Pengertian Sanksi Pidana Sistem Sanksi Pidana dalam Hukum Positif

BAB III SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Pengertian Sanksi Pidana

Dalam membahas perihal hukum pidana, diantara persoalan penting yang mustahil dilewatkan begitu saja ialah perihal sanksi pidana atau hukuman dihubungkan dengan berat ringannya kejahatan maupun berkenaan dengan tujuan sanksi pidana dikaitkan dengan perlindungan terhadap masyarakat khususnya pihak korban. Sanksi pidana terdiri dari dua kata sanksi dan pidana. Kata sanksi berarti tindakan hukum yang memaksa orang untuk menepati janji atau menaati hukum. 25 Sedangkan kata pidana berasal dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Belanda disebut “straf” dan dalam bahasa inggris disebut “penalty” artinya hukuman. 26 Dalam kamus lain sanksi pidana bisa diartikan juga sebagai salah satu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, undang-undang, norma-norma hukum. 25 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994, h. 692 26 Subekti dan Tjitrosoedibyo, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, 1990, h. 83 Penegakan hukum pidana menghendaki sanksi hukum yaitu sanksi terdiri atas cerita khusus yang dipaksakan kepada si bersalah. 27

B. Macam-Macam Sanksi Pidana hukuman

Menurut hukum positif sebagaimana yang tercantum dalam pasal 10 kitab undang-undang hukum pidana KUHP, hukuman itu terdiri dari dua macam yaitu:

1. Hukuman Pokok

Yaitu hukuman yang dapat dijatuhkan bersama-sama pidana tambahan, dan dapat juga dijatuhkan sendiri. 28 Macam-macam hukuman pokok ialah:

a. Hukuman Mati

Hukuman mati masih tetap dipertahankan dalam KUHP di Indonesia. Walaupun sejak tahun 1870 hukuman mati ini telah dihapuskan dari KUHP Nederland. Adapun tindak pidana yang diancam hukuman mati yang penulis kutip dari Media Hukum dan HAM ada 14 peraturan Indonesia yang membenarkan berlakunya hukuman mati, yaitu: 29 1 Pasal 104 KUHP: Makar membunuh Presiden dan Wakil Presiden. 27 Soesilo Prajogo, Kamus Hukum Internasional Indonesia, Jakarta: WIPRES, 2007, cet. Ke-I, h. 436 28 Hartono Hadi Soeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1993, cet. Ke-I, h. 109-110 29 Media Hukum dan HAM, Pusat Study Hukum dan HAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 6 “Makar dengan maksud untuk membunuh atau merampas kemerdekaan atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara”. 2 Pasal 124 3 KUHP: Kejahatan terhadap keamanan Negara. “Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara paling lama 20 tahun dijatuhkan jika: a Memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh, menghancurkan atau merusak sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki suatu alat penghubung gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat ataupun bagian daripadanya. b Menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru hara pemberontakan atau diserse dikalangan Angkatan Perang. 3 Pasal 340 KUHP: Pembunuhan berencana. “Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan moord, dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara semantara selama-lamanya 20 tahun. 4 Pasal 365 4 KUHP: Pencurian dengan kekerasan. “Diancam dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 10 dan 3. 5 Pasal 444 KUHP: Kejahatan terhadap pelayaran. “Jika perbuatan kekerasan yang diterangkan pasal 438-441 mengakibatkan seseorang yang dikapal diserang atau seseorang yang diserang itu mati maka nahkoda, panglima atau pemimpin kapal dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan kekerasan diancam dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun. 6 dan 7 Pasal 479 K ayat 2 KUHP dan pasal 479 0 ayat 2 KUHP: Kejahatan penerbangan dan prasarana. “Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 tahun”. 8 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun1999: Korupsi atau merugikan Negara dalam keadaan tertentu. “Tindakan korupsi untuk memperkaya orang lain atau orang lain diancam dengan hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun ditambah denda minimal 200 jutu atau maksimal satu milyar”. 9 Pasal 80-82 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang: Memproduksi, mengolah, menyediakan narkotika. Pasal 80 1 Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a. Memproduksi, mengolah, mengkonversi, perakit, atau menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, atau pidana penjara selama-lamanya 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 satu miliar rupiah. 2 Apabila tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam: a. Ayat 1 huruf a didahului dengan pemufakatan jahat, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 2. 000.000.000.00 dua miliar rupiah. 3 Apabila tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam: a. Ayat 1 huruf a dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atu pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000.00 lima ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 5.000.000.000.00 lima miliar rupiah. Pasal 81 4 Apabila tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam: a. Ayat 1 huruf a membawa, mengirim, mengangkut narkotika golongan I dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000.00 lima ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 4.000.000.000.00 empat miliar rupiah. Pasal 82 1 Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: a. Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara jual beli, atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 satu miliar rupiah. 2 Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a didahului dengan pemufakatan jahat maka terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam: a. Ayat 1 huruf a, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara seumur 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 2.000.000.000.00 dua miliar rupiah. 3 Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam: a. Ayat 1 huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000.00 lima ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 3.000.000.000.00 tiga miliar rupiah. 10 Pasal 59 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997: Menyalahgunakan obat-obatan psikotropika secara terorganisasi. 1 Barang siapa: a. Menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam pasal 4 ayat 2, atau b. Memproduksi atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 c. Mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal12 ayat 3, atau d. Mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan, atau e. Secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika golongan I. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 150.000.000.00 seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 750.000.000.00 tujuh ratus lima puluh juta rupiah. 2 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat 1 dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000.00 tujuh ratus lima puluh juta rupiah. 11 Perpu Nomor 1 tahun 2002 Jo pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 2003 tentang terorisme: “ Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat misal, dengan cara merampas atau menghilangkan nyawa harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas public atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun”. Di dalam praktek terdapat peraturan-peraturan lain bagaimana hukuman mati itu harus dilaksanakan, yaitu: 30 a Dilaksanakan di dalam penjara; b Dilaksanakan oleh penuntut umum dan hakim yang bersangkutan yang mengadili si terhukum; c Didampingi seorang dokter yang memastikan bahwa si terhukum benar-benar mati; d Dilaksanakan oleh seorang algojo yang merupakan seorang pejabat negeri; e Tiga kali dua puluh empat jam sebelum hukuman mati dijalankan polisi harus diberitahukan kepada ketua terhukum oleh ketua pengadilan negeri atau yang diwakilkan dengan dibantu oleh panitera, atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat maka oleh jaksa; 30 Satochid Kertanegara, Kumpulan Kuliah Hukum Pidana, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, tth, cet. Ke-I, h. 273 f Sejak si terhukum diberi tahu tentang hari akan dijalankannya hukuman mati, ia harus dijaga ketat; g Seorang terhukum mati harus diizinkan bertemu dengan guru keagamaan atau pendeta; h Persiapan-persiapan untuk menjalankan hukuman mati harus dilakukan tanpa diketahui atau dapat terlihat oleh si terhukum; i Hukuman mati tidak boleh dijalankan pada hari minggu, hari raya nasional atau keagamaan. 31

b. Hukuman Penjara

Di Indonesia si terhukum selalu menjalani hukuman penjara bersama-sama dengan terhukum lainnya, karena Indonesia tidak menganut system cellulair, sehingga hal ini semakin memberatkan si terhukum orang yang melakukan kejahatan yang bukan dikarenakan bakat-bakat jahatnya. Akan tetapi oleh karena mengalami kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, atau penderitaan, kemudian melakukan kejahatan setelah pada dirinya di hinggapi pikiran-pikiran yang melemahkan. Oleh karena itu timbulah anggapan bahwa penjara itu justru merupakan “kursus kejahatan” bagi mereka yang sebenarnya tidak mempunyai bakat jahat, akan tetapi perbuatannya hanyalah dikarenakan oleh kesulitan hidup

c. Hukuman Kurungan

31 Wiryono Projodikoro, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Erasco, 1989, cet. Ke-VI, h. 168 Jenis hukuman kurungan sifatnya mirip dengan hukuman penjara dengan perbedaan sebagai berikut: Pertama: Hukuman penjara diancamkan terhadap kejahatan berat, sedangkan hukuman kurungan diancamkan sebagai hukuman alternatif. Kedua: Hukuman penjara maksimal 15 tahun yang apabila disertai masalah- masalah tertentu dapat dinaikan menjadi 20 tahun. Sedangkan maksimum hukuman kurungan satu tahun yang hanya dapat dinaikan menjadi satu tahun empat bulan jika ada ,masalah-masalah yang memberatkan. Ketiga: Hukuman penjara pelaksanaannya dapat dilaksanakan disemua tempat. Sedangkan hukuman kurungan hanya dapat dilaksanakan di dalam lingkungan daerah dimana terhukum bertempat tinggal. Jika terhukum tidak mempunyai tempat tinggak maka dihukum di dalam di daerah dimana ia berada.

d. Hukuman Denda

Hukuman denda adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap harta kekayaan terhukum.

2. Hukuman Tambahan

Sesuai dengan namanya maka pidana ini tidak dapat dijatuhkan tersendiri. Jadi selalu dijatuhkan bersama-sama pidana pokok. 32 Macam-macam hukuman tambahan sebagai berikut: a. Pencabutan hak-hak tertentu 32 Hadi Soeprapto, Pengantar Tata Hukum, h. 109 Jenis hukuman tambahan ini disebut juga erestal, maksudnya hukuman tambahan ini dijatuhkan terhadap kehormatan atau martabat seseorang. Adapun hak- hak yang dapat dicabut ini meliputi lapangan hukum tata Negara dan lapangan hukum perdata. Hal ini diatur dalam pasal 35 KUHP 1 yaitu hak-hak yang dapat dicabut itu adalah: 1 Hak untuk memangku jabatan tertentu; 2 Hak untuk bekerja dalam angkatan perang atau alat kekuasaan lainnya; 3 Hak untuk memilih atau dipilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR atau Daerah yang diatur menurut undang-undang; 4 Hak untuk menjadi penasihat atau wali terhadap orang yang bukan anaknya sendiri; 5 Hak untuk melakukan kekuasaan sebagai orang tua wali terhadap anaknya sendiri; 6 Hak untuk bekerja atau mata pencaharian tertentu. Adapun jangka waktu pencabutan hak tersebut di atas terikat oleh jangka waktu tertentu sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 KUHP yaitu antara sua tahun dan seumur hidup. 1 Seumur hidup Jika hukuman pokok yang dijatuhkan itu adalah hukuman mati atau hukuman seumur hidup. 2 Sekurang-kurangnya dua tahun atau setinggi-tingginya lima tahun lebih. Jika hukuman yang dijatuhkan itu adalah hukuman penjara atau hukuman kurungan. b. Penyitaan terhadap barang-barang tertentu Hukuman tambahan ini berupa perampasan atau pembinasaan terhadap barang- barang tertentu. Adapun barang-barang yang dapat dirampas itu adalah barang yang bersifat: 1. Milik terhukum sendiri, misalnya kepemilikan senjata api dengan tanpa izin; 2. Barang-barang yang diperoleh terhukum dari kejahatan; 3. Barang-barang yang dipergunakan oleh terhukum untuk melakukan kejahatan dengan sengaja. c. Pengumuman keputusan hakim Jika hukuman tambahan ini yaitu mengumumkan keputusan hakim agar umum mengetahui bahwa terhukum telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum. Hukuman tambahan ini hanya dapat dijatuhkan apabila dinyatakan dengan tegas dalam perumusan suatu delik. Pengumuman ini dilakukan oleh penuntut umum. Biasanya dilakukan melalui pers dengan biaya pengumuman menjadi tanggungan terhukum.

C. Sistem Sanksi Pidana dalam Hukum Positif

Tindak pidana yang sebagaimana tercantum dalam KUHP, sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang merupakan sesuatu yang dibuat oleh orang yang menimbulkan akibat pada orang lain baik merasa tidak senang, cidera maupun matinya seseorang. Menurut Moljatno, perbuatan pidana menurut wujud dan sifatnya bertentangan dengan cara atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, yaitu perbuatan hukum atau melawan hukum. 33 Lebih lanjut Moeljatno mengatakan bahwa perkataan perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada kedua keadaan konkret. Pertama, adanya jaminan yang tertentu, dan yang kedua adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu. 34 Ada dua macam jenis hukuman sebagaimana diatur dalam pasal 10 KUHP yaitu:

a. Pidana Pokok, terdiri atas:

1. Pidana Mati; 2. Pidana Penjara; 3. Kurungan; 4. Denda. b. Pidana Tambahan, terdiri atas: 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 33 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Aneka Cipta, 1993, h. 2 34 Ibid., h. 54 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman keputusan hakim. 35 1 Pidana Mati Pidana mati dijalankan oleh algojo ditempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat ditiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. 2 Pidana Penjara Pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu atau sementara ditentukan minimum dan maksimum lamanya penjara berjumlah 15 tahun atau 20 tahun untuk batas yang paling akhir. 36 3 Hukuman Kurungan Hukuman kurungan seringan-ringannya yang umum adalah satu hari dan hukuman seberatnya yang umum adalah 1 tahun dan waktu 1 tahun dapat ditambah paling lama sampai dengan 1 tahun 4 bulan. 4 Hukum Denda Hukum denda diancam sering kali sebagai alternatif dengan hukuman kurang terhadap hampir semua pelanggar hukum dalam buku III KUHP. 35 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1979, edisi kelima, h. 16 36 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996, cet. Ke-I, h. 173 Terhadap semua kejahatan ringan hukuman denda diancam sebagai alternative dengan hukuman penjara. 5 Pencabutan beberapa hak tertentu Hukum ini disebut dalam KUHP pasal 35-38 Pasal 35 1 hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP antara lain: a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu; b. Hak memasuki angkatan bersenjata; c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; d. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri; e. Hak menjalankan mata pencaharian tertentu Ayat 2 hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu. 6 Perampasan barang tertentu Perampasan harus mengenai barang-barang diatur dalam pasal 39-42 KUHP 7 Pengumuman keputusan hakim Pidana ini pun hanya dapat dikenakan dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang. Di dalam KUHP menentukan tindak pidana penistaan agama adalah kejahatan yang menodai suatu agama yang tercantum dalam pasal 156 a KUHP, yang berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: c. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; d. dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. 37 37 Moeljatno, S.H, Kitab undang-undang hukum pidana, cet. 21, h. 59

BAB IV SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Penistaan Agama

Perkataan “menista” berasal dari kata “nista”. Sebagian pakar mempergunakan kata celaan. Perbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan kata- kata dalam menerjemahkan kata smaad dari bahasa belanda. “Nista” berarti hina, rendah, cela, noda. 38 Dalam bahasa sansekerta istilah agama berasal dari “a” artinya kesini dan “gam” artinya berjalan-jalan. Sehingga dapat berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran, kumpulan hukum-hukum. Pendeknya apa saja yang turun temurun dan ditentukan oleh adaptasi kebiasaan. 39 Menurut M. Taib Thahir Abdul Muin, agama adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang peraturan tuhan dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan kelak di akherat. 40 38 Leden Marpaung SH, Tindak Pidana Terhadap kehormatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, cet. Ke-I, h. 11 39 Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, cet. Ke-2, h. 1 40 Ibid., h. 3