BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi, Epidemiologi dan Klasifikasi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks terhadap pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor
biologik spesifik dan faktor genetik yang sangat berpengaruh pada perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefenisikan sebagai
suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Saat ini diperkirakan
jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30 kgm
2
melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7 dari populasi orang dewasa di dunia.
2
Di Indonesia sendiri saat ini, walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang baku mengenai obesitas, data menunjukkan terjadinya
penambahan jumlah penduduk dengan obesitas, khususnya pada kota-kota besar. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian di Depok pada tahun 2003
yang mendapatkan 44 orang dengan berat badan lebih dan obesitas, dan angka ini ternyata meningkat tajam apabila dibandingkan dengan angka yang
diperoleh pada tahun 1992 di Jakarta pusat sebesar 17,1 . Pada tahun 2004 penelitian pernah juga dilakukan oleh HISOBI mengenai obesitas. Penelitian
ini mendapatkan kadar lemak tubuh orang indonesia 5 lebih tinggi dibandingkan suku kaukasian di Belanda.
2
Penelitian
Nurse Health Study
menunjukkan jumlah populasi obesitas yang semakin meningkat terutama pada penderita obesitas wanita dengan BMI
diatas 29 kgm
2
Penelitian ini juga mendapatkan turunnya angka mortalitas sebesar 15 pada populasi yang tidak obesitas dibandingkan yang obesitas.
12
Sedangkan penelitian oleh
the National Obesity Observatory
NOO di England mendapati peningkatan prevalensi obesitas pada orang dewasa
Universitas Sumatera Utara
dengan BMI diatas 30 kgm
2
dari tahun 1993 sebesar 13 hingga tahun 2008 sebesar 24 pada populasi pria dan dari 16 pada tahun 1993 hingga
kenaikan 25 pada tahun 2008 pada populasi wanita.
13
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengganti dipakai
body mass index
BMI atau indeks massa tubuh IMT. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk
mengukur tingkat populasi berat lebih dan obesitas pada orang dewasa. Pengukuran ini merupakan langkah awal dalam menetukan derajat adipositas,
dan dikatakan berkorelasi kuat dengan jumlah massa lemak tubuh.
12
Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks
Quetelet
yaitu berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat m
2
. Karena IMT menggunakan tinggi badan,maka pengukurannya harus dilakukan dengan
teliti.
3
Klasifikasi IMT yang direkomendasikan untuk digunakan adalah klasifikasi yang diadopsi dari
the National Institute of Health
NIH dan WHO, yang tertera pada tabel 2.1 dibawah ini. Definisi berat badan lebih dan
obesitas sangat tergantung dengan ras. Klasifikasi NIH dan WHO sering digunakan untuk ras kulit putih, hispanik dan ras kulit hitam. Untuk ras Asia ,
dikatakan berat badan lebih apabila IMT antara 23 hingga 24,9 kgm
2
dan obesitas apabila IMT
≥ 25 kgm.
14,15
Tabel 2.1 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT
15,16
Kategori IMT kgm
2
Berat badan kurang 18,5
Kisaran normal 18,5-24,9
Berat badan lebih ≥ 25
Pra-Obes 25,0-29,9
Obes Tingkat I 30,0-34,9
Obes Tingkat II 35,0-39,9
Obes Tingkat III 40,0
Universitas Sumatera Utara
Pembagian lain kategori Asia pasifik untuk wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah menggunakan klasifikasi dan kriteria obesitas sendiri seperti yang
terdapat di dalam tabel dibawah ini.
16
Tabel 2.2 Kategori berat badan berdasarkan klasifikasi Asia-Pasifik
15,16
Resiko Komorbiditas Klasifikasi
IMT kgm
2
Lingkar Perut
90 cmlaki-laki 80 cm wanita
≥ 90 cm laki-laki ≥ 80 cm wanita
Berat badan kurang 18,5
Rendah resiko meningkat pada
klinis lain Sedang
Kisaran normal 18,5-22,5
Sedang Meningkat
Berat badan lebih ≥ 23,0
Beresiko 23,0-24,9
Meningkat Moderat
Obes I 25,0-29,9
Moderat Berat
Obes II ≥ 30,0
Berat Sangat berat
Selanjutnya untuk memahami mekanisme terjadinya obesitas perlu pemahaman yang lebih, Tidak sekedar hanya semata-mata ketidak seimbangan
antara energi asupan dan energi pengeluaran pada obesitas, namun juga proses yang mendasarinya. Gambar 2.1 secara singkat menjelaskan pada keadaan
obesitas terjadi peningkatan
free fatty acid
dan keadaan pro-inflammasi yang berakibat terganggunya
uptake
glukosa di hati dan otot, terganggunya fungsi sel beta pankreas yang menyebabkan resistensi insulin, sehingga glukosa dalam darah
meningkat.
12
. Telah diketahui bahwa regulasi energi pada tubuh manusia diperankan oleh otak melalui sistem saraf yang mempengaruhi kerja hormon dan
sinyal yang terkait pada asupan nutrisi.
17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Patogenesis intoleransi glukosa pada penderita obesitas, dikutip dari Bray 2004
Peranan fetuin-A pada keadaan obesitas oleh sel adiposit di hati akibat stres oksidatif dan aktivasi sistim
Reactive Oxigen Spesies
ROS, secara fisiologis menghambat kerja reseptor insulin tirosin kinase yang merupakan
proses regulasi normal fosforilasi reseptor insulin sehingga mengakibatkan gangguan
glucosa-uptake
di hati hingga menyebabkan hiperinsulinemia dan akhirnya terjadi resistensi insulin. Keadaan ini memegang peranan dalam integrasi
metabolisme karbohidrat dan lemak, dan protein.
18
2.2 Fetuin-A