1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang masalah mengapa perlu dilakukan penelitian, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta
sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Berbagai macam masalah muncul dan semakin banyak dijumpai pada zaman globalisasi saat ini. Memasuki era globalisasi ini, Indonesia menghadapi persoalan
yang berarti sebagai konsekwensi hebatnya pengaruh globalisasi di segala bidang, bukan saja dalam masalah politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup serta
masalah keamanan yang akan menghadapi tantangan yang berat, akan tetapi juga dalam masalah khusus, seperti misalnya masalah-masalah penggunaan napza.
Peredaran pasar narkoba di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kasus tindak pidana berdasarkan tingkat pendidikan terdapat angka-
angka yang semakin mengkhawatirkan. Diantaranya pelaku tindak pidana narkoba dari tahun 2001 dan dibandingkan dengan data pada tahun 2006. Terdapat
perbedaan angka yang sangat signifikan. Pelaku tindak pidana narkoba oleh siswa SD sebanyak 246 kasus pada tahun 2001, kemudian meningkat tajam menjadi
3.247 kasus di tahun 2006. Di tingkat SLTP, dari 1.832 pada tahun 2001 menjadi 6.632 kasus di tahun 2006. Jumlah kasus di SMU, dari 2.617 pada tahun 2001
2 menjadi 20.977 kasus di tahun 2006. Sedangkan pada tingkat pendidikan
perguruan tinggi dari 229 kasus pada tahun 2001 menjadi 779 kasus di tahun 2006 Waluyo, 2008.
Sedangkan menurut Kepala Pusat Pengawasan Badan Narkotika Nasional mengatakan DKI Jakarta merupakan kota dengan kasus penyalahgunaan narkoba
terbesar di Indonesia. Tingkat prevalensi penyalahgunaan narkoba di DKI Jakarta mencapai 4,1. Sesuai data Badan Narkotika Nasional, tahun 2008 terdapat
6.980.700 narkoba yang disalahgunakan di DKI Jakarta. Setelah Jakarta, ada juga kota Yogjakarta yang tercatat memiliki penyalahgunaan narkoba tertinggi dengan
jumlah 2.537.000 disusul kota Maluku 968.900. Secara nasional, tahun 2008 terdapat 135.452 orang yang terlibat penyalahgunaan narkoba. Dan narkoba
terbanyak yang disalahgunakan adalah jenis narkotika, sebanyak 43.148 Ningtyas, 2009.
Data yang dihimpun oleh Badan Narkotika Nasional memperkirakan kerugian ekonomi akibat penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang
mencapai 57 triliun di tahun 2013. Jumlah tersebut naik drastis 75,93 dari angka Rp 32,4 triliun pada 2008. Sebab Indonesia tidak hanya menjadi negara
peredaran narkoba, melainkan sudah menjadi negara produksi narkoba. Di tahun 2008, kerugian 32,4 triliun terdiri dari kerugian biaya individual sebesar 26,5
triliun dan biaya sosial sebesar 5,9 triliun. Dalam biaya individual itu sebagian besar, yakni 58 dipakai untuk mengkonsumsi narkoba bagi para pecandu.
3 Sedangkan 66 biaya sosial digunakan untuk kerugian biaya kematian dini akibat
narkoba Manggiasih, 2010.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth pada bulan Mei dan Oktober 2003 Ratih, 2004, bahwa rata-rata pecandu narkoba berasal dari
kalangan ekonomi menengah ke bawah. Hampir 60 adalah keluarga yang berpenghasilan di bawah 500 ribu. Dan Elizabeth mengatakan berdasarkan hasil
penelitiannya banyak masyarakat kalangan bawah yang terjebak narkoba. Bahkan untuk meningkatkan taraf hidupnya mereka kemudian menjadi bandar narkoba.
Kondisi semacam ini sering menjadi sasaran bagi bandar narkoba untuk masuk keperangkap mereka sampai pada akhirnya tercipta sebuah ketergantungan
yang sangat sulit untuk dilepaskan. Dukungan dari keluarga tetap diperlukan agar para pecandu narkoba, tidak semakin terjerumus lebih parah sehingga proses
penyembuhan menjadi lebih mudah.
Permasalahan penyalahgunaan Napza mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik kedokteran jiwa, kesehatan jiwa,
maupun psikososial ekonomi, politik, sosial-budaya, kriminalitas, kerusuhan massal dan lain sebagainya. Dari sekian banyak permasalahan yang ditimbulkan
sebagai dampak penyalahgunaan Napza adalah antara lain, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara
drastis, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk Hawari, 2009.
4 United Nations Office on Drugs and Crime dalam Amrie, 2008
menjelaskan bahwa menetapkan, keberhasilan penanganan terhadap kasus penyalahgunaan narkoba ditentukan oleh tiga pencapaian. Pertama, berhenti atau
berkurangnya penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol. Kedua, meningkatnya kesehatan dan keberfungsian individu. Ketiga, menurunnya ancaman terhadap
kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk dari ancaman mewabahnya penyakit-penyakit yang juga disebabkan oleh gaya hidup manusia yang identik
dengan penyalahgunaan narkoba.
Mengingat bahwa
masalahnya sangat
kompleks maka
upaya penanggulangannya harus bersifat menyeluruh, multi disipliner mengikuti
sertakan masyarakat
secara aktif,
dilaksanakan semua
pihak secara
berkesinambungan dan konsisten BNN, 2004.
Upaya untuk memberantas atau menanggulangi Napza, banyak pihak terkait mengalami kesukaran padahal sesungguhnya mudah apabila diketahui pola
penyebarannya. Untuk memahaminya pola pemberantasan dapat dijadikan sebagai analogi atau model untuk pemberantasan Napza Hawari, 2008.
Penerapan hukuman yang berat sesuai dengan undang-undang, masih dirasakan perlu untuk menerapkan efek jera maupun rasa takut bagi para bandar
maupun produsen narkoba, mengingat akibat yang di timbulkannya begitu luas serta berbahaya bagi kuantitas dan kualitas generasi muda kita. Oleh sebab itu,
5 tidak ada jalan lain bagi kita semua untuk menyatakan perang terhadap narkoba
dengan melihat narkoba sebagai musuh bersama.
Mereka yang mengkonsumsi Napza akan mengalami gangguan mental dan perilaku, sebagai akibat terganggunya sistem neuron transmitter zat kimia di otak
yang menghubungkan informasi antar sel saraf, maka dapat mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif alam fikiran, afektif perasaan dan perilaku
Hawari, 2009.
Penyalahgunaan napza menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital
seperti otak, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal serta dampak sosial termasuk putus kuliah, putus kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga, serta penderitaan
dan kesengsaraan berkepanjangan BNN, 2004.
Dengan begitu salah satu upaya yang umumnya dilakukan ketika seseorang melakukan penggunaan napza adalah memasukkan individu tersebut
ke rehabilitasi. Ketika masuk ke rehabilitasi individu dihadapkan dengan berbagai macam program untuk membantu individu sembuh dari ketergantungannya.
Rehabilitasi adalah bukan sekadar memulihkan kesehatan semula si pemakai, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh
Somar, 2001.
6 United Nations Office on Drugs and Crime dalam Amrie, 2008 juga
merumuskan, rehabilitasi memiliki empat tujuan. Pertama, mempertahankan kemajuan fisiologis dan psikologis sebagai tindak lanjut tahap detoksifikasi.
Kedua, mempertajam dan meneruskan berhentinya perilaku adiktif. Ketiga, mendidik serta mendorong individu pengguna agar dapat memodifikasi perilaku
gaya hidup yang lebih konstruktif sebagai daya tangkal terhadap godaan narkoba. Keempat, mendidik dan mendukung perilaku yang mengarah pada terbentuknya
kesehatan pribadi, keberfungsian sosial, serta menekan resiko mewabahnya penyakit yang mengancam kesehatan dan keselamatan publik.
Banyak sikap atau perlakuan dari orang sekitar akan sangat berpengaruh terhadap kesembuhannya. Pengaruhnya sangat besar terhadap keberhasilan
individu untuk sembuh. Di satu sisi individu ingin diterima dan didukung usahanya untuk sembuh dari ketergantungan terhadap napza. Di sisi yang lain
orang sekitar masih memberikan penilaian negatif terhadap mereka, tetap mencurigai, terjadinya penolakan terhadap mereka dan tidak menghargai usaha
yang dilakukannya Somar, 2001.
Suandana 2009 mengemukakan bahwa paradigma yang dianut oleh Indonesia selama ini harus diakui sebagai faktor utama dari terjadinya
dehumanisasi penghilangan harkat manusia terhadap para pengguna napza di panti rehabilitasi, paradigma negara yang steoritif terhadap pengguna napza
menular dan membentuk paradigma yang sama ke dalam masyarakat. Paradigma
7 ini secara tidak langsung memberikan pengaruh negatif pada pengguna napza
dalam menumbuhkan motivasi dalam proses penyembuhannya di
panti rehabilitasi.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Papalia Olds 1995 yang menyatakan bahwa pemberian dukungan sosial dari orang yang berarti di seputar
kehidupan individu memberi kontribusi yang terbesar dalam meningkatkan harga diri seseorang dan dengan harga diri yang tinggi dapat mempercepat proses
penyembuhan individu yang mengalami ketergantungan narkoba.
Kurangnya dukungan sosial untuk proses kesembuhannya atau lingkungan yang justru merendahkan atau tidak menghargai usaha-usaha untuk sembuh yang
dilakukan mereka akan bertambah stres dan sulit untuk mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan untuk menggunakan napza kembali.
Thombs dalam Amita, 2001 menyatakan bahwa seorang pecandu atau pengguna narkoba sering merasa tidak mampu melewati stres dan tekanan atas
simptom disfungsi otak seperti penurunan daya ingat, penurunan daya konsentrasi, serta sugesti yang dialaminya. Sebagian dari mereka juga sering
merasa kesulitan memaksimalkan perawatan yang mereka jalani dan merasa tidak yakin bahwa mereka dapat mencapai kesembuhan dan terlepas dari
ketergantungan narkoba yang ia alami.
8 Individu yang sedang menjalani proses penyembuhan dari suatu penyakit
juga memerlukan dukungan sosial yang seringkali sulit mereka dapatkan. Individu yang mengalami pengguna napza juga merupakan salah satu kelompok yang
memerlukan dukungan khusus. Mereka membutuhkan dukungan khusus karena adanya penolakan terhadap diri mereka, rasa malu, proses penyembuhan yang
relatif lama atau rasa frustasi menurut Wortman dalam Orford, 1992.
Menurut Orford 1992 dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk memperkecil tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu. Dengan kata lain
jika tidak ada tekanan atau stres maka dukungan sosial tidak berpengaruh. Selanjutnya Orford menyatakan bahwa bentuk dukungan sosial yang diperlukan
oleh individu dengan penerimaan diri yang rendah, membutuhkan dukungan sosial yang bersifat emosional dan kelompok sosial. Mengingat hal tersebut, maka
dukungan sosial sangat berperan dalam kehidupan individu yang mengalami ketergantungan napza.
Menurut Cutrona 1987 dukungan sosial merupakan suatu proses hubungan yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa seseorang dicintai
dan dihargai, disayangi, untuk memberikan bantuan kepada individu yang mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupannya. Selanjutnya Weis dalam
Cutrona, 1987 menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki beberapa aspek, yaitu Attachment, social intergration, reassurance of worth, realible alliance,
guidance, opportunity for nurturance.
9 Berbagai penelitian telah mengidentifikasi dukungan sosial sebagai faktor
pelindung dalam
berbagai kesulitan,
termasuk kemiskinan,
perang, penyalahgunaan obat-obatan, kekerasan terhadap anak-anak, ADHD, perceraian,
pertentangan dalam keluarga, dan kehilangan orang tua pada usia dini Wolkow Ferguson, 2001.
Berbagai peristiwa di atas sangat memprihatinkan kita semua. Kehidupan seorang yang terjebak dalam belenggu napza sekeras apapun pengguna napza
berusaha sepenuhnya untuk sembuh, dalam penyembuhannya mereka berusaha melawan keinginannya untuk menggunakan napza kembali, badan keringat,
menggigil, sendi terasa sakit, rasa bosan di panti rehabilitasi, selain itu pengguna napza selalu mendapat stigma negatif dan di cap sebagai sampah masyarakat
selalu melekat dalam diri pengguna napza. Stigma negatif itu yang akhirnya kembali membuat seorang mantan pengguna napza kembali terpuruk. Perasaan
kesendirian, tak punya kawan, membuat mereka kembali terbenam dalam gemilang napza. Hanya segelintir mantan pengguna yang berhasil menata kembali
hidupnya walau harus lewat perjuangan keras dan berliku. Oleh sebab itu pengguna napza diperlukan memiliki motivasi untuk sembuh yang tinggi dan
dukungan dari lingkungan masyarakat, keluarga, dan kerabat.
Dari berbagai fenomena yang sudah dijelaskan di atas, menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan dukungan sosial dengan
motivasi untuk sembuh pada pengguna napza. Maka berdasarkan latar belakang
10
ini pula penulis melakukan penelitian mengenai, “ Hubungan Dukungan Sosial dengan Motivasi untuk Sembuh pada Pengguna Napza di Panti Rehabilitasi
Madani Mental Health Care”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah