bahwasanya Rasulullah Saw melarang jual beli buah yang belum panen, dan Rasulullah juga melarang orang untuk menjual barang dagangannya tersebut.
È
ƒ
ƒ
52
Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Ismail, ia berkata meriwayatkan kepadaku Malik, dari Muhammad bin Yahya bin Hibban, dan dari
Abi al-Zanad, dari al-‘Araj, dari Abi Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah saw. melarang sistem jual beli mulamasah wajib membeli jika pembeli telah
menyentuh barang dagangan dan munabadzah sistem barter antara dua orang dengan melemparkan barang dagangan masing-masing tanpa memeriksanya
Syarah Hadis
Kalimat munabadzah dalam hadis Abi Sa’id tersebut menunjukkan bahwa membeli barang tanpa diketahui barangnya termasuk dalam kategori
penipuan. Transaksi jual beli ini juga termasuk dalam kategori spekulasi
52
Abi Abdill āh Muhammad ibn Ismāil ibn Ibrāhim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-
Bukh āri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz II Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H 1981 M, 88. Lihat juga
di; Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi Al-Naisaburi, al-Jami‘ al-Sahih, Juz VI Beirut: Dar al-Fikr, [t.t. hadis no. 3874, h. 702. Lihat juga di; Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal Abu `Abd Allah al-Shaybani, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Beirut: Muassasah al- Risalah hadis no. 9170. A
mad ibn Shu`ayb ibn Alī ibn Sīnān Abū `Abd ar-Ramān al-Nasāī, Sunan al-Kubra al-Nas
āī, Riyadh, Dar al-Ma’arif hadis no. 4526. Lihat juga di; Abu Abdullah Muhammad bin Yazi{d bin Abdullah bin Majah Al Quzwaini}, Sunan Ibn Majah, Juz III Beirut:
Dar al-Ma’rifat, 1996 hadis no 2254.
dikarenakan pembeli hanya diberikan pilihan untuk membeli barang yang disentuhnya tanpa melihat barang itu cacat atau tidak. Dan dari riwayat Ibnu
Majah diriwayatkan dari Sufyan, mengatakan bahwa munabadzah itu seperti seorang yang mengatakan ‘berikan barang yang ada pada engkau, dan aku akan
memberikan barang yang ada padaku’. Jual beli ini termasuk dalam kategori barter barang dagangan, akan tetapi dengan harga yang telah ditentukan tanpa
melihat keadaan barang. Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian munabadzah,
diantara perbedaan pendapat itu, pertama, menjadikan lemparan sebagai transaksi jual beli. Kedua, menjadikan lemparan sebagai transaksi jual beli tanpa ada tawar-
menawar. Ketiga, menjadikan lemparan sebagai tanda berakhirnya khiyar. Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa munabadzah adalah jual beli hashah,
namun sebenarnya keduanya berbeda. Transaksi mulamasah yaitu penjual dan pembeli menyentuh pakaian
yang dijual atau barangnya tanpa perlu memeriksa atau membukanya. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian ini, pendapat pertama
mengatakan bahwa mulamasah itu ialah penjual membawa pakaian yang hendak dijualnya dalam keadaan terlipat atau di tempat yang gelap lalu si penawar
menyentuhnya lalu penjual berkata kepadanya, Aku jual pakaian ini kepadamu dengan syarat engkau tidak perlu melihatnya cukup menyentuhnya saja
menyentuhnya sama dengan melihatnya. Pendapat kedua mengatakan bahwa mulamasah itu ialah apabila penjual mensyaratkan sentuhan tersebut sebagai
batas berakhirnya hak khiyar pilih bagi si pembeli.
Semua bentuk jual beli munabadzah dan mulamasah yang telah dijelaskan di atas hukumnya haram, karena termasuk dalam bab perjudian
untung-untungan. Dan jual beli ini dianggap bathil. Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar V247, Illat alasan dilarangnya jual beli mulamasah
dan munabadzah adalah adanya unsur gharar tipuan, ketidakjelasan dan batalnya hak khiyar bagi si pembeli.
Muhaqalah yaitu menjual makanan yang masih di tangkainya, konsep larangan tersebut terdapat pada menjual barang yang belum diketahui hasilnya,
seperti menjual gandum, padi yang belum menjadi beras. Ada juga pendapat yang mengatakan muhaqalah itu menjual buah yang belum diketahui hasil buahnya.
Ada beberapa pendapat ulama mengenai jual beli barang dagangan seperti buah yang masih mentah dan belum diketahui masa panennya. Sedangkan
mukhadarah adalah jual beli buah yang masih mentah dan belum layak untuk dijual, atau menjual padi yang belum layak untuk di panen. Ada beberapa
perbedaan pendapat mengenai jenis transaksi ini, menurut al-Syafi’i bahwa boleh melakukan transaksi buah yang jelas matangnya buah tersebut, dan boleh juga
yang masih mentah akan tetapi disyaratkan dengan harga yang sesuai, akan tetapi tidak boleh menjual buah kelapa yang masih kecil. Dari mazhab Hanafi
membolehkan secara mutlak dan boleh memutus transaksi jual beli jika ada terdapat perbedaan yang telah disepakati bersama, sedangkan dari mazhab Maliki,
hanya boleh jika jelas manfaatnya, hal demikian karena kebutuhan dari pembeli.
53
53
Ibn Hajar al-Asqalani Abul-Fadl Ahmad ibn Ali ibn Muhammad, Fath al-Bari Sharh Sahih al-Bukhari, Juz VII Beirut: D
ār al-Fikr 39.
6. Najsy